Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA ATTACK

Disusun Oleh :

1. ANISA ULFATIN N (2204008)


2. AZHARUN NUR (2204013)
3. DIAN MA’RIFATUL M (2204019)
4. EGA DWI ANGGRAINI (2204024)
5. EKA HARYANTI (2204025)
6. IRMA OKTAVIA A (2204037)
7. KHOFIFAH NUR AINI (2204038)
8. NURUS SOBIKHATUL L (2204055

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK


PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2023

1
I. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Usia Lanjut
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade
(Notoatmojo,2020). Menurut WHO, 2018 dikatakan usia lanjut tergantung dari
konteks kebutuhan yang tidak bisa dipisah-pisahkan, konsep kebutuhan tersebut
dihubungkan seecara biologis sosial dan ekonomi. Lanjut usia atau usia tua
adalah suatu periode dalam tentang hidup seseorang, yaitu suatu periodedi mana
seseorang ’’beranjak jauh’’ dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau
beranjak dari waktu yang penuh bermanfaat (Hurlock, 2019).
Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur tua
dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2020). Menurut (Fatmah,
2019) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan
pada manusia dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa
perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan
kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang
mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti
manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta
ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2019).
2. Batasan-batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
menurut adalah sebagai berikut :
a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah empat tahapan yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
b. Di indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas terdapat dalam UU no
13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Menurut UU tersebut diatas
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria
maupun wanita (Padila, 2021).

2
3. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi pada lansia menurut Maryam, dkk (20019) antara lain lansia yaitu
sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi yaitu seseorang
yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorangyang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan, lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu
melaksanakan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa serta lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

4. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (2019) lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi dan rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

5. Proses Menua
Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia
(Darmojo, 2019). Proses menua ini ditandai dengan proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki
kerusakan yang diderita (Azizah, 2019).
Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap sel sehingga
bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan. (Azizah, 2019).
Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh darah
pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan pada
lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada ventrikel kiri
dan katup jantung yang mengalami penebalan dan membentuk tonjolan, jumlah
sel pacemaker mengalami penurunan yang mana implikasi klinisnya akan
menimbulkan disritmia pada lansia, kemudian terdapat arteri dan vena yang
menjadi kaku ketika dalam kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak kompeten
yang akibatnya akan menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada
ekstremitas (Stanley & Beare, 2018).

3
Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan dinding
ventrikel cenderung meningkat akibat adanya peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat elastis. Sehingga dapat berdampak pada kurangnya
kemampuan jantung untuk berdistensi. Pada permukaan di dalam jantung seperti
pada katup mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di
sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut
sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan
menghalangi pembukaan katup secara sempurna (Stanley & Beare, 2018).
6. Masalah-masalah Pada Lanjut Usia
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah
fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis. Dengan semakin
lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama di bidang
kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan
sosialnya. Hal ini mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunga yang
memerlukan bantuan orang lain. Lanjut usia tidak saja di tandai dengan
kenunduran fisik, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin
lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana akan
dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat
memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang (Stanley, 2021).
Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian diri mereka masih mempunyai
kemanpuan untuk bekerja. Permasalahannya yang mungkin timbul adalah
bagaiman memfungsikan tenaga dan kemampunan mereka tersebut di dalam
situasi keterbatasan kesempatan kerja. Masalah – masalah pada lanjut usia di
kategorikan ke dalam empat besar penderitaan lanjut usia yaitu imobilisasi,
ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia. Imobilisasi dapat disebabkan
karena alasan psikologis dan fisik. Alasan psikologis diantaranya apatis, depresi,
dan kebingungan. Setelah faktor psikologis, masalah fisik akan terjadi sehingga
memperburuk kondisi imobilisasi tersebut dan menyebabkan komplikasi sekunder
(Watson, 2020).
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorangmendadak terbaring dan terduduk
di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran

4
atau luka yang akibat jatuh dapat menyebabkan imobilisasi (Reuben, 1996 dalam
Darmojo, 2021).
Gangguan mental merupakan yang sering terjadi sehubungan dengan
terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan dengan
penyakit – penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga kebanyakan masalah
turunnya daya ingat lanjut usia bukanlah sebagai akibat langsung proses penuaan
tetapi karena penyakit. Sebagian besar lanjut usia memerlukan perawatan karena
menderita gangguan mental. Masalah utama yang memfunyai konsekuensi untuk
semua aktivitas sehari – hari. Lanjut usia yang mengalami konfusi tidak akan
mampu untuk makan, tidak mampumengontrol diri, bahkan menunjukkan perilaku
yang agresif sehingga lanjut usia memerlukan perawatan lanjutan untuk mengatasi
ketidakmampuan dan keamanan lingkungan tempat tinggal lanjut usia secara
umum. Bantuan yang di berikan adalah melalui petugas panti dan dukungan
keluarga. Insiden inkontinensia biasanya meningkat pada lanjut usia yang
kehilangan kontrol berkemih dan defekasi. Hal ini berhubungan dengan faktor
akibat penuaan dan faktor nutrisi seperti yang telah di jelaskan diatas adalah efek
dari imobilisasi (Darmojo, 2021).
7. Patofisiologi
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan asam urat. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah konsentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan asam urat akut berlangsung melalui beberapa fase
secara berurutan menurut (Ganong W. F Mcphee Stephen. 2018) :
a. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi kristal monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila
konsentrasi dalam plasma > 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan.
Sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursae, tendon, dan selaputnya.
Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai
macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk
berespon terhadap pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang
menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis
kristal oleh leukosit.

5
c. Fagositosis
Kristal difagositosis oleh leukosit membentuk fagolisosom dan
akhirnya membran vakuala disekeliling kristal bersatu dan membran
leukositik lisosom
d. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara peermukaan kristal membran lisosom. Peristiwa ini
menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase
radikal ke dalam sitoplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam
cairan sinovial yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan
kerusakan jaringan.
8. Teori-teori Proses Menua
Teori-Teori Menua Berdasarkan (Fatmah, 2019)):
a. Teori Penuaan ditinjau dari sudut biologis
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sel dalam tubuh lansia dikaitkan pada
proses penuaan tubuh lansia dari sudut pandang biologis.
1) Teori Genetik
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutative theory)
b) Teori mutasi somatik (error catastrope)
2) Teori Non-genetik
a) Teori penurunan sistem imun (Auto-Immune Theory)
b) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
c) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)
d) Teori Fisiologik
e) Teori “imunologi slow virus” (immunology slow virus theory)
3) Teori Sosiologis
Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang mengalami
penurunan dan penarikan diri terhadap sosialisasi dan partisipasi ke dalam
masyarakat.
a) Teori Aktivitas
b) Teori Kontinuitas

6
4) Teori Psikososial
9. Perubahan-Perubahan Pada Lanjut Usia
Menurut (Nugroho, 2020):
a. Perubahan Fisiologi
1) Sel
Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan kehidupan.
Semua sel pun menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama guna
membentuk energy (Guyton, 2022).
2) Pembuluh darah
Pembuluh darah meupakan sistem saluran tertutup yang membawa
darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke jantung. Aliran darah ke
setiap jaringan nantinya akan diatur oleh proses kimia lokal dan persarafan
umum serta mekanisme humoral yang dapat melebarkan dan
menyempitkan pembuluh darah dijaringan (Ganong, 2022).
3) Tekanan darah
Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh, yang bergantung pada volume darah, daya regang
(distensibilitas), dan dinding pembuluh. Jadi dapat diambil kesimpulan
bahwa tekanan darah merupakan tenaga dan tekanan yang digunakan oleh
darah pada setiap satuan daerah pada dinding pembuluh darah (Guyton,
2022).
4) Sistem persarafan menurut (Aspiani, 2018) :
a) Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
b) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
d) Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin.
e) Kurang sensitif terhadap sentuhan

7
5) Sistem Pendengaran (Aspiani, 2019)
Menurut (Azizah, 2019) perubahan pada sistem panca indera lainnya
adalah perubahan pada sistem pendengaran.
6) Sistem Penglihatan
Menurut (Azizah, 2019) Pada lansia terjadi perubahan pada sistem
indera salah satu gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan,
dimana daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta
ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan.
7) Sistem Pernapasan
Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru,
kapasitas total pada paru pun tetap, namun volume cadangan pada paru
berubah kemudian perubahan yang lainnya adalah berkurangnya udara
yang mengalir ke paru. Menurut (Nugroho, 2020) perubahan yang terjadi
pada sistem respirasi:
a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku
b) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk berkurang
c) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg
d) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia
8) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi akibat
perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia. Selain itu
lansia mengalami penurunan sekresi asam dan enzim. Perubahan yang lain
adalah perubahan pada morfologik yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan
otot pencernaan yang akan berdampak pada terganggunya fungsi
mengunyah dan menelan, serta terjadinya perubahan nafsu makan
(Fatmah, 2021).
9) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai
dengan mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-
laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meski adanya penurunan

8
secara berangsur-angsur, serta dorongan seks masih ada hingga usia 70
tahun (Azizah, 2019).
10) Pengaturan suhu tubuh
Menurut (Nugroho, 2020) pada pengaturan suhu, hipothalamus
dianggap bekerja sebagai suatu termostat. Faktor-faktor yang biasa ditemui
yang menjadi faktor kemunduran pada lansia yang biasa ditemui antara
lain:
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih
35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat
pula menggigil, pucat dan gelisah.
b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
b. Perubahan Mental
Menurut (Aspiani, 2019) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat pendidikan, lingkungan,
keturunan, dan perubahan fisik terutama panca indera.
10. Penyakit umum pada lanjut usia
Ada 4 penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua (Watson,
2020) yakni :
a. Gangguan sirkulasi darah misalnya hipertensi
b. Gangguan metabolisme hormonal misalnya diabetes melitus, klimakterium,
hipertiroid dan hipotiroid
c. Gangguan pada persendian misalnya osteoartritis, gout ataupun penyakit
kolagen lainnya
d. Berbagai macam neoplasma

Penyakit yang sering di jumpai pada lansia menurut NOPWC di inggris :

a. Gangguan pendengaran
b. Bronkhitis kronis
c. Gangguan tungkai
d. Gangguan pada sendi
e. Dimensia
f. DM,osteomalasia, hipotiroidisme

9
II. LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR ASMA ATTACK
1. Pengertian
Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada saluran napas
yang ditandai dengan adanya rasa sesak di dada yang berulang, batuk,
mengi yang merupakan akibat dari penyumbatan saluran pernapasan. Hal-
hal tersebut dapat menyebabkan gangguan dalam hidup penderita,
diantaranya kurang tidur, merasa lelah saat melakukan kegiatan yang
nantinya berimbas pada penurunan kualitas hidup penderita (American
Academy of Allergy, 2014).
Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi
berlebihan terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversibel (Padila,
2019). Definisi asma juga disebutkan oleh Reeves dalam buku Padila yang
menyatakan bahwa asma adalah obstruksi pada bronkus yang mengalami
inflamasi dan memiliki respon yang sensitif serta bersifat reversible.
Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat
adanya inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas
sehingga menjadi sangat sensitif terhadap masuknya benda asing yang
menimbulkan reaksi berlebihan. Akibatnya saluran nafas menyempit dan
jumlah udara yang masuk dalam paru-paru berkurang. Hal ini
menyebabkan timbulnya napas berbunyi (wheezing), batuk-batuk, dada
sesak, dan gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari
(Soedarto. 2018).
2. Etiologi
Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita
asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2019). Terdapat berbagai
keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara lain:
a. Kegiatan fisik (exercise)
b. Kontak dengan alergen dan irritan
Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di
sekitar penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap
hewan. Selain itu debu rumah yang mengandung tungau debu rumah
(house dust mites) juga dapat menyebabkan alergi. Hewan seperti lipas
(cockroaches, kecoa) dapat menjadi pemicu timbulnya alergi bagi

10
penderita asma. Bagian dari tumbuhan seperti tepung sari dan ilalang
serta jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai allergen.
Irritans atau iritasi pada penderita asma dapat disebabkan oleh
berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan
seperti udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat menyebabkan
iritasi. Bau-bauan yang menyengat dari cat atau masakan dapat
menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi emosi yang berlebihan
(menangis, tertawa) dan stres juga dapat memicu iritasi pada penderita
asma.
c. Akibat terjadinya infeksi virus
d. Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma
yaitu:
1) Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)
2) Sulfite (buah kering wine)
3) Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa
terbakar pada lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat
gejala serangan asma terutama yang terjadi pada malam hari
4) Bahan kimia dan debu di tempat kerja
5) Infeksi
3. Patofisiologi
Kejadian patofisiologis ini megakibatkan obstruksi jalan naapas yang
memburuk saat ekspirasi. Obstuksi jalan napas menyebabkan
ketidakcocokan V/Q hipoksemia sejak dini. Terperangkapnya udara
menyebabkan otot-otot pernapasan berada pada posisi mekanis yang tidak
menguntungkan dengan peningkatan beban kerja pernapasan yang
kemudian mengakibatkan penurunan ventilasi dan hiperkapnia. Dengan
demikian, sebagian besar dengan gejala akut mulai dengan respirasi cepat,
hipoksemia, dan alkalosis respirasi, tetapi obstruksi jalan napas persisten
mengakibatkan ventilasi dangkal yang tidak efisien dan asidosis respirasi.
(Burunner & Suddarth, 2019)
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea, wheezing,
pusing-pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas pendek,
kecemasan, diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalah salah satu

11
gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi
memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Gejala utama yang
sering muncul adalah dipsnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap
sebagai salah satu gejala yang harus ada bila serangan asma muncul.
5. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis asma dapat
ditegakkan. Riwayat adanya asma dalam keluarga dan adanya benda-
benda yang dapat memicu terjadinya reaksi asma penderita memperkuat
dugaan penyakit asma. Pemeriksaan spinometri hanya dapat dilakukan
pada penderita berumur di atas 5 tahun. Jika pemeriksaan spinometri
hasilnya baik, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menetapkan
penyebab asma, yaitu: (Soedarto, 2019)
a. Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma
b. Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari selama 1-
2 minggu
c. Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik
d. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux disease
e. Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus
f. Pemeriksaan Sinar-X thorax dan elektrokardiogram untuk menemukan
penyakit paru, jantung, atau adanya benda asing pada jalan napas
penderita
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
Menurut Lewist, et.al (2020) pengobatan asma diarahkan
terhadap gejala-gejala yang timbul saat serangan, mengendalikan
penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan kesehatan optimal yang
namun. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien
segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
1. Memberikan oksigen pernasal
2. Antagonis beta 2 adrenargik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg
atau terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang
dapat di ulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis
beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan
dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstose 5%

12
3. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan
obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah
dosis.
4. Kortikostreroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada
respon segera atau dalam serangan sangat berat 25
5. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan beta adrenergic dan anti kolinergik.
b. Non Farmakologis
Menurut Depkes RI, 2009 penatalaksanaan nonfarmakologis asma
yaitu:
1. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik
2. Latihan fisikuntuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
3. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
4. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari
5. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari
6. Hindarkan pasien dari factor pencetus
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Stanley, Mickey (2019), pengkajian keperawatan pada
lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia untuk
memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit,
diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi
kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan
data obyektif meliputi data:
a. Identitas klien yaitu meliputi data nama, tempat/tanggal lahir,
jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa
b. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi klien yang diperoleh
melalui wawancara yaitu meliputi data pekerjaan saat ini,
pekerjaan sebelumnya, sumber pendapatan, kecukupan
pendapatan
c. Lingkungan tempat tinggal klien yang diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara meliputi data kebersihan dan
kerapian ruangan, penerangan, sirkulasi udara, keadaan kamar

13
mandi dan wc, pembuangan air kotor, sumber air minum,
pembuangan sampah, sumber pencemaran, privasi, risiko injuri.
d. Riwayat kesehatan yang dibagi menjadi :
1) Status kesehatan saat ini yaitu meliputi keluhan utama
dalam 1 tahun terakhir, gejala yang dirasakan , faktor
pencetus, frekuensi timbulnya keluhan, upaya mengatasi
keluhan, apakah mengonsumsi obat-obatan, serta apakah
mengonsumsi obat tradisional.
2) Riwayat kesehatan masa lalu yaitu meliputi data tentang
penyakit yang pernah diderita, riwayat alergi, riwayat
kecelakaan, riwayat pernah dirawat di rs, serta riwayat
pemakaian obat.
e. Pola fungsional yaitu data yang meliputi data :
1) Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan yaitu data
tentang pandangan klien terhadap kesehatannya serta
kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
2) Nutrisi metabolik yaitu data yang meliputi tentang
frekuensi makan, nafsu makan, jenis makanan, makanan
yang tidak disukai, alergi terhadap makanan, pantangan
makanan, serta apakah ada keluhan yang berhubungan
dengan makan klien.
3) Eliminasi yaitu data tentang buang air kecil dan buang air
besar yang meliputi data frekuensi dan waktu, konsistensi,
riwayat pemakaian obat pencahar serta keluhan yang
berhubungan dengan buang air kecil dan buang air besar
klien.
4) Aktivitas pola latihan yang meliputi data tentang rutinitas
mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari, apakah
ada masalah dalam aktivitas harian, serta kemampuan
kemandirian klien.
5) Pola istirahat tidur meliputi pengkajian tentang lama tidur
malam dan tidur siang serta keluhan yang dirasakan
berhubungan dengan tidur klien.

14
6) Pola kognitif persepsi yang meliputi pengkajian tentang
apakah ada masalah penglihatan dan pendengaran pada
klien serta apakah ada masalah dalam pengambilan
keputusan pada klien.
7) Persepsi diri-pola konsep diri yaitu pengkajian yang
meliputi bagaimana klien memandang dirinya sebagai
lansia serta bagaimana persepsi klien tentang pandangan
orang lain terhadap dirinya.
8) Pola peran-hubungan yang meliputi pengkajian tentang
peran serta ikatan klien dan juga kepuasan tentang peran
klien di lingkungannya baik di pekerjaan, sosial maupun
dalam hubungan keluarga.
9) Seksualitas meliputi data riwayat reproduksi, kepuasan
seksual, serta apakah ada masalah maupun keluhan lain
berhubungan dengan seksualitasnya.
10) Koping-pola toleransi stress yaitu data tentang faktor
penyebab timbulnya stres pada klien serta bagaimana upaya
klien dalam mengatasi stresnya.
11) Nilai-pola keyakinan meliputi data tentang bagaimana pola
spiritual, keyakinan klien tentang kesehatannya, serta
keyakinan agama pada klien.
f. Pemeriksaan fisik yaitu pengkajian yang diperoleh petugas
melalui pemeriksaan terhadap keadaan fisik klien yang meliputi
data tentang keadaan umum, tanda-tanda vital, berat badan,
tinggi badan, kepala, rambut, mata, telinga, mulut, gigi dan
bibir, dada, abdomen, kulit, ekstremitas atas, ekstremitas bawah.
Ada juga pengkajian khusus pada lansia yang meliputi
pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif:
1) Pengkajian status fungsional dengan pemeriksaan Index
Katz
2) Pengkajian status kognitif
a) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire)
adalah penilaian fungsi intelektual lansia

15
b) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek
kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,
perhatian, dan kalkulasi, mengingat kembali dan
bahasa.

16
2. Pathway
Faktor pencetus serangan asma, alergi, infeksi
saluran napas, tekanan jiwa, kegiatan jasmani yang
berat, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja

Hiperaktifitas bronkus Edema mukosa dan Hipersekresi


dinding bronkus mukus

Peningkatan usaha dan frekuensi


pernapasan, pengunaan alat bantu

Ketidak efektifan bersihan Keluhan sintemis, mual, Keluhan psikososial,


jalan napas intake nutrisi tidak adekuat, kecemasan, ketidak akan
malaise, kelemahan & prognosis
keletihan fisik

Ansietas
Peningkatan kerja
Resiko deficit nutrisi
pernapasan hipoksemia
secara refersibel

Status asmatikus

Resiko tinggi
ketidakefektifan
pola napas Gagal napas kematian

(Brunner & Suddarth, 2019)

17
3. Nursing Care Plan (Rencana Asuhan Keperawatan)
a. Diagnose Keperawatan (SDKI)
Menurut Standar diagnose keperawatan Indonesia diagnose
keperawatan yang terdapat pada asma attack yaitu :
1) Pola Napas Tidak Efektif (D.0077)
2) Ansietas (D.0080)
b. Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)
1) Pola Napas Tidak Efektif
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pola napas tidak
efektif pada pasien dapat membaik SLKI (L.01004) dengan kriteria
hasil :
- Dyspnea menurun
- Frekuensi napas membaik
- Kedalaman napas membaik
2) Ansietas
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan tingkat ansietas menurun
SLKI (L.09093) dengan kriteria hasil :
- Perilaku gelisah menurun
- Perilaku tegang menurun
- Frekuensi pernapasan menurun
- Pola tidur membaik
c. Intervensi (SIKI)
1) Pola Napas Tidak Efektif
- Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Posisiskan semi-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
2) Ansietas
- Menciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan sushu ruangan nyaman

18
DAFTAR PUSTAKA

Burner dan Suddarth. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah edisi 8, Jakarta : EGC

Lewis,S.L., Heitkemper,M.M., Dirksen, S.R O’brien, P.G. & Bucher, L. (2019). Medical
Surgical Nursing : Assesment and Management of Cliniical Problems. Sevent Edition.
Volume 2 Mosyb Elsevier.

Doegoes, Marilynn E. 2019. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

PPNI (2016). Standar Diagnose Keperawatan Indonesia : definisi dan Indicator Diagnostic,
edisi I. Jakarta : Nuha Medika

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI

19

Anda mungkin juga menyukai