Anda di halaman 1dari 35

QBL 1

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu: Ns. Nourmayansa Vidya Anggraini, M.Ke.,Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh:

Shafiyyah Al Atsariyah 1710711004

Mujahidatul Hasanah 1710711005

Heni Lestari 1710711011


Defina Ramandhani 1710711012
Ariyana Pramitha H 1710711013
Arkianti Putri 1710711019

Erina Nurbaiti 1710711020

Jesy Milanti 1710711021

Mustika Widiyastuti 1710711026

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2020
1. Konsep Gerontologi dan Geriatrik

Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu.
Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan masalahnya, old age
adalah bertambahnya umur dalam kehidupan manusia yang disertai penurunan
kekuatan dan aktivitas atau kegiatannya. Elderly adalah diarahkan pada perubahan
usia menuju “post middle age” atau mendekati usia tua. Gerontologi merupakan suatu
pendekatan ilmiah dari berbagai aspek proses penuaan, yaitu biologis, psikologis,
sosial, ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan lain-lain (Depkes RI, 2001).

Gerontological Nursing adalah Ilmu yang mengunakan dasar pengetahuan yang


luas untuk menyusun dan membentuk pelayanan keperawatan pada lansia dengan cara
promosi kesehatan, memberikan dorongan secara kontinue yang bertujuan untuk
mencapai kualitas kehidupanya yang optimal dan kematian dengan damai. Gerontik
adalah cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan pada penyaklit dan
keterhambantanya pada lansia.

Tujuan gerontologi :

1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya


berkaitan dengan proses penuaan.
2. Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
3. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut
usia, baik jasmani, rohani, maupun sosial secara optimal.
4. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia.
5. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari hari
6. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari hari
7. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
8. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan
keberadaannya dalam masyarakat.

Geriatric nursing adalah asuhan keperawatan yang difokuskan pada kondisi sakit.
Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontologi dan kedokteran yang mempelajari
kesehatan pada lansia dalam berbagai aspek, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Menurut Miller (2012) geriatrik sangat berakaitan dengan penyakit dan
kecacatan orang tua sehingga dapat dimaknai bahwa istilah geriatrik berfokus pada
subspesisialisasi pengobatan penyakit dan praktik keluarga. Seiring
dengan berjalannya waktu, terdapat pergeseran orientasi yaitu fokus geriatrik
ini mencakup masalah kualitas hidup, intervensi mempertahankan fungsi optimal dan
promosi kesehatan. Pada prinsipnya geriatri mengusahakan masa tua yang bahagia
dan berguna (Depkes RI, 2000). Geriatri dapat juga diartikan sebagai praktek medis
yang membahas kebutuhan lansia secara kompleks dan fokus pada mempertahankan
fungsional tubuh ketika mengalami penyakit kronis (AMSA, 2004).

Tujuan Askep gerontology :

1. Meningkatkan kemandirian dalam ADL dengan upaya promotif, preventif dan


rehabilitatif.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan kemampuan dalam
melakukan tindakan pencegahan danperawatan.
3. Mempertahankan serta memiliki semangat hidup yang tinggi.

2. Gerontologi Keperawatan
a. Praktek dan Pendidikan Keperawatan Gerontik
1) Senior Centers
Senior Centers dikembangkan pada tahun 1940 untuk menyediakan
aktivitas sosial dan rekreasi. Pelayanan yang diberikan berupa
rekreasi, edukasi, konseling, terapi, nutrisi, dan skrining kesehatan.
Perawat mendapatkan kesempatan untuk memberikan pelayanan
kepada lansia yang ingin hidup mandiri (Stanhope & Lancaster, 2014).
2) Adult Day Centers
Adult day centers pertama kali dikembangkan pada tahun 1970. Adult
day centers menyediakan pelayanan yang berupa aktivitas sosial dan
rekreasi pada lansia mengalami gangguan fungsional dalam setting
kelompok. Pelayanan ini diberikan kepada klien yang fisik dan
mentalnya membutuhkan perawatan. Adult day centers juga
memberikan makanan, pelayanan transportasi, terapi pengobatan,
perawatan asistif, dan pelayanan atau terapi lainnya. Pelayanan ini
berlangsung pada week days selama 8 jam dalam sehari, 5 jam untuk
program formal dan 5 jam untuk interaksi sosial. Tujuan dari
pelayanan ini untuk meningkatkan kemampuan fungsional lansia,
mencegah terjadinya penyakit yang akan membawa klien untuk
menjalani pengobatan di rumah sakit, memberikan pelayanan
keperawatan kepada lansia yang memiliki tingkat ketergantungan
tinggi, dan meningkatkan kualitas hidup lansia yang memiliki
gangguan pada kondisi kesehatannya (Miller, 2012).
3) Respite care
Respite care merupakan pelayanan yang tujuan utamanya yaitu untuk
membantu para tenaga kesehatan secara bertahap dari stres yang
dirasakan selama menjalankan tanggung jawab sebagai petugas
kesehatan. Istilah pelayanan ini pada akhir tahun 1970 digunakan
karena ditemukan bahwa para tenaga kesehatan atau pemberi
pelayanan kesehatan memiliki risiko isolasi sosial, depresi, distress
psikologis, dan masalah lain yang terkait dengan beban dalam
pemberian pelayanan kesehatan dan keperawatan. Pelayanan yang
diberikan berupa adults day centers dan perawatan di rumah jangka
pendek (Miller, 2012).
4) Promosi Kesehatan
Lansia membutuhkan skrining kesehatan untuk pencegahan primer,
sekunder, dan tersier sama seperti klien pada usia lainnya. Pencegahan
primer untuk mencegah munculnya penyakit pada klien lansia seperti
mengidentifikasi keamaan rumah untuk mengetahui risiko jatuh
dengan falls morse scale. Contoh pencegahan sekunder yaitu skrining
hipertensi Pencegahan tersier seperti memberikan terapi atau latihan
pada klien yang memiliki penyakit jantung atau mengecek keamanan
rumah klien untuk menghindari bahaya yang menyebabkan klien lansia
jatuh (Hunt, 2009).
5) Pusat Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) atau Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut
usia di masyarakat yang proses pembentukan dan pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat
(LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta,
organisasi sosial dan lain-lain dengan fokus utama pelayanan
kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Latar belakang
terbentuknya Posyandu terkait dengan perkiraan peningkatan jumlah
lansia pada tahun 2020 yaitu sebanyak 28,8 juta jiwa. Posyandu Lansia
juga dapat menyediakan pelayanan sosial, agama, pendidikan,
ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain yang
dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu,
para lansia dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri
(Komnas Lansia, 2010). Kegiatan - kegiatan yang dilakukan pada
posyandu lansia:
 Pengukuran IMT, tinggi badan dan berat badan yang
dilaksanakans setiap sebulan sekali.
 Pemeriksaan tekanan darah minimal sebulan sekali. Bagi
penderita hipertensi dianjurkan setiap minggu.
 Pemeriksaan kadar Hb, gula darah, dan kolesterol pada lansia
yang sehat dilakukan setiap 6 bulan dan bagi lansia yang
mempunyai faktor risiko DM, obesitas pemeriksaan dilakukan 3
bulan sekali.
 Kegiatan konseling dan penyuluhan gizi setiap bulan.
 Konseling usaha ekonomi produktif dilakukan sesuai
kebutuhan.
 Kegiatan aktivitas fisik minimal seminggu.
b. Peran Perawat Gerontik
Menurut buku Gerontological Nursing (2014) peran perawat gerontology
adalah sebagai berikut :
1) Care Giver
Perawat langsung memberikan perawatan kepada lansia. Pada
lansia, sering ditemui symptom yang tidak biasa sehingga
mempersulit diagnosis. Jadi perawat perlu tahu konsep penyakit dan
syndrome yang bisa muncul pada lansia.
Sebagai pemberi pelayanan kesehatan kepada lansia, seorang
perawat harus mengetahui latar belakang dari masalah atau penyakit
tersebut, tanda dan gejalanya, faktor-faktor resiko, perawatan medis
yang biasa digunakan, asuhan keperawatan berdasarkan masing-
masing masalah keperawatan yang dialami klien karena penyakit
tersebut, dan rehabilitasi jika dibutuhkan.
2) Edukator
Mengajarkan pasien adalah hal esensial dalam keperawatan
gerontology. Fokusnya pada keperawatan gerontikadalah
memodifikasi factor resiko dan promosi kesehatan.
Perawat berperan memberikan informasi dan pengetahuan
kepada klien lansia tentang penyakit atau masalah yang dihadapinya
seperti menjelaskan faktor-faktor resiko penyakit yang dialami klien
lansia sehingga pola hidup lansia tersebut dapat berubah dan status
kesehatannya dapat bertambah. Mengajarkan dan membimbing klien
lansia juga dapat membuat mereka mandiri dan merasa mempunyai
andil dalam kesehatan tubuhnya (Miller, 2009).
3) Leader
Pada peran ini, perawat berperan dalam penyeimbangan antara
pasien, keluarga dan team interprofesional lainnya. Perawat mampu
dalam memimpin, manajemen waktu, membangun hubungan,
komunikasi sehingga askep yang diberikan dapat optimal.
4) Advokat
Disini perawat membantu pasien dengan mendukung yang
mana yang diinginkan oleh pasin, dan memperkuat kemampuan
pasien dalam membuat keputusannya sendiri. Bisa juga involvement
dengan rujukan agar kebutuhan pasiennya dapat terpenuhi. Perawat
gerontik disini berada di pihak klien lansia untuk mempromosikan
atau memberi tahu kepada pihak lain (keluarga dan pemberi layanan
kesehatan lain) tentang hal-hal yang disukai klien, juga memperkuat
otonomi klien dalam mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
5) Evidence-Based Clinician
Setiap tindakan yang diberikan harus berdasarkan Evidence
based practice. Sehingga dapat mengoptimalkan gagal menjadi
penguat dalam praktiknya.
Selain itu juga terdapat peran lain yang dapat dilakukan sesuai dengan
kebutuhan:

1) Peneliti
Perawat disini berperan sebagai pengembang keperawatan
gerontik berdasarkan masalah-masalah yang ada pada saat ini. Hal ini
diharapkan agar keperawatan gerontik akan selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman.
2) Komunikator
Komunikasi bersifat esensial bagi seluruh peran keperawatan
dan aktivitasnya. Perawat secara rutin berkomunikasi dengan lansia
dan keluarganya serta dengan tenaga kesehatan lainnya. Tanpa
komunikasi yang jelas, sangat sulit untuk memberikan kenyamanan
dan dukungan emosional kepada lansia.
3) Konsultan
Perawat sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan
atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
4) Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain.
Perawat berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
5) Motivator
Memotivasi klien lansia yang kurang memiliki kemauan untuk
memenuhi kebutuhannya.
6) Pengamat kesehatan
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan yang terjadi
pada lansia, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyangkut
masalah kesehatan melalui kunjungan rumah, pertemuan, observasi,
dan pengumpulan data.
7) Role model
Perilaku yang ditampilkan perawat dapat dijadikan panutan
oleh klien lansia dalam upaya peningkatan kesehatannya

c. Evidence Based Practice Untuk Keperawatan Gerontik


1) Evidence Based Practice Keperawatan Gerontik
EBP sendiri dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunakan
untuk memanfaatkan atau menggunakan evidence atau bukti (Research dan
quality improvement), decision making dan nursing expertise untuk
membimbing dalam pemberian asuhan keperawatan atau pelayanan yang
holistic kepada pasien.
EBP pada dasarnya sangat diperlukan untuk dapat mencapai patient
outcomes, menghindari intervensi yang tidak perlu dan tidak sesuai dan tentu
saja mengurangi/menghindari komplikasi hasil dari perawatan dan juga
pengobatan. Pada akhirnya membantu untuk menurunkan hospital costs.
EBP bukan merupakan satu-satunya langkah atau metode untuk
memberikan pelayanan yang maksimal dan berkualitas. Tapi, EBP dapat
dikatakan sebagai salah satu langkah yang dapat menjamin pelayanan
keperawatan yang diberikan oleh perawat adalah berkualitas, tepat sasaran dan
memang didasarkan oleh studi yang kredibel dan dapat dipercaya. Selain EBP,
kita juga mengenal pelaksanaan ‘penelitian’ dan juga performance
improvement itu sendiri.
Dalam praktik keperawatan yang mendasari praktiknya sesuai dengan
ilmu pengetahuan, ada empat pilar dan juga sekaligus proses yang membantu
perawat untuk mencapai praktik yang terstandard. Pertama adalah EBP; kedua
adalah research utilization; ketiga adalah reseach conduct dan yang terakhir
adalah performance improvement.
2) Langkah-langkah dalam proses EBP
1. Menumbuhkan semangat menyelidiki
Langkah ke-1: Menumbuhkan Semangat Menyelidiki “Budaya ini
ditanamkan dalam visi dan misi institusi”. Elemen-elemen dalam
membudayakan EBP:
 Mengajak semua petugas kesehatan untuk menanyakan kembali
praktik kesehatan yang sedang mereka lakukan.
 Memasukkan EBP dalam visi, misi, dan promosi yang
dilakukan oleh institusi kesehatan.
 Adanya mentor serta kadernya yang mempunyai kemampuan
dalam EBP dan kemampuan untuk mengatasi hambatan terkait
dengan perubahan dalam individu dan institusi.
 Adanya infrastuktur yang menyediakan alat-alat untuk
pengembangan EBP.
 Dukungan administrasi dan adanya leadership yang menilai,
menentukan EBP model, serta menyediakan sumber daya yang
diperlukan untuk mempertahankan budaya EBP.
 Secara teratur mengenali/mengidentifikasi individu atau
kelompok kelompok yang secara consisten melakukan EBP.
2. Menanyakan pertanyaan klinik dengan menggunakan
PICO/PICOT format
Pertanyaan Klinik dengan PICO/PICOT Format
P : Populasi pasien atau disease of interest
I : Intervensi atau Issues of Interest
C : Intervensi pembanding/ kelompok pembanding
O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan
T : Time frame (batas waktu)

Jenis-Jenis Pertanyaan Klinis (Melnyk & Fineout-Overholt, 2011)


a) Intervention question
Meneliti mengenai keefektifan dari suatu treatment/intervensi
b) Diagnostic question
Meneliti mengenai manfaat, keakuratan, seleksi, atau
interpretasi dari suatu alat/instrument
c) Prognostic question
Meneliti mengenai keadaan pasien terkait kondisi tertentu atau
mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mengubah
prognosis pasien
d) Etiology question
Meneliti mengenai hubungan sebab akibat dan sesuatu yang
mungkin merugikan
e) Meaning question
Meneliti mengenai makna dari sesuatu hal

Contoh Pertanyaan Penelitian

3. Mencari dan mengumpulkan bukti-bukti (artikel penelititan) yang


paling relevan dengan PICO/PICOT
 Kata kunci untuk mencari bukti-bukti = kata-kata yang ada
dalam PICO/PICOT
 Cari kata-kata lain yang mempunyai makna sama seperti kata-
kata yang ada di PICO/PICOT
 Setiap jenis pertanyaan mempunyai hierarchy of evidence yang
berbeda
Database :

1) Pubmed
2) CINAHL
3) Ovid-medline
4) National Guideline Clearing house
5) Chochrane Databases

4. Melakukan penilaian kritis terhadap bukti-bukti (artikel


penelititan)
Penilaian kritis menyesuaikan dari jenis/level artikel. Pertanyaan utama
dalam penelitian kritis adalah:
a. Apakah hasil dari penelitian tersebut valid?
 Apakah penelitian tersebut menggunakan metodologi
penelitian yang baik?
b. Apakah hasil dari penelitian tersebut reliable?
 Apakah intervensinya bekerja dengan baik?
 Sebesar apa efek dari intervensi tersebut?
c. Apakah hasil penelitian tersebut akan membantu dalam
melakukan perawatan untuk pasien saya?
 Apakah sample penelitiannya mirip dengan pasien
saya?
 Apakah keuntungannya lebih besar dari pada resikonya?
 Apakah intervensi tersebut mudah untuk di
implementasikan?
5. Mengintegrasikan bukti-bukti
Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis serta
memperhatikan keinginan dan manfaatnya bagi pasien dalam membuat
keputusan atau perubahan yang terbaik.
a. Clinical expertise (CE)
Sesuai dengan definisi dari EBP, untuk
mengimplementasikan EBP ke dalam praktik klinis kita harus
bisa mengintegrasikan bukti penelitian dengan informasi
lainnya. Informasi itu dapat berasal dari keahlian dan
pengetahuan yang kita miliki, ataukah dari pilihan dan nilai
yang dimiliki oleh pasien. Ini merupakan bagian yang paling
penting dalam proses EBP decision making. Contoh: saat
follow up untuk evaluasi hasil, CE mencatat bahwa saat
treatment kasus acute otitis media first-line antibiotik tidak
effective. Artikel terbaru menyatakan Antibiotik A mempunyai
manfaat yang lebih baik dari pada Antibiotik B sebagai second-
line antibiotik pada anak-anak.
b. Pasien
Selain itu juga, menambahkan penelitian kualitatif
mengenai pengalaman atau perspektif klien bisa menjadi dasar
untuk mengurangi resiko kegagalan dalam melakukan
intervensi terbaru (Polit & Beck, 2013). Jika kualitas evidence
bagus dan intervensi sangat memberikan manfaat, akan tetapi
jika hasil diskusi dengan pasien menghasilkan suatu alasan
yang membuat pasien menolak treatment, maka intervensi
tersebut tidak bisa diaplikasikan.
Setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut maka
langkah selanjutnya adalah menggunakan berbagai informasi
tersebut untuk membuat keputusan klinis yang tepat dan efektif
untuk pasien. Tingkat keberhasilan pelaksanaan EBP proses
sangat dipengaruhi oleh evidence yang digunakan serta tingkat
kecakapan dalam melalui setiap proses dalam EBP (Polit &
Beck, 2008).
6. Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan
berdasarkan bukti-bukti
 Langkah ini penting, untuk menilai dan mendokumentasikan
dampak dari perubahan pelayanan berdasarkan EBP dalam
kualitas pelayanan kesehatan/ manfaatnya bagi pasien.
 Menilai apakah perubahan yang terjadi saat
mengimplementasikan hasil EBP di klinik sesuai dengan apa
yang tertulis dalam artikel.
 Jika hasil tidak sesuai dengan artikel-artikel yang ada 
Apakah treatment dilaksanakan sesuai dengan SOP di artikel;
apakah pasien kita mirip dengan sample penelitian dalam
artikel tersebut?
7. Menyebarluaskan hasil dari EBP
Dessiminasi dilakukan untuk meng-share hasil EBP sehingga
perawat dan tenaga kesehatan yang lain mau melakukan perubahan
bersama dan atau menerima perubahan tersebut untuk memberikan
pelayanan perawatan yang lebih baik. Bentuk-bentuk dessiminasi:
1) Melalui oral presentasi
2) Melalui panel presentasi
3) Melalui roundtable presentasi
4) Melalui poster presentasi
5) Melalui small-group presentasi
6) Melalui podcast/vodcast presentasi
7) Melalui community meetings
8) Melalui hospital/organization-based & professional committee
meetings
9) Melalui journal clubs
10) Melalui publishing

Upaya pemerintah saat ini yang dilakukan adalah dengan disahkannya


peraturan menteri kesehatan nomor 25 tahun 2016 tentang rencana aksi
nasional kesehatan lanjut usia tahun 2016-2019. Dengan Visi terwujudnya
lanjut usia yang sehat dan produktif tahun 2019. Di mana program ini
bertujuan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia untuk mencapai lanjut
usia yang sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdayaguna bagi keluarga dan
masyarakat. Upaya yang telah dikembangkan untuk mendukung kebijakan
tersebut antara lain meningkatkan upaya kesehatan bagi lansia di pelayanan
kesehatan dasar dengan pendekatan Pelayanan Santun lanjut usia,
meningkatkan upaya rujukan kesehatan bagi lanjut usia melalui
pengembangan Poliklinik Geriatri Terpadu di Rumah Sakit dan menyediakan
sarana dan prasarana yang ramah bagi lanjut usia (Kemenkes, 2016).
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dengan terbitnya
peraturan  menteri kesehatan No. 25 tahun 2016 salah satunya yaitu bekerja
sama dengan Bappenas dengan meluncurkan Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (GERMAS) yang dilaksanakan dan didukung oleh semua lintas sektor
terkait. GERMAS yang di prakarsai oleh Wakil Presiden, Drs. M. Jusuf Kalla
dan disusun oleh Bappenas bersama Kementerian Kesehatan serta lintas sektor
terkait, bertujuan 1) menurunkan prevalensi penyakit menular maupun
penyakit tidak menular, baik kematian maupun kecacatan; 2) menghindarkan
terjadinya penurunan produktivitas penduduk; dan 3) mereduksi biaya
pengobatan di pelayanan kesehatan.
Program yang telah dicanangkan oleh kota tersebut terkonsep dalam
program kota ramah lansia. Yang mana program tersebut memiliki indikator
yang terdiri dari 21 indikator yang terbagi dalam 8 dimensi. Salah satu
dimensi yakni dimensi Masyarakat dan Pelayanan Kesehatan, yang di
dalamnya terdapat 4 indikator yaitu (1) Layanan ke rumah termasuk layanan
kesehatan, layanan pribadi dan kerumah tanggaan tersedia bagi lansia; (2)
Relawan berbagai usia dianjurkan dan didukung untuk membantu lansia; (3)
Perencanaan kondisi darurat memperhitungkan kapasitas/ketidakmampuan
dari lansia; dan (4) Pelayanan kesehatan dan dukungan komunitas untuk
promosi, pemeliharaan dan pemulihan kesehatan lansia memadai.
Mengingat penanganan lansia sangat kompleks, maka dibutuhkan
Pelayanan Kesehatan lansia yang bersifat komprehensif  dengan pendekatan
holistik oleh tim terpadu. Pelayanan tersebut diselenggarakan secara
berjenjang (Geriatric Health Continuum Care), mulai dari pelayanan
kesehatan berbasis masyarakat, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan lanjut usia di fasilitas kesehatan
telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 tahun 2014 tentang
Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
67 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat
Kesehatan Masyarakat.
Kebijakan penyediaan dukungan sumber daya yang memadai untuk
operasional Posyandu Lansia serta penguatan struktur dan manajemen
pembangunan di tingkat desa agar desa dapat benar-benar menjadi Posyandu
Lansia sebagai salah satu ujung tombak pemberdayaan masyarakat. Manfaat
dari kebijakan ini adalah Posyandu Lansia dengan salah satu kegiatannya
pemberian makanan tambahan dapat berjalan dengan baik. Kelemahan dari
kebijakan ini, selama ini belum ada yang secara tegas mengatur dan
memberikan dukungan sumber daya posyandu, penyediaan program dan
anggaran untuk mendukung operasional posyandu masih belum memadai, dan
kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam berlangsungnya
posyandu.

3. Perkembangan Keperawatan Gerontik


A. Sejarah Keperawatan Gerontologis
Sejarah dan perkembangan keperawatan gerontologis kaya akan
keragaman dan pengalaman, seperti halnya populasi yang dilayaninya. Dengan
meningkatnya jumlah kondisi kesehatan akut, kronis, dan terminal yang dialami
oleh orang dewasa yang lebih tua, perawat berada di posisi kunci untuk
menyediakan pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, mempromosikan
penuaan yang positif, dan membantu populasi yang terus bertambah ini dalam
pengambilan keputusan akhir kehidupan. Gerontological Nursing Association
(NGNA), American Journal ef Nursing, American Nurses Association (ANA),
Sigma Theta Tau International (STTI), dan Institut Yayasan John A. Hartford
untuk Perawatan Geriatri di New York University berkontribusi signifikan
terhadap pengembangan spesialisasi keperawatan gerogikal.
 Keistimewaan secara resmi diakui pada awal 1960-an ketika ANA
merekomendasikan kelompok khusus untuk perawat geriatri dan
pembentukan divisi keperawatan geriatri, dan mengadakan pertemuan
keperawatan nasional pertama tentang praktik keperawatan geriatri.
Pertumbuhan spesialisasi meningkat selama tiga dekade ke depan.
 Pada awal 1970-an, Standar ANA untuk Praktik Geriatri dan Journal of
Gerontological Nursing pertama kali diterbitkan (masing-masing pada
tahun 1970 dan 1975). Setelah diberlakukannya program federal seperti
Medicare dan Medicaid, pertumbuhan cepat dalam perawatan kesehatan
industri untuk orang tua terjadi. Perawat diberikan kesempatan pendidikan
yang substansial untuk belajar tentang perawatan veteran yang lebih tua.
 Pada tahun 1976, Divisi Keperawatan Geriatri ANA mengubah namanya
menjadi Divisi Keperawatan Gerontologis dan menerbitkan Standar
Keperawatan Organik (Ebersole & Touhy, 2006 ;, Meiner, 2011).
 Dekade 1980-an melihat pertumbuhan substansial dalam keperawatan
gerontologis ketika NGNA didirikan, bersamaan dengan dikeluarkannya
pernyataan ANA yang direvisi tentang Ruang Lingkup dan Standar Praktik
Keperawatan Gerontologis. Peningkatan jumlah perawat mulai
mendapatkan persiapan master dan doktoral dalam keperawatan
gerontologis, dan pendidikan tinggi membentuk program untuk
mempersiapkan perawat sebagai perawat praktik lanjutan di lapangan
(praktisi perawat geriatri dan spesialis perawat klinis gerontologis).
 Pada 1990-an, Institut Yayasan Keperawatan Geriatri John A. Hartford
didirikan di Divisi Keperawatan NYU. Ini memberikan momentum yang
belum pernah terjadi sebelumnya untuk meningkatkan pendidikan dan
praktik keperawatan dan meningkatkan penelitian keperawatan dalam
perawatan orang dewasa yang lebih tua. Selain itu, fokus pada kebijakan
publik dan pendidikan konsumen. Program Perawat Meningkatkan
Perawatan untuk Lansia Kesehatan (NICHE) memperoleh reputasi
nasional sebagai model perawatan akut untuk orang dewasa yang lebih tua.
Abad ke-21 telah membangkitkan minat dalam perawatan
gerontologis. Ketika baby boomer, yang mulai berusia enam puluh lima tahun
pada tahun 2011, terus bertambah usia, kader individu ini tidak hanya akan
mengharapkan tetapi menuntut keunggulan dalam perawatan geriatri.
Pada tahun 2003, upaya kolaboratif Institut Keperawatan Geriatri John
A. Hartford, Akademi Keperawatan Amerika, dan Asosiasi Kolese
Keperawatan Amerika (AACN) mengarah ke pengembangan Hartford
Geriatric Nursing Initiative (HGNI). Inisiatif ini secara substansial
meningkatkan jumlah ilmuwan perawat erontologis dan pengembangan
praktik keperawatan gerontologis berbasis bukti. Saat ini, ada beberapa jurnal
profesional, buku, situs web, dan organisasi yang didedikasikan untuk asuhan
keperawatan orang dewasa yang lebih tua. Salah satu jurnal terbaru yang
muncul pada tahun 2008 adalah Journal of Gerontological Nursing Research
Pada tahun 2008, Masyarakat Kehormatan Keperawatan, Sigma Theta
Tau International (STTI), mengakui kemampuan perawat untuk memengaruhi
praktik dan hasil pasien dalam perawatan kesehatan geriatri dan
mengembangkan Akademi Keperawatan Kepemimpinan Geriatrik (GNLA).
Pengalaman kepemimpinan yang dibimbing selama 18 bulan untuk perawat
didanai oleh Yayasan John A. Hartford dan dikembangkan dalam kemitraan
dengan Pusat Keunggulan Keperawatan Geriatric Hartford Foundation. GNLA
adalah peluang utama bagi perawat yang didedikasikan untuk mempengaruhi
kebijakan dan hasil kesehatan geriatri. Para peserta GNLA menjadi peserta
aktif dalam jaringan nasional para pemimpin keperawatan gerontologis. Pada
2011, program ini menerima dana tambahan dari Hill-Rom Inc. dan Northwest
Health Foundation.
Pada tahun 2009, Geriatric Nursing Education Consortium (GNEC)
didirikan oleh AACN dan didanai oleh John A. Hartford Foundation untuk
meningkatkan konten keperawatan gerontologis dalam kursus keperawatan
tingkat sarjana. Agar berhasil memasukkan konten ke dalam kurikulum,
fakultas harus dididik dan memiliki konten gerontologis berbasis bukti yang
dapat diakses, akses ke sumber daya, dan dukungan dari rekan keperawatan
gerontologis professional.
Inisiatif residensi perawat Perawatan Geropalliatif nasional pada tahun
2010 dipelopori oleh Rumah Sakit Umum Massachusetts dan sebagian didanai
oleh Center to Champion Nursing in America, sebuah inisiatif dari Asosiasi
Pensiunan Orang Amerika (AARP), AARP Foundation, dan Robert Wood
Johnson Dasar. Yvonne L. Munn Center for Nursing Research dari
Massachusetts General Hospital memberikan arahan dan pengawasan untuk
residensi AgeWISE, yang telah diterapkan di 13 pengaturan perawatan akut di
Amerika Serikat. Informasi lebih lanjut tentang residensi AgeWISE dapat
ditemukan di http://championnursing.org/blog/nurse-residency-geropalliative-
care.
Advancing Care Excellence for Senior (ACES) didirikan pada 2010
dan dikembangkan melalui kemitraan antara National League for Nursing
(NLN) dan Community College of Philadelphia dengan dana dari John A.
Hartford Foundation, Laerdal Medical, dan Independence Foundation.
Diimplementasikan melalui NLN, program pengembangan fakultas
keperawatan ini telah meningkatkan dan memberdayakan fakultas untuk
mengajarkan konten keperawatan gerontologis untuk mahasiswa keperawatan
sarjana. ACES membantu siswa untuk menilai pentingnya penuaan secara
individual, kompleksitas perawatan, dan kerentanan selama transisi kehidupan.
Pengetahuan tentang perawatan orang dewasa yang lebih tua dibingkai di
sekitar ide-ide ini dan memandu pemilihan konten dalam kurikulum
keperawatan. Informasi lebih lanjut tentang ACES dapat ditemukan di
http://www.nln.org/facultyprograms/facultyresources/aces/index.htm.
Perkembangan keperawatan gerontologis sebagai spesialisasi dikaitkan
dengan sejumlah perintis keperawatan. Sebagian besar perawat ini berasal dari
Amerika Serikat; namun, dua pelopor utama berasal dari Inggris. Florence
Nightingale dan Doreen Norton memberikan wawasan awal tentang
"perawatan orang tua." Nightingale benar-benar perawat gerontologis pertama,
karena dia menerima posisi pengawas perawat di lembaga bahasa Inggris yang
sebanding dengan rumah perawatan kami saat ini. Dia merawat pembantu
wanita dan pembantu wanita kaya di sebuah lembaga bernama Care of Sick
Gentlewomen in Distressed Situation (Ebersole & Touhy, 2006). Doreen
Norton merangkum pemikirannya tentang keperawatan geriatri dalam pidato
tahun 1956 di konferensi tahunan Student Nurses Association di London. Dia
kemudian memfokuskan kariernya pada perawatan orang tua dan menulis
tentang kebutuhan yang unik dan spesifik dari para penatua dan perawat yang
merawat mereka. Dia mengidentifikasi keuntungan termasuk perawatan
geriatri dalam pendidikan keperawatan dasar sebagai: (1) belajar kesabaran,
toleransi, pemahaman, dan keterampilan keperawatan dasar; (2) menyaksikan
tahap akhir penyakit dan pentingnya asuhan keperawatan yang terampil pada
saat itu; (3) mempersiapkan masa depan, karena di mana pun seseorang
bekerja dalam perawatan, orang tua akan menjadi bagian besar dari perawatan;
(4) mengakui pentingnya rehabilitasi yang tepat, yang menuntut semua
keterampilan yang dimiliki perawat; dan (5) menyadari perlunya melakukan
penelitian dalam keperawatan geriatri (Norton, 1956).

Landmarks (kejadian penting) Dalam Pengembangan Perawatan Gerontologis

Ilmuwan perawat, pendidik, penulis, dan dokter membuat jalan bagi


pengembangan keperawatan gerontologis secara keseluruhan seperti yang kita
kenal sekarang. Berikut ini adalah ringkasan landmark penting dalam
pengembangan keperawatan gerontologis sebagai spesialisasi:

1902 American Journal of Nursing (AJN) menerbitkan artikel geriatri


pertama oleh MD

1904 AJN menerbitkan artikel geriatri pertama oleh RN


1925 AJN menganggap keperawatan geriatri sebagai potensi khusus.
Kolom anonim berjudul “Perawatan Orang Lanjut Usia” muncul di AJN

1950 Buku teks keperawatan geriatri pertama, Geriatric Nursing


(Newton), menerbitkan tesis master pertama dalam perawatan geriatri yang
diselesaikan oleh Eleanor Pingrey Geriatrics menjadi spesialisasi dalam
keperawatan

1952 Studi keperawatan geriatri pertama yang diterbitkan dalam


Nursing Research

1961 ANA merekomendasikan kelompok khusus untuk perawat usia


lanjut

1962 ANA mengadakan Pertemuan Keperawatan Nasional pertama


tentang Praktik Keperawatan Geriatri

1966 ANA membentuk Divisi Keperawatan Geriatrik Program Master


Pertama Perawat Klinik Spesialis Gerontologi dimulai di Duke University

1968 First RN (Gunter) hadir di Kongres Internasional Gerontologi

1970 ANA menciptakan Standar Praktek untuk Perawatan Geriatri

1973 Ana menawarkan sertifikasi generalis pertama dalam keperawatan


gerontologis.

1975 jurnal keperawatan pertama untuk perawatan folder dewasa yang


diterbitkan: jurnal keperawatan gerontologis oleh slack, inc konferensi
keperawatan pertama diadakan di kongres gerontologi internasional

1976 Divisi keperawatan geriatri ANA mengubah nama menjadi divisi


keperawatan gerontologis. ANA mempublis standar keperawatan gerontology

1977 kellogg foundation fund geriatric: perawat sertifikat pendidikan


jalur keperawatan pertama gerontologis, didanai oleh divisi keperawatan di
universitas kansas.

1979 konferensi nasional pertama tentang keperawatan gerontologis


yang disponsori oleh jurnal keperawatan gerontologis.
1980 AIN menerbitkan jurnal keperawatan geriatri geriatrik, perawat
oleh gunter dan ester menyarankan kurikulum untuk semua tingkat pendidikan
keperawatan.

1980 robert kayu pertama bantuan johnson Foundation untuk kesehatan,


diberikan edders (delapan di Amerika Serikat)

1981 konferens internasional pertama di keperawatan gerontologi di


sponsor international konsil keperawatan (los agels, kalifornia).

ANA difisi darI keperawatan gerontologi Pernyataan yang diterbitkan


lingkup praktik Program hasil rumah sakit yayasan john A. hartford untuk
lansia (HOPE) menggunakan Model perawat sumber daya geriatrik (GRN)
yang dikembangkan di universitas yale di bawah arahan terry fulmer.

1984 national gerontological nursing association established ana


division gerontological nursing practice. become council on gerontological
nursing.

1989 Sertifikasi ANA didirikan untuk keperawatan gerontologis klinik

1990 ANA mendirikan divisi perawatan jangka panjang dalam dewan


keperawatan gerontologis.

1992 perawat meningkatkan perawatan untuk penatua sistem kesehatan


(NICHE) didirikan di divisi new york universitas keperawatan berdasarkan
HARAPAN.

Sertifikasi ANA 1998 tersedia untuk perawat praktik lanjut lanjut usia
geriatrik sebagai praktisi perawat geriatri atau spesialis perawat klinik
gerontologis

2000 akademi keperawatan Amerika, yayasan john A hartford dan divisi


keperawatan NYU NICHE dikelola melalui lembaga yayasan john A hartford
untuk keperawatan geriatri.

Yayasan perawat Amerika 2002 dan ANA menemukan kompetensi


perawat dalam menua usaha patungan dengan lembaga yayasan john a hartford
untuk keperawatan geriatric
Ujian sertifikasi generalis umum terkomputerisasi pertama dari perawat
Amerika tahun 2004 adalah untuk para perawat gerontologis.

2005 jurnal keperawataj gerontologi berumur 30 tahun.

Jurnal keperawatan geriatri 2008 merayakan 30 tahun. jurnal penelitian


perawat gerontologis muncul.

2010 NLN'S unggul keunggulan perawatan untuk senior (ACES)


inisiatif pengembangan fakultas keperawatan, meluncurkan, usia WISE gero
paliatif residensi perawat perawatan, sebuah inisiatif nasional disebarluaskan
oleh masscahuttes umum.

B. Isu dan Trend Keperawatan Gerontik


1. Perubahan pada lansia
Penuaan terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembnag dari masa
bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menua bukanlah suatu
penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
dengan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam maupun luar tubuh. Menurut Eka A. Kiswanto (2009) sebagia
berikut :
a) Keinginan terhadap hubungan intim dapat dilakukan dalam bentuk
sentuhan fisik dan ikatan emosional secara mendalam.
b) Perubahan sensitivitas emosional pada lansia dapat menimbulkan
perubahan perilaku.
c) Pembatasan fisik, kemunduran fisik, dan perubahan peran sosial
menimbulkan ketergantungan.
d) Pemberian obat pada lansia bersifat palliatif care, yaitu obat ditujukan
untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan lansia.
e) Penggunaan obat harus memerhatikan efek samping.
f) Kesehatan mental mmeengaruhi integrasi dengan lingkungan.
g) JPKM lansia.
2. Tujuan gerontologi dan geriatric

a) Tujuan gerontologi
1) membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada
dirinya berkaitan dengan proses penuaan.
2) membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
3) mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat
kesehatan lanjut usia, baik jasmani, rohani, maupun sosial secara
optimal.
4) memotivasi dan menggerakan masyarakat dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan lanjut usia.
5) memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
6) mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
7) mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
8) meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang
bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat,
sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat.
b) Tujuan geriatric
1) mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang
setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
2) memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
3) merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat
mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila
mereka menemukan kelainan tertentu.
4) mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang
mnederita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
5) bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dna bila
mereka sudah sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan
untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan dengan
penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral
dan perhtian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung
dengan tenang).
4. Pengertian Lansia Dan Batasan Usia Dari Beberapa Ahli/ Sumber
1) Pengertian lansia
a. Menurut Budi Anna Keliat, 1999
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia.
b. Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan
Bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari
60 tahun.
c. Menurut Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999
Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 69 tahun keatas.
d. Menurut Constantinides, 1994
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi.
e. Menurut Darmojo dan Martono, 1999
Oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi
metabolic dan structural yang disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal.
2) Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Effendi (2009), batasan-batasan umur
yang mencakup batasan umur lansia sebagai berikut:
a. Menurut UU No.13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1ayat 2
Yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun keatas”
b. Menurut World Health Organization (WHO)
Usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut:
- Usia pertengahan (middle age) ialah 45 – 59 tahun
- Lanjut usia (elderly) ialah 60 – 74 tahun
- Lanjut usia tua (old) ialah 75 – 90 tahun
- Usia sangat tua (very old) ialah diatas 90 tahun
c. Menurut Dra. Jos Mardani (Psikolog UI)
Terdapat empat fase, yaitu:
- Fase invertus ialah 25 – 40 tahun
- Fase virilities ialah 40 – 55 tahun
- Fase presenium ialah 55 – 65 tahun
- Fase senium ialah 65 hingga tutup usia
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia
(getiatric age): > 65 tahun atau 70 tahun
Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
usia, yaitu :
- Young old (70 – 75 tahun)
- Old (75 – 80 tahun)
- Very old (> 80 tahun)
3) Klasifikasi Lansia
1. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45 – 59 Tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI,2003)
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang sudah tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)
4) Karateristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karateristik sebagai
berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososisal sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
5) Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (Nugroho, 2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah,pengalaman,menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,
dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.

5. Berbagai Setting Perawatan Kesehatan Bagi Lansia


a. Acute Care Setting
1) Peran Perawat Gerontik pada Setting Acute Care
Setting perawatan akut memaparkan bahwa perawat gerontik berfokus
pada treatment (terapi fisik, patologi berbicara bahasa dan terapi okupasi)
dan asuhan keperawatan untuk masalah-masalah akut seperti trauma,
kecelakaan, permasalahan ortopedi, penyakit respiratori yang ringan, atau
masalah sirkulasi yang cukup serius. Tujuan dari asuhan keperawatan ini
adalah untuk membantu meningkatkan kualitas hidup dan mencegah
komplikasi. Seorang perawat gerontik perawatan akut merupakan perawat
praktik lanjutan dengan sertifikasi khusus dalam perawatan akut.
Perawat gerontik perawatan akut memiliki keahlian untuk merawat
pasien lansia di lingkungan kesehatan akut seperti di ruang gawat darurat,
unit perawatan intensif, pusat trauma atau daerah diagnostik canggih
seperti kateterisasi jantung. Perawat dipersiapkan untuk berbagai
kesempatan kerja di Rawat Inap akut pengaturan (ICU, ICCU, Departemen
Darurat / IGD) atau daerah khusus (kardiovaskular, pernapasan,
neurologi). Perawat perawatan akut juga merupakan pusat layanan
perencanaan untuk lansia pada saat pulang. Selain itu, perawat gerontik
dapat membantu dalam penjadwalan mengunjungi perawat atau
penerimaan perawatan jangka panjang. Perawat juga membantu lansia
untuk menemukan program promosi kesehatan, seperti yang akan
membantu dalam berhenti merokok, manajemen stres, penurunan berat
badan, atau berolahraga akan memungkinkan mereka untuk memasuki
program ini segera setelah pulang, sementara mereka masih termotivasi
untuk melakukannya.
Perbedaan dengan perawatan sub-akut yaitu perawat sub-akut
memberikan perawatan berkelanjutan untuk pasien yang tidak lagi
memerlukan rawat inap, namun masih perlu perawatan medis terampil di
fasilitas rehabilitasi. Rehabilitasi sub-akut dianjurkan ketika pasien tidak
fungsional dapat kembali ke rumah. Selama penyembuhan, pasien
menerima rehabilitasi di fasilitas keperawatan terampil, di mana mereka
menginap sampai tujuan terapi terpenuhi. Perbedaan mendasar antara
perawatan akut dan sub-akut adalah durasi tinggal. Durasi tinggal seorang
pasien dalam setting perawatan akut. mungkin singkat dan fokusnya
adalah mungkin pada tindakan pencegahan seperti peningkatan
pengawasan kegiatan pasien dan lingkungan.
2) Bentuk Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan Lansia pada Acute
Care Setting
Continuum of care merujuk pada program atau institusi yang
menyediakan pelayanan antar disiplin yang komprehensif dan
terkoordinasi untuk lansia mencakup antara lain perawatan
primer/preventif, akut, transisional, dan pelayanan rehabilitasi. Setting
perawatan akut merupakan bagian yang penting dari continuum of care
karena perawatan lansia dengan penyakit akut sangat kompleks.
Brocklehurst dan Allen (1987) berpendapat bahwa lansia memerlukan
perhatian khusus dikarenakan usia lanjut lebih sensitif terhadap penyakit
akut. (Miller, 2012; Wallace, 2008). Beberapa model perawatan yang
dikembangkan untuk lansia dalam setting perawatan akut yaitu (Miller,
2012):
a. Unit perawatan akut geriatri terspesialisasi (spesialized geriatric
acute care units)
Program ini disebut juga dengan unit acute care for elders
(ACE). Inti dari program ini adalah lansia memiliki kebutuhan unik
dan kompleks yang dapat dipenuhi oleh tim multidisiplin untuk
mencegah kemunduran fungsi selama hospitalisasi. Model
keperawatan ini terbukti mengurangi kemunduran fungsi sebesar 18%
dan mengurangi lamanya hospitalisasi (Baztan, Suarez-Garcia,
Lopez-Arrieta, Rodrigues-Manas, & Rodrigues-Artalejo, 2009;
Zelada, Salinas, & Baztan, 2009). Model ini berfokus pada
manajemen tim interdisiplin, keperawatan yang berfokus pada klien,
discharge planning lebih awal, lingkungan fisik yang sesuai, serta
pengkajian dan intervensi pada gangguan yang umum terjadi pada
lansia (mobilitas, risiko jatuh, self-care, integritas kulit, kontinensia,
depresi, dan ansietas). Tim ACE biasanya terdiri dari perawat
gerontologis, geriatris, farmasi, psikiater profesional, dan berbagai
terapis rehabilitasi. Namun terdapat tiga gangguan pada lansia yang
sering disebabkan oleh hospitalisasi, yaitu jatuh, ulkus dekubitus, dan
infeksi saluran kemih karena pemasangan kateter. Capetuzi dan Brush
(2009) mengidentifikasi beberapa model untuk meningkatkan
pelayanan lansia di rumah sakit (Miller, 2012):
1) Hospital elder life program (HELP): fokus pada identifikasi dan
manajemen delirium pada lansia di rumah sakit
2) Unit yang menyediakan palliative care
3) Kolaborasi geriatri dan ortopedi pada klien dengan fraktur pinggul
4) Program yang mengurangi waktu operasi pada lansia
5) Tim yang khusus menangani trauma pada lansia
6) Unit konsultasi untuk lansia
b. Unit pelayanan subakut
Program ini merujuk pada kebutuhan medis yang kompleks
pada lansia di rumah sakit. Program ini menyediakan pelayanan
keperawatan dan kesehatan ahli bagi lansia yang membutuhkan
rehabilitasi komprehensif setelah mengalami penyakit atau operasi
yang berat, misalnya stroke atau operasi ortopedi. Pelayanan yang
tersedia adalah kemoterapi, terapi intravena, perawatan luka
kompleks, nutrisi enteral dan parenteral, dan manajemen respiratori
kompleks (ventilator, trakeostomi)
c. Model hospital at home
Model ini merupakan model multidisiplin yang menyediakan
perawatan dan pelayanan kesehatan dalam waktu tertentu. Tipe ini
mencakup tipe layanan yang menyediakan layanan discharge
planning awal. Tipe ini dapat diterapkan pada lansia dengan selulitis,
pneumonia, terapi infusi, perawatan post-operasi, CHF, dan COPD.
Penelitian menunjukkan setelah 6 bulan, persentase meninggal lebih
rendah pada pasien yang menerima perawatan di rumah (Shepperd et
al, 2009). Selain itu, tipe ini juga lebih murah, serta pasien mengalami
peningkatan ADL (Leff, 2009).
d. Model keperawatan tradisional
Model ini diaplikasikan pada rentang layanan yang luas dan
bertujuan untuk menyediakan koordinasi dan kontinuitas layanan
kesehatan kesehatan melalui berbagai setting layanan. Model ini
dikembangkan sebagai respon banyaknya klien yang masuk kembali
ke rumah sakit tidak lama setelah pulang. Model ini terbukti
menurunkan rehospitalisasi pasien sebanyak 30%, dengan demikian
juga menurunkan biaya (Jack et al., 2009). Komponen utama model
ini adalah;
1) perawat mengadvokasi tanggung jawab utama untuk
mengoordinasi rencana pulang dan komunikasi dengan
klien/keluarga dan penyedia layanan kesehatan lain,
2) dokumen rencana perawatan setelah hospitalisasi yang berfokus
pada pasien,
3) follow-up oleh farmasi 3 hari setelah pulang. Pada model ini,
tersedia suatu instrumen untuk mengidentifikasi klien lansia yang
berisiko mengalami transisi yang buruk yang dikembangkan oleh
perawat, yaitu Transitional Care Model (TCM): Hospital
Discharge Screening Criteria for High Risk Older Adults.
Perawat memastikan klien/keluarga memahami informasi tentang
diagnosa akhir dan masalah yang ada, medikasi (jadwal, tujuan
dan efek, kesepakatan follow-up, masalah yang mungkin timbul,
dan semua penyedia layanan (Podrazik & Whelan, 2008).

b. Nursing Home Setting


1) Nursing Home Setting
Nursing homes dikategorikan kedalam keterampilan keperawatan atau
rehabilitasi skil (jangka pendek) yang ditujukan untuk pasien pasca
perawatan di rumah sakit selama 6 bulan atau kurang, dan perawatan
jangka panjang untuk klien yang menderita penyakit kronis. Rata-rata
perawat terdaftar menyediakan 6 jam sehari perawatan langsung untuk
setiap lansia nursing home care, tetapi mereka bertanggung jawab untuk
semua komponen pelayanan perawatan (Burger et al., 2009).
Seorang pimpinan perawat dari seluruh negara bagian berinisiatif
untuk meningkatkan perawatan di fasilitas keperawatan agar
menghasilkan peningkatan dalam semua indikator kualitas berikut: jatuh,
penurunan berat badan, tekanan ulkus, dan status bed fast (Rantz et
al, 2009.). Selain perawatan langsung untuk para lansia, perawat praktek
dapat memberikan pendidikan staf, membantu pengembangan program,
bertindak sebagai konsultan dalam perencanaan dan pelaksanaan
perawatan, membentuk kelompok-kelompok pendukung untuk klien dan
keluarga, dan bertindak sebagai advokat bagi klien dan keluarga mereka.
Peran perawat dalam mempersiapkan lansia menghadapi kematian di
nursing home care adalah membantu dan memenuhi kebutuhan fisik,
psikis, sosial dan spiritual. Pada saat memenuhi kebutuhan fisik lansia,
perawat membantu lansia dalam memenuhi kebutuhan nutrisi,
membantu perawatan diri lansia dan lingkungan, membantu
mobilisasi, dan membantu kebutuhan eliminasi.
Peran perawat dalam memenuhi kebutuhan psikis lansia
adalah memberikan dukungan emosional, peduli dan membantu
menyelesaikan masalah. Dalam pemenuhan kebutuhan sosial lansia,
perawat mempunyai peran untuk peduli, memberikan hiburan serta
membina sosialisasi dan komunikasi yang baik dengan orang lain.
Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia
untuk menciptakan sosialisasi mereka. Perawat harus bisa memberikan
ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau
agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau
mendekati kematian.
2) Bentuk Pelayanan Keperawatan dan Kesehatan Lansia pada
Nursing Home Setting
Rumah perawatan atau fasilitas keperawatan merujuk kepada suatu
institusi yang dibuat untuk orang-orang yang butuh bantuan untuk
melakukan beberapa aktivitas sehari-hari. Rumah perawatan
membutuhkan pengawasan yang berkelanjutan oleh seorang perawat
yang teregistrasi atau praktisi perawat berlisensi. Selain perawatan
medis dan pelayanan keperawatan, rumah perawatan juga menyediakan
pelayanan gigi, pelayanan kesehatan kaki, pelayanan konsultasi
pengobatan tertentu dan terapi rehabilitasi (terapi fisik dan okupasi).
Rumah perawatan menyediakan banyak pelayanan kesehatan yang
sama dengan yang disediakan di Rumah Perawatan Akut, tetapi
bagaimanapun penerima perawatan dipanggil penghuni daripada pasien
karena terdapatnya beberapa fasilitas hunian.
Rumah perawatan pada umumnya dikategorikan sebagai
perawatan singkat karena biasannya dilakukan dalam jangka waktu yang
pendek. Untuk bisa menjadi petugas di rumah perawatan, seseorang harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: mempunyai orang yang dirawat
minimal 3 hari dengan 30 hari masa pengobatan yang berhubungan
dengan ketrampilan perawatan. Mempunyai sertifikat yang berlisensi dari
profesioanal atau pemerintah. Membutuhkan ketrampilan melakukan
perawatan sehari-hari yang tersertifikasi. Beberapa bentuk pelayanan
keperawatan dan kesehatan di rumah perawatan:
 Perawatan Luka: balutan yang steril, debrimen dan irigrasi
luka, pembalutan, pengkajian terhadap drainase, pengkajian dan
pengambilan kultur luka dan memberi petunjuk kepada klien dan
keluarga dalam perawatan luka.
 Perawatan Pernapasan: pengelolaan terapi oksigen, ventilasi
mekanik dan melakukan penghisapan dan perawatan trakeotomi.

 Tanda Vital: memantau tekanan darah, status kardiopulmonal,


dan memberi instruksi kepada klien dan keluarga dalam
pengukuran denyut bila diperlukan..
 Eliminasi: pengkajian dan pengajaran, pemasangan kateter
urine, irigrasi, observasi adanya infeksi, dan memberi petunjuk
kepada keluarga tentang katerisasi intermiten juga dilaksanakan.
 Nutrisi: pengkajian status nutrisi dan hidrasi, petunjuk diet
yang dianjurkan, pemberian makanan melalui selang dan memberi
petunjuk kepada keluarga tentang pemberian makanan melalui
selang.
 Rehabilitasi: memberi petunjuk kepada klien dan keluarga tentang
cara menggunakan alat bantu, latihan rentang gerak, ambulasi,
dan teknik-teknik pemindahan klien.

 Pengobatan: memberi petunjuk kepada klien dan keluarga tentang


cara kerja, pemebrian dan efek samping obat-obatan, memantau
pelaksanaan dan keefektifan obat-obatan yang diberikan.
 Terapi Intravena: pengkajian dan penatalaksanaan dehidrasi,
pemberian antibiotik, nutrisi parenteral, transfuse darah, dan agen
analgesik dan kemoterapik.
 Studi Hasil Laboratorium Tertentu: melakukan studi tentang
gambaran pemeriksaan darah dari hasil laboratorium yang
berhubungan dengan proses penyakit atau pengobatan.
Beberapa diagnosis yang terkait dengan rumah perawatan adalah
stroke, patah tulang rusuk, gagal jantung kongestif, dan pemulihan
paska penyakit akut seperti pneumonia, infark miokardium.
Harapanya setelah seseorang dirawat di rumah perawatan seseorang
tersebut akan mencapai peningkatan ke level yang lebih tinggi pada
fungsi organ yang terkait penyakit dan menunjukan pemulihan dari
episode akut.
c. Home Care Service
1) Pelayanan Home Care Pada Lansia
Perawatan kesehatan rumah (home care) juga dapat diartikan
sebagai kesatuan yang memungkinkan pelayanan kesehatan dilakukan
secara bersamaan ataupun kombinasi dari berbagai profesi kesehatan
sebagai satu kesatuan tim untuk mencapai dan mempertahankan status
kesehatan klien secara optimal (Smith & Maurer, 2000).
Home care bagi lansia merupakan salah satu unsur pelayanan
kesehatan secara luas yang ditujukan untuk kesehatan perorangan atau
kesehatan keluarga di tempat tinggal mereka untuk tujuan promotif,
rehabilitatif, kuratif, asesmen dan mempertahankan kemampuan individu
untuk mandiri secara optimal selama mungkin. Sedikitnya terdapat empat
kelompok penderita yang dapat secara efektif dan efisien dilakukannya
home care yaitu penyakit kronik multisistem, kondisi terminal pada
keganasan, kondisi kronik pada lansia dan demensia. Tentunya potensi-
potensi setempat perlu dilibatkan seperti pihak keluarga, masyarakat,
dokter keluarga, perawat keluarga, asuransi kesehatan, dan yayasan atau
lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan untuk
diajak menjalin kerjasama dalam berbagai beban seefektif mungkin
(Walsh & Wieck, 1987).
Pendirian home care secara umum bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup usia lanjut, sedang rehabilitatif yaitu pencegahan sekunder
dan tertier yaitu pengobatan kronik penderita keganasan/penyakit lainnya
serta menghambat laju penyakit dan menghambat timbulnya
keterbatasan-keterbatasan (disability) sehingga penderita dapat
mempertahankan otonominya selama mungkin. Secara khusus, tujuan
yang diharapkan dari Pendampingan dan Perawatan lanjut usia di rumah
(Stanhope & Lancaster, 1996) adalah:
1. Meningkatnya kemampuan lanjut usia untuk menyesuaikan diri
terhadap proses perubahan dirinya secara fisik, mental dan sosial.
2. Terpenuhinya kebutuhan dan hak lanjut usia agar mampu berperan
dan berfungsi di masyarakat secara wajar.
3. Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam
pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah.
4. Terciptanya rasa aman, nyaman dan tentram bagi lanjut usia baik di
rumah maupun di lingkungan sekitarnya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kesehatan


dirumah (home care) diberikan kepada individu dan keluarga baik
keluarga dengan lansia di rumah tinggal mereka yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu atau profesi dalam suatu tim kesehatan untuk
melakukan perawatan kesehatan di rumah dengan tujuan untuk
memberikan kondisi yang sehat secara optimal dan terbebasnya klien
dari penyakit yang diderita.

2) Sasaran
Adapun sasaran dari home care bagi lansia ini (Nugroho, 2008), antara
lain
1) Lanjut usia 60 tahun ke atas
2) Lanjut usia yang tinggal sendiri dan lanjut usia yang tinggal
bersama keluarga baik keluarganya sendiri maupun keluarga
pengganti.
3) Lanjut usia yang mengalami hambatan, seperti lanjut usia yang
sakit, lanjut usia penyandang cacat, lanjut usia uzur dan lain-lain.
4) Lanjut usia yang terlantar atau miskin.
3) Standar Praktik Keperawatan Kesehatan Rumah
Adapun standar dari praktek keperawatan kesehatan rumah, antara lain :
1. Standar I (Organisasi Pelayanan Kesehatan Rumah)
Semua pelayanan kesehatan di rumah direncanakan, disusun, dan
dipimpin oleh seorang kepala/manajer perawat profesional yang
telah dipersiapkan dengan kompetensi dalam pemberian
pelayanan/asuhan keperawatan dalam kesehatan masyarakat dan
termasuk proses administrasi dan pendokumentasian.
2. Standar II (Teori)
Perawat menetapkan konsep teoritis sebagai dasar keputusan dalam
melaksanakan praktek/asuhan keperawatan.
3. Standar III (Pengumpulan Data)
Perawat secara terus menerus mengumpulkan, dan
mendokumentasikan data yang luas, akurat, dan sistematis.
4. Standar IV (Diagnosa)
Perawat menggunakan data dari hasil observasi dan penilaian
kesehatan klien untuk menentukan diagnosa keperawatan.
5. Standar V (Perencanaan)
Perawat mengembangkan rencana-rencana tindakan guna
menentukan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Rencana
didasarkan pada perumusan diagnosa keperawatan dan
menggabungkan nilai-nilai dalam upaya pencegahan penyakit,
tindakan pengobatan/kuratif dan tindakan rehabilitatif perawatan.
6. Standar VI (Intervensi)
Perawat dipedomani oleh intervensi keperawatan untuk
memberikan rasa kepuasan, memulihkan status kesehatan,
memperbaiki dan memajukan kesehatan, serta mencegah
komplikasi dan penyakit lanjutan yang memerlukan tindakan
rehabilitatif.
7. Standar VII (Evaluasi)
Perawat secara terus menerus mengevaluasi respon klien dan
keluarga dalam penanganan guna menetapkan kemajuan terhadap
hasil yang telah dicapai dan meninjau kembali data dasar diagnosa
perawatan dan perencanaan yang telah disusun.
DAFTAR PUSTAKA

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.
Alimul, Aziz H. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Mauk, K.L. 2014. Gerontological Nursing.Sudbury : Janes and Barlet Publisher
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta : EGC
Stanley, Mickey dkk. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai