Anda di halaman 1dari 3

PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM BIDANG KESEHATAN

Kesehatan merupakan bagian yang menyatu dengan tubuh manusia, satu frasa
menyatakan men sana in corpore sano, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang
kuat. Menggambarkan betapa pentingnya kesehatan bagi tubuh manusia, kesehatan
mampu menjadi pendukung sekaligus hambatan utama dalam melaksanakan suatu
kegiatan. Menilik begitu pentingnya kesehatan bagi kehidupan warganya, setiap negara
terutama Indonesia tentunya memiliki payung hukum untuk menjamin keberhasilan
pemenuhan hak warganya. Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Sejauh ini, yang kita pahami mengenai kesehatan adalah kondisi tubuh yang sehat dan
bugar serta mampu beraktivitas sebagaimana mestinya. Namun, seperti diungkit dalam
frasa sebelumnya, selain tubuh yang sehat dan bugar, kesehatan juga berhubungan
dengan kondisi mental atau kejiwaan yang stabil. Keduanya saling berhubungan, maka
dari itu harapan hidup dari masyarakat kita adalah sehat jasmani dan rohani. Lalu,
apakah harapan tersebut sudah terpenuhi?
Pada tahun 2020, tingkat kesehatan di Indonesia secara keseluruhan berada pada
peringkat 30 dunia, atau peringkat 4 di Asia Tenggara dengan indeks 56,6 poin.
Indonesia mengalami 4 transisi kesehatan yaitu transisi demografi yang mengakibatkan
tingkat natalitas meningkat, namun tingkat mortalitas dan harapan hidup untuk bayi dan
ibu hamil menurun. Transisi epidemiologi mengarah pada maraknya penyakit menular
dan tidak menular, termasuk pandemi COVID-19 dan penyakit seksual menular yang
perkembangannya masih tinggi di Indonesia. Transisi gizi mengalami permasalahan
yang cukup kompleks yaitu meningkatnya obesitas pada dewasa dan lansia, namun
stunting masih banyak dialami balita dan anak-anak. Transisi yang terakhir adalah
transisi perilaku, dimana masyarakat Indonesia memiliki pola hidup yang kurang sehat,
seperti jarang berolah raga, gemar mengkonsumsi junk food, melakukan diet ekstrem,
bahkan membawa pada kehidupan malam yang erat kaitannya dengan alkohol dan
nikotin. Tentu daja hal ini akan cepat berpengaruh pada kesehatan tubuh dan perilaku
mental masyarakat. Selain kesehatan jasmani yang bermasalah, ternyata kesehatan
mental di Indonesia juga mengalami polemik yang cukup panjang. Menurut riset yang
dilakukan oleh Badan Riset Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kesehatan
mental masyarakat mengalami penurunan yang signifikan selama pandemi COVID-19.
Bahkan tingkat gangguan mental naik 6% dan didominasi oleh masyarakat usia
produktif seperti remaja dan dewasa madya. Penyebab utamanya adalah rasa kesepian,
kondisi ekonomi, dan bahkan problematika internal keluarga.
Selain penurunan kualitas kesehatan, Indonesia juga mengalami permasalahan
kesenjangan pelayanan kesehatan antara laki-laki dan perempuan. Bahkan beberapa
perundang-undangan baru cenderung menurunkan kualitas kesehatan perempuan.
Seperti yang tercantum dalam UU Cipta Kerja asal 82 dan 83 yang mengatur tentang
cuti melahirkan dan hak menyusui bagi pekerja perempuan. Cuti melahirkan tidak
dihapuskan namun waktunya diperpendek, tentunya hal tersebut akan berakibat pada
kestabilan kondisi ibu yang baru melahirkan dan membutuhkan waktu istirahat yang
cukup. Kemudian, terkait hak untuk menyusui tidak dicantumkan dalam UU Cipta
Kerja secara, hal ini diakibatkan karena perubahan aturan upah satu waktu yang
dijalankan oleh beberapa perusahaan, pabrik, bahkan lembaga pemerintahan. Dari hal
ini, muncul beberapa isu gender di masyarakat yang harus segera dituntaskan. Isu
kebijakan gender yang berkembang, antara lain; urusan kehamilan dan kelahiran,
sosialisasi pedoman Making Pregnancy Safer (MPS) ditujukan pada ibu-ibu, Strategi
Nasional Peningkatan Pemberian ASI, Safe Motherhood ( keselamatan ibu pasca
melahirkan ), serta dalam hal reproduksi yang dituntut penggunaan alat kontrasepsi,
jumlah anak dan rujukan pelayanan kesehatan. Kesemuanya itu dianggap hanya menjadi
urusan perempuan saja (laki-laki tidak).
CISDI (Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives) menyatakan
bahwa penerapan perspektif gender, terutama oleh berbagai pihak yang berkepentingan,
adalah sebuah prasyarat terwujudnya pembangunan yang adil, inklusif, dan
berkelanjutan. Pengarusutamaan gender bukanlah upaya untuk memberi keadilan pada
satu gender atau kelompok tertentu saja, melainkan untuk semua. Dalam pembangunan
kesehatan, kesetaraan gender memiliki daya ungkit mewujudkan target-target kesehatan
(health outcomes) karena kelompok perempuan, kelompok rentan, dan minoritas kerap
menghadapi kendala dalam mengakses pelayanan kesehatan dasar akibat norma sosial
dan budaya. Pendekatan transformatif gender (gender transformative approach) adalah
sebuah cara membangun norma-norma baru untuk memenuhi hak setiap orang dalam
mengakses pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan perempuan dan pelibatan
kelompok pria dalam diskusi. Pengarusutamaan gender memiliki implikasi serius dalam
berbagai bidang. Situasi kesetaraan gender yang masih rendah di Indonesia perlu
mendapatkan perhatian lebih oleh semua pihak, baik oleh pemerintah maupun elemen
lainnya seperti media, dunia usaha, dan masyarakat sipil. Laki-laki pun bisa berperan
menjadi sekutu untuk memutus segala bentuk ketidakadilan gender. Untuk itu, pelibatan
laki-laki dalam diskursus gender sangat diperlukan. Laporan WHO terbaru di 41 negara
menunjukkan, pada kelompok masyarakat yang lebih setara secara gender, laki-laki
memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami Depresi. Pertumbuhan ekonomi
dan sosial negara pun memiliki dampak positif dengan adanya kontribusi dari kelompok
perempuan.

Anda mungkin juga menyukai