TINJAUAN PUSTAKA
1. LANSIA
2.1. Konsep Lansia
Lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun
atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan maupun karena sesuatu
hal tidak mampu lagi berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial)
(Depkes RI, 2001).
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (dalam Nugroho, 2008) lanjut
usia terbagi dalam empat tahapan, meliputi: usia pertengahan (middle age) 45-59
tahun, lanjut usia (ederly) 6075 tahun, lanjut usia tua (old) 7590 tahun, dan usia
sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun.
Menurut dokumen perkembangan lansia dalam kehidupan bangsa yang
diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan hari lanjut usia
nasional pada tahun 1966, batas umur lanjut usia di Indonesia adalah 60 tahun ke
atas (Hardywinoto & Setiabudhi, 1999). Hal tersebut diperkuat lagi dengan
undangundang No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat
1 yang menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun ke atas.
Lansia menurut Depkes RI (dalam Maryam, 2008) diklasifikasikan
menjadi lima tahapan perkembangan meliputi pralansia dengan usia 4559 tahun,
lansia dengan usia 60 tahun ke atas, lansia resiko tinggi dengan usia 70 keatas
atau seseorang berumur 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan, lansia
potensial (mampu melakukan pekerjaan/berkegiatan), dan lansia tidak potensial
(tidak mampu melakukan pekerjaan/berkegiatan dan bergantung pada orang lain).
1. Perubahan dan Ciri-ciri Lanjut Usia
Dibawah ini beberapa pendapat mengenai batasan umur antara lain :
a) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi :
1) Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
2) Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun
3) Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
9
proses menjadi tua merupakan gambaran yang universal, tidak seorang pun
mengetahui dengan pasti penyebab penuaan atau mengapa orang menjadi tua
pada usia yang berbeda-beda. Ada asumsi dasar tentang teori penuaan yang harus
diperhatikan dalam mempelajari lansia yaitu (1), Lansia bagian dari proses
tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua. Seseorang dengan
usia kronologis 70 tahun mungkin dapat memiliki usia fisiologis seperti orang
usia 50 tahun. Atau sebaliknya, seorang dengan usia 50 tahun mungkin memiliki
banyak penyakit kronis sehingga usia fisiologis 90 tahun (2), Peningkatan jumlah
lansia merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan teknologi abad ke 20
(Hardywinoto, 2007).
Menurut ahli Gerontology, James Birren, seperti dikutip oleh
(Hardywinoto, 2007), bertambahnya umur harapan hidup seseorang merupakan
hasil dari perkembangan dibidang kedokteran dan teknologi modern, yaitu dengan
penemuan tehnik pengobatan terhadap penyakit ganas, tehnik dan alat-alat
bedah/operasi modern, dan alat diagnosis (a), penuaan alamiah/fisiologis harus
dibedakan dari penuaan patologis. Penurunan fungsi tidak hanya disebabkan
faktor penuaan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor patologis. Penurunan
fungsi karena faktor patologis bukan penuaan yang normal dan (b), Tidak satu
teori pun mampu menjelaskan penuaan secara universal. Meskipun penuaan
merupakan proses yang universal, tidak seorangpun mengetahui penyebabnya
atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda.
Untuk menghasilkan penduduk lansia yang sehat tidaklah mudah dan
memerlukan kerjasama para pihak antara lain para lansia itu sendiri, keluarga,
masyarakat, Pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati kesejahteraan lansia
serta profesi dibidang kesehatan. Kerjasama ini menyangkut penyediaan dana,
sarana serta sumber daya manusia yang professional. Tidak kalah pentingnya
adalah peran aktif dari lansia dan keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup
sehat serta perawatan diri lansia itu sendiri (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Perlindungan kesehatan bagi lansia dilaksanakan oleh pihak pemerintah
dengan peran aktif dari swasta, institusi pemerhati kesejahteraan lansia dan
masyarakat, dengan mempertahankan nilai-nilai budaya. Perlindungan kesehatan
lansia diawali dengan dilaksanakannya pendataan ini bertujuan agar lansia
14
Tabel 2. Ratio Jenis Kelamin (sex ratio) pria per 100 wanita dari jumlah
penduduk lansia di dunia, kawasan maju, kawasan kurang maju dan Indonesia,
1980-2005
Negara/ Tahun
Kawasan 1980 2000 2005
Dunia 73 79 84
Kawasan Maju 62 67 73
Kawasan kurang
87 90 89
Maju
Indonesia 84 82 80
Sumber : Hardywinoto, 2007
16
D. Status perkawinan
Mengingat umur harapan hidup pada lansia wanita lebih tinggi dari pada
pria, jumlah penduduk lansia wanita yang mempunyai status menikah lebih kecil
daripada penduduk lansia pria. Menurut Email Salim (1984), yang dikutip oleh
(Hardywinoto, 2007), jumlah penduduk lansia wanita yang berstatus menikah
25%, dibandingkan dengan penduduk lansia pria yang besarnya 84%, karena
tingkat pendidikan mereka rendah dan partisipasi angkatan kerja golongan ini
rendah, mereka harus menanggung beban ekonomi lebih berat setelah suaminya
meninggal. Banyak diantara mereka tidak bias hidup secara mandiri lagi dan
terpaksa menjadi tanggungan anak serta keluarganya.
E. Pendidikan
Menurut data yang dikumpulkan Departemen Sosial Republik Indonesia
(1996), yang dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), tingkat pendidikan penduduk
lansia di Indonesia masih belum baik. Hal ini terlebih-lebih terlihat pada
penduduk lansia wanita yang tidak bersekolah, seperti dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini.
Penduduk
Persentase Pria Wanita
Lansia
Bersekolah 60.0% 40.3% 72.8%
Tidak lulus SD 23.3% 31.7% 16.5%
Tamat SD 14.1% 20.9% 8.1%
Di atas SD < 5.0%
Sumber : Hardywinoto, 2007
lebih mempunyai risiko tinggi atau rentan terhadap penyakit jika dibandingkan
dengan laki-laki.
Tingkat risiko penduduk lanjut usia di Indonesia dinilai dari latar belakang
pendidikan dan ekonominya. Lanjut usia yang hidup sendiri, kurang aman secara
finansial dan kurang punya akses untuk pengobatan bila sakit dan cacat
dibandingkan dengan yang mempunyai pasangan. Di sisi lain, tidak terbuka
lapangan pekerjaan bagi lanjut usia, baik di Indonesia maupun sebagian negara
sedang berkembang lainnya. Pada negara yang cakupan jaminan sosialnya
terbatas, aktivitas ekonomi dapat digunakan sebagai suatu tanda yang mewakili
jaminan finasial dan kebebasan, demikian juga dengan pekerjaan yang produktif
merupakan kunci pemberdayaan warga lanjut usia. Kondisi perempuan lanjut usia
kurang beruntung dibandingkan dengan kondisi lanjut usia laki-laki. Kondisi
tersebut menurut BPS RI Sakernas 2009 adalah sebagai berikut: Jumlah laki-laki
berusia-lanjut yang kawin sebesar 83,44%; cerai 1,05% duda; ditinggal mati
14,71%, sedangkan jumlah perempuan berusia-lanjut yang kawin sebesar
35,99%; cerai 3,10% dan janda ditinggal mati 59,49%; Jumlah laki-laki lanjut
usia yang berpendidikan SMA 9,78% dan yang tidak sekolah sebesar 17,87%;
sedangkan jumlah perempuan lanjut usia yang berpendidikan SMA sebesar 4,33%
dan yang tidak sekolah 44,53%; Jumlah laki-laki lanjut usia yang bekerja sebesar
63,07%, sedangkan jumlah perempuan lanjut usia yang bekerja 33,57%.
Sementara itu, penduduk perempuan lanjut usia lebih banyak bekerja sebagai
pengurus rumah tangga, yaitu 45,84%. Hal lain yang sangat menghambat
perlindungan terhadap lanjut usia untuk pencapaian hidup yang aman, berkualitas
dan terpenuhi hak asasinya, adalah stigma masyarakat terhadap lanjut usia.
Masyarakat masih mempunyai persepsi yang keliru terhadap lanjut usia karena
mereka dianggap identik dengan pikun, renta, loyo, tidak produkif, masa lalu,
ketinggalan zaman, cerewet dan beban. Dari penelitian tentang citra lanjut usia,
70% menunjukkan citra negatif seperti di atas. Akibatnya, perhatian, kepedulian
(care), penghargaan, dan martabat (dignity) dari keluarga, masyarakat dan
pemerintah terhadap lanjut usia kurang, bahkan mereka sering diterlantarkan atau
menjadi korban tindak kekerasan sebesar 10,16% pada perempuan dan laki-laki
8,28%.
21
berusia 60 tahun yang memiliki keluhan atau berusia lebih dari 70 tahun
(Erfandi, 2014).
2.5. alasan pendirian posyandu lansia
a) Jumlah populasi lansia semakin meningkat
b) Masalah kesehatan dan kehidupan social ekonomi yang banyak pada
lansia seiring dengan kemunduran fungsi tubuh.
c) Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan dan bimbingan lain,
khususnya dalam upaya mengurangi atau mengatasi dampak penuaan,
mendorong lansia untuk tetap aktif, produktif, dan mandiri.
d) Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dampak globalisasi
memungkinkan setiap orang mandiri sehingga kelompok lansia terpisah
jarak dengan anak-anaknya, sedangkan para lansia tetap membutuhkan
sarana untuk hidup sehat dan bersosialisasi.
e) Posyandu berlandaskan semboyan, dari masyarakat, untuk masyarakat,
dan oleh masyarakat sehingga timbul rasa memiliki dari masyarakat
terhadap sarana pelayanan yang berbasis masyarakat tersebut.
2.6. Ruang lingkup posyandu lansia
Ruang lingkup posyandu lansia menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri atau Permendagri No. 19 Tahun 2011 pasal 5 adalah mengintegrasikan
layanan sosial dasar, yang meliputi:
a) Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan.
b) Perilaku hidup bersih dan sehat.
c) Kesehatan lansia.
d) Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.
e) Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil, dan penyandang
masalah kesejahteraan social.
f) Peningkatan ekonomi keluarga.
2.7. Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia
Pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia meliputi pemeriksaan kesehatan fisik
dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Lansia sebagai alat
pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita
(deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan mencatat
24
4. Kader
a. Tugas kader dalam posyandu lanjut usia antara lain:
b) Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan pada
kegiatan posyandu.
c) Memobilisasi sasaran pada hari pelayanan posyandu.
d) Melakukan pendaftaran sasaran pada pelayanan posyandu
lanjut usia.
e) Melaksanakan kegiatan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan para lanjut usia dan mencatatnya
dalam KMS atau buku pencatatan lainnya.
f) Membantu petugas dalam pelaksanaan pemeriksaan
kesehatan dan pelayanan lainnya.
g) Melakukan penyuluhan ( kesehatan, gizi, sosial, agama dan
karya) sesuai dengan minatnya.
b. Mekanisme Kerja
Untuk memberikan pelayanan kesehatan dan sosial yang prima
terhadap lanjut usia di kelompoknya, dibutuhkan perencanaan
yang matang, pelaksanaan yang benar dan tepat waktu, serta
pengendalian yang akurat.
c. Perencanaan
Dalam menyusun perencanaan dibutuhkan data-data:
a) Jumlah penduduk dan KK di wilayah cakupan
b) Kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah cakupan
c) Jumlah lanjut usia keseluruhan (per kelompok umur)
d) Kondisi kesehatan lanjut usia di wilayah cakupan
e) Jumlah lanjut usia yang mandiri
f) Jumlah lanjut usia yang cacat
g) Jumlah lanjut usia terlantar, rawan terlantar dan tidak
terlantar.
h) Jumlah lanjut usia yang produktif
i) Jumlah lanjut usia yang mengalami tindakan penelantaran,
pelecehan, pengucilan dan kekerasan
27
pendapatan per kapita, (4) selera, (5) jumlah penduduk, (6) distribusi
pendapatan dan (7) upaya pemasaran, yang dapat dikaitkan dengan kualitas
pelayanan (Samuelson & Nordhaus, 2003:p.55-57). Namun, karena adanya
spesifikasi dalam kebutuhan akan pelayanan kesehatan, maka perlu dikaji
kesesuaiannya dengan teori yang lebih tepat. Beberapa teori terkait
pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dikaji dari :
a. Teori Demand Menurut Grossman, Mills dan Feldstein
Menurut Grossman (1972) seperti dikutip Nadjib (1999), bahwa faktor
yang mempengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan atau rumah
sakit adalah : kejadian penyakit, karakteristik kultural demografi, dan
factor ekonomi. Menurut Mills (1990:p.133), demand terhadap pelayanan
kesehatan dapat diartikan sebagai bertemunya kemampuan dan kemauan
(ATP vs WTP) dalam diri seseorang. Demand dan pemanfaatan layanan
kesehatan di Negara berkembang dapat dikaitkan dengan :
a) Faktor demografi, seperti umur, pendidikan, seks dan status
kesehatan,
b) Faktor ekonomi seperti pendapatan, tarif atau harga pelayanan, cara
pembayaran, dan biaya transportasi.
c) Faktor non ekonomi seperi waktu dan kemudahan akses mencapai
pelayanan,dan kualitas pelayanan kesehatan.
Feldstein (1993:p.78-84), mengemukakan bahwa faktor yang berhubungan
dengan demand penderita terhadap pelayanan medis sangat berkaitan
dengan faktor yang ada pada pasien dan provider kesehatan itu sendiri,
antara lain :
a) Insiden penyakit atau kebutuhan pelayanan dari pasien
b) Faktor sosiodemografi : umur, seks, status perkawinan, jumlah
anggota
keluarga dan pendidikan.
c) Faktor ekonomi : pendapatan, harga layanan, nilai waktu yang
dipergunakan
untuk mencari pengobatan
31
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Teori Anderson Teori Green
Faktor Reinforcing
- Dukungan keluarga
- Dukungan teman
sebaya
- Dukungan
Pemerintah
- Dukungan petugas
kesehatan
- Dukungan akses
/media informasi