Anda di halaman 1dari 30

1

PROPOSAL PENELITIAN

”HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP LANSIA

DENGAN PENCEGAHAN PENYAKIT HIPERTENSI”

OLEH :

HILLERY D.P TULANDI

NIM : 1714201148

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN

2020
2

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………... I
DAFTAR ISI………………………………………………………………... Ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah………………………………………………….. 4
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………... 4
D. Manfaat Penelitian……………………………………………......... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Pengetahuan………………………………………... 8
B. Konsep Dasar Sikap………………………………………………... 8
C. Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia)………………………………... 9
D. Konsep Dasar Hipertensi…………………………………………... 14
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN

DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konseptual…………………………………………........ 24
B. Hipotesis Penelitian……………………………………………….. 24

C. Definisi Operasional………………………………………………. 25
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian……………………………………………………. 26
B. Lokasi dan Tempat Penelitian ……………………………………. 26
C. Populasi dan Sampel……………………………………………… 26
D. Kriteria Sampel……………………………………………………. 27
E. Sumber Data………………..……………………………………… 27
3

F. Instrumen Penelitian……………….………………………………. 28

G. Analisa Data……………………………………………………… 28
H. Etika Penelitian……………………………………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
4

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seorang mengalami peningkatan


tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas
dan angka kematian (mortalitas). Hipertensi penyakit yang bisa menyerang siapa
saja, baik muda maupun tua, entah orang kaya maupun miskin (Indriyani, 2009).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit mematikan didunia. Namun,
hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan dapat
memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat alias mematikan.
Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer (pembunuh diam-diam)”, sebab
seseorang dapat mengidap hipertensi selama bertahun-tahun tanpa menyadarinya
sampai terjadinya kerusakan organ vital yang cukup berat, bahkan dapat membawa
kematian, 70% penderita hipertensi tidak merasakan gejala apa-apa, sehingga
tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi (Indriyani, 2009).
Pada tahun 2000 penderita hipertensi di dunia mencapai jumlah 957-987 juta
orang. Apabila usaha-usaha pencegahan terhadap hipertensi tidak dilakukan sedini
mungkin maka diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi
1.56 milyar orang atau 60% dari populasi jumlah penduduk dewasa dunia (M
Ridwan,2010).
Di Indonesia sebuah penelitian disajikan oleh Armiliawati dkk yang
mengungkapakan bahwa prevalensi penderita hipertensi terbanyak berkisar antara
6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa
Tengah 1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan
Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di sini, dua angka yang dilaporkan oleh
kelompok yang sama pada 2 daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukan
angka yang tinggi (M.Ridwan, 2010). Armiliawati dkk juga menyajikan hasil
survey penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmajo,
menemukan prevalensi hipertensi tanpa atau dengan tanda penyakit jantung
hipertensi sebesar 33,3% (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas). Semakin
meningkatnya usia seseorang akan semakin meningkatnya juga tekanan darah
seseorang (M.Ridwan, 2010).

1
5

Berdasarkan pengukuran tekanan darah secara rerata di Sulawesi Utara pada


tahun 2007, penyakit hipertensi di derita oleh hampir satu di antara tiga penduduk
umur > 18 tahun (31,2%). Penyakit hipertensi tertinggi di Kabupaten Kota
Tomohon (41,6), dan tertinggi kedua yaitu Minahasa (40,5%) dan terendah di kota
Bitung dengan presentasi (22,5%) (Depkes, 2008).
Salah satu penyebab munculnya penyakit hipertensi adalah mengkonsumsi
garam atau banyaknya unsur natrium di dalam kandungan bahan pangan
masyarakat. Konsumsi garam yang tinggi dapat mengakibatkan ion natrium di
dalam bahan makanan akan diserap ke dalam pembuluh darah. Adanya ion
natrium di dalam darah akan mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah
menjadi semakin meningkat. Kondisi inilah yang dapat mengakibatkan timbulnya
tekanan darah tinggi atau hipertensi. Terjadinya hipertensi dapat mengakibatkan
munculnya penyakit lainnya seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal. Sebagaimana diketahui penyebab munculnya penyakit ini karena
gaya hidup dan pola makan yang kurang tepat seperti makanan yang mengandung
lemak, makanan asinan, ditambah dengan kurang berolahraga serta tekanan hidup
yang memicu munculnya stress dan depresi.
Hipertensi mempunyai faktor resiko apabila tidak diobati secara sesakma
dapat berakibat fatal, salah satunya adalah kerusakan pada berbagai organ target
seperti otak, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer sampai kerusakan pada retina
mata. Bukan Cuma itu saja faktor resiko lainya disebabkan oleh faktor keturunan,
usia yang semakin tua, massa tubuh yang berlebihan (M.Ridwan 2010).
Berdasarkan data dari Desa Senduk pada bulan September tahun 2012 lansia
berumur 60 tahun keatas berjumlah 275 orang dengan terdiri dari laki-laki 127
orang dan perempuan 148 orang.
Berdasarkan pra-surveydi desa senduk peneliti mendapatkan sekitar 82
lansia mempunyai riwayat hipertensi dan diketahui bahwa fenomena terjadinya
hipertensi pada masyarakat lansia di Desa Senduk dipengaruhi oleh beberapa
keadaan seperti tingkat pengetahuan lansia yang kurang dan sikap lansia yang
kurang baik dalam mengontrol pola makan yang sering dikonsumsi.
6

Dengan berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka peneliti


merasa tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap lansia
pencegahan penyakit hipertensi di Desa Senduk Kecamatan Tombariri Kabupaten
Minahasa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengetahuan lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi?


2. Bagaimana sikap lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi?
3. Apakah ada hubungan pengetahuan lansia dengan pencegahan penyakit
hipertensi?
4. Apakah ada hubungan sikap lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dan sikap lansia dengan
pencegahan penyakit hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan lansia dengan pencegahan penyakit
hipertensi.
b. Mengientifikasi sikap lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi
c. Menganalisa hubungan antara pengetahuan lansia dengan pencegahan
penyakit hipertensi
d. Menganalisa hubungan antara sikap lansia dengan pencegahan penyakit
hipertensi
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan adanya hubungan antara
Pengetahuan dan Sikap Lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi
7

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal


penelitian selanjutnya dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya
Pengetahuan dan Sikap Lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi.
2. Praktis
a. Sebagai bahan masukan dan sumber pemikiran sebagai informasi baru
perkembangan ilmu pengetahuan, dan sikap dalam meningkatkan cara
pencegahan hipertensi
b. Bagi Lansia, menjadi tolak ukur sejauhmana telah menerapkan pengetahuan
dan sikap dalam mencegah hipertensi dengan baik.
c. Sebagai bahan pemikiran untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan hubungan pengetahuan dan sikap lansia dengan pencegahan
penyakit hipertensi.

BAB II
8

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Pengetahuan


1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebabagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui indera mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
2. Pengetahuan sebagai domain yang sangat penting
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour) yang terdiri dari :
a. Proses Adopsi Perilaku
1) Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui lebih dahulu stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest (tertarik) yakni orang mulai tertarik pada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (longlasting).
Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran tidak akan berlangsung lama.
b. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan,
yakni :
9

1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2) Memahami (Comperehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan menginterprestasikan materi
tersebut secara benar.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengungkapkan materi
yang telah dipelajari pada situasi pada kondisi real (sebenarnya).
4) Analisi (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat
menggambarkan, membedahkan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5) Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo,2007).
10

B. Konsep Dasar Sikap


1. Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).

2. Komponen Pokok Sikap


a. Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak.
3. Tingkatan Sikap

Menurut dari Notoatmodjo (2007), sikap memiliki empat tingkatan dari


yang terendah sampai tertinggi yaitu :

a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan mempertahankan
stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan. Yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap
karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu benar atau tidak, adalah
berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valving)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalahsuatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang palig tinggi.

C. Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia).


11

1. Pengertian

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur


kehidupan manusia (Keliat B.A, 1999). Lanjut usia adalah bagian proses dari
tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi
berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini
normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan
kronologis tertentu. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa
tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah,
2011).

2. Batasan Lanjut Usia (Lansia)


Menurut WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan
kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age)
antara usia 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 – 74 tahun,
lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90
tahun. (Azizah, 2011).
3. Tipe-Tipe Lanjut Usia (Azizah, 2011)
a. Tipe arif bijaksana.
Kaya dengan hikmat pengalaman menyesuaikan diri denga perubahan
jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri.
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas.
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
12

kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sadar, mudah


tersinggung, menuntut, sulut dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah.
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang
terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
e. Tipe bingung.
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, mental, sosial, dan ekonominya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Ketuaan (siti bandiyah, 2009, 9)
a. Hereditas = Keturunan/ Genetik.
b. Nutrisi = Makanan
c. Status Kesehatan
d. Pengalaman Hidup
e. Lingkungan
f. Stres
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lanjut Usia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara


degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
seksual (Azizah, 2011).

a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
2) Sistem Musculoskeletal
3) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
4) Pencernaan dan Metabolisme
5) Sistem Perkemihan
6) Sistem Saraf
7) Sistem Reproduksi
13

b. Perubahan Kognitif
1) Memory (daya ingat)
2) IQ (Intellegent Queciont)
3) Kemampuan belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comperehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (decission Making)
7) Kebijaksanaan (wisdom)
8) Kinerja (performance)
9) Motivasi
c. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam kehidupannya .


Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini dapat dilihat
dalam berfikir dan bertindak sehari-hari. Spiritual pada lansia bersifat
universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang berkembang
sepanjang rentang kehidupan.

d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialami lansia antara lain :
1) Pensiun
2) Perubahan aspek kepribadian
3) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
4) Perubahan minat
e. Penurunan fungsi dan Potensi seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik. Seperti gangguan jantung,
gangguan metabolisme (misal DM), vaginitis, dan baru selesai operasi
prostatektomi. Pada wanita ada kaitannya dengan masa menopause, yang
berarti fungsi seksual mengalami menurunan karena sudah tidak produktif.
14

Menurut Kuntjoro, faktor psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan


seksualitas, antara seperti rasa tabu atau malu bila mempertahankan
kehidupan seksual pada lansia. Sikap keluarga dan masyarakat yang
menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. Adanya kelelahan atau
kebosanan karenang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah
meninggal, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan lainnya yang
mengakibatkan fungsi dan potensi seksual pada lansia mengalami perubahan
(Azizah, 2011).

6. Masalah dan Penyakit yang sering dihadapi oleh lanjut usia (Bandiyah. S,
2009).

Secara umum menjadi tua atau menua (ageing procee), ditandai oleh
kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik dan kemunduran kemampuan kognitif yang sering kali
menimbulkan masalah.

a. Masalah yang sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia


1) Mudah Jatuh
2) Mudah Lelah
3) Berat badan menurun
4) Sukar menahan buang air besar
5) Gangguan pada ketajaman penglihatan
b. Penyakit yang sering dijumpai pada lansia

Dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat hubungannya


dengan proses menua yaitu :

1) Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh darah


di otak (koroner), dan ginjal.
15

2) Gangguan metabolisme hormonal, seperti : diabetes melitus,


klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.
3) Gangguan pada persendian, seperti : osteoartritis, gout artritis, ataupun
penyakit kolagen lainnya.
4) Berbagai macam neoplasma.

D. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Seseorang


yang mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi daripada 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik atau 140/90 mmHg (corwin, 2001).

2. Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita. Satu-
satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan
darah secara teratur (Indriyani, 2009).

Para ahli membuat klasifikasi hipertensi untuk memudahkan, mempelajari


dan mendiagnosis jenis hipertensi yang diderita (M. Ridwan, 2010).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal <120 mmHg <80 mmHg

Prehipertensi 120 – 139 mmHg 80 – 89 mmHg

Hipertensi stadium I 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg

Hipertensi stadium II >= 160 mmHg >= 100 mmHg

Sumber : Wikipedia (2009)


16

Berdasarkan tabel di atas, seseorang dikategorikan menderita hipertensi


jika tekanan darahnya melebihi 120/80 mmHg (M. Ridwan, 2010).

Dalam klasifikasi hipertensi terbaru terdapat klasifikasi JNC 7. Pada


klasifikasi ini terdapat prehipertensi yang dikatgorikan bukan sebagai penyakit.
Kategori tersebut digunakan untuk mengidentifikasi tingkat resiko seseorang
terhadap hipertensi. Hal ini sangat bermanfaat baik bagi pasien maupun dokter
untuk mencegah atau setidak-tidaknya memperlambat munculnya penyakit
hipertensi.

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi =140 =90

Stadium 1 140-159 90-99

Stadium 2 160=180 100=110

3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi dua jenis yaitu :

a. Hipertensi Primer
Jenis hipertensi ini adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
(hipertensi esensial). Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja
jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90-95 %)
penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga dapat terjadi
karena adanya faktor keturunan (Dewi dan familia, 2010).
b. Hipertensi Sekunder
17

Jenis hipertensi ini merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit


sistemik lain, misalnya gangguan hormon (gushing), penyempitan pembuluh
darah utama ginjal (stenosis arteri renalis akibat penyakit ginjal
glomerulonefritis) dan penyakit sistemik lainnya.(lupus netritis) (Dewi dan
familia, 2010). Faktor ini biasanya juga erat hubungannya dengan gaya
hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor makanan yang sangat
berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur yang
tinggi, merokok, dan minuman beralkohol.(Indriyani, 2009).
4. Faktor Resiko
Faktor resiko yang memicu penyakit hipertensi dapat disebabkan oleh
faktor keturunan, usia yang semakin tua, massa tubuh yang berlebihan,
konsumsi garam yang melebihi batas, keturunan yang memiliki riwayat
penyakit hipertensi, pola makan dan gaya hidup yang kurang sehat, serta
aktivitas olahraga yang kurang dan salah satu faktor pemicu munculnya
penyakit hipertensi adalah asupan bahan makanan yang kurang memenuhi
syarat sebagai makanan sehat.
Penyakit hipertensi berbanding lurus dengan usia seseorang. Oleh karena
itu, salah satu faktor resiko seseorang terkena penyakit stroke adalah
bertambahnya usia. Usia rawan hipertensi biasanya berada pada kisaran 31
tahun – 55 tahun. Peningkatan penyakit hipertensi semakin meningkat ketika
seseorang memasuki usia paruh baya sekitar 40 tahun bahkan bisa berlanjut
sampai usia lebih dari 60 tahun apabila tidak ditanggulangi sedini mungkin.
Namun kemungkinan terkena penyakit kardiovaskular pada laki-laki jauh lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan yang belum memasuki usia
menopause.
Mencegah timbulnya penyakit berat pada tubuh manusia harus dimulai
mendisiplinkan pola makanan dengan mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang. Hal ini disebabkan dari makanan yang berlebihan beberapa penyakit
berbahaya dan mematikan dapat menyerang tubuh manusia.sehingga makanan
dapat dikategorikan sebagai faktor resiko munculnya penyakit hipertensi.
18

Namun menjaga pola makanan saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan
pengendalian faktor psikokultural dan psikososial seperti stress dan depresi
yang dapat menjadi pemicu munculnya penyakit hipertensi.
Selain kadar garam yang dapat meningkatkan tekanan darah seseorang,
timbunan kadar kolesterol di dalam darah juga dapat memicu hipertensi.
Sehingga orang yang memiliki kadar kolesterol tinggi merupakan orang yang
sangat beresiko terkena hipertensi. Tinggi kadar kolesterol di dalam darah dapat
diakibatkan asupan makanan yang kekurangan asupan asam amino esensial,
antioksida, biotin, karnitin dan asam lemak esensial.
Kenaikan kadar kolesterol di dalam darah diakibatkan juga oleh konsumsi
alkohol yang berlebihan. Selain itu, orang yang banyak berkonsumsi makanan
yang mengandung lemak terhidrogenasi yang dapat memicu naiknya kadar
kolesterol darah. Kemudian konsumsi makanan yang mengandung zat tepung
dosis tinggi juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kenaikan kadar
kolesterol darah. Jangan dilupakan juga, kebiasaan makan cemilan dapat
meningkatkan kadar kolesterol di dalam darah.
Dalam teknik menurunkan kadar kolesterol dianjurkan makan buah dan
sayuran. Hal ini disebabkan kandungan serat yang dimiliki buah dan sayuran
dapat menurunkan resiko seseorang terkena hipertensi akibat timbunan
kolesterol dalam jumlah yang banyak (M. Ridwan, 2010).

5. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
19

saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya


noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan gerontology.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume
sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer (corwin, 2001).

6. Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.


Masa laten ini menyelubungi perkembangan hipertensi sampai terjadi
20

kerusakan organ yang spesifik. Kalaupun menunjukan gejala, gejala tersebut


biasanya ringan dan tidak spesifik, misalnya pusing-pusing (indriani, 2009).
Gejala pada hipertensi primer sering tidak menunjukkan gejala apapun.
Baru timbul gejala setelah adanya komplikasi pada organ pasien, misalnya pada
mata, otak dan jantung. Dan perlu secara rutin memeriksa tekanan darah
minimal dua kali dalam setahun.
Sedangkan pada hipertensi sekunder, gejala yang timbul akan di dahului
gejala penyakit yang menimbulkan hipertensi tersebut. Gejala yang dirasakan
setiap pasien tidak sama. Beberapa dari mereka sering mengabaikan gejala yang
ada sehingga terkesan tidak merasakan apapun atau berprasangka dalam
keadaan sehat.
Gejala yang dirasakan bergantung pada tingginya tekanan darah. Gejala
yang banyak dirasakan oleh para pasien hipertensi primer adalah sakit kepala,
mimisan, jantung berdebar-debar, dan sering buang air kecil di malam hari.
Keluhan yang sering dirasakan dan dijumpai adalah pusing yang terasa berat
pada bagian tengkuk dan biasanya terjadi pada siang hari. Gejala lain adalah
sesak napas, sulit tidur, mata berkunang-kunang, mudah marah, dan cepat lelah
(Dewi dan Familia, 2010).

7. Pencegahan

Upaya ideal untuk mencegah dan menangkal resiko tekanan darah tinggi
pertamanya adalah dengan penanggulangan secara non-medikamentosa alias
tanpa obat. Caranya adalah dengan menghindari faktor-faktor pemicu
timbulnya penyakit tersebut (kecuali faktor yang tidak bisa dihindari seperti
faktor keturunan dan usia). Salah satu upaya pencegahan adalah dengan cara
memeriksakan tekanan darah secara teratur agar bila sewaktu-waktu ada
kenaikan tekanan darah yang cukup tinggi, maka bisa diketahui lebih dini.
Selain dengan cek tekanan darah secara teratur, perawatan pada penderita
hipertensi dapat dilakukan dengan menjalankan diet yang dirancang secara
khusus sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kondisi penderita. Diet ini
21

bertujuan untuk mengatur menu harian penderita hipertensi agar gejolak


naiknya tekanan darah bisa diminimalisir atau tetap dalam batas normal yaitu
120/80. Untuk mendukung keberhasilan diet, penderita hipertensi disarankan
untuk melakukan aktivitas olahraga secara rutin agar bisa membantu
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan
juga mengurangi resiko obesitas (Sudarmoko, 2010).

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Hipertensi dapat dilakukan dengan :

Terapi Non-farmakologis sering menjadi alternatif yang dapat mengontrol


tekanan darah. Efeknya, pengobatan cara medis menjadi kurang diperlukan.
Pengobatan nonmedis juga dapat digunakan menjadi pelengkap dari pengobatan
medis. Pengobatan non-farmakologis yang biasanya dilakukan antara lain
(Dewi dan Familia, 2010) :

a. Diet rendah garam/ kolesterol/ lemak.


b. Melakukan relaksasi.
c. Olahraga, dan
d. Berhenti merokok dan mengurangi mengkonsumsi alkohol

Sedangkan Pengobatan non-farmakologis saja ternyata tidak cukup dalam


pengobatan hipertensi. Akan lebih baik pengobatan non-farmakologis disertai
dengan pengobatan farmakologis yaitu obat-obatan antihipertensi. Obat
antihipertensi dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis model obat, masing-
masing jenis obat memiliki cara kerja sendiri (Dewi dan Familia, 2010).

Jenis-jenis obat antihipertensi (Indriyani, 2009) :

a. Diuretik
22

Obat ini biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati
hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga daya pompa jantung
menjadi lebih ringan dan mengurangi tekanan darah. Salah satu contoh obat
yaitu hydrochlorothiazide, chlorthalindone, furosemide, metolazone,
indapamide, bumetanide, spironolactone.

b. Beta blockers

Beta blocker merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan


tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar
(vasodilatasi) pembuluh darah. Dengan demikian, jantung tidak terlalu
bekerja keras dan tekanan darah menurun. Contoh obat propanolol,
Atenolol, Bisoprolol.

c. Angiotensis-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor

Angiotensis-Converting Enzyme (ACE) Inhibitor merupakan obat yang


bekerja dengan menghambat pembentukkan zat Angiotensis II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat Kaptopril dan
Enalapril.

d. Angiontensis II Receptor Blockers (ARBs)

Angiontensis II Receptor Blockers (ARBs) merupakan obat yang melindungi


pembuluh darah dari efek angiotensis II, sebuah hormon yang menyebabkan
pembuluh darah menyempit. Contoh obat Candesartan, irbesartan, dan
losartan.

e. Calcium Channel Blockers (CCBS)


23

Calcium Channel Blockers (CCBS) merupakan obat yang membantu agar


pembuluh darah tidak menyempit dengan menghalangi kalsium memasuki
sel otot jantung dan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
rileks dan tekanan menurun.

f. Alpa Blockers

Alpa Blockers merupakan obat yang membuat otot-otot tertentu menjadi


rileks dan membantu pembuluh darah yang kecil tetapi terbuka.

g. Clonidine

Clonidine merupakan obat antihipertensi yang bekerja di pusat kontrol


sistem saraf di otak. Clonidine menurunkan tekanan darah dengan
memperbesar arteri di seluruh tubuh.

h. Vasodilator

Vasodilator merupakan pengobatan dengan melebarkan pembuluh darah.


Obat ini bekerja langsung pada otot-otot di dinding arteri, membuat otot
rileks, dan mencegah dinding menyempit. Akibatnya, aliran darah mengalir
lebih mudah melalui arteri, sehingga jantung tidak bekerja keras memompa
darsah, dan tekanan darah menurun.
24

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan
membentuk suatu teori yang menjelaskan tentang suatu kertekaitan antar variabel
(baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti). Kerangka konsep
adalah merupakan bagian yang menyajikan konsep dan teori dalam bentuk
kerangka konsep penelitian (Nursalam, 2008).

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Sikap
Pence Baik
Life Style gahan Penyakit
Hipertensi pada Cukup
Obesitas
Lansia
Kurang

Faktor Keturunan

Faktor Usia

Keterangan : Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti


25

Gambar 3.1 Skema kerangka konsep penelitian pengetahuan dan sikap lansia dengan
pencegahan penyakit hipertensi

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan


penelitian (Nursalam, 2008).
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan lansia dengan pencegahan penyakit
Hipertensi.
Ho : Ada hubungan antara sikap lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2009). Adapun definisi operasional pada penelitian ini

sebagai berikut :

Tabel 4.1
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Lansia dengan PencegahanPenyakitHipertensi

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil

Variabel
Independen:
Pengetahuan Jawaban responden Kuesioner Ordinal Kurang : ≤ 55%
Lansia dengan mengenai mengingat
pencegahan kembali sesuatu yang Cukup :
penyakit pernah diketahui 56-75 %
hipertensi. sebelumnya tentang
pencegahan penyakit Baik : 76-100%
hipertensi.
26

Sikap Lansia Jawaban responden Kuesioner Nominal


dengan yang merupakan reaksi Sikap negatif
pencegahan atau respon yang ≤mean data
penyakit masih tertutup dalam
hipertensi. hal pencegahan Sikap positif
penyakit hipertensi.
≥mean data

Variabel
Dependen:
Cara mencegah
terjadinya Jawaban responden Ordinal
penyakit terhadap tindakan
hipertensi. untuk melakukan Kuesioner Kurang : ≤ 55%
sesuatu dalam
pencegahan penyakit Cukup :
hipertensi. 56-75 %

Baik : 76-100%

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Rancangan penelitian ini termasuk penelitian dengan menggunakan

rancangan desain Cross-Sectional. Penelitian Cross-Sectional adalah jenis


27

penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel

independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2008).

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek (manusia) yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam, 2009).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

lansia yang mempunyai riwayat hipertensi yaitu 82 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai

subjek peneliti sebagai sampling (Nursalam, 2008). Teknik sampling dengan

menggunakan metode purposive sampling (Nonprobability sampling).

D. Kriteria Sampel

1. Kriteria inklusi

a. Klien bersedia menjadi responden

b. Klien dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi

E. Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti melalui pengambilan

secara langsung oleh peneliti sendiri, contohnya dengan melakukan

pengambilan data melalui instrument penelitian dalam bentuk kuisioner

2. Data Sekunder
28

Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti pada instansi

pemerintah/swasta yang menjadi objek penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Untuk melakukan pengumpulan data peneliti menggunakan instrumen

sebagai pedoman pengumpulan data berupa kuesioner untuk mengobservasi

hubungan pengetahuan dan sikap lansia dengan pencegahan penyakit hipertensi

G. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Untuk menentukan jumlah presentase dari masing-masing variabel independen

dan dependen.

2. Analisa Bivariat
Analisa untuk mengetahui signifikansi hubungan pengetahuan dan sikap lansia
dengan pencegahan penyakit hipertensi dengan menggunakan uji statistik
Correlation Spearman Rho.
H. Etika Penelitian

Setelah mendapatkan persetujuan barulah peneliti melakukan penelitian

dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :

1. Informed consent

Informed consent (surat persetujuan) diberikan sebelum melakukan penelitian.

Informed consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Responden bersedia harus menandatangani lembar persetujuan dan jika tidak

bersedia, peneliti harus menghormati keputusan mereka.

2. Anonimity (tanpa nama)


29

Anonimity berarti tidak perlu mencantumkan nama dan lembar pengumpulan

data, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data tersebut.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Informasi yang diberikan oleh responden akan terjamin kerahasiaannya karena

peneliti hanya menggunakan kelompok data sesuai dengan kebutuhan dalam

penelitian.

Prinsip-prinsip etika penelitian :

a. Tidak merugikan orang lain.

b. Menghargai hak asasi orang lain.

c. Adil.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, 2003. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktek. Rineke Cipta.


Jakarta.
Azizah, (2011). Keperawatan Lanjut Usia,Graha Ilmu. Jogyakarta.
Bandiyah, (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik, Muha Medika.
Jogyakarta.
30

Corwin, (2001). Buku Saku Patofisiologi, EGC. Jakarta


Dewi & Familia, (2010). Hidup Bahagia Dengan Hipertensi, A*Plus Books.
Jogjakarta.
Depkes, (2008). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Utara.
Jakarta.
Handoko. R, (2009). Statistik Kesehatan, Mitra Cendikia. Jogjakarta.
Hidayat, A.A , (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Salemba Medika. Jakarta.
Indriyani, (2009). Deteksi Dini Kolesterol, Hipertensi, dan Stroke, Millestone.
Jogjakarta.
Keliat B.A, (1999). Lanjut Usia dan Perawatannya : Nuha Medika
M. Ridwan, (2010). Mengenal, Mencega, Mengatasi Silent Killer “Hipertensi”,
Pustaka Widyamara. Semarang.
Notoadmojo, (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineke Cipta. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai