Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronik


2.2.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
penurunan fungsi ginjal. Pada penyakit kronis, fungsi ginjal kedua ginjal dalam
tubuh harus rusak, sehingga tidak dapat menyaring atau memproses elektrolit
tubuh sendiri, tidak dapat menjaga keseimbangan cairan tubuh dan bahan kimia
tubuh, serta tidak dapat berfungsi dalam kondisi terbaik produksi urin(1).
Penyakit gagal ginjal kronik ini merupakan penyakit tidak menular yang
saat menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia dan di negara kita,
penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang laki-laki dan
perempuan, tanpa memandang status ekonomi(2).
Gagal ginjal kronik adalah perubahan fungsi ginjal dalam pemeliharaan
metabolisme serta keseimbangan hidroelektrolit akibat kerusakan progresif
struktur ginjal dengan manifestasi akumulasi sisa metabolit (toksik uremik)
dalam darah(3).

2.2.2 Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal dapat disebabkan oleh usia, jenis kelamin, dan riwayat
penyakit, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, atau gangguan metabolisme
lainnya yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Selain itu,
penyalahgunaan obat penghilang rasa sakit dan obat antiinflamasi nonsteroid,
baik yang dijual bebas atau diresepkan oleh dokter selama bertahun-tahun,
dapat menyebabkan risiko nekrosis papiler dan gagal ginjal kronis. Kebiasaan
merokok dan suplemen minuman energi juga bisa menjadi penyebab gagal
ginjal(4).

Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesia Renal Registry (IRB)


didapatkan urutan etiologi dari gagal ginjal kronik yang pertama
glomerulonelritis, berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila'penyakit
dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonelritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multiple atau
amyloidosis. Penyebab gagal ginjal kronik yang kedua yaitu diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hipertensi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya
gagal ginjal kronik dimana hipertensi merupakan tekanan darah sistolik > 140
mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Penyebab gagal ginjal kronik
yang terakhir yaitu ginjal polikistik kista merupakan suatu rongga yang
berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Pada keadaan
ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks
maupun di medula(5).

2.2.3 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik


Manifestasi klinis gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit sistemik.
Ginjal sebagai organ koordinasi dalam sirkulasi memiliki banyak fungsi (organ
multifungsi), sehingga kerusakan fisiologis kronis pada ginjal menyebabkan
gangguan aliran darah dan keseimbangan vasomotor. Berikut ini tanda dan
gejala gagal ginjal kronis: ginjal dan gastrointestinal; kardiovaskular; sistem
pernapasan; gastrointestinal; integumen; neurologis; kelenjar endokrin;
hematopoietik; sistem musculoskeletal dan tanda gejala yang terakhir yaitu
ditemukannya urium dalam darah merupakan salah satu tanda dan gejala
penyakit ginjal. Uremia merupakan akibat dari ketidakmampuan tubuh untuk
menjaga keseimbangan metabolisme, cairan, dan elektrolit akibat gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel(5)(6).
2.2.4 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Patofisiologi berbagai alasan mengarah pada penurunan bertahap fungsi
ginjal dan biasanya berakhir pada gagal ginjal. CKD dapat menyebabkan
disfungsi organ tubuh. Hal ini terjadi karena racun harus dikeluarkan oleh
ginjal, tetapi tidak dapat dikeluarkan karena kerusakan ginjal. Salah satu dari
hal yang terjadi akibat kerusakan ginjal adalah kadar ureum dalam tubuh
meningkat, yang merusak semua sel termasuk neuron(7).
Tanpa melihat penyebab awal, glomeruloskerosis dan inflamasi
interstisial. Fibrosis merupakan karakteristik spesifik serta mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal. seluruh unit nefron secara bertahap musnah. Pada
tahap awal, pada saat nefron hilang, nefron fungsional yg masih ada mengalami
hipertrofi. sirkulasi kapiler glomerulus dan tekanan semakin tinggi dalam
nefron ini serta lebih banyak pertikel zat larut disaring buat mengkompensasi
massa ginjal zat yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan
nefron yg masih terdapat mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus,
menyebabkan kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria dampak kerusakan
glomelurus diduga sebagai penyebab cedera tubulus. Proses hilangya fungsi
nefron yang kontinu ini bisa terus berlangsung meskipun selesainya proses
penyakit awal teratasi(8).

2.2.5 Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Komplikasi yang terjadi pada penderita gagal ginjal kronik, yaitu
hiperkalemia (kadar kalium tinggi dalam darah) adalah keadaan dimana
konsentrasi kalium darah lebih besar dari 6 mEq/L; asidosis metabolik, dalam
keadaan normal, ginjal dapat menyerap sisa metabolisme dari darah Asam
diekskresikan ke dalam urin; hipertensi (hipertensi) adalah penyakit pada
sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat di
atas nilai normal 140/90 mmHg; hiperuremia (peningkatan kadar urea), di
antaranya uremik penyebabnya adalah prerenal, ginjal dan postrenal, dan
anemia yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk mensekresi
eritropoietin untuk merangsang hematopoiesis; dislipidemia dan gangguan
elektrolit(9)(10).

2.2.6 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik


Penelitian tentang pengobatan pasien gagal ginjal kronis berjalan dengan
baik, termasuk kepatuhan diet. Kepatuhan diet adalah pengelolaan rendah
protein, rendah garam, dan rendah kalium yang digunakan untuk
mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus, sehingga pasien memiliki
waktu sebanyak mungkin karena harus menghabiskan(11).
pengobatan gagal ginjal kronis. menjadi dua tahap, yaitu pengobatan
konservatif dan terapi penggantian ginjal. Perawatan konservatif gagal ginjal
mencakup tindakan untuk mencegah perkembangan gagal ginjal, menstabilkan
kondisi pasien, dan mengobati semua faktor reversibel. Meskipun terapi
penggantian ginjal dapat dilakukan, dialisis intermiten atau transplantasi ginjal
dapat dilakukan, yang merupakan cara paling efektif untuk mengobati gagal
ginjal(12).
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :terapi spesifik terhadap
penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (
comorbid condition ), memperlambat perburukkan fungsi ginjal, pencegahan
dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap
komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi
ginjal(13).

2.2 Hemodialisis
2.2.1 Definisi Hemodialisis
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialisis yang
berarti memisahkan. Jadi, hemodialisis adalah proses di mana darah dipisahkan
dari zat anorganik / beracun / metabolik oleh membran semipermeabel dengan
darah di sisi lain dan cairan dialisis di sisi lain. Hemodialisis merupakan proses
pengambilan darah dari seorang pasien dan diedarkan dalam mesin
ekstrakorporeal yang disebut dialyzer. Hemodialisis ini menggunakan metode
peralihan senyawa terlarut dengan produk yang tersisa dalam tubuh. Senyawa
sisa yang terkumpul pada penderita GGK diambil dengan cara menarik
menggunakan metode difusi pasif membran semipermeable. Peralihan zat atau
senyawa yang tersisa pada hasil metabolik bekerja dengan mengikuti
penurunan gradien konsentrasi pada sirkulasi ke dalam dialisat. Frekuensi
tindakan HD tergantung pada fungsi ginjal yang tersisa.Pasien menerima rata-
rata 3 kali seminggu, dan durasi hemodialisis untuk setiap tindakan pengobatan
minimal 3 hingga 4 jam(14)(15)(16).

Gambar 2.1 Proses Hemodialisis

2.2.2 Tujuan Hemodialisis


Tujuan terapi hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat nitrogen
beracun dari tubuh pasien ke dalam dialyzer, dimana darah dimurnikan dan
kemudian dikembalikan ke tubuh. Selain itu terapi hemodialisis bertujuan
untuk memperpanjang harapan hidup pasien GGT, namun pasien yang
mendapat terapi hemodialisis sering mengalami masalah mulai dari masalah
fisik hingga masalah kesehatan mental, di antaranya kelelahan, depresi dan
insomnia(17)(6).

2.2.3 Indikasi Hemodialisis


Indikasi yang harus segera dilakukanya pada pasien hemodialisis yaitu
laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit; kegagalan dalam melakukan
terapi konservatif; adanya penyakit neurologis (seperti neuropati, ensefalopati,
gangguan mental), pleuritis atau perikarditis yang disebabkan oleh alasan lain,
dan diatesis perdarahan dengan waktu perdarahan yang lama; beban cairan
ekstraseluler yang tidak terkontrol dan/atau hipertensi; hiperkalemia, tidak
efektif untuk pembatasan diet dan terapi obat; asidosis metabolik, tidak efektif
untuk terapi bikarbonat; hiperfosfatemia, tidak efektif untuk pembatasan diet
dan terapi pengikatan fosfat; pada sel darah merah anemia yang tidak berespon
terhadap pengobatan dengan genitin dan besi; fungsi atau kualitas hidup yang
memburuk untuk tanpa alasan yang jelas (18) (6).

2.2.4 Kontraindikasi Hemodialisis


Menurut PERNEFRI(19), kontraindikasi hemodialisis adalah tidak adanya
akses vaskular selama hemodialisis, akses vaskular yang sulit, ketidak stabilan
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi lain untuk hemodialisis adalah
penyakit Alzheimer, demensia karena infark multipel, sindrom hepatorenal,
sirosis lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.

2.2.5 Prinsip Hemodialisis


Menurut Nurani dan Mariyati(20) ada tiga prinsip yang mendasari kerja
hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Selama proses difusi ini,
aliran senyawa konsentrasi tinggi mengarah ke konsentrasi rendah. Prinsip ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perbedaan konsentrasi, berat molekul,
QB (pompa darah), permukaan membran dan suhu. Selain itu, pada ultrafiltrasi
dan permeasi, perpindahan senyawa pelarut (air) melalui membran
semipermeabel disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik antara chamber
dan dialisat. Tekanan hidrostatik atau ultrafiltrasi adalah proses menghisap air
secara paksa dari kompartemen darah ke dalam kompartemen dialisat(6)(14).

2.2.6 Komplikasi Hemodialisis


Komplikasi akut dan kronis masih sering terjadi pada pasien
hemodialisis. Komplikasi akut yang terjadi selama hemodialisis, seperti
hipotensi, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung,
gatal-gatal, demam dan menggigil, sedangkan komplikasi jangka panjang atau
kronis adalah penyakit jantung, gizi buruk, hipertensi, anemia, osteopati ginjal,
neuropati, disfungsi reproduksi, gangguan perdarahan, infeksi, amyloidosis,
penyakit ginjal kistik didapat, dan kelelahan. Selain itu terdapat beberapa
komplikasi yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu emboli udara, komplikasi
yang jarang terjadi, tetapi dapat terjadi ketika udara memasuki pembuluh darah
pasien; nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun seiring dengan peredaran
darah di luar tubuh; gatal dapat terjadi selama terapi dialisis selama produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit. Keseimbangan dialisis terganggu karena
perpindahan cairan otak dan muncul sebagai kejang. Komplikasi ini lebih
mungkin terjadi bila ada gejala uremia yang parah. Spasme otot yang
menyakitkan terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstraseluler(6)(20).

2.3 Kecemasan
2.3.1 Definisi Kecemasa
Kecemasan adalah perasaan emosional seseorang tentang hal-hal selain diri
sendiri dan mekanisme diri untuk mengatasi masalah. Kecemasan terjadi ketika
seseorang merasa terancam secara fisik dan psikologis. Kecemasan mungkin
menjadi kekuatan pendorong untuk pertumbuhan dan perkembangan, tetapi
juga bisa menjadi beban berat bagi mereka yang mengalaminya. Kecemasan
merupakan pengalaman emosional yang menyakitkan dan tidak nyaman.
Kecemasan ini menghasilkan respons terhadap ketegangan eksternal atau
internal dalam tubuh. Tegangan ini adalah hasil dari impuls internal atau
eksternal dan dikendalikan oleh sistem saraf otonom(21)(22).

2.3.2 Tanda Dan Gejala Kecemasan


Berdasarkan etiologi, gangguan cemas dapat disebabkan oleh faktor
genetik, gangguan neurobiokimiawi, aspek kepribadian, dan penyakit fisik.
Penelitian lainnya menyebutkan bahwa tanda dan gejala kecemasan yang
pertama ada cemas, khawatir, ada perasaan tidak tenang, terdapat keraguan
dalam hatinya; menghadapi kehidupan dengan rasa khawatir; merasa kurang
percaya diri dan gugup jika tampil dihadapan banyak orang; sering
menyalahkan orang lain atas kesalahannya; keras kepala; jika duduk merasa
gelisah dan tidak tenang; sering mengeluh terhadap penyakitnya; mudah
terbawa dengan suasana; dalam mengambil keputusan suka tergesah-gesah;
sering mengulang kata-kata; tanda gejala yang terakhir yaitu jika sedang marah
maka akan bertindak lebih(17)(23).

2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan


Faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada pasien yang
menjalani HD antara lain faktor usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pengalaman pasien menjalani pengobatan, lama menjalani terapi.
Penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat 5 kemungkinan faktor
predisposisi, atau faktor yang dapat menyebabkan kecemasan, antara lain:
Genetic inheritability (pewarisan genetic) faktor genetik mempengaruhi
apakah saraf otonom mudah dirangsang. Dengan kata lain, orang dengan
riwayat keluarga kecemasan lebih cenderung takut ketika menghadapi situasi
mengkhawatirkan; physical disease states (penyakit fisik) pandangan kognitif
menyatakan bahwa faktor penyakit fisik dapat membuat orang merasa cemas;
psychological trauma/mental trauma (trauma mental) Ketika dihadapkan
dengan situasi yang mirip dengan pengalaman traumatis sebelumnya, orang
tersebut lebih cenderung menjadi cemas.situasi ini seperti pola yang dipelajari;
absence of coping mechanisms (pasien dengan kecemasan yang tidak memiliki
mekanisme koping) sering menunjukkan respon adaptif terhadap ketakutan itu
sendiri cacat. Anda merasa tidak berdaya untuk menemukan strategi untuk
mengatasi rasa takut. Akibatnya, individu mengekspos diri mereka pada situasi
yang dapat membuat mereka cemas; Irrational thoughts, assumptions and
cognitive processing errors (pikiran irasional, asumsi, dan kesalahan
pemrosesan kognitif)(24)(25).
2.3.4 Jenis-Jenis Kecemasan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Na et al(17) da tujuh jenis
gangguan kecemasan, yaitu, gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia,
agorafobia dengan atau tanpa gangguan panik, fobia spesifik, fobia sosial,
gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan
gangguan kecemasan umum. Penelian lain menyebutkan bahwa ada beberapa
jenis kecemasan, antara lain: kecemasan neurotik, kecemasan neurotik adalah
ketakutan karena bahaya yang tidak diketahui perasaan tersebut berbeda
dengan ego. Ketakutan neurologis bukanlah ketakutan akan insting itu sendiri,
tetapi ketakutan akan hukuman yang mungkin terjadi jika insting tersebut
terpenuhi; kecemasan moral, kecemasan ini berasal dari konflik antara
individualis. Kecemasan ini mungkin berasal dari ketidak setujuan dengan apa
yang mereka anggap benar secara moral, ketakutan moral adalah ketakutan
akan hati nurani. Ketakutan moral juga memiliki dasar yang nyata; jenis
kecemasan yg terakhir yaitu kecemasan realitas, dimana kecemasan realitas
adalah perasaan tidak nyaman dan tidak spesifik, termasuk kemungkinan
bahaya itu sendiri. kecemasan yang realistis adalah kecemasan akan bahaya
nyata dari dunia luar(23).

2.3.5 Rentang Respon Kecemasan


Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fauziah(26) menjelaskan bahwa
kisaran respons ketakutan individu akan meningkat antara respons adaptif dan
maladaptif. Oleh karena itu spektrum respon adaptif yang ada pada pasien
hemodialisis harus diklasifikasikan ke dalam kategori sedang dan berat
penelitian ini memerlukan perhatian khusus jika tidak diikuti menjadi respon
maladaptif. Rentang untuk respons sedang berubah menjadi parah dan untuk
rentang respons parah berubah menjadi panik (maladaptasi). Rangkaian respon
maladaptif ini akan membuat individu tidak mampu merespon perasaan cemas,
sehingga individu tersebut dapat mengalami gangguan perilaku, kognitif.
Rentang Respon Kecemasan
Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.2 Rentang Respon Kecemasan, Sumber: Yusuf,A.H (14)

Kecemasan ringan berkaitan dengan stres dalam kehidupan sehari-hari dan


menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan bidang
kesadarannya. Ketakutan meningkatkan motivasi untuk belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk fokus pada hal-hal
penting dan mengesampingkan orang lain sehingga seseorang menerima
perhatian selektif tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih fokus.
Kecemasan parah menyatakan sangat membatasi bidang persepsi
seseorang. Ada kecenderungan untuk fokus pada sesuatu yang detail dan
spesifik dan tidak memikirkan hal lain. Semua perilaku dirancang untuk
menghilangkan stres. Orang tersebut membutuhkan banyak arahan untuk fokus
pada area lain.
Kecemasan panik yang berhubungan dengan kecemasan dan perasaan
cemas, dan ketidak mampuan untuk melakukan apapun bahkan dengan
bimbingan. Panik meningkatkan aktivitas motorik, mengurangi kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, mendistorsi persepsi, dan kehilangan
(14)

2.3.6 Penatalaksanaan Kecemasan


Manajemen kecemasan saat ini saja tidak cukup dengan pengobatan
psikofarmasi saja, tetapi juga dapat dicapai dengan tindakan pengobatan yang
efektif dengan pendekatan psikoterapi. Selain itu terdapat beberapa terapi
komplementer yang biasa digunakan untuk mengurangi atau mengontrol
kecemasan meliputi; teknik pernapasan dalam, relaksasi otot, gambar,
pemrosesan informasi, teknik distraksi, terapi energi, dan metode koping
sebelumnya(19)(27).

2.4 Depresi
2.4.1 Definisi Depresi
Depresi adalah gangguan mental, biasanya ditandai dengan depresi,
kehilangan minat atau kesenangan, penurunan tingkat energi, perasaan
bersalah atau rendah diri, sulit tidur atau anoreksia, kelelahan, dan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Kondisi ini bisa menjadi kronis,
berulang, dan sangat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Dalam kasus terburuk, depresi dapat menyebabkan bunuh
diri(28).
Depresi adalah gangguan jiwa emosional (afektif, mood) yang ditandai
dengan kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah, kurangnya semangat dan
ketidak berdayaan, rasa bersalah atau bersalah, tidak berguna dan putus
asa.(29).

2.4.2 Faktor Penyembab Depresi


Penelitian lain menyebutkan depresi disebabkan oleh banyak faktor,
termasuk faktor genetik, biologis, lingkungan dan psikologis. Faktor biologis
pasien depresi mengungkapkan berbagai kelainan dalam metabolisme
biogenikamin dalam darah, urin dan cairan serebromunal. Kondisi ini
menunjukkan bahwa depresi terkait dengan diregulasiamin yang heterogen.
Faktor genetik merupakan faktor penyebab depresi. Penelitian telah
menunjukkan bahwa keluarga generasi pertama dari pasien depresi 8 hingga
18 kali lebih mungkin menderita depresi daripada kontrol normal sekitar 50%
dari kembar homozigot menderita depresi, dibandingkan dengan 10-25% untuk
kembar. Faktor terakhir yang menyebabkan depresi adalah faktor psikososial,
termasuk peristiwa kehidupan, stres lingkungan, faktor kepribadian sebelum
sakit, psikoanalisis dan faktor psikodinamik. Peneliti sebelumnya telah
menemukan bahwa depresi melankolis, gangguan bipolar, dan depresi
postpartum berhubungan dengan peningkatan kadar sitotoksin dan penurunan
sensitivitas kortisol(28)(30).

2.4.3 Tanda dan Gejala Depresi Depresi


Menurut Departemen Kesehatan RI(31) depresi dibagi menjadi dua
gejala utama dan gejala lainnya. Gejala utama meliputi perasaan depresif atau
tekanan mental, kehilangan minat dan semangat, serta penurunan tingkat energi
yang berujung pada peningkatan kelelahan. Gejala lain dari depresi yaitu
penurunan konsentrasi dan perhatian, rasa bersalah dan rasa tidak berharga,
gangguan tidur, penurunan harga diri dan kepercayaan diri, menyakiti diri
sendiri atau bunuh diri, pesimistik, nafsu makan turun, dan setidaknya 2
minggu episode depresi di ketiga tingkat keparahan.
Tanda gejala yang yang ditunjukkan oleh sebagian besar subjek
penelitian ini sesuai dengan enam dari sembilan kriteria diagnostik yang ada
pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Revised Fifth
Edition (DSM-V) mengenai Major Depression Disorder, antara lain : Sebagian
besar depresi dapat terjadi setiap hari. Penyebabnya yaitu katena anak-anak dan
remaja mungkin mudah tersinggung; kesenangan atau minat pada semua atau
hampir semua aktivitas turun drastis hampir sepanjang hari; penurunan atau
penambahan berat badan yang signifikan (peningkatan berat badan 5% dalam
satu bulan tanpa diet atau penambahan berat badan) atau nafsu makan
meningkat atau menurun; insomnia atau mengantuk (tidur berlebihan) setiap
hari atau hampir setiap hari; merasa tidak berharga pada rasa bersalah yang
tidak pantas hampir setiap hari; penurunan kemampuan untuk berkonsentrasi,
berpikir jernih atau membuat keputusan setiap hari(28).

2.4.4 Tingkatan Depresi


Menurut PPDGJ-III (World Health Organization dan Departemen
Kesehatan RI)(31) tingat depresi digolongkan menjagi tiga yang pertama
depresi ringan dimana dalam depresi ini sekurang-kurannya terdapat dua dari
tiga tanda-tanda primer depresi ditambah menggunakan dua dari tanda gejala
lainnya, lama priode depresi sekurang-kurangnya selama dua minggu.
Selanjutnya terdapat depresi sedang dimana ciri-ciri depresi ini sekurang-
kurangnya harus ada dua dari tiga tanda-tanda primer, depresi sedang ini ciri-
cirinya seperti yang terdapat pada depresi ringan hanya saja ditambah tiga atau
empat menurut tanda-tanda lainnya, lama priode depresi minimum dua
minggu. Tingkat depresi yg terakhir yaitu depresi berat, dalam depresi berat
dibagi sebagai dua pertama terdapat depresi berat tanpa tanda-tanda psikotik,
ciri-cirinya: seluruh tiga tanda-tanda primer harus ada, ditambah sekurang-
kurangnya empat menurut tanda-tanda lainnya dan beberapa antara lain wajib
berintensitas berat bila terdapat tanda-tanda penting (contohnya agitasi atau
retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak ingin atau
bisa buat melaporkan banyak tanda gejala secara rinci. Pembagian depresi berat
yang terakhir yaitu depresi berat menggunakan tanda-tanda psikotik, ciri-
cirinya: episode depresi berat yang memenuhi kriteria berdasarkan depresi
berat tanpa tanda-tanda psikotik, disertai waham, halusinasi atau stupor
depresif, waham umumnya melibatkan inspirasi mengenai dosa, kemiskinan
atau malapetaka yg mengancam dan pasien.merasa mempunyai tanggung
jawab atas hal itu.

2.4.5 Penanganan Depresi


Menurut beberapa penelitian ada beberapa macam terapi yang dapat
digunakan untuk mengatasi depresi yang pertaam ada terapi obat , pada terapi
ini ada tiga kategori utama obat-obat antidepresan(32) yaitu : trisiklik, seperti
imipramin (Tofranil) dan amitriptilin (Elavil): penghambat pengembalian
serotonin selektif (SSRI-Selective serotonin reuptake inhibitors), seperti
fluoksetin (Prozac) dan sertralin (Zoloft): penghambat monoamin oxidase
(MAO), seperti tranilsipromin (Parnate). Selajutnya ada terapi relaksasi, depresi
dapat di kurangi dengan melakukan teknik relaksasi. Relaksasi digunakan untuk
menenangkan pikiran dan melepaskan ketegangan(33). Terapi selanjutnya ada
terapi psikofarmaka dan psikoterapi, terapi ini menggunakan terapi aktivasi
perilaku, terapi perilaku kognitif, dan terapi interpersonal, atau menggunakan
psikofarmaka dengan obat antidepresan dan obat antianxietas. Michael Fredman
menyatakan bahwa kombinasi antara psikofarmaka dan psikoterapi terbukti
dapat meningkatkan efektifitas terapi(32).

2.5 Relaksasi
2.5.1 Definisi Relaksasi
Menurut beberapa ahli, pengertian gagal ginjal kronik didefinisikan
antara lain sebagai berikut:
Relaksasi merupakan suatu tekhnik yang dapat digunakan untuk
menenangkan pikiran dan meredakan ketegangan, melalui sebuah proses yang
secara progresif yang akan melepaskan ketegangan otot di setiap tubuh.
Relaksasi juga merupakan terapi yang digunakan dalam mengatasi masalah
psikologis seperti kecemasan dan depresi. Teknik relaksasi terdiri dari
pernapasan perut pada tingkat berirama lambat. Pasien dapat memejamkan
mata dan bernapas perlahan dan nyaman (33)(34)(35).
Terapi relaksasi adalah teknik yang berhubungan dengan perilaku
manusia yang efektif untuk nyeri akut, terutama nyeri yang disebabkan oleh
prosedur diagnostik dan bedah. Biasanya, membutuhkan 5-10 menit latihan
diperlukan sebelum pasien dapat secara efektif meminimalkan rasa sakit.
Dimana tujuan utama relaksasi adalah membantu pasien untuk rileks dan
meningkatkan berbagai aspek kesehatan fisik. Periode relaksasi yang teratur
dapat membantu melawan kelelahan dan ketegangan otot yang terjadi dengan
rasa sakit dan memperburuk rasa sakit(35).

2.5.2 Tujuan Relaksasi


Menurut sebuah penelitian yang dilakaukan oleh Dwi tujuan dari
relaksasi antara lain: untuk mengurangi ketegangan otot, kecemasan, nyeri
pada bagian leher dan punggung, tekanan darah meningkat, frekuensi jantung
dan tingkat metabolisme; mengurangi aritmia jantung, kebutuhan oksigen;
meningkatkan gelombang otak alfa yang terjadi ketika klien terjaga dan tidak
memusatkan perhatian seolah-olah mencoba untuk rileks; meningkatkan
perasaan kebugaran dan konsentrasi; meningkatkan kemampuan untuk
mengatasi stress; mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, lekas marah, kejang
otot, fobia ringan, gagap ringan; tujuan relaksasi yang terakhir yaitu untuk
mengembangkan emosi positif dari emosi negatif (36)(37).

2.5.3 Jenis-Jenis Relaksasi


Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menyebutkan
bahwa terdapat beberapa jenis relaksasi antara lain:
Terapi relaksasi nafas dalam, terapi ini merupakan bentuk dari
perawatan. Dalam hal ini, perawat akan mengajarkan klien cara mengambil
napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal), dan
menghembuskan napas perlahan . teknik relaksasi napas dalam tidak hanya
dapat menurunkan intensitas nyeri tetapi juga dapat meningkan ventilasi paru-
paru dan meningkatkan oksigenasi dalam darah. Tujuan teknik relaksasi nafas
dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveolus, untuk mempertahankan
pertukaran gas, untuk mencegah atelektasis paru, untuk mengurangi stres fisik
dan emosional(35). Jenis relaksasi selanjutnya yaitu relaksasi otot progesif.
Relaksasi otot progesif yaitu teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti. Terapi relaksasi otot progresif
merupakan terapi yang melibatkan peregangan otot kemudian dilakukan
relaksasi otot. ujuan dari terapi relaksasi otot progresif yaitu untuk untuk
mengurangi ketegangan otot, kecemasan, nyeri pada bagian leher dan
punggung (38).
Terapi relaksasi benson merupakan salah satu jenis terapi relaksasi.
Teknik pengobatan yang digunakan pada terapi relaksasi benson ini untuk
menghilangkan rasa sakit, insomnia (insomnia), atau kecemasan. Metode
pengobatan ini adalah bagian dari pengobatan spiritual. Teknik ini merupakan
upaya untuk memusatkan perhatian dengan mengulangi ungkapan-ungkapan
ritual dan. menghilangkan berbagai pikiran yang mengganggu untuk
mengurangi kecemasan(37).
Terapi relaksasi meditasi adalah metode latihan yang digunakan untuk
melatih perhatian dalam rangka meningkatkan tingkat kesadaran, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan proses mental lebih terkontrol secara sadar.
Efek dari meditasi meliputi peningkatan gelombang alfa dari gelombang otak
yang berada dalam keadaan tubuh yang rileks. Keuntungan dari terapi
relaksasi meditasi sangat banyak karena masalah psikologis, seperti kecemasan
dan depresi, dapat dikurangi dengan menggunakan terapi relaksasi ini, dan
meditasi merupakan teknik relaksasi yang mudah dipelajari(39).
2.6 Kerangka Teori

Etiologi gagal ginjal


kronik :

1. Glomerulonefritis
Indikasi Pemberian
2. Diabetes melitus Hemodialisis :
3. Hipertensi 1. Laju filtrasi glomerulus Terapi
4. Ginjal polikistik kurang dari 15 ml/menit Relaksasi

2. Kegagalan dalam
melakukan terapi Teknik Pernafasan
Penatalaksanaan gagal konservatif
ginjal kronis :
3. Adanya penyakit
Teknik Distraksi
1. Terapi spesifik neurologis
terhadap penyakit
4. Hiperkalemia
dasarnya Terapi Psikofarma

2. Pencegahan dan terapi


Kecemasan
terhadap kondisi Hemodialisis Dan
komorbid ( comorbid Depresi Terapi Energi
5. Diabetes
condition ),
melitus
Komplikasi yang terjadi
3. Memperlambat Terapi Psikoterapi
pada
6. hemodialisis
Hipertensi :
perburukkan fungsi
ginjal 1. 7. Ginjal
Hipotensi
polikistik
2. Keram otot
4. Pencegahan dan terapi Kecemasan
3. Mual
terhadap penyakit dan depresi
4. Muntah berkurang
kardiovaskular
5. Sakit kepala
5. pencegahan dan terapi 6. Nyeri dada
terhadap komplikasi, 7. Gatal-gatal
terapi pengganti ginjal
transplantasi ginjal Skema 2.1 Kerangka Teori

( Husnah(5); Lubis(13); Zasra(18); Hutagaol(6) )


Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

2.7 Kerangka Konsep

Variabel independent Variabel dependen

Terapi Relaksasi Penurunan Kecemasasn


Dan Depresi
DAFTAR PUSTAKA

1. Fajri Alfiannur, Fathra Annis Nauli APD. Hubungan Antara Kecerdasan


Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani Hemodialisa. 2015;29(6):58–9.

2. Kesehatan K. Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2010


[Internet]. Direktorat Jendral Kesehatan Ibu dan Anak. 2011. Jakarta.
Available from: http://www.depkes.go.id

3. Warjiman, Ivana T, Triatoni Y. Efektivitas Aromaterapi Inhalasi Lavender


Dalam Mengurangi Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa Di Blud Rsud
Dr. Doris. J Stikes Suaka Insa [Internet]. 2017;2(2):1–7. Available from:
http://journal.stikessuakainsan.ac.id/index.php/jksi/article/view/74

4. Tsang WT, Wang S. Grating masks suitable for ion-beam machining and
chemical etching. Appl Phys Lett. 1974;25(7):415–8.

5. Husna C. Gagal Ginjal Kronis Dan Penanganannya:Literature Review. J


Keperawatan. 2012;3(2):67–73.

6. Hutagaol EV. Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal


Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological
Intervention Di Unit Hemodialisa Rs Royal Prima Medan PRIMA MEDAN.
Light Another’s Word Eur Ethnogr Middle Ages. 2016;2:1–211.

7. Wahyuni A, Kartika IR, Asrul IF. Korelasi Lama Hemodialisa Dengan


Fungsi Kognitif. Real Nurs J. 2019;2(1):1.

8. Widayati D, Nuari NA, Setyono J. Peningkatan Motivasi dan Penerimaan


Keluarga dalam Merawat Pasien GGK dengan Terapi Hemodialisa melalui
Supportive Educative Group Therapy. J Kesehat. 2018;9(2):295.

9. Utami IAA, Santhi DGDD, Lestari AAW. Prevalensi dan komplikasi pada
penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2018. Intisari Sains Medis.
2020;11(3):1216–21.

10. Karinda TUS, Sugeng CEC, Moeis ES. Gambaran Komplikasi Penyakit
Ginjal Kronik Non Dialisis di Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof . Dr .
R . D . Kandou. J e-Clinic. 2019;7(2):169–75.

11. Sumigar G, Rompas S, Pondaag L, Studi P, Keperawatan I, Kedokteran F.


Diet Ckd. 2015;3.

12. Haryanti IAP, Nisa K. Terapi Konservatif dan Terapi Pengganti Ginjal
sebagai Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik. Majority. 2015;4(7):49–
54.

13. Lubis AR, Tarigan RR, Nasution BR, Ramadani S, Vegas A. Pedoman
penatalaksanaan gagal ginjal kronik. Div Nefrol Hipertens Dep Ilmu
Penyakit Dalam. 2016;1–31.

14. Yusuf, A.H F, ,R & Nihayati H. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Buku Ajar Keperawatan Kesehat Jiwa. 2015;1–366.

15. Susianti. TINGKAT KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIK TERAPI HEMODIALISIS. Obesitas Sent Dan Kadar Koles Darah
Total. 2015;11(1):87–95.

16. Aisara S, Azmi S, Yanni M. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal


Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. J
Kesehat Andalas. 2018;7(1):42.

17. Na L, Panggabean S, Lengkong JVM, Christine I. Kecemasan pada Penderita


Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RS Universitas
Kristen Indonesia. 2012;46:151–6.

18. Zasra R, Harun H, Azmi S. Indikasi dan Persiapan Hemodialis Pada Penyakit
Ginjal Kronis. J Kesehat Andalas. 2018;7(Supplement 2):183.

19. PERNEFRI. Konsensus Transplantasi Ginjal. Vol. 53. 2013. 1689–1699 p.


20. Nurani VM, Mariyanti S. Gambaran Makna Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa. J Psikol [Internet]. 2013;11(1):1–13.
Available from: http://kesehatan.kompas.com

21. Mayssara A. Abo Hassanin Supervised A. Profil kesehatan Indonesia 2008.


Pap Knowl Towar a Media Hist Doc. 2014;

22. Hayat A. Kecemasan dan Metode Pengendaliannya. Khazanah J Stud Islam


dan Hum. 2017;12(1):52–63.

23. Annisa DF, Ifdil I. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia).
Konselor. 2016;5(2):93.

24. Caninsti R. Kecemasan dan depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani terapi hemodialisis. J Psikol Ulayat. 2020;1(2):207–22.

25. Manurung M. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan


Pasien hemodialisa Di RSU HKBP Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun
2018. J Keperawatan Prior [Internet]. 2018;1(2):38–50. Available from:
http://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/jukep/article/view/189 %3E

26. Fauziah N, Rafiyah I, Solehati T. Parent’s Anxiety Towards Juvenile


Deliquency Phenomenon in Bandung, Indonesia. NurseLine J. 2018;3(2):52.

27. Rahayu S. Pencegahan Gangguan Kecemasan Dengan Intervensi Berbasis


Web. J Ilm Widya. 2016;3(3):1–5.

28. Dianovinina K. Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya. J


Psikogenes. 2018;6(1):69–78.

29. Dirgayunita A. Depresi: Ciri, Penyebab dan Penangannya. J An-Nafs Kaji


Penelit Psikol. 2016;1(1):1–14.

30. Robby DR. Journal of Social and Industrial Psychology. 2013;2(1):50–5.

31. Ismainar. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa. Ekp.


2015;13(3):1576–80.
32. Eva Yuliza. DEPRESI DAN PENANGANANNYA PADA MAHASISWA.
1995;179–96.

33. Pramono C, Hamranani SST, Sanjaya MY. Pengaruh Teknik Relaksasi Otot
Progresif terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di RSUD
Wonosari. J Ilmu Keperawatan Med Bedah. 2019;2(2):22.

34. Faruq MH, Purwanti OS, Purnama AP. Efek Relaksasi Benson Dalam
Menurunkan Kecemasan Pasien yang Menjalani Hemodialisa.
2020;16(1):24–9.

35. Aini L, Reskita R. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap


Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur. 2018;9(2013):262–6.

36. Rochmawati DH. TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESSIF UNTUK


MENURUNKAN KECEMASAN.

37. Hasanah U, Inayati A. Relaksasi Benson Menurunkan Tingkat Kecemasan


Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. J Ilm
Permas J Ilm STIKES Kendau. 2021;11:1–10.

38. Setyoadi S. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. 2011.

39. Nasruliyah Hikmatul Maghfiroh. EFEKTIVITAS TERAPI RELAKSASI


MEDITASI DALAM MENURUNKAN TINGKAT STRES. Ekp.
2015;13(3):1576–80.

Anda mungkin juga menyukai