Anda di halaman 1dari 22

LOGBOOK KASUS I

MATA KULIAH KEPERAWATAN GERONTIK

“KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK”

DOSEN PENGAMPU:
Ns. Luri Mekeama, S.Kep., M.Kep.

DISUSUN OLEH:
Chantika septidianti (G1B118010)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI
2021

1
LAMPIRAN
SKENARIO I

Bertambahnya UHH menjadi 72 tahun pada tahun 2014 maka jumlah penduduk lansia akan
meningkat. Lansia akan mengalami proses menua, hal ini merupakan alami dengan
konsekuensi timbulnya masalah fisik dan psikososial. Agar lansia bisa mencapai kehidupan
sehat, mandiri, dan produktif di usia senja maka dibutukan cabang ilmu Gerontologi,
geriatrik, dan keperawatan gerontik yang bertujuan meningkatkan kemandirian Activity Daily
Living (ADL) dengan upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif. Perawat gerontik memiliki
peran dan fungsi yaitu sebagai care provider, advocat, educator, counselor, motivator, case
mananger, consultant, researcher dan collaborator.

STEP I
1. Ilmu Gerontologi

2. Activity Daily Living

3. Geriatrik

4. UHH

5. Care provider

Jawab

1. Gerontologi berasal sari bahasa latin yaitu geros berarti lanjut usia dan logos berarti
ilmu. Gerontologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari proses menua
dan masalah yang terjadi pada lanjut usia (Artinawati, 2014)
Ilmu gerontologi merupakan studi ilmiah tentang efek penuaan dan penyakit yang
berhubungan dengan penuaan pada manusia meliputi aspek biologis, fisiologis,
psikososial, dan aspek rohani dari penuaan
2. Menurut Brunner & Suddarth (2002) ADL adalah aktifitas perawatan diri yang harus
pasien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari
 ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal,
aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian , mandi, menyikat

2
gigi, dan berhias dengan tujuan untuk memenuhi perannya sebagai pribadi
dalam keluarga dan masyarakat menurut (potter dan perry,2005)
 ADL atau Activity Daily Living adalah aktivitas perawatan diri(pribadi) yang
harus pasien lakukan Dalam keseharian untuk memenuhi kebutuhan. Ex
Makan, minum, Toilet & mandi
 ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal;
aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat
gigi dan berhias dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan
perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat.
3. Geriatri merupakan berbagai gejala dari masalah kesehatan yang sering terjadi pada
orang lanjut usia atau lansia akibat proses penuaan
 Geriatri merupakan salah satu cabang dari geronologi dan medis yang
mempelajari khusus aspek kesehatan dari lanjut usia, baik yang ditinjau dari
segi promotif, preventuf, kuratif maupun rehabilitatif yang mecakup kesehatan
badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat
 Ilmu yg mempelajari berbagai gangguan dan oenyakit pada lansia dan upaya
pencegahan, pengobatan dan rehabilitasinya
4. UHH (Umur Harapan Hidup) juga merupakan salah satu indikator derajat kesehatan
dan kualitas hidup masyarakat, dengan adanya peningkatan Umur Harapan Hidup
(UHH) saat lahir dapat diindikasikan adanya keberhasilan pembangunan pada sektor
kesehatan
5. Care provider adalah peran perawat yang utama, yakni memberi pelayanan perawatan
pada pasien yang membutuhkan sesuai dengan prinsip dan etika perawat. Sebagai care
provider, perawat dapat memberi bantuan fisik maupun psikologis bagi pasien, agar
kondisi kesehatannya membaik.
Layanan kesehatan adalah seorang profesional kesehatan perorangan atau organisasi
fasilitas kesehatan yang dilisensikan untuk menyediakan layanan diagnosa dan
perawatan kesehatan termasuk obat-obatan, pembedahan dan peralatan medis.

3
STEP II
1. Contoh peran perawat dalam peran dan fungsi sebagai care provider
2. Tujuan pelayanan kesehatan lansia
3. Apa saja prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia ?
4. Bagaimana cara meningkatkan adl pada lansia
5. Apa saja yg menjadi permasalahan kesehatan lansia diindonesia
6. Apa saja peran dan fungsi perawat sebagai advocat?
7. Apasaja contoh peran dan fungsi perawat sebagai case manager?
8. Setiap Lansia mengalami proses menua dg konsekuensi masalah fisik dan psikososial,
bagaimana cara perawat dlm memotivasi lansia trsbt ddidlm proses penuaannya ?.
9. Jika lansia dalam suatu keluarga kurang terurus karena dalam keluarga memiliki
kesibukan masing", nah apakah dengan memasukkan nya ke panti yg layak bisa
mempertahankan atau menghindarkan lansia tersebut dari masalah fisik dan
psikososial.

STEP III
1. Peran perawat sebagai care provider diharapkan mampumemberikan pelayanan
keperawatan dalam proses penyembuhan lansia dan memperhatikan klien
beradasarkan kebutuhan signifikan lansia. peran perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan bagi lansia dengan risiko jatuh. memberi latihan ROM dan melakukan
pemeriksaan tekanan darah karena beberapa dari lansia memiliki riwayat darah tinggi.
Begitu pula dengan memberikan pelayanan pada lansia dengan melakukan tindakan
alih baring pada pasien riwayat diabetes yang memiliki luka tekan pada bokong dan
juga kakinya.
2. Tujuan umum kebijakan pelayanan kesehatan lansia adalah meningkatkan derajat
kesehatan lansia untuk mencapai lansia sehat, mandiri, aktif, peroduktif, dan berdaya
guna bagi keluarga dan masyarakat, sementera tujuan khususnya adalah maningkat
kan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan santun lansia, meningkatkan kordinasi
dengan lintas program, lintas sektor, organisasi profesi dan pihak terkait lainnya,
meningkatkan ketersedian data dan informasi dibidang kesehatan lansia,
meningkatkan peran serta dan pemberdayaan keluarga, masyarakat dan lansia dalam
upaya serta peningkatan kesehatan lansia, meningkatkan peran lansia dalam upaya
peningkatan kesehatan keluarga dan masyarakat (kemenkes, 2016)

4
3. Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah
(Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :

a. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar pengertian yang
dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seorang lansia yang
sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami
oleh penderita tersebut.

b. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang
menambah penderitaan (harm).

c. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak
tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada
keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas. Dalam
etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin rumit ?) oleh
pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk
melindungi penderita yang fungsional masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan
beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal
aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi
wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah
membuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).

d. Keadilan: yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan yang
sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar
dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

e. Kesungguhan hati: Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang lansia.

4. Pada lansia yang aktif dapat terus belajar dan meningkatkan pendidikannya dan
mempelajari keterampilan-keterampilan tekhnis untuk mengisi hari-harinya. Selain
membaca latihan meningkatkan daya ingat juga dapat dilakukan dengan cara latihan
asah otak dengan tekhnik pemecahan masalah dan latihan berpikir positif dalam
bentuk permainan dan role play. Perkembangan aspek emosional perubahan yang
dapat terlihat adalah lansia merasa tidak diperhatikan dan merasa tidak dihargai,

5
lansia cendrung dikatakan cerewet, mudah sedih dan mudah tersinggung. Adaptasi
lansia terhadap perubahan pada aspek ini pada tahap seleksi adalah mulai membatasi
diri, cendrung diam dan tidak terlalu banyak terlibat dalam menyelesaikan masalah,
pada tahap optimisasi lansia menghindari konflik, memilih mendengar dari pada
pengambil keputusan dan pada tahap kompensasi lansia melakukan kegiatan yang
disenanginya dan cendrung senang rekreasi (Stanley, 2007).
Pada aspek kognitif perubahan yang dapat terlihat adalah penurunan daya ingat atau
memori lansia sering lupa atau pikun, dan terjadi penurunan kemampuan menyelesaikan
masalah. Adaptasi lansia terhadap perubahan ini pada tahap seleksi lansia mulai
membatasi diri dan tidak mendominasi dalam menyelesaikan masalah, pada tahap
optimisasi lansia mulai melakukan kegiatan membaca dan menyimak informasi dari kluar
diri atau lingkungannya. Pada tahap kompensasi lansia mulai melatih ingatan dengan
membaca dan menulis yang disenanginya. Pada aspek perubahan kognitif ini dapat
dilakukan stimulasi melatih daya ingat lansia dengan memotivasi lansia untuk sering
membaca buku yang disenanginya

5. a. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan yang
mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh yang
menurun, sehingga seringsakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan
masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada keluarga
menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu yang kurang
sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi yang kurang
terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan untuk
menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang ketika

6
mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika
menemui permasalahan hidup yang cukup serius.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, penyakit yang terbanyak pada lansia adalah
untuk penyakit tidak menular antara lain ; hipertensi, masalah gigi, penyakit sendi,
masalah mulut, diabetes mellitus, penyakit jantung dan stroke, dan penyakit menular
antara lain seperti ISPA, diare, dan pneumonia. Jumlah orang dengan demensia cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya kasus penyakit tidak menular. Kondisi tersebut
akan berdampak pada kondisi ketergantungan lansia akan bantuan orang lain, atau
Perawatan Jangka Panjang / Long term care.

6. Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar klien dengan tim
kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien
danmembantu klien memahami semua informasi dan upeya kesehatan yang diberikan
oleh timkesehatan dengan pendekatan tradisional maupun professional. Peran
advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai narasumber dan
fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus
dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat
melindungi dan memfasilitasikeluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
Peran advokat pasien memiliki tiga komponen utama, yaitu sebagai pelindung,
mediator, dan pelaku tindakan atas nama pasien. Sebagai pelindung, peran yang dilakukan
perawat memiliki tujuan utama yaitu untuk membantu pasien dalam membuat keputusan.
Sebagai mediator, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan untuk menjembatani
komunikasi antara pasien dengan tim kesehatan lain di rumah sakit. Sebagai pelaksana
tindakan, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan utama untuk melaksanakan
asuhan keperawatan sesuai dengan yang dibutuhkan pasien.
Perannya sebagai advokat, perawat diharapkan mampu untuk bertanggung jawab
dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien
7. Perawat sebagai manajer bertanggung jawab dalam memberikan lingkunganyang
positif serta profesional di rumah sakit atau komunitas agar terwujudnya pelayanan
yang berkualitas. Selain itu, perawat sebagai manajer juga harus mampumemimpin

7
dan mengelola tim klinis yang dibentuk. Mauk (2014), mengemukakan bahwa
perawat manajer dalam keperawatan gerontik perlu memiliki kemampuandalam
beberapa hal antara lain:
1) Membangun dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan anggota
timkeperawatan gerontik. Dalam hal ini, seorang perawat gerontik harus
memilikistandar dalam memberikan asuhan keperawatan kepada lansia.
Standar tersebutantara lain, pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga
kesehatan lansia,mencegah penyakit, mengelola penyakit kronis yang
kompleks, penurunan fungsifisik dan mental, hingga perawatan paliatif (ANA,
2010 dalam Touhy & Jett, 2014).Sehingga, manajer perlu memfasilitasi
pelatihan atau workshop agar kemamuananggota tim dapat meningkat
2) Menentukan prioritas dan tujuan yang realistis, dapat terukur serta memiliki
batasan waktu.
3) Membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah baik masalah internal
antaranggota tim dan masalah klien.
4) Mendelegasikan tugas kepada seseorang yang dianggap dapat menjalankan
tugasdengan baik.
5) Mampu memberikan dorongan, arahan yang jelas, dan harapan terhadap
stafnya.

8. a. selalu dampingi lansia tersebut agar sang lansia tidak merasakan kesepian saat
masa tua nya
a. berikan motivasi dn semangat bahwa menjadi lansia tetap dpt hidup produkti
dn berarti
Melihat masalah – masalah yang telah dikemukakan sudah sewajarnya bahwa
kelompok lansia perlu mendapat pembinaan untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berfuna bagi
kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata
kemasyarakatan. Direktorat Binkes Keluarga mengeluarkan beberapa acuan untuk
pembinaan usia lanjut (Depkes 1992). Permasalah psikologis pada lanjut usia
cenderung menjadi beban kehidupan yang menjadi hambatan dalam aktifitas sehari
hari dan aktifitas social. Pengkajian dini dan penanganan yang tepat terhadap
permasalahan psikologis ini akan sangat berguna (Keltner dan Schwecke,1995).

8
9. Saat mendengar kata panti jompo, mungkin sebagian orang merasa kasihan dan
bersalah karena telah meninggalkan anggota keluarganya yang sudah lanjut usia di
sana. Padahal, panti jompo tidak selalu identik dengan hal yang memprihatinkan bagi
para lansia. Tak sedikit lansia yang justru bisa menjalani hidup produktif dan bahagia
di panti jompo. Di panti jompo, para lansia juga bisa memiliki banyak teman dan
dapat bersosialisasi dengan sesama lansia yang tinggal di sana. Panti jompo umumnya
menjadi pilihan bagi para lansia yang tidak memungkinkan menjalani perawatan di
rumah, misalnya karena anggota keluarga yang sibuk bekerja atau tidak mampu
merawatnya dengan baik. Selain itu, panti jompo juga bisa menjadi tempat untuk
merawat lansia yang memiliki kebutuhan khusus, misalnya lansia yang memiliki
penyakit tertentu seperti demensia, stroke, diabetes, atau penyakit jantung. Karena
kondisi medisnya tersebut, lansia perlu dipantau dan dijaga dengan lebih saksama.

STEP IV

1. Definisi
keperawatan
9. Tujuan gerontik 2. Batasan usia
keperawatan lansia
gerontik

Konsep Dasar Keperawatan


8. Prinsip etika Gerontik
pada pelayanan 3. Ciri-ciri
kesehatan lansia Lansia

4. Masalah
7. peran dan kesehatan
fungsi perawat pada lansia
gerontik

6. tanggung 5. Pendekatan
jawab perawatan
keperawatan lansia
gerontik
9
STEP V

Tidak Ada

STEP VI

KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK

A. Definisi Keperawatan Gerontik


Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan
pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat konprehensif terdiri dari bio-
psikososio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat
maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38
tahun 2014). Pengertian lain dari keperawatan gerontik adalah praktek keperawatan yang
berkaitan dengan penyakit pada proses menua (Kozier, 1987). Sedangkan menurut
Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keperawatan gerontik
adalah suatu bentuk praktek keperawatan profesional yang ditujukan pada lansia baik
sehat maupun sakit yang bersifat komprehensif terdiri dari bio-psiko-sosial dan spiritual
dengan pendekatan proses keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

B. Batasan-batasan Lanjut Usia


1. Lanjut usia dibagi oleh sejumlah pihak dalam berbagai klasifikasi dan batasan.
Menurut WHO Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization)
yang dikatakan lanjut usia tersebut di bagi kedalam tiga kategori yaitu:
a. Usial lanjut : 60-74 tahun.
b. Usia tua : 75-89 tahun.
c. Usia sangat lanjut : > 90 tahun.
2. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan sebagai berikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
b.Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:

10
1) Usia 70-75 tahun (young old)
2) Usia 75-80 tahun (old)
3) Usia lebih dari 80 tahun (very old)
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

C. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan
masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikososial dan
spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif (Maryam, 2008).
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a) Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian
datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang
penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b) Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh
pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang
lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c) Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut dilakukan
karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan
peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan
lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d) Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap lansia
membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk
sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk

11
pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi
inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah

D. FOKUS KEPERAWATAN GERONTIK

a. Peningkatan kesehatan (health promotion)

Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan mengoptimalkan kondisi


lansia dengan menjaga perilaku yang sehat. Contohnya adalah memberikan pendidikan
kesehatan tentang gizi seimbang pada lansia, perilaku hidup bersih dan sehat serta manfaat
olah raga.

b. Pencegahan penyakit (preventif)

Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan dengan


melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya
penyakit, contohnya adalah pemeriksaan tekanan darah, gula darah, kolesterol secara
berkala, menjaga pola makan, contohnya makan 3 kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah
porsi makanan tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat (nasi, jagung, ubi) dan
mengatur aktifitas dan istirahat, misalnya tidur selama 6-8 jam/24 jam.

c. Mengoptimalkan fungsi mental.

Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan ceramah agama, sholat
berjamaah, senam GLO (Gerak Latih Otak) (GLO) dan melakukan terapi aktivitas
kelompok, misalnya mendengarkan musik bersama lansia lain dan menebak judul lagunya.

d. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan pada penyakit
yang diderita lansia, terutama lansia yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit,
misalnya pada saat kegiatan Posyandu Lansia.

E. Permasalahan Kesehatan Lansia Di Indonesia

12
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya
pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat
dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu, Pemerintah wajib menjamin
ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup
mandiri dan produktif, hal ini merupakan upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya
dalam bidang kesehatan. Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting yang harus
dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk mencapai tujuan tresebut,
harus ada koordinasi yang efektif antara lintas program terkait di lingkungan Kementerian
Kesehatan dan organisasi profesi.

Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan melalui penyediaan


sarana pelayanan kesehatan yang ramah bag lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat.
Upaya yang dikembangkan untuk mendukung kebijakan tersebut antara lain pada pelayanan
kesehatan dasar dengan pendekatan Pelayanan Santun Lansia, meningkatkan upaya rujukan
kesehatan melalui pengembangan Poliklinik Geriatri Terpadu di Rumah Sakit, dan
menyediakan sarana dan prasarana yang ramah bagi lansia.Kesadaran setiap lansia untuk
menjaga kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin merupakan
hal yang sangat penting. Semua pelayanan kesehatan harus didasarkan pada konsep
pendekatan siklus hidup dengan tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut
usia.

Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan dalam kehidupannya


sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu :

1. Masalah fisik
Masalahyang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan
yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh
yang menurun, sehingga seringsakit.
2. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi
dengan masyarakat di sekitar.
3. Masalah emosional

13
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada
keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu
yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi
yang kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan untuk
menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang
ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa
gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.

F. Pendekatan Perawatan Lansia


a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih
dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau
progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia
dapat dibagi 2 bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari
ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini, terutama yang
berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan.

b. Pendekatan Psikologis

Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada


klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap segala sesuatu
yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik

14
dan service. Bila ingin mengubah tingkah aku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.

c. Pendekatan Sosial

Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat
dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan
sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan
melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan
majalah.

G. Tanggung jawab keperawatan

 Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal


 Membantu klien lansia memelihara kesehatannya
 Membantu klien lansia menerima kondisinya
 Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukannya secara manusiawi
sampai meninggal

H. Peran Dan Fungsi Perawat Gerontik


1. Sebagai Care Giver/ pemberi asuhan langsung .Sebagai pelaku/pemberi asuhan
keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung
dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan
informasi yang benar, menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil
analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi
masalah yang muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah,
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan
melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien

15
mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Proses
penyembuhan lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun pemberi
ketrampilan tindakan yang meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang
penting bagi pemberi asuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan klien
secara holistik, meliputi gaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial.
Pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan keluarga dalam menetapkan
tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan energi dan waktu yang
minimal.

2. Sebagai Pendidik klien lansia.Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien


meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/keluarga dapat
menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik,
perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada klien lansia yang
beresiko tinggi, kader kesehatan, dan lain sebagainya. Perawat menjalankan peran
sebagai pendidik ketika klien, keluarga atau kelompok masyarakat dianggap
memerlukan pengajaran. Hubungan pengajar - orang yang belajar adalah tingkatan
lebih lanjut dari hubungan pertolongan perawatan. Di dalam hubungan saling
ketergantungan ini akan terbangun suatu kepercayaan. Perawat membangun rasa
percaya tersebut dengan berbagi pandangan objektif klien. Peran ini, dapat dalam
bentuk penyuluhan kesehatan, maupun bentuk desiminasi ilmu kepada klien

3. Sebagai komunikasi ( comunicator ) Setiap perawat yang berkeinginan menjadi


perawat yang memberikan perawatan secara efektif, hal pertama yang harus
dipelajari adalah cara berkomunikasi. Komunikasi yang baik menjadikan perawat
mengetahui tentang klien mereka yang akhirnya mampu mendiagnosa dan
menemukan hal - hal yang mereka butuhkan selama proses perawatan.

4. Sebagai pemberi bimbingan/konseling klien (Counselor) Tugas utama perawat


adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-
sakitnya. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode
untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling/bimbingan
kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas.
Konseling diberikan kepada individu/keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu,pemecahan masalah

16
difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku
hidup sehat.

b. Sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-sumber potensi klien


(Coordinator) Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada,
baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada
intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam menjalankan peran
sebagai koordinator, perawat dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan.

Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas.


Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan.
Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan
pada sarana kesehatan

5. Rehabilitator Rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali ke tingkat


fungsi maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan
ketidakberdayaan lainnya. Seringkali klien mengalami gangguan fisik dan emosi
yang mengubah kehidupan mereka dan perawat membantu klien beradaptasi
semaksimal mungkin dengan keadaan tersebut. Rentang aktivitas rehabilitatif dan
restoratif mulai dari mengajar klien berjalan dengan menggunakan kruk sampai
membantu klien mengatasi perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit
kronis.

6. Pembuat keputusan klinik ( Collabolator ) Untuk memberikan perawatan yang


efektif, perawat menggunakan keahliannya berpikir secara kritis melalui proses
keperawatan. Perawat membuat keputusan ini sendiri atau berkolaborasi dengan
klien dan keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja samadan
berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan profesional lainnya ( Keeling
dan Ramos, 1995 )

7. Sebagai Caring Tanggung-jawab etis seorang perawat secara umum telah diuraikan
dalam kaitannya dengan caring dan perlindungan. Reverby melacak sejarah
keperawatan Amerika pada awal abad ke-19. Selama waktu tersebut, hampir tiap-
tiap perempuan menghabiskan sebagian dari hidupnya untuk memperhatikan
macam-macam penyakit dan kelemahan teman-teman dan sanak keluarga. Pada

17
saat keperawatan dikenal sebagai suatu pekerjaan professional dan tempat dalam
merawat dipindahkan dari rumah sakit, tugas merawat ditafsirkan berarti ketaatan
terhadap perintah dokter. Menurut Reverby, caring keperawatan baru-baru ini telah
mengalami suatu perubahan bentuk. Berbeda dari sebelumnya, sekarang akan
ditemui perawat menuntut hak untuk menentukan bagaimana tugas merawat
didapatkan. Sekarang perawat menginginkan suatu model caring yang menyertakan
hak-hak terhadap otonomi dengan nilai-nilai ideal tradisional mengenai hubungan
dan azas mengutamakan orang lain. Pakar teori ilmu perawatan modern yang
melanjutkan untuk mengidentifikasi caring sebagai hal yang utama untuk merawat
juga menekankan bahwa teori ilmu keperawatan itu harus dibangun dari praktek
keperawatan dibandingkan dengan gambaran ideal dalam keperawatan. Benner dan
Wrubel sebagai contoh, mengembangkan penafsiran teori caring keperawatan dari
pengamatan empiris dalam praktik keperawatan. Mereka mendefenisikan caring
sebagai suatu perhatian kepada orang lain, peristiwa, pekerjaan, dan hal-hal lain.
Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa caring memungkinkan untuk keperawatan
karena memadukan pemikiran, perasaaan, dan tindakan serta memberikan arah dan
motivasi untuk perawat.

8. Sebagai Advokasi Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung


antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien,
membela kepentingan klien dan klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun profesional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak
sebagai narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap
upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai
advokat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan. Bertentangan dengan
beberapa ahli yang memandang caring sebagai pusat keperawatan. Anas
membantah bahwa suatu kiasan baru mengenai keprawatan sebagai advokasi harus
menggantikan model tradisional sedangkan model keperawatan menekankan
tanggapan untuk memberikan respon terhadap rasa sakit dan penderitaan, advokasi,
menekankan rasa hormat pada pasien dan mempertahankan hak hukum pasien.
Pada model ini, perawat secara ideal memiliki pengetahuan tentang hak-hak pasien
dan bersiap untuk meredam perselisihan dengan maksud untuk perlindungan dan

18
melindungi pasien terhadap penyalahgunaan hak-hak. Secara khusus, hak-hak yang
harus dilindungi oleh perawat meliputi hal-hal yang dilindungi oleh perawat
meliputi hal-hal yang termaksud dalam American hospital Ascociation Bill of
Right yang dinyatakan pada tahun 1973 .

I. Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah
(Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
a. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar pengertian yang
dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seorang lansia yang sakit
dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh
penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan,
sehingga tidak memberi kesan over protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua
petugas geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik dari penderita lansia.
b. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang menambah
penderitaan (harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk
menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan derivat morfina) yang
cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin
mudah dan praktis untuk dikerjakan.
c. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak tersebut
mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan,
apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas. Dalam etika ketimuran,
seringakali hal ini dibantu (atau menjadi semakin rumit ) oleh pendapat keluarga dekat.
Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional
masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih bersifat melindungi
penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip
paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu
keputusan (misalnya seorang ayah membuat keputusan bagi anaknya yang belum dewasa
d. Keadilan: yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan yang sama
bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

19
e. Kesungguhan hati: Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang diberikan
pada seorang lansia.

J. TUJUAN KEPERAWATAN GERONTIK

 Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri dan


produktif.
 Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal mungkin.
 Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup lansia (Life
Support).
 Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit (kronis atau
akut).
 Memelihara kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin.

K. TREND ISSUE KEPERAWATAN GERONTIK

Trend issue pelayanan keperawatan pada lansia :

a. Pengontrolan biaya dalam pelayanan kesehatan

1) Diupayakan sesingkat mungkin di pelayanan kesehatan karena pergeseran


pelayanan dari RS ke rumah (home care).

2) Diperlukan perawat yang kompeten secara teknologi & transkultural

3) Pemanfaatan caregiver atau pemberdayaan klien untuk bertanggung jawab


terhadap perawatan dirinya

b. Perkembangan teknologi & informasi

1) Data based pelayanan kesehatan komprehensif,

2) Penggunaan computer-based untuk pencatatan klien,

3) Pemberi pelayanan dapat mengakses informasi selama 24 jam,

4) Melalui internet dapat dilakukan pendidikan kesehatan pada klien atau


membuat perjanjian.

20
c. Peningkatan penggunaan terapi alternatif (terapi modalitas & terapi komplementer)

1) Banyak masyarakat yang memanfaatkan terapi alternatif tetapi tidak mampu

mengakses pelayanan kesehatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kozier, B & Erb, G. 1987. Fundamental of Nursing: Consepsis and Prosedures. California:
Addison wesly
2. Maryam, S & dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika. Azizah & Lilik Ma’rifatul, (2011). Keperawatan LanjutUsia. Edisi 1.
Yogyakarta : Graha Ilmu
3. Darmojo RB, Mariono, HH (2004). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Depkes RI (2005). Pedoman pembinaan Kesehatan Lanjut Usia. Jakarta
5. Kemenkes RI (2014).Situasi dan Analisis Lanjut Usia. Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI. Jakarta
6. Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
7. Undang-Undang No 13 (1998). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA.
8. Angermeyer, M., dkk. 2002. Depression and Quality of Life: Result of a Follow Up Study.
International Journal of Social Psychiatry. 48:189-199.
9. Alimul, Aziz H. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta : EGC Stanley, Mickey
dkk. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai