Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah seseorang yang berusia diatas 60 tahun dan merupakan
tahapan terakhir dari perkembangan manusia (Dewi, 2014). Lansia akan
melalui proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses
penuaan merupakan siklus hidup yang ditandai dengan menurunnya berbagai
fungsi organ dengan adanya perubahan struktur dan fungsi sel, jaringan dan
sistem organ seiring dengan pertambahan usia (Tatontos, 2019)
Lanjut usia yang disingkat dengan lansia merupakan bagian dari proses
perkembangan manusia. Permensos no 5 (2018) mengatakan bahwa lansia
adalah seseorang yang telah mencapaiusia 60 tahun. Usia lanjut seringkali
membawa pada penurunan kesehatan fisik maupun mental yang lebih besar
dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Proses alamiah ini tidak
bisa dihindari oleh siapapun. Setiap orang akan menjalani proses menjadi tua,
meskipun proses penurunan fungsi fisik maupun mental tidak sama untuk
masing-masing individu. Masing-masing individu memiliki proses penuaan
yang berbeda dan membawa permasalahan yang berbeda-beda pula.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi proses penuaan ini sehingga
menyebabkan penurunan kesehatan fisik maupun mental. Permasalahan yang
sering muncul dari proses menua ini yaitu kekurangsiapan seorang lansia
menyongsong hari tuanya. Seiring dengan bertambahnya usia seseorang,
meskipun tidak ada penyakit neurodegeneratif, namun akan tetap terjadi
perubahan struktur otaknya. Selain itu juga akan terjadi perubahan patologis
pada serebrovaskular yang berhubungan dengan kemunduran fungsi kognitif
(Kuczynski, 2009). Semakin meningkatnya umur maka tingkat penurunan
kognitif juga meningkat. Hasil penelitian Layla dan Wati (2017) pada 98
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Jakarta menunjukkan bahwa sebagian
besar dari mereka mengalami penurunan fungsi kognitif. Beberapa perubahan
perilaku pada lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah
keluyuran, agitasi, gangguan tidur, dan hiperaktivitas pada malam hari.
Perkembangan jumlah orang lanjut usia (lansia) dari tahun ke tahun
semakin cepat bertambah. Populasi lansia di Indonesia diperkirakan akan
mengalami ledakan pada dua dekade abad ke-21.Jumlah lansia di Indonesia
pada tahun 2019 diperkirakan 27,5 juta atau 10,3 persen dari seluruh
penduduk Indonesia. Angka populasi lansia di Indonesia pada tahun 2045
diperkirakan akan mencapai 57,0 juta atau 17,9 persen dari seluruh penduduk
Indonesia (Cicih, 2019). Lansia di Indonesia pada tahun 2021 diperkirakan
akan mencapai 30,1 juta jiwa. Jumlah lansia ini merupakan urutan ke 4 di
dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Menurut WHO, di kawasan
Asia Tenggara sekitar 142 juta jiwa atau 8 persen dari populasi ialah lanjut
usia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Persatuan Bangsa-
Bangsa (PBB) memprediksi bahwa persentase lansia Indonesia akan
mencapai 25 persen pada tahun 2050 atau sekitar 74 juta lansia. Pada tahun
2018, persentase lansia di Indonesia sudah mencapai 24,49 juta orang atau
9,27 persen. Kelompok lansia muda (antara umur 60-69 tahun) mendominasi
persentase lansia ini yaitu sebesar 63,39 persen, kelompok lansia madya
(antara umur 70-79 tahun) sebesar 27,92 persen, dan kelompok lansia tua
(umur 80+) sebesar 8,69 persen. Data proyeksi yang dikeluarkan oleh BPS,
memperkirakan pada tahun 2045 lansia Indonesia akan meningkat sebesar 2,5
kali lipat dibandingkan lansia tahun 2018. Pada tahun 2045, diprediksi ini
bahwa hampir seperlima penduduk Indonesia adalah lansia (Badan Pusat
Statistik, 2018). Perkembangan bertambahnya lansia yang begitu cepat akan
membawa dampak besar terhadap generasi berikutnya. Semakin meningkat
jumlah penduduk lansia, maka angka rasio ketergantungannya juga
meningkat, sehingga menyebabkan bertambahnya beban tanggungan
penduduk usia produktif. Pada tahun 2018 setiap 100 orang usia produktif di
Indonesia harus menanggung 15 orang lansia. Banyaknya populasi lansia
mengakibatkan tuntutan perawatan yang lebih besar sehingga menambah
tanggungan beban ekonomi penduduk usia produktif untuk membiayai
penduduk lansia (Badan Pusat Statistik, 2018). Alasan terjadinya
ketergantungan lansia terhadap generasi berikutnya atau orang lain untuk
merawat dirinya salah satunya adalah karena terjadi penurunan dan gangguan
pada fungsi kognitifnya. Proses menua dapat memunculkan gejala
menurunnya.
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak
yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi
peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga
negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena
dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat
semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan
pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya
bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan
mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual
yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita
gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua
perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari
populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas.
Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur
65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Mampu mengaplikasikan konsep dan teori keperawatan komunitas
kelompok khusus lansia yang telah diperoleh pada tahap akademik secara
nyata dalam memberikan Asuhan Keperawatan Komunitas kelompok
khusus lansia di Dusun Werdi Tengah RW 05 RT 9-11 dan RW 06
RT 12-14, Desa Werdi kelurahanWerdi Tengah, Desa Werdi, Kecamatan
Wonokerto, Kabupatn Pekalongan
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengertian kelompok khusu lansia.
b. Mengetahui ruang lingkup kelompok khusus lansia.
c. Mengetahui pentingnya keperawatan kelompok khusus lansia.
d. Mengetahui tujuan keperawatan kelompok khusus lansia.
e. Mengetahui model keperawatan kelompok khusus lansia.
f. Melakukan pengkajian dan pengumbulan data.
g. Melakukan analisa data dan skoring prioritas masalah
h. Menentukan diagnosa keperawatan
i. Melakukan penyusunan intervensi
j. Melakukan implementasi
k. Melakuakan evaluasi

C. Ruang Lingkup

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kelompok Khusus Lansia


Perubahan-perubahan dalam proses “aging” atau penuaan merupakan masa
ketika seorang individu berusaha untuk tetap menjalani hidup dengan bahagia
melalui berbagai perubahan dalam hidup. Bukan berarti hal ini dikatakan
sebagai “perubahan drastis” atau “kemunduran”. Secara definisi, seorang
individu yang telah melewati usia 45 tahun atau 60 tahun disebut lansia. Akan
tetapi, pelabelan ini dirasa kurang tepat. Hal
itu cenderung pada asumsi bahwa lansia itu lemah, penuh ketergantungan,
minim penghasilan, penyakitan, tidak produktif, dan masih banyak lagi
(Amalia, 2019). Menurut World Health Organization (WHO) lansia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi proses
yang disebut Aging Process atau proses penuaan.

B. Ruang Lingkup Kelompok Khusus Lansia


C. Pentingnya Keperawatan Kelompok Khusus Lansia
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula
penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda
dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu
menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi
lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen
populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi. (Amona,
2022)
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun
serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang
sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan,
kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa penyakit yang
sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran
dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Berdasarkan Undang-Undang
No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan bagi
lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan
produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu, Pemerintah wajib
menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok
lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif, hal ini merupakan
upaya peningkatan kesejahteraan lansia khususnya dalam bidang kesehatan.
Upaya promotif dan preventif merupakan faktor penting yang harus dilakukan
untuk mengurangi angka kesakitan pada lansia. Untuk mencapai tujuan
tresebut, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas program terkait di
lingkungan Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi. Kebijakan
Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kesehatan melalui penyediaan
sarana pelayanan kesehatan yang ramah bagi lansia bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan lansia supaya lebih berkualitas dan berdaya
guna bagi keluarga dan masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk
mendukung kebijakan tersebut antara lain pada pelayanan kesehatan dasar
dengan pendekatan Pelayanan Santun Lansia, meningkatkan upaya rujukan
kesehatan melalui pengembangan Poliklinik Geriatri Terpadu di Rumah
Sakit, dan menyediakan sarana dan prasarana yang ramah bagi
lansia.Kesadaran setiap lansia untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan hari
tua dengan sebaik dan sedini mungkin merupakan hal yang sangat penting.
Semua pelayanan kesehatan harus didasarkan pada konsep pendekatan siklus
hidup dengan tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut
usia. (Siti Nur K, 2016)
Pendapat lain menurut Siti Nur K (2016) menjelaskan bahwa lansia
mengalami perubahan dalam kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa
masalah. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu :
1. Masalah fisik.
2. Masalah kognitif ( intelektual ).
3. Masalah emosional.
4. Masalah spiritual.

D. Tujuan Keperawatan Kelompok Khusus Lansia


Menurut Dr Rita Benya dkk (2021) :
1. Tujuan Umum :
a. Peningkatan kesehatan (health promotion), Upaya yang dilakukan
adalah memelihara kesehatan dan mengoptimalkan kondisi lansia
dengan menjaga perilaku yang sehat. Contohnya adalah memberikan
pendidikan kesehatan tentang gizi seimbang pada lansia, perilaku
hidup bersih dan sehat serta manfaat olah raga.
b. Pencegahan penyakit (preventif), Upaya untuk mencegah terjadinya
penyakit karena proses penuaan dengan melakukan pemeriksaan
secara berkala untuk mendeteksi sedini mungkin terjadinya penyakit,
contohnya adalah pemeriksaan tekanan darah, gula darah, kolesterol
secara berkala, menjaga pola makan, contohnya makan 3 kali sehari
dengan jarak 6 jam, jumlah porsi makanan tidak terlalu banyak
mengandung karbohidrat (nasi, jagung, ubi) dan mengatur aktifitas dan
istirahat, misalnya tidur selama6-8jam/24jam.
c. Mengoptimalkan fungsi mental, Upaya yang dilakukan dengan
bimbingan rohani, diberikan ceramah agama, sholat berjamaah, senam
GLO (Gerak Latih Otak) (GLO) dan melakukan terapi aktivitas
kelompok, misalnya mendengarkan musik bersama lansia lain dan
menebak judul lagunya.
d. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum, Melakukan upaya
kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan pada penyakit yang
diderita lansia, terutama lansia yang memiliki resiko tinggi terhadap
penyakit, misalnya pada saat kegiatan Posyandu Lansia.
2. Tujuan Khusus :
a. Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri dan
produktif.
b. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal
mungkin.
c. Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup
lansia (Life Support).
d. Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit
(kronis atau akut).
e. Memelihara kemandirian lansia yang sakit seoptimal mungkin.

E. Model Keperawatan Kelompok Khusus Lansia


Menurut Dr Rita Benya dkk (2021) :
1. Sister Calista Roy
Model keperawatan Roy, dikenal dengan model “adaptasi” dimana
memandang setiap manusia mampu beradaptasi terhadap stimulus
internal maupun eksternal. Stimulus merupakan faktor yang
mengakibatkan sebuah respon. Penggunaan koping atau mekanisme
pertahanan diri, menunjukkan bahwa individu berespon melakukan peran
dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri keadaan
lingkungan sekitarnya dalam suatu rentang kontinu sehat maupun sakit.
Empat Elemen utama dari teori Roy yaitu :
a. Manusia (klien lansia) sebagai penerima asuhan keperawatan.
b. Lingkungan.
Dalam hal ini Roy menekankan agar lingkungan dapat di
design untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau
meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu terhadap
adanya perubahan
c. Kesehatan.
Asuhan keperawatan berdasarkan model Roy bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan lansia dengan cara meningkatkan respon
adaptifnya.
d. Keperawatan.
Upaya pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah untuk
meningkatkan kesehatan dengan cara memepertahankan perilaku
adaptif. Model adaptasi Roy menawarkan standar untuk
mengembangkan atau melaksanakan proses keperawatan melalui
berbagai elemen–elemen sebagai berikut:
1) Tahap I : Pengkajian.
Tahap yang bertujuan mengumpulkan data dan
memutuskan klien adaptif dan maladaptive..
2) Tahap II : Pengkajian faktor-faktor yang berpengaruh
Termasuk pengkajian stimulus yang berpengaruh terhadap
perubahan perilaku seseorang yaitu :
a) Stimulus Fokal : Perubahan perilaku yang dapat
diobservasi.
b) Stimulus Kontekstual : Berkontribusi terhadap penyebab
terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus fokal
c) Stimulus Residual : Mempengaruhi pengalaman masa lalu
lansia. Pengalaman masa lalu, sikap, budaya dan karakter
pada lansia merupakan faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
d) Diagnosis Keperawatan : Terdapat 3 metode dalam
menggunakan diagnosis dengan pendekatan 4 model adaptif
yaitu fisiologis (oksigenasi; nutrsi; eliminasi; aktifitas dan
istirahat; proteksi; sense; cairan dan elektrolit; fungsi
neurologi dan endokrin), konsep diri (konsep fisik dan
individu), fungsi peran (transisi peran; konflik peran; dan
gangguan atau kehilangan peran) dan interdependen (tingkat
ketergantungan).
e) Intervensi dan evaluasi : Tindakan keperawatan membantu
stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan pada
pengkajian tahap II untuk mengidentifikasi penyebab.
Penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan dinilai
efektif jika sesuai dengan tujuan yang diteteapkan.
Dimana antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu
sama lain karena merupakan suatu sistem.
2. Dorothea Orem
Self care (keperawatan mandiri) merupakan kegiatan yang
ditujukan pada usia lanjut dan dilakukan untuk mempertahankan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan baik sehat maupun sakit. Empat
konsep utama dalam model keperawatan orem yaitu :
a. Klien merupakan individu (lansia) dan kelompok yang tidak mampu
memper- tahankan self care untuk hidup dan sehat, pemulihan dari
sakit atau trauma.
b. Sehat diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok
memenuhi tuntutan self care yang berperan dalam mempertahankan
dan meningkatkan integritas structural fungsi dan perkembangan.
c. Lingkungan merupakan tatanan saat klien tidak dapat memenuhi
kebutuhan self care.
d. Keperawatan merupakan pelayanan yang dilakukan untuk membantu
individu, keluarga dan kelompok masyarakat dalam
mempertahankan self care dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
Tujuan keperawatan pada model Orem’s yang diterapkan pada
keperawatan gerontik yaitu :
a. Aspek Interpersonal: Hubungan lansia di dalam keluarga.
b. Aspek sosial: Hubungan lansia dengan masyarakat di sekitarnya.
c. Aspek prosedural: melatih kemampuan dasar lansia sehingga mampu
memper- tahankan tingkat kemandirian dan mengantisipasi
perubahan yang terjadi.
d. Aspek teknis: Mengajarkan pada lansia dan keluarga tentang Teknik
dasar yang dapat dilakukan secara mandiri seperti activity daily
living.
Pengetahuan dan ketrampilan untuk praktek :Perawat menolong
klien dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan self care dengan
pendekatan 3 kategori dan 5 metode bantuan dalam keperawatan yaitu:
a. Kategori Bantuan :
1) Wholly Compensatory : diperlukan oleh usia lanjut yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, misal
diberikan kepada usia lanjut dengan tingkat ketergantungan yang
tinggi.
2) Partially Compensatory : untuk situasi dimana perawat dan
lansia serta keluarga bersama–sama melakukan tindakan
keperawatan agar lansia mampu melakukan pengelolaan terhadap
penyakit hipertensi. Perawat dapat mengambil alih beberapa
aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh lansia.
3) Supportive Education: Pada situasi ini lansia telah mampu dan
dapat belajar untuk melakukan perawatan secara mandiri
(therapeutic self care) tetapi masih memerlukan bantuan. Lansia
membutuhkan bantuan untuk pembuatan keputusan,
mengendalikan perilaku dan mendapatkan pengetahuan serta
ketrampilan.
b. Metode Bantuan
Metode yang dignakan perawat untuk membantu klien
meliputi:
1) Acting atau melakukan sesuatu untuk klien.
2) Mengajarkan klien.
3) Mengarahkan klien.
4) Mensupport klien.
5) Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan
berkembang
3. Virginia Henderson
Model konsep keperawatan Virginia Handerson adalah model
konsep aktivitas sehari hari dengan memberikan gambaran tentang fungsi
utama perawat yaitu menolong seseorang yang sehat atau sakit dalam
usaha menjaga kesehatan atau penyembuhan atau untuk menghadapi
kematiannya dengan tenang. Tujuan ; Perawat membantu klien untuk
mendapatkan kembali kemandiriannya. Upaya tersebut dapat dilakukan
sendiri oleh klien bila ia sadar,berkemauan dan cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Penerapan Teori Virginia Henderson :
a. Pengkajian
b. Diagnosis Keperawatan ; dirumuskan berdasarkan dari analisis
data dari ke14 komponen kebutuhan dasar manusia.
4. Medeline Leininger
Teori Leininger adalah tentang culture care diversity and
universality, atau yang dikenal dengan transcultural nursing. Leininger
memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam keperawatan. Untuk
membantu perawat dalam menvisualisasikan. Leininger menjelaskan
teorinya dengan model sunrise. Sunrise model dikembangkan untuk
memvisualisasikan dimensi tentang pemahaman perawat mengenai
budaya yang berbeda. Perawat dapat menggunakan model ini saat
melakukan pengkajian dan perencanaan asuhan keperawatan, pada klien
dengan berbagai latar belakang budaya. Selain itu, sunrise model ini juga
dapat digunakan oleh perawat komunitas untuk menilai faktor cultural
care klien (individu, kelompok, khususnya keluarga) untuk mendapatkan
pemahaman budaya klien secara menyeluruh.
Tujuan : Mengembangkan sains dan disiplin keilmuan yang
humanis, sehingga tercipta praktik keperawatan berbasis kebudayaan
yang spesifik dan universal.
Penerapan : Perawat sebagai care giver diharuskan memahami
konsep teori Transcultural Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan
oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock atau
culture imposition. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu
kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai
budaya. Culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan
(perawat), baik secara diam maupun terbuka memaksakan nilai budaya,
keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pada individu,
keluarga, atau kelompok dan budaya lain karena mereka meyakini bahwa
budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.

5. Betty Neuman
Mengenai stress, Neuman mendefinisikan bahwa stres merupakan
suatu respon yang tidak spesifik dari tubuh terhadap suatu kebutuhan
yang muncul pada saat tertentu. Stress dapat meningkatkan kebutuhan
untuk melakukan penyesuaian kembali .Model konseptual model dari
Betty Neuman secara utuh memandang konsep dari paradigma
keperawatan itu sendiri. Dalam model sistem ini terdapat model sistem
klien, dimana neuman memandangnya dalam empat dimensi, yaitu
individu, keluarga, komunitas, dan masalah sosial. Dalam hal lain Neuman
juga mamandang manusia dalam hal fisiologis, psikologis, sosiokultural,
perkembangan dan spiritual.
Penggunaan konsep model sistem Neuman dalam praktik
pemberian asuhan keperawatan membantu perawat untuk memberikan
pelayanan yang bersifat utuh dan holistik. Konsep model ini selain dapat
diaplikasikan di tatanan praktik/klinik, dapat pula diterapkan di
pendidikan dan penelitian karena bersifat komprehensif dan mudah untuk
diaplikasikan
Penerapan neuman system model pada lansia dengan hipertensi
didapatkan hasil bahwa teori betty neuman dapat diterapkan dalam
pengkajian keperawatan komunitas dengan agregat lansia karena aspek
pengkajiannya secara holistik meliputi pengkajian psikologis, fisiologis,
sosial kultural, perkembangan dan spiritual. Penerapan intervensi
Neuman meliputi primer, sekunder, dan tersier dengan melihat garis
pertahanan fleksibel, normal, dan resisten
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KHUSUS LANSIA

A. Pengkajian
1. Core/ Inti Komunitas
a. History
b. Demographic
c. Ethnicity
d. Vital Statistic
e. Values and beliefs
2. Sub Sistem
a. Lingkungan Fisik
b. Pelayanan Kesehatan
c. Ekonomi
d. Tranportasi dan Keamanan
e. Politik dan Pemerintahan
f. Komunikasi
g. Education
h. Rekreasi
B. Data Dasar Anggota Kelompok
1. Pengenalan Tempat
a. Keluarga ibu Cananik
I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi : Jawa Tengah
2 Kabupaten/Kota*) : Surakarta
3 Kecamatan : Pasar Kliwon
: puskesmas Kode Puskesmas :
4 Nama Puskesmas
sangkrahan 1032190
5 Desa/Kelurahan*) :sangkrahan
6 RT / RW : RT 02 RW 02
Nomor Urut Rumah :
7
Tangga
8 Alamat rumah : Sangkrahan Rt 02/Rw 02, Sangkrahan, pasar kliwon,Surakarta

b. Keluarga bapak Suroto


I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi : Jawa Tengah
2 Kabupaten/Kota*) : Surakarta
3 Kecamatan : Pasar Kliwon
: Puskesmas Kode Puskesmas :
4 Nama Puskesmas
Sangkrahan 1032190
5 Desa/Kelurahan*) : sangkrahan
6 RT / RW : RT 02 RW 13
Nomor Urut Rumah :
7
Tangga
8 Alamat rumah : Sangkrahan Rt02/RW 13, Sangkrahan, Pasar kliwon, surakrta

c. Keluarga bapak Suwarno


I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi : Jawa Tengah
2 Kabupaten/Kota*) : Surakarta
3 Kecamatan : Pasar Kliwon
: Puskesmas Kode Puskesmas :
4 Nama Puskesmas
Sangkrahan 1032190
5 Desa/Kelurahan*) : Sangkrahan
6 RT / RW : RT 2 RW 2
Nomor Urut Rumah :
7
Tangga
8 Alamat rumah : Sangkrahan Rt 2/ Rw 2, Sangkrahan, pasar kliwon, Surakarta

d. Keluarga bapak Katno


I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi : Jawa Tengah
2 Kabupaten/Kota*) : Surakarta
3 Kecamatan : Pasar Kliwon
: Puskesmas Kode Puskesmas :
4 Nama Puskesmas
Sangkrahan 1032190
5 Desa/Kelurahan*) : Sangkrahan
6 RT / RW : RT 3 RW 12
Nomor Urut Rumah :
7
Tangga
8 Alamat rumah : Sangkrahan Rt 3/ Rw 12, sangkrahan , pasar kliwon, Surakarta
e. Keluarga Ibu Sriyani Mujiani
I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi : Jawa Tengah
2 Kabupaten/Kota*) : Surakarta
3 Kecamatan : Pasar Kliwon
: Puskesmas Kode Puskesmas :
4 Nama Puskesmas
Sangkrah 1032190
5 Desa/Kelurahan*) : Sangkrah
6 RT / RW :4/2 RT 4 RW 2
Nomor Urut Rumah :
7
Tangga
8 Alamat rumah : Sangkrah RT 4/ RW 2, Sangkrah, Pasar Kliwon, Surkarta

f. Keluarga bapak…
I. PENGENALAN TEMPAT
1 Provinsi : Jawa Tengah
2 Kabupaten/Kota*) : Surakarta
3 Kecamatan : Pasar Kliwon
: Puskesmas Kode Puskesmas :
4 Nama Puskesmas
Sangkrah 1032190
5 Desa/Kelurahan*) : Sangkrah
6 RT / RW : 1/6 RT 1 RW 6
Nomor Urut Rumah :
7
Tangga
8 Alamat rumah : Sangkrah RT 1/ RW 6, Sangkrah, Pasar Kliwon, Surakarta

Anda mungkin juga menyukai