1. Manusia (Lansia)
Manusia (lansia) adalah suatu tahapan manusia dalam hidup
secara normal, sebagai tahap terakhir yang mempunyai banyak
permasalahan kesehatan. Secara geologis, proses penuaan akan
menimbulkan penurunan berbagai organ dan system tubuh yang
didukung oleh 3 faktor utama penyebab penuaan yaitu :
a. Teori biological, proses penuaan biologis yang dialami lansia relatif
tidak akan menimbulkan perubahan buruk saat diperlukan
penurunan tingkat ketergantungan fisik yang tinggi.
Berikut ini teori biologis tentang penuaan :
1) Perubahan biologi yang berasal dari dalam(intrinsik)/Teori
Genetika
a) Teori jam biologi (Biological clock theory), Proses menua
dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan dari dalam. Umur
seseorang seolah-olah distel seperti jam.
b) Teori menua yang terprogram (program aging theory), sel
tubuh manusia hanya dapat membagi diri sebanyak 50 kali.
c) Teori Mutasi (somatic mutatie theory), setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi.
d) The Error Theory, “Pemakaian dan rusak” kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
2) Perubahan biologik yang berasalah dari luar/ekstrinsik (Teori
Non Genetika).
a) Teori radikal bebas, meningkatnya bahan-bahan radikal
bebas sebagai akibat pencemaran lingkungan akan
menimbulkan perubahan pada kromosom pigmen dan
jaringan kolagen.
b) Teori imunologi, perubahan jaringan getah bening akan
mengakivbatkan ketidakseimbangan sel T dan terjadi
penurunan fungsi sel-sel kekebalan tubuh, akibatnya usia
lanjut mudah terkena infeksi infeksi, penyakit autoimun, dan
kanker.
b. Teori Psikologik, diantaranya :
1) Maslow Hierareky Human Needs Theory
Teori Maslow mengungkapkan hirarki kebutuhan manusia yang
meliputi 5 hal (kebutuhan biologik, keamanan dan kenyamanan,
kasih sayang, harga diri, aktualisasi diri dan aktualisasi diri.
2) Jung’s Theory of invidualsm
Teori individualism yang dikemukakan Carl Jung (1960)
mengungkapkan perkembangan personality dari anak-anak,
remaja, dewasa muda, dewasa pertengahan hingga dewasa
tua (lansia) yang dipengaruhi baik dari internal maupun
eksternal.
3) Course of Human Life Theory
Chorlotte Buhler juga merupakan penganut teori psikologik
dengungkapkan bawa teori perkembangan dasar manusia yang
difokuskan pada identifikasi pencapaian tujuan hidup
seseorang dalam melalui fase-fase perkembangan.
4) Eight Stages of Life Theory
Teori “Eight Stages of Life” yang dikemukakan Erikson (1950)
adalah suatu teori perkembangan psikososial yang terbagi atas
8 tahap, yang mempunyai tugas dan peran yang perlu
diselesaikan dengan baik :
Tahap I : Masa bayi timbul kepercayaan dasar (Basic trust)
Tahap II : Tahap penguasaan diri (Autonomi)
Tahap III : Tahap inisiatip
Tahap IV : Timbulnya kemauan untuk berkarya
(Industriousness)
Tahap V : Mencari identitas diri (Identy)
Tahap VI : Timbulnya keintiman (Intimacy)
Tahap VII : Mencapai Kedewasaan (Generativity)
Tahap VIII : Memasuki usia lanjut akan mencapai kematangan
kepribadian (ego Integrity), dia merupakan orang
yang memiliki integritas dalam kepribadian
sehingga mampu berbuat untuk kepentingan
umum. Kegagalan pada tahap ini akan
menyebabkan cepat putus asa.
c. Teori Developmental, yang dikemukakan Havighurst (1972) bahwa
masing-masing individu melalui tahap-tahap perkembangan secara
spesifik dan terjadi variasi/perbedaan antara individu satu dengan
lainnya. Tahap perkembangan ini harus dilalui dengan baik
sehingga individu akan merasakan kebahagiaan dan kesuksesan
dalam hidup.
2. Lingkungan
Konsep lingkungan dalam paradigma keperawatan difokuskan pada
lingkungan masyarakat yaitu lingkungan fisik, psikologis, sosial, budaya
dan spiritual.
3. Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa
(rohani) dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis (UU no 23/1992 tentang kesehatan )
a. Secara psikologikal, proses penuaan akan menimbulkan
kehilangan kemampuan berpikir kritis dan kemundurankemampuan
daya pengingat sehingga untuk hubungan interpersonal sangat
dipengaruhi kemampuan emosional, sisa logika dan spiritual serta
juga mood ( perasaan) yang sedang di hadapi lansia.
b. Secara social, lansia sudah mulai tidak mampu untuk bias
mengimbangi kerjasama yang produktif sesame manusia sehingga
jarang keluar rumah dan ada diskriminasi social lingkungan juga
kesalahan perilaku lingkungan terhadap lansia yang mengakibatkan
hubungan social semakin buruk secara umum.
c. Secara spiritual, lansia lebih mengutamakan pendekatan diri
kepada Yang Kuasa sampai mencapai criteria gold age ( usia
emas).
d. Secara cultural, lansia dianggap sebagai warna senioritas yang
mampu memberikan bimbingan, arahan dan ceramah pengalaman
kepada juniornya yang lebih dikenal dengan istilah “ PEKUNDEN”.
Maka ada suatu anecdote bahwa “wong tuo malati” bahwa lansia
sebgai penentu ritual adapt di dalam krisis ritus culture.
e. Secara ekonomi, lansia sebgai beban ekonomi keluarga,
masyarakat dan Negara. Hal ini lebih disebabkan karena
produktifitasnya sudah menurun (pensiun) dengan ditambah kondisi
fisik, biologinya yang sering mengindap banyak penyakit (multiple
diaseas) yang membutuhkan biaya cukup banyak yang bersifat
menahun(kronis) karena disebabkan oleh panyakit degeneratif.
f. Secara pendidikan, dari sisi pendidikan lansia lebih memberikan
suatu pengalaman tetapi karena factor kepikunan secara umum
sudah sulit dimintai pertanggungjawaban secara ilmiah.
g. Secara keamanan, karena kondisi fisik psikososial yang sudah
mengalami penurunan maka lansia membutuhkan keamanan yang
khusus dibanding warga lain.
C. MENUA SEHAT
Tujuan hidup manusia itu ialah menjadi tua tetapi tetap sehat (Healty
Aging). Healty Aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Healty
Aging dipengaruhi oleh beberapa factor sbb:
1. Endogenic aging, yang dimulai dengan cellular aging, lewat tissue dan
anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini
seperti jam yang terus berputar.
2. Exogenic factor, yang dapat dibagi dalam sebab lingkungan
(environment ) dimana seseorang hidup dan factor sosio budaya yang
paling tepat disebut gaya hidup (life style). Factor exogenic aging
sekarang lebih dikenal dengan sebutan faktor resiko.
TOPIK 3
ASPEK LEGAL KEPERAWATAN GERONTIK
E. IMPLIKASI KEPERAWATAN
Semakin meningkatnya isu isu legal dan etik dalam keperawatan lansia
beberapa hasil pe nelitian jurnal merekomendasikan implikasi bagi
keperawatan meliputi dalam pelayanan keperawatan perlu
mengembangkan unsur keterbukaan dan musyawarah antara penyedia
pelayanan, tenaga kesehatan, keluarga dan masyarakat yang nantinya
akan membantu dalam mengatasi masalah etis terkait moral perawat yang
mucul sehari-hari. Selain itu, penerapan nilai-nilai etika, prinsip etika, dan
menghargai oleh perawat akan otonomi lansia sebagai mahluk yang unik
dalam keperawatan gerontik serta mempunyai hak dan kewajiban yang
sama denganpasien lainnya dapat meningkatkan kepekaan perawat pada
pasien lansia.
Untuk dapat mengatasi setiap permasalahan etik dan legal pada
keperawatan gerontik, perawat juga perlu mena namkan prinsip bahwa
pasien lansia merupakan fokus utama dalam melakukan asuhan
keperawatan gerontik. Pasien lansia harus dianggap sebagai bagian yang
rentan dari populasi, dengan langkah-langkah hukum tambahan untuk
melindungi hak-hak mereka sehubungan dengan penyediaan perawatan
kesehatan.
BAB II
BERPIKIR KRITIS DALAM MANAJEMEN KASUS PADA GERONTIK
B. Konsep Gerontik
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa
pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UndangUndang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada
hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya
bangsa. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang
terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,
tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi
menjadi tiga katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
3. Ciri–Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,
tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada
orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan
sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga
dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi
buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering
tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap
pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga
diri yang rendah.
4. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir
kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan).
Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada
masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-
hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif
pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan
dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap
berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang
dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat
berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya sepakat
bahwa proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik.
5. Permasalahan Lansia Di Indonesia
Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta jiwa di tahun 2035 serta
lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari empat
penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah
menemukan penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita.
Sedangkan sebaran penduduk lansia pada tahun 2010, Lansia yang
tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di
perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan yang
cukup besar antara lansia yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan.
Perkiraan tahun 2020 jumlah lansia tetap mengalami kenaikan yaitu
sebesar 28.822.879 (11,34%), dengan sebaran lansia yang tinggal di
perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%)
dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar
13.107.927 (11,51%). Kecenderungan meningkatnya lansia yang
tinggal di perkotaan ini dapat disebabkan bahwa tidak banyak
perbedaan antara rural dan urban.
Kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan lansia menurut UU
Kesejahteraan Lanjut Usia (UU No 13/1998) pasa 1 ayat 1:
Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial
baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi
setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga,
serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi
manusia sesuai dengan Pancasila. Pada ayat 2 disebutkan, Lanjut Usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun
keatas. Dan mereka dibagi kepada dua kategori yaitu lanjut usia
potential (ayat 3) dan lanjut usia tidak potensial (ayat 4). Lanjut Usia
Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.
Sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak
berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan
orang lain. Bagi Lanjut Usia Tidak potensial (ayat 7) pemerintah dan
masyarakat mengupayakan perlindungan sosial sebagai kemudahan
pelayanan agar lansia dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup
yang wajar.
Selanjutnya pada ayat 9 disebutkan bahwa pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan pelayanan yang
bersifat terus-menerus agar lanjut usia dapat mewujudkan dan
menikmati taraf hidup yang wajar. Lanjut usia mengalami masalah
kesehatan. Masalah ini berawal dari kemunduran selsel tubuh,
sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor resiko
terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering
dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan,
kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit
yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan
pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Data
Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia
tahun 2012 di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang
lansia di daerah perkotaan 24 orang mengalami sakit. Di pedesaan
didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28
orang mengalami sakit.
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus
ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara
sosial maupun ekonomis. Selain itu, Pemerintah wajib menjamin
ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia
untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif, hal ini merupakan upaya
peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam bidang kesehatan.
Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting yang harus
dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk
mencapai tujuan tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara
lintas program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan dan
organisasi profesi. Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam
pelayanan kesehatan melalui penyediaan sarana pelayanan kesehatan
yang ramah bag lansia bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan berdaya guna bagi
keluarga dan masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk
mendukung kebijakan tersebut antara lain pada pelayanan kesehatan
dasar dengan pendekatan Pelayanan Santun Lansia, meningkatkan
upaya rujukan kesehatan melalui pengembangan Poliklinik Geriatri
Terpadu di Rumah Sakit, dan menyediakan sarana dan prasarana
yang ramah bagi lansia.Kesadaran setiap lansia untuk menjaga
kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin
merupakan hal yang sangat penting. Semua pelayanan kesehatan
harus didasarkan pada konsep pendekatan siklus hidup dengan tujuan
jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut usia.
Pendapat lain menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan
dalam kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah.
Permasalahan tersebut diantaranya yaitu : a. Masalah fisik Masalah
yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra
pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai
berkurang serta daya tahan tubuh yang menurun, sehingga seringsakit.
b. Masalah kognitif (intelektual). Masalah yang dihadapi lansia terkait
dengan perkembangan kognitif, adalah melemahnya daya ingat
terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi dengan
masyarakat di sekitar. c. Masalah emosional Masalah yang hadapi
terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin berkumpul
dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada
keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila
ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering
stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi. d. Masalah
spiritual Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual,
adalah kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang
mulai menurun, merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota
keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika
menemui permasalahan hidup yang cukup serius.
6. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam
memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial,
kesehatan, perawatan dan meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia.
Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia terdiri dari :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang
setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan
mental
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang
menderita suatu penyakit atau gangguan, masih dapat
mempertahankan kemandirian yang optimal.
d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada
lansia yang berada dalam fase terminal sehingga lansia dapat
mengadapi kematian dengan tenang dan bermartabat. Fungsi
pelayanan dapat dilaksanakan pada pusat pelayanan sosial lansia,
pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan pusat pengembangan
pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan lansia.
7. Pendekatan Perawatan Lansia
a. Pendekatan Fisik Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan
dengan pendekatan fisik melalui perhatian terhadap kesehatan,
kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih
dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah
atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik secara umum bagi
klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga
dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar
perawatan klien lansia ini, terutama yang berkaitan dengan
kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan.
b. Pendekatan Psikologis Perawat mempunyai peranan penting untuk
mengadakan pendekatan edukatif pada klien lansia. Perawat dapat
berperan sebagai pendukung terhadap segala sesuatu yang asing,
penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat harus
selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan
bertahap.
c. Pendekatan Sosial Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita
merupakan salah satu upaya perawat dalam melakukan
pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi.
Pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa
lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan
sosial, baik antar lania maupun lansia dengan perawat. Perawat
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.
8. Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada
lansia adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
a. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar
pengertian yang dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus
memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih
sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh
penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan
wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over
protective dan belas-kasihan. Oleh karena itu semua petugas
geriatrik harus memahami peroses fisiologis dan patologik dari
penderita lansia.
b. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu
didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik dan
harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm).
Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk
menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan
derivat morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan
merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis
untuk dikerjakan.
c. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai
hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan
keinginannya sendiri. Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan,
akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan,
apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan
bebas. Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu (atau
menjadi semakin rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat. Jadi
secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita
yang fungsional masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan
beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel).
Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip
paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain
untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah membuat
keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).
d. Keadilan: yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan
perlakuan yang sama bagi semua. Kewajiban untuk
memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak
mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak
relevan.
e. Kesungguhan hati: Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua
janji yang diberikan pada seorang lansia.
BAB III
PENANGANAN KEJADIAN PELANTARAN PADA LANSIA
A. PENGERTIAN KEKERASAN
Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak (Bagong dkk, 2000).
Kekerasan terhadap usia lanjut pada umumnya adalah mengacu pada
salah satu tindakan dari beberapa bentuk penganiayaan dari seseorang
yang memiliki hubungan khusus dengan usia lanjut seperti pasangan,
saudara, anak, teman atau pengasuh di rumah, menurut (NCEA 1998
dalam Mcdonald 2000 ).
B. SINDROM GERIATRI
Sindrom geriatri adalah kumpulan gejala atau masalah kesehatan yang
sering dialami oleh seorang pasien geriatri. Sindrom geriatri ini dikenal juga
dengan istilah 14 i yaitu:
1. immobilisasi (berkurangnya kemampuan gerak);
2. instabilitas postural (jatuh dan patah tulang);
3. inkontinensia urin (mengompol);
4. infection (infeksi);
5. impairment of senses (gangguan fungsi panca indera);
6. inanition (gangguan gizi);
7. iatrogenik (masalah akibat tindakan medis);
8. insomnia (gangguan tidur);
9. intelectual impairment (gangguan fungsi kognitif);
10. isolation (isolasi/menarik diri);
11. impecunity (berkurangnya kemampuan keuangan);
12. impaction (konstipasi);
13. immune deficiency (gangguan sistem imun);
14. impotence (gangguan fungsi seksual)
Penatalaksanaan Depresi
a. Konseling pasien dan keluarga :
1) Identifikasi adanya stres sosial atau problem kehidupan yang
akhir-akhir ini dialami.
2) Indentifikasi suicide idea atau ide bunuh diri.
Tanyakan tentang risiko bunuh-diri. Apakah pasien sering
berpikir tentang kematian atau mati? Apakah pasien
mempunyai rencana bunuh-diri yang khas? Apakah ia telah
membuat rencana yang serius untuk percobaan bunuh-diri di
masa lalu? Apakah pasien bisa yakin untuk tidak bertindak
menurut ide bunuh-diri? Supervisi/pengawasan yang ketat oleh
keluarga atau teman, atau hospitalisasi mungkin diperlukan.
Tanyakan tentang risiko mencederai orang lain.
Rencanakan kegiatan jangka pendek yang memberikan pasien
kesenangan atau membangkitkan kepercayaan diri.
1) Dorong pasien untuk berfikir positif untuk mengatasi rasa
pesimis dan kritik-diri, tidak bertindak atas dasar ide pesimistik
dan tidak memusatkan pada pikiran negatif atau bersalah.
2) Fokuskan pada langkah kecil yang khas, yang dapat diambil
oleh pasien untuk mengurangi atau mengatasi problem dengan
lebih baik. Hindari keputusan yang besar atau perubahan pola
hidup.
3) Jika ada gejala fisik, bicarakan hubungan antara gejala fisik
dengan suasana perasaan.
4) Sesudah ada perbaikan, rencanakan dengan pasien tindakan
yang harus diambil jika tanda kekambuhan terjadi.
b. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
1) Depresi adalah penyakit yang lazim serta dapat dicegah dan
diobati.
2) Depresi bukan merupakan kelemahan atau kemalasan; pasien
berupaya keras untuk mengatasi, tetapi dia tidak berdaya.
3) Penderita dengan depresi mempunyai kecenderungan untuk
melakukan percobaan bunuh-diri dibandingkan kelompok
masyarakat lain.
c. Pertimbangkan konsultasi (rujukan) jika pasien menunjukkan:
1) Risiko bunuh-diri atau bahaya terhadap orang lain secara
bermakna/menonjol;
2) Gejala psikotik;
3) Depresi bermakna yang bertahan sesudah tindakan
pengobatan di atas.
2. Demensia
Demensia adalah kondisi kemerosotan mental yang terus menerus,
makin lama makin buruk (progresif) meliputi penurunan daya ingat akan
hal yang baru saja terjadi, kemunduran kemahiran berbahasa,
kemunduran intelektual, perubahan perilaku dan fungsi–fungsi otak
lainnya sehingga mengganggu aktifitas sehari–hari. Demensia dapat
terjadi pada Lanjut Usia karena penyakit alzheimer, stroke berulang,
trauma kepala, dan gangguan faal tubuh (hormonal, nutrisi, defisiensi
vitamin) alkohol dan lain – lain.
Demensia merupakan kehilangan kemampuan daya ingat dan daya
pikir lainnya sehingga dapat menyebabkan masalah tingkah laku
misalnya menjadi gaduh gelisah, pencuriga, dan emosi yg meledak-
ledak.
Dua jenis demensia yang tersering terjadi adalah demensia tipe
alzheimer dan demensia vaskuler (pasca"stroke"). Keluhan utama pada
pasien demensia yaitu pasien sering lupa hal-hal yang baru terjadi,
tampak bingung, apatis atau murung, tetapi biasanya pasien tidak
menyadari dirinya kehilangan kemampuan daya ingat sehingga ia bisa
marah- marah atau menuduh orang karena kelupaannya. Adakalanya
keluarga mengenali perubahan perilaku dan penurunan daya
ingat/daya pikir pasien tapi kadang-kadang keluarga menyangkal atau
justru memperhebat gejala pasien.
Umumnya keluarga mencari pertolongan bukan karena kegagalan
daya ingat, tetapi karena perubahan kepribadian atau perilaku seperti
marah, agitasi, curiga (paranoid), berdelusi/waham (isi pikir yang salah,
tidak sesuai realitas dan tidak bisa dikoreksi), halusinasi, apatis,
depresi, tidak bisa tidur, tidak kenal tempat tinggalnya atau tersesat di
jalan.
Pada tahap demensia berat pasien menjadi seperti kanak-kanak
lagi mengompol dan buang air besar sembarangan (inkontinensia)
serta tidak bisa menunda kemauan. Ia menjadi sangat tergantung pada
orang lain untuk menopang aktivitas kehidupan sehari-hari seperti
mandi, makan, buang air dan sebagainya. Higiene perorangan yang
buruk pada pasien Lanjut Usia bisa mempermudah terjadinya infeksi.
Kehilangan daya ingat dapat mengakibatkan penelantaran diri seperti
kurang gizi dan higiene buruk.
Penatalaksanaan Demensia
a. Konseling pasien dan keluarga
1) Monitor kemampuan pasien untuk melaksanakan tugas sehari-
hari secara aman.
2) Jika kehilangan daya ingat hanya ringan, pertimbangkan
penggunaan alat bantu mengingat atau pengingat.
3) Hindari penempatan pasien di tempat atau situasi yang asing
4) Pertimbangkan cara untuk mengurangi stres pada mereka yang
merawat pasien (misalnya, kelompok saling membantu).
Dukungan dari keluarga lain yang juga merawat anggota
keluarga dengan demensia bisa bermanfaat
5) Bicarakan rencana tentang wasiat, warisan dan keuangan
(masalah hukum)
6) Bila sesuai, bicarakan pengaturan tentang dukungan di rumah,
masyarakat atau program rawat-siang, atau penempatan
pemondokan.
7) Agitasi yang tak terkendali mungkin memerlukan perawatan di
rumah sakit
b. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
1) Demensia sering dijumpai pada usia tua dan harus dicari
penyebabnya
2) Kehilangan daya ingat dan kebingungan bisa menyebabkan
problem perilaku (misalnya, agitasi, kecurigaan, letupan
emosional).
3) Kehilangan daya ingat biasanya berkembang lambat, tetapi
perjalanannya sangat bervariasi.
4) Penyakit fisik atau stres mental (depresi) bisa meningkatkan
kebingungan dan mempengaruhi turunnya fungsi kognitif.
5) Berikan informasi yang tersedia dan uraikan sumber
pertolongan yang ada di masyarakat (asosiasi Alzheimer,
support group, family meeting)
6) Upayakan intervensi non obat dahulu untuk mengatasi gejala
sebelum mempertimbangkan pemberian obat (modifikasi
lingkungan, analisis situasi dan hindari aktivitas yang memicu
gejala, mengunjungi day care)
c. Pertimbangkan untuk dirujuk apabila mengalami gejala:
1) Agitasi tak terkendali; perselisihan dalam keluarga
2) Onset mendadak perburukan daya ingat atau bahasa atau
fungsi kognitif lainnya
3) Penyebab demensia yang bisa dikoreksi dan memerlukan
pengobatan spesialistik (misalnya hidrosefalus tekanan normal,
hematoma subdural, gangguan tiroid, tumor otak).
4) Pertimbangkan untuk merawat pasien di rumah sakit, jika
perawatan intensif dibutuhkan.
3. Delirium
Delirium adalah suatu kebingungan akut yang ditandai dengan
disorientasi, bicara ngelantur, gelisah, sulit mengalihkan perhatian,
ketakutan dan lain-lain yang disebabkan oleh gangguan metabolisme di
otak akibat gangguan metabolik/infeksi/trauma kepala/efek samping
obat dan sebagainya.
Keluhan Utama
Keluarga mungkin minta pertolongan sebab pasien bingung/ bicara
kacau atau agitatif atau sama sekali pasif.
Pasien mungkin tampak tidak kooperatif atau ketakutan.
Penatalaksanaan Delirium
a. Konseling pasien dan keluarga
1) Ambil tindakan untuk mencegah pasien mencederai diri sendiri
atau orang lain (misalnya: singkirkan obyek berbahaya, batasi
pasien bila perlu).
2) Kontak yang mendukung dengan orang yang dikenal bisa
mengurangi kebingungan.
3) Sesering mungkin mengingatkan soal waktu dan tempat untuk
mengurangi kebingungan.
4) Hospitalisasi diperlukan karena ada agitasi atau karena
penyakit fisik yang menyebabkan delirium.
b. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
Perilaku atau pembicaraan yang aneh merupakan gejala suatu
penyakit fisik.
c. Pertimbangkan untuk merujuk apabila :
1) Penyakit fisik yang memerlukan pengobatan spesialistik
2) Agitasi yang tak terkendali
4. Insomnia
Kebiasaan atau pola tidur Lanjut Usia dapat berubah, yang
terkadang dapat mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang
tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur
sepanjang malam, sering terbangun pada malam hari sehingga Lanjut
Usia melakukan kegiatannya pada malam hari. Bila hal ini terjadi,
carilah penyebab dan jalan keluar sebaik–baiknya.
Penyebab dapat berupa keadaan sebagai berikut :
a. Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari, sehingga
mereka masih semangat sepanjang malam
b. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
c. Gangguan cemas dan depresi
d. Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
e. Sering kencing pada waktu malam karena banyak minum pada
malam hari
f. Infeksi saluran kencing
Pasien sulit masuk tidur dan/atau mempertahankan tidur, sulit
tertidur lagi setelah terbangun, kadang-kadang menjadi tidak berdaya
akibat dari sulit tidurnya. Dampak kurang tidur, distress.
Penatalaksanaan Insomnia
a. Cari underlying disease insomnia (depresi, demensia, cemas)
b. Konseling pasien dan keluarga
1) Pertahankan kebiasaan tidur secara teratur dengan:
a) Relaksasi pada sore hari.
b) Mulai tidur dan bangun pagi pada jam yang sama setiap
hari, jangan terlalu mengubah jadual tidur pada malam
minggu.
c) Bangun pada waktu yang sama di pagi hari walaupun
malam harinya sulit tidur.
d) Hindari tidur siang karena hal ini dapat mengganggu tidur
malam harinya.
e) Lakukan latihan relaksasi untuk menolong pasien masuk
tidur
f) Anjurkan pada pasien untuk menghindari minum kopi dan
alkohol.
2) Bila pasien tidak bisa tertidur dalam waktu 20 menit, anjurkan
untuk bangun dari tempat tidur dan mencobanya kembali
setelah merasa mengantuk.
3) Olahraga pada pagi atau siang hari dapat menolong pasien
tidur nyenyak.
c. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga :
1) Problem tidur yang temporer adalah hal yang lazim pada saat
stres atau menderita penyakit fisik.
2) Jumlah tidur yang normal sangat bervariasi dan biasanya
menurun sesuai dengan meningkatnya usia.
3) Perbaikan kebiasaan tidur (tanpa obat tidur) adalah terapi yang
paling baik.
4) Kekhawatiran tentang tidak bisa tidur dapat memperburuk
keadaan insomnia.
5) Alkohol dapat menolong untuk memulai tidur, tapi dapat
menyebabkan tidur gelisah dan bangun terlalu pagi.
6) StimuLansia (misalnya kopi dan teh) dapat menyebabkan atau
memperburuk insomnia.
d. Pertimbangkan konsultasi:
1) Jika diduga gangguan tidur lebih kompleks (misalnya
narkolepsi, "sleep apnoea").
2) Jika insomnia berlanjut menetap walaupun hal di atas sudah
dilaksanakan.
5. Gangguan Cemas
Mula-mula pasien memperlihatkan gejala fisik yang berkaitan
dengan ketegangan (seperti sefalgia, jantung yang berdebar keras)
atau dengan insomnia. Anamnesis lebih lanjut akan menampilkan ciri
khas gangguan cemas yang menyeluruh yaitu kecemasan dan
kekhawatiran yang berlebih, hampir tiap hari tentang sejumlah peristiwa
atau aktivitas.
Penatalaksanaan Gangguan Cemas
a. Konseling pasien dan keluarga
1) Bantu pasien mengenali, menghadapi dan menantang
kekhawatiran yang berlebihan agar dapat mengurangi gejala
anxietas.
2) Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang
pesimistik (misalnya ketika cucunya terlambat pulang 5 menit
dari sekolah, pasien mengkhawatirkan akan kemungkinan
mengalami suatu kecelakaan).
3) Diskusikan cara menghadapi kekhawatiran yang berlebihan ini
pada saat pemunculannya (misalnya ketika pasien mulai
khawatir, ia dapat mengatakan pada dirinya, saya mulai
terperangkap dalam kekhawatiran lagi. Cucu saya hanya
terlambat beberapa menit saja dari sekolah dan segera akan
tiba di rumah. Saya tidak akan menelpon sekolahnya untuk
mencari informasi, kecuali ia terlambat satu jam).
4) Dukung motivasi pasien mempraktekkan metode relaksasi
harian untuk mengurangi gejala fisik dari ketegangan.
5) Dorong pasien untuk mengikuti aktivitas dan latihan yang
menyenangkan, dan mengulang aktivitas yang pernah
menolong di masa lalu.
6) Metode pemecahan masalah yang terstruktur (structured
problem-solving methods) dapat menolong pasien untuk
menatalaksana masalah kehidupan atau stres saat ini yang
dapat menambah gejala anxietas.
7) Kenali peristiwa-peristiwa yang mencetuskan kekhawatiran
yang berlebihan.
8) Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi
situasi ini. Kenali dan perkuat hal-hal yang berhasil mengatasi
situasi.
9) Latihan fisik yang teratur sering menolong.
b. Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
1) Stres dan rasa khawatir keduanya mempunyai efek fisik dan
mental.
2) Belajar untuk mengurangi efek stres (bukan pengobatan
sedatif) merupakan pertolongan yang paling efektif.
Bila gangguan cemas berlangsung lebih dari 3 bulan dilakukan
rujukan ke rumah sakit.
E. MASALAH KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Kehilangan gigi pada lanjut usia merupakan salah satu penyebab
menurunnya kualitas kesehatan lanjut usia. Kehilangan gigi akan sangat
berpengaruh terhadap penyerapan dan metabolisme zat gizi yang diserap
oleh tubuh sehingga tubuh tidak mengalami kekurangan gizi.
Permasalahan proses menua pada individu seperti perubahan normal
fisik dan perubahan abnormal pada fisik lanjut usia juga merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat kebutuhan Lanjut usia terhadap
perawatan kesehatan gigi dan mulut, dikarenakan adanya dampak proses
menua pada rongga mulut yaitu pada gigi dan mulut, jaringan periodontal,
tulang alveolar dan mandibula, mukosa, neuromuskular, saliva, Temporo
Mandibular Joint (TMJ) pada Lanjut Usia dengan jumlah gigi asli yang
sedikit lebih rentan menderita kelainan sendi, fungsi bicara, dan
pengunyahan.
Masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering terjadi pada lanjut usia
adalah:
1. Karies gigi dan karies pada akar gigi.
2. Keausan email dan dentin (disebabkan proses penuaan atau bruxisem)
3. Gingivitis dan periodontitis (disebabkan keterbatasan dalam
keterampilan membersihkan gigi)
4. Edentulous (gigi hilang) mengakibatkan dukungan pada wajah
berkurang sehingga tinggi wajah berkurang, kerutan wajah tampak jelas
wajah tampak lebih tua.
5. Xerostomia (mulut kering) mengakibatkan karies, halitosis candidiasis,
penelanan terganggu dan retensi gigi tiruan.
Untuk melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut perlu
dilakukan secara periodik, karena tak jarang berkembangnya jamur dan
timbulnya tumor pada stadium dini. Hal ini biasanya terjadi pada orang yang
berusia di atas 50 tahun, maka penanggulangannya harus tetap
memperhatikan pendekatan holistik dan pelayanan yang komprehensif.
Prinsip Penatalaksanaan
1. Pencegahan: penyuluhan, kontrol plak, periksa berkala
2. Pemeliharaan:
a. Sikat gigi teratur dan benar.
b. Hindari luka pada rongga mulut.
c. Obat kumur antiseptik.
d. Pemeliharaan Gigi Tiruan (buka gigi tiruan pada saat tidur dan
ditaruh pada gelas berisi air bersih kemudian ditutup dan digunakan
kembali pada saat bangun tidur)
e. Diet seimbang untuk kesehatan gigi dan mulut.
f. Kontrol periodik pada sisa gigi yang ada ke dokter gigi yang
merawat atau ke fasilitas pelayanan kesehatan gigi.
Upaya kesehatan gigi masyarakat untuk kelompok lanjut usia
adalah peningkatan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dan
peran masyarakat dalam menjaga kesehatan gigi-mulut dengan
integrasi pada upaya promotif dan preventif lainnya.
3. Target
Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan pada lanjut usia
dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut
4. Ruang lingkup
Pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan gigi dan mulut masyarakat di
posyandu lanjut usia.
5. Pelatihan
a. Peningkatan upaya kesehatan gigi dan mulut yang diarahkan pada
pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan pendekatan
geriatri atau geriodontologi
b. Kader untuk lanjut usia diarahkan pada upaya pada pelaksanaan di
posyandu lanjut usia dan home visit pada perawatan kesehatan
masyarakat (perkesmas)
c. Pelatihan geriatric pada dokter gigi.
F. MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI
1. Menopause
Menopause disebut juga klimaterik atau perubahan hidup dan
merupakan pertanda berakhirnya bagian kehidupan reproduksi pada
diri seorang perempuan. Menopasue mulai pada berbagai taraf usia,
berbeda-beda antara satu perempuan dengan lainnya. Biasanya terjadi
pada usia sekitar 50 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tahun
2007 secara cross sectional dari 1.350 perempuan menopause
Indonesia berumur 40-60. Rata-rata umur perempuan menopause di
Indonesia adalah 48 ± 5,3 tahun.
Pada fase ini indung telur mulai berhenti bereaksi terhadap Folicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormon (LH) yang
berakibat :
a. Produksi hormon estrogen dan progesteron dari indung telur mulai
berkurang
b. Dinding dalam rahim menipis sehingga terjadi perubahan pola haid
c. Rahim dan indung telur mulai mengecil.
Gejala-gejala yang timbul :
a. Gejala psikologis berupa rasa lesu, sakit kepala, pusing, tidak
bisatidur, perasaan suram, cepat tersinggung, sukar memusatkan
pikiran, cemas, dan depresi
b. Semburan atau rasa panas (hot flush) dan banyak berkeringat
c. Jantung berdebar-debar
d. Sukar menarik nafas panjang
e. Selera makan tidak menentu, sering mengeluah gangguan
pencernaan
f. Perubahan pola haid
g. Mengeringnya vagina dan timbul rasa gatal
Tindakan penanganan :
a. Pengobatan dengan suplementasi hormon, perlu konsultasi terlebih
dahulu dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi
b. Masalah psikologis yang timbul biasanya tidak memerlukan
pengobatan karena gejala tersebut sewaktu-waktu bisa hilang
c. Bila gangguan sangat berat, pertimbangan untuk pemberian obat
anti depresi atau anti cemas
d. Pengaturan diet
e. Bila hubungan seksual tergangu karena keringnyavvagina
dianjurkan penggunaan krim atau minyakvpelumas.
2. Andropause
Istilah andropause pada laki-laki masih merupakan sesuatu hal
yang baru dan belum terbiasa didengar bahkan sebagian orang
meragukan adanya keluhan yang timbul berkaitan dengan penurunan
fungsi hormon androgen pada laki-laki berusia diatas 55 tahun.
Namun beberapa penelitian telah mendapatkan bahwa penurunan
fungsi testosterone pada laki-laki di usia lebih dari 50 tahun, terkait
dengan beberapa gejala seperti penurunan keinginan seksual/libido,
kekurangan tenaga, penurunan kekuatan otot, sedih dan sering marah
tanpa sebab yang jelas, berkurangnya kemampuan ereksi, mudah
mengantuk dan lain sebagainya.
Pada laki-laki berusia diatas 55 tahun akan terjadi penurunan
beberapa hormon yaitu testosterone, Dehidroepiandrosteron (DHEA),
Growth Hormone (GH), Melatonin, Insulin Like Growth Factors (IGF).
Akibat berkurangnya hormone dan beberapa factor tersebut akan
menimbulkan beberapa keluhan.
Ada sepuluh kriteria yang dapat dipakai untuk menilai apakah
seseorang sudah andropause atau belum, yang disebut 10 kriteria
ADAM yaitu :
a. Penurunan keinginan seksual (libido)
b. Kekurangan energi atau tenaga
c. Penurunan kekuatan atau ketahanan otot
d. Penurunan tinggi badan
e. Berkurangnya kenyamanan dan kesenangan hidup
f. Sedih dan atau sering marah tanpa sebab yang jelas
g. Berkurangnya kemampuan ereksi
h. Kemunduran kemampuan olahraga
i. Tertidur setelah makan malam
j. Penurunan kemampuan bekerja
Jika mengalami keluhan nomor 1 s/d 7 atau berbagai kombinasi
dari empat atau lebih keluhan, maka pasien ini adalah laki-laki
andropause.
Tindakan penanganan :
a. Pengobatan dengan suplementasi hormon, perlu konsultasi terlehi
dahulu dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi.
b. Masalah psikologis yang timbul biasanya tidak memerlukan
pengobatan karena gejala tersebut sewaktuwaktu bisa hilang.
c. Pemberian Multivitamin. Dianjurkan pemberian multivitamin seperti
vitamin B, C dan E yang dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan.
Dapat ditambah dengan vitamin D3 untuk mencegah osteoporosis.
d. Pemberian Kalsium 800 – 1000 mg per hari, dapat bermanfaat
untuk osteoporosis.
3. Kehidupan Seksual
Seks sering dianggap abnormal atau tabu untuk dibicarakan pada
masa usia lanjut. Akan tetapi hal ini perlu dibahas agar kita
mendapatkan pengertian yang tidak menyesatkan. Kemampuan
hubungan seksual dapat bertahan sampai orang mencapai Lanjut Usia
dengan derajat penurunan berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
Keadaan ini tergantung pada perubahan-perubahan faali dari
masingmasing orang, misalnya penurunan hormon serta
penyakitpenyakit yang menyertai.
Seks merupakan hal yang biasa dan normal juga pada Lanjut Usia.
Rasa cinta dan kasih sayang antara pasangan masih tetap dibutuhkan
sampai masa Lanjut Usia.
Bila kondisi kesehatan masih baik dan Lanjut Usia masih hidup
berpasangan, maka :
a. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia
b. Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual
c. Bila kemampuannya berkurang pada Lanjut Usia, jangan cemas
akan hal itu karena merupakan perubahan yang alami
TOPIK 2
POSYANDU LANSIA
Pos Pelayanan Kesehatan Terpadu (Posyandu) adalah kegiatan kesehatan
dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh
petugas kesehatan. Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat
di bidang kesehatan atau UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) yang
dibentuk berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat.