Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK

ARTRITIS GOUT (ASAM URAT)

A. LATAR BELAKANG
1. Data Pendukung
Menua adalah seseorang yang mengalami perubahan karena usia,  perubahan
faktor fisik seperti : penglihatan dan pendengaran menurun, aktivitas  tubuh
menurun, dan kulit tampak mengendur. Sedangkan dari faktor psikolgis  seperti :
adanya penurunan percaya diri, rasa kesepian dan berasa tidak berguna  bagi orang
lain. Penuaan merupakan suatu proses yang normal perubahan yang  berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang  hidup, usia tua
ialah fase terakir dalam rentang kehidupan manusia (Fatimah.  2010).
Menurut (Artinawati, 2016) Menua (menjadi tua) adalah suatu proses 
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki 
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat 
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita. 
Seiring dengan pertumbuhan seseorang, usia pun juga bertambah, dari  anak-
anak, remaja awal, remaja akhir, dewasa awal, dewasa madya dan dewasa  akhir.
Perubahan ini juga diikuti dengan perubahan lainnya, yaitu perubahan fisik  dan
perubahan fungsi mental atau psikososial. pengaruh proses menua dapat 
menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik, biologis, mental maupun sosial 
ekonomis. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 
2004, lanjut usia ( lansia) adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun ke 
atas (kemenkes RI, 2017).
Menurut American College of Rheumatology (2012), gout arthritis adalah suatu
penyakit dan potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak
lama, gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri inflamasi satu sendi.
Gout arthritis adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling
sering di sendi besar jempol kaki. Namun, gout arthritis tidak terbatas pada jempol
kaki, dapat juga mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut,
lengan, pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya
hanya mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah
dan dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi.
Gout arthritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan terbesar diseluruh
dunia. Gout arthritis merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat
di dalam cairan ekstraselular (Sudoyo, 2010).
2. Data yang akan digali lebih lanjut
a. Pengkajian asuhan keperawatan pada Lansia dengan Gout
b. Diagnosa keperawatan terkait masalah keperawatan yang dialami Lansia dengan
Gout Arthritis
c. Perencanaan asuhan keperawatan pada Lansia dengan Gout Artritis
d. Pelaksanaan asuhan keperawatan terkait masalah keperawatan pada Lansia
dengan Gout Arthritis.

B. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Lansia adalah Seseorang yang mengalami perubahan biologis, fisik,  kejiwaan
dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh  aspek kehidupan,
termasuk kesehatan dan kemandirian. Secara umum  seseorang yang dikatakan lanjut
usia jika sudah berusia diatas 60 tahun  (Maryam, 2010). 
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur  kehidupan
manusia, menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998  tentang kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut atau lansia adalah seseorang  yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Atinawati, 2014). 
Macam-macam penuaan berdasarkan perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan
sosial dalam Fatimah (2010):
a. Penuaan biologik
Merujuk pada perubahan struktur dan fungsi yang terjadi sepanjang kehidupan.

b. Penuaan fungsional
Merujuk pada kapasitas individual mengenai fungsinya dalam masyarakat,
dibandingkan dengan orang lain yang sebaya
c. Penuaan psikologik
Perubahan prilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan reaksinya terhadap
perubahan biologis.
d. Penuaan sosiologik
Merujuk pada peran dan kebiasaan sosial individu di masyarakat.
e. Penuaan spiritual
Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara berhubungan dengan orang
lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan dunia terhadap dirinya.

2. Klasifikasi
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

3. Karakteristik
menurut Keliat (1999) dan Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang
kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga
kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008)

4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe
usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana.
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan,
yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep
habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).

5. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Duvall dalam Wong (2008) tugas perkembangan lansia meliputi:
a. mengalihkan peran bekerja dengan masa senggang dan persiapan pensiun atau
pensiun penuh
b. memelihara fungsi pasangan dan fungsi individu serta beradaptasi dengan proses
penuaan,
c. mempersiapkan diri untuk menghadapi proses kematian dan kehilangan pasangan
hidup dan/atau saudara kandung maupun teman sebaya. Sedangkan menurut
Erickson tugas perkembangan pada masa lansia adalah integritas ego (Stolte,
2003).
Menerima apa yang telah dilakukan seseorang dengan bijak tanpa memperhatikan
rasa sakit dan proses yang terjadi dalam perjalanannya menjadi bagian dari tugas ini.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan lansia berinti pada adaptasi
dan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi pada lansia baik dari fisik,
psikologis, dan sosial.
6. Perubahan - Perubahan Yang Terjadi Akibat Proses Penuaan
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya adalah sebagai-berikut:
a. Perubahan Kondisi Fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke
semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan, pendengaran,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan itegumen. (Mubarak,et
al 2011).
 Sistem Indra
Sistem pendengaran : Gangguan pada pendengaran (prebiakusis)
oleh karena hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada- nada yang tinggi, suara yang
tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia > 60
tahun.
 Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea
dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot.
 Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi..
Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan
yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian
menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi
menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya
kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang:
berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan
lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.
 Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin,
klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah menjadi
jaringan ikat.
 Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
 Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena
kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar menurun
(kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
 Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, misalnya laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorpsi oleh ginjal.
 Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
 Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovari dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif
Menurut Hurlock (2006) dalam perubahan pada fungsi kognitif
diantaranya :
 Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan
kecepatan memori jangka pendek.
 Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
 Kemampuan verbal dalam bidang kosa kata akan menetap bila tidak
terdapat suatu penyakit

c. Perubahan Kondisi Mental


Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Perubahan-perubahan mental ini erat sekali hubungannya dengan perubahan fisik,
keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan, dan situasi lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kondisi mental diantaranya:
Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa;
 Kesehatan umum;
 Tingkat pendidikan;
 Keturunan;
 Lingkungan;
 Gangguan saraf panca indra;
 Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan;
 Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga;
 Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri
dan konsep diri; (Mubarak,et al 2011).

d. Perubahan Psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan ini
sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang bersangkutan. Orang
yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja, mendadak dihadapkan untuk
menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan
bijaksana, maka ia akan mempersiapkan diri dengan menciptakan berbagai bidang
minat untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunnya akan memberikan
kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Namun, bagi banyak pekerja, pensiun
berarti terputus dengan lingkungan, teman-teman yang akrab, dan disingkirkan
untuk duduk-duduk di rumah atau bermain domino di klub pria lanjut usia
(Mubarak,et al 2011).

C. KONSEP DASAR ARTRITIS GOUT


1. Definisi
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat
yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas,
pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005).
Gout merupakan penyakit metabolic yang ditandai oleh penumpukan asam urat
yang menyebabkan nyeri pada sendi. (Moreau, David. 2005).
Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam
urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.
Jadi, Gout atau sering disebut “asam urat” adalah suatu penyakit metabolik
dimana tubuh tidak dapat mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam
urat yang menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi.

2. Proses Degeneratif Sistem Terkait


Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang berhubungan dengan proses
penurunan fungsi organ tubuh yang biasa terjadi pada usia tua. Disebut penyakit usia
tua karena kejadiannya selalu bersangkutan dengan proses degenerasi usia lanjut
yang akan berlangsung sesuai waktu dan umur (Noviyanti, 2019).
Disebut penyakit degeneratif karena angka kejadiannya bersangkutan dengan
proses degenerasi pada usia lanjut yang berlangsung sesuai waktu dan umur (Irianto,
2014). Penyakit degeneratif pada umumnya menyerang sistem saraf, pembuluh
darah, otot, dan tulang manusia. Contoh penyakit yang menyerang pembuluh darah,
persendian, dan tulang salah satunya adalah asam urat (Tapan, 2005).
Asam urat disebut juga artritis gout termasuk suatu penyakit degeneratif yang
menyerang persendian, dan paling sering dijumpai di masyarakat terutama dialami
oleh lanjut usia (lansia). Namun tak jarang penyakit ini juga ditemukan pada
golongan pralansia (Damayanti, 2012).
Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Zat purin sebenarnya
ialah zat metabolisme dalam tubuh normalnya 3,6-8,3 mg/dL Kelebihan zat purin
dalam tubuh akan mengakibatkan ginjal sukar mengeluarkannya tersebut sehingga
peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia
seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa
nyeri yang teramat sangat bagi penderitannya. Penyakit ini sering disebut penyakit
gout atau lebih dikenal dengan penyakit asam urat (Andry, 2009). Hidup dan pola
makan yang tidak sehat merupakan faktor pemicu meningkatnya kadar asam urat
dalam darah atau disebut hiperurisemia (Noviyanti, 2019).

3. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Beberapa faktor lain yang mendukung, seperti :
a. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam
urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
b. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan
ginjal yang akan menyebabkan :
 Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia.
 Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asam urat
seperti : aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta
zolamid dan etambutol.
4. Tanda Dan Gejala
Terdapat empat stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati: (Silvi A. price)
a. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam urat
serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam urat
serum.
b. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak pembengkakan dan
nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi
metatarsophalangeal.
c. Stadium tiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat
gelaja-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu
kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
d. Stadium keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang
terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan
kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku,
juga pembesaran dan penonjolan sendi bengkak.

5. Klasifikasi
Menurut (Ahmad, 2011) jenis asam urat yaitu :
a. Gout primer
Pada gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik).
b. Gout sekunder
Pada gout sekunder disebabkan antara antara lain karena meningkatnya
produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengonsumsi makanan dengan kadar
purin tinggi.
Peningkatan produksi asam urat
6. Patofisiologi
GOUT

Alkohol, diet tinggi purin Obat-obatan


(Gout primer) (Gout sekunder)

Hipersaturasi dari urat  produksi asam urat  Kadar laktat


plasma dan cairan tubuh
Pengendapan asam urat Hambatan ekskresi asam urat oleh ginjal
Penimbunan di dalam dan sekeliling sendi
Kristalisasi asam urat

Nyeri b.d inflamasi Peradangan (inflamasi) Serangan Gout Hiperurisemia

Serangan berulang-ulang Nefrolitiasis

- Atritis akut Gangguan citra tubuh b.d  ekskresi asam urat oleh ginjal
- Tofi adanya tofi
Membentuk kristal asam urat - Proteinuria
Gangguan mobilitas fisik - Hipertensi ringan
Destruksi sendi dan jaringan lunak b.d disfungsi persendian
Batu ginjal asam urat
Kurangnya pengetahuan
Disfungsi persendian mengenai penyakit b.d tidak
terpaparnya informasi

Resiko cidera
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan kadar asam urat meningkat dalam darah (> 6 mg %)
b. Pemeriksaan kadar asam urat yang enzimatik.
c. Pemeriksaan urin
Ditemukan kadar asam urat tinggi (500 mg % / liter per 24 jam)
d. Melihat respon dari gejala-gejala pada sendi terhadap pemberian Cholasin.
Cholasin adalah obat yang menghambat aktifitas fagositik dari leukosit sehingga
memberikan perubahan sehingga memberikan perubahan yang dramatis dan cepat
meredakan gejala-gejala.

8. Penatalaksanaan
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan kronik. Ada
3 tahapan dalam terapi penyakit ini:
 Mengatasi serangan akut
 Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat pada
jaringan, terutama persendian
 Terapi pencegahan menggunakan terapi hipouresemik

9. Terapi non farmakologi


Terapi non farmakologi merupakan strategi esensial dalam penanganan gout.
Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres dingin, modifikasi diet,
mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan pada pasien yang kelebihan
berat badan terbukti efektif.

10. Terapi farmakologi


Serangan akut
Istirahat dan terapi cepat dnegan pemberian NSAID, misalnya indometasin 200
mg/hari atau diklofenak 159 mg/hari, merupakan terapi lini pertama dalam menangani
serangan akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin harus
dihindari karena ekskresi aspirin berkompetesi dengan asam urat dan dapat
memperparah serangan gout akut. Obat yang menurunkan kadar asam urat serum
(allopurinol dan obat urikosurik seperti probenesid dan sulfinpirazon) tidak boleh
digunakan pada serangan akut.
Penanganan NSAID, inhibitor cyclooxigenase-2 (COX 2), kolkisin dan kortikosteroid
untuk serangan akut dibicarakan berikut ini :
1. NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang mengalami
serangan gout akut. NSAID harus diberikan dengan dosis sepenuhnya pada 24-48
jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang. NSAID yang umum digunakan untuk
mengatasi episode gout akut adalah :
 Naproxen- awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari
 Piroxicam- awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari
 Diclofenac- awal 100 ,g, kemudian 50 mg 3x/hari
2. COX-2 inhibitor; Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 yang dilisensikan
untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan
bermanfaat terutama bagi pasien yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal
NSAID non selektif. COX-2 inhibitor mempunyai resiko efek samping
gastrointestinal bagian atas lebih rendah dibanding NSAID non selektif.
3. Colchicine merupaka terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout akut. Namun
dibanding NSAID kurang populer karena kerjanya lebih lambat dan efek samping
lebih sering dijumpai.
4. Steroid adalah strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin. Cara ini dapat
meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena.
Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial diagnosis antara atrithis
sepsis dan gout akut.

Serangan kronik
Kontrol jangka panjang hiperuriesmia merupakan faktor penting untuk mencegah
terjadinya serangan akut gout, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu asam urat.
Penggunaan allopurinol, urikourik dan feboxsotat untuk terapi gout kronik dijelaskan
berikut ini:
1. Allopurinol ; obat hipouresemik pilihan untu gout kronik adalah alluporinol, selain
mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan
produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase.
2. Obat urikosurik; kebanyakan pasien dengan hiperuresmia yang sedikit
mengekskresikan asam urat dapat terapi dengan obat urikosurik. Urikosurik seperti
probenesid (500 mg-1 g 2x/hari).
4. Kriteria Evaluasi
Evaluasi menurut Ziegler, Voughan-Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle,
2003), terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur → Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara
atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek
lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan
administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan
dalam area yang diinginkan.
b. Evaluasi proses → Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat, dan
apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa
tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses
mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan
fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal
perawat.
c. Evaluasi hasil → Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respon
perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi formatif dilakukan sesaat
setelah perawat melakukan tindakan pada lansia. Evaluasi hasil/sumatif: menilai
hasil asuhan keperawatan yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku
lansia setelah semua tindakan keperawatan dilakukan.
Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi, teratasi sebagian, atau
tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan antara SOAP (Subjektive-
Objektive-Asessment-Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.

 S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah


tindakan diberikan.
 O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
 A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
 P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisis.

SOP PEMERIKSAAN ASAM URAT DENGAN STIK


Pengertian Pemeriksaan untuk menilai kadar Asam urat didalam tubuh dengan
pengambilan sampel darah perifer
Tujuan Sebagai acuan untuk mengetahui kadar Asam Urat Pasien dan
sebagai data dalam menentukan diagnosa dan proses penyakit serta
pengobatannya
Prosedur Persiapan Alat:
a. Multi Check Pemeriksaan asam urat
b. Blood lancet
c. Kapas alcohol
d. Tisu
e. Strip asam urat

Langkah-langkah
a. Petugas menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan
b. Petugas mencuci tangan
c. Dekatkan alat dengan pasien
d. Pastikan alat bisa digunakan
e. Pasang strip asam urat pada alat
f. Desinfeksi jari pasien pada area penusukan
g. Menusukkan lancet dijari tangan pasien
h. Memasukkan darah pasien ke dalam strip yang telah terpasang
pada alat
i. Menutup area penusukan dengan kapas alkohol
j. Menunggu hasilnya selama 10 detik dan membaca hasil
Tahap Catat seluruh hasil dan tindakan dalam catatan keperawatan:
pendokumentasia - Nama dan tanda tangan
n - Tanggal dan jam pemeriksaan
- Hasil pemeriksaan

Anda mungkin juga menyukai