Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Proses menua merupakan proses dimana terjadinya penurunan fungsi organ dan
penurunan perkembangan fisik yang tidak dapat dihindari. Jumlah lansia dari tahun ke tahun
terus bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah harapan hidup. Menteri Kesehatan
padatahun 2014 mencatat jumlah lansia di Indonesia berjumlah 18.781 juta jiwa dan pada
tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014).
Osteoartritis (OA) adalah penyakit rematik yang paling sering mengenai lansia akibat
gangguan metabolisme yang diikuti oleh beberapa perubahan pada sistem muskuloskeletal
pada lansia. Osteoathritis merupakan suatu patologi yang dimulai dari kartilago hialin sendi
lutut, dimana terjadi pembentukan osteofit pada tulang rawan sendi dan jaringan subchondral
yang menyebabkan penurunan elastisitas dari sendi. Selain permukaan sendi (tulang rawan
sendi) osteoathritis juga mengenai daerah-daerah sekitar sendi dan tulang subchondral,
capsul sendi yang membungkus sendi dan otot-otot yang melekat berdekatan dengan sendi.
Akibat dari semua itu akan menimbulkan keluhan berupa adanya nyeri pada lutut terutama
pada bagian medial lutut, kekakuan atau keterbatasan gerak dalam pola capsular pattern sendi
lutut, gangguan stabilitas sendi dan menurunnya fungsi lutut yaitu sebagai penerima beban
tubuh dan juga fungsionalnya dalam berjalan. Akibat dari itu maka osteoarthritis dapat
mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas sehari –
hari yang dimaksud adalah seperti makan, minum, berjalan, tidur, mandi, berpakaian, BAK,
dan BAB.
Menurut survey pendahuluan yang dilakukan di posyandu lansia Nedyo waras dan Ngudi
waras Kelurahan Jebres pada bulan agustus, penderita osteoarthritis yang paling banyak
terdapat pada rentang usia 60-72 tahun. Pada penderita osteoarthritis ini banyak pada masuk
grade 1 sebanyak 33 orang dan grade 2 sebanyak 31 orang. Dengan permaslahan tersebut
maka peneliti mengangkat judul tentang “Hubungan Antara Nyeri Lutut Osteoarthritis
Dengan Aktivitas Fisik Pada Lansia”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
bagaimana asuhan keperawatan pada lansia (Lanjut Usia) dengan Osteoarthritis?
2. Apakah ada hubungan antara nyeri lutut osteoarthritis dengan aktivitas fisik pada lansia ?

3. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah keperawatan gerontik.
2. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan dasar bagi lansia.
3. Untuk mengetahui pendekatan keperawatan lansia.
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR GERONTIK
1. PENGERTIAN GERONTIK
Pengertian Lansia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3),
(4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

2. KARAKTERISTIK GERONTIK
a. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia Resiko Tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003)
d. Lansia Potensial Lansia yagn masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)
e. Lansia tidak Potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada orang lain (Depkes RI, 2003)
Karakteristik Lansia Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang
Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptif
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervasiasi

3. TIPE GERONTIK
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, penglaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.

4. TEORI-TEORI PROSES PENUAAN


Teori-teori Proses Penuaan Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi serta memperbaiki keerusakan yang diderita (constantinides, 1994).
Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah
kesehatan atau yang biasa disebut penyakit degeneratif.
a. Teori Biologi Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow
theory, teori stress, teori radikal bebas dan teori rantai silang
b. Teori genetik dan mutasi Menurut teori genetik dan mutasi menua terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsi sel). Terjadi pengumpulan pigmen atau lemak
dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk sisa, sebagai contoh adalah
adanya pigmen lipofusin di sel otot jantung dan sel susunan saraf pusat pada lansia
yang mengakibatkan teganggunya fungsi sel itu sendiri. Pada teori biologi dikenal
istilah “pemakaian dan perusakan” (wear and tear) yang terjadi karena kelebihan
usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada
teori ini juga didapatkan terjadinya peningkatan jumlah kolagen dalam tubuh lansia,
tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi. Immunology
slow theory Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh.
c. teori stress teori stress mengungkapkan terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress yang menyebabkan sel-sel
tubuh lelah dipakai.
d. Teori radikal bebas Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat
melakukan regenerasi.
e. Teori rantai silang Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel
yang tua atau usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan dan hilangnya fungsi sel.
f. Teori Psikologi Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara ilmiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yagn efektif. Keperibadian individu yagn
terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari
seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu
berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ditunjang dengan status
sosialnya.

B. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Osteoarthritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenerative atau osteoarthritis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan
dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas), (Smeltzer, C Suzanne, 2002
hal 1087).
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini
jarang ditemui pada usia dibawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia 60
tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi
(Sunarto,1994,Solomon,1997).
Menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) Osteoartritis merupakan kelainan
sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi
penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang
rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang
yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme,
fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial
dan jaringan tulang yang membentuk persendian ( R. Boedhi Darmojo & Martono
Hadi,1999)

2. ETIOLOGI
Osteoarthritis dapat diklasifikan menjadi idiopatik (primer) atau sekunder.
Osteoarthritis idiopatik mengenai individu yang tidak memilii riwayat kerusakan sendi,
penyakit sendi, atau sistemik yang berhubungan dengan berkembangnya osteoarthritis.
Osteoarthritis sekunder lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita hal ini
diakibatkan oleh trauma, penyakit sendi yang lain, nekrosis avascular, atau kelainan
inflamasi neuropatik seperti penyakit legg calve perthaes. Artritis traumatis dapat terjadi
setelah fraktur, atau kerusakan sendi yang terbuka.
Osteoarthritis pada awalnya tidak dikategorikan sebagai penyakit genetic, terdapat
predesposisi genetic yang berkaitan dengan berkembangnya penyakit idiopatik. Kasus
osteoarthritis yang terestimasi sebesar 10-60 % ternyata berkaitan dengan genetic, dengan
variasi pada sendi yang terlibat. Bukti yang ditemukan saat ini memperkirakan adanya
gen autosomal resesif yang berperan pada awal dari kerusakan sendi. Selain itu, hormone
seks dan factor hormonal lainnya juga diyakini memiliki peran dalam berkembangnya
dan progrsivitas osteoarthritis.
Oleh karena osteoarthritis merupakan penyakit kronis, dan tidak dapat disembuhkan
para penyedia layanan kesehatan lebih fokus pada factor risikoyang dapat di modifikasi
untuk mengurangi dampak penyakit. Sebagai contoh, berbagai penelitian telah
menunjukkan bahwa individu yang mengalami obesitas lebih berisiko tinggi menderita
osteoarthritis dilutut daripada kelompok individu dengan berat badan normal. Walaupun
individu obesitas memiliki resiko lebih tinggi mengalami pada panggul hubungan ini
tidak sekuat dan tidak sekonsisten seperti pada osteoartghritis lutut. Variasi resiko ini
berkaitan dengan jumlah tekanan yang berbeda yang diberikan pada sendi ketika
seseorang berdiri ataupun berjalan. Hingga hamper 6 kali berat badan tubuh yang
diberikan pada lutut, sedangan hanya 3 kali berat badan yang diberikan pada panggul.
Pengurangan berat badan atau pemeliharaan penting untuk meminimalisasi efek
osteoarthritis.

3. KLASIFIKASI
a. Osteoarthritis dapat diklasifikan menjadi idiopatik (primer) atau sekunder.
Osteoarthritis idiopatik mengenai individu yang tidak memilii riwayat kerusakan
sendi, penyakit sendi, atau sistemik yang berhubungan dengan berkembangnya
osteoarthritis. Penyakit sendi sendi paling sering ditemukan pada orang dewasa pada
usia 65 tahun atau lebih, osteoarthritis idiopatik lebih sering ditemukan pada wanita
dari pada pria. Hal ini menibulkan ketidakmampuan sebagai efek yang ditimbulkan
pada sendi-sendi besar penunjang berat dan tulang belakang.
b. Osteoarthritis sekunder lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita hal ini
diakibatkan oleh trauma, penyakit sendi yang lain, nekrosis avascular, atau kelainan
inflamasi neuropatik seperti penyakit legg calve perthaes. Artritis traumatis dapat
terjadi setelah fraktur, atau kerusakan sendi yang terbuka. Hal ini dapat pula terjadi
akibat kerusakan berulang yang berhubungan dengan pekerjaan individu atau
olahraga tertentu (seperti : artritis pergelangan tangan pada pemain keyboard,
manifestasi kelainan bahu pada pemukul bola baseball)

4. MANIFESTASI KLINIS
Terdapat perubahan yaitu adanya osteofit dan menyempitnya celah sendi akibat sari
erosi kartila go antikular. Oleh karena tingkat keparahan manifestasi tidak selalu
berkorelasi dengan perubahan sendi, maka ACR telah menetapkan bahwa kriteria
klasifikasi osteoarthritis tidak bergantung murni pada perubahan yang ditemukan secara
radiologis saja, namun bervariasi tergantung pada sendi yang terkena.
Terdapat dua manifestasi klinis yang dapat membantu penegakan diagnosis
osteoarthritis: Nyeri yang bertambah berat dan keterbatasan pergerakan. Sendi yang
terkena dapat pula mengalami krepitus, nyeri tekan ringan pada daerah sendi yang
terkena, kekakuan sendi yang bertambah dengan aktifitas dan berkurang dengan istirahat,
serta kemungkinan pembearan sendi. Satu atau lebih sendi dapat terkena, namun kedua
sendi yang terkena dapat tidak simetris. Pertumbuhan tulang yang baru ditangan dapat
menjadi bukti akan terjadinya nodul heberden (interfalang distal sendi DIP) atau nodul
couchard (interfalang proksimal sendi PIP).

5. KOMPLIKASI
 Gangguan atau kesulitan bergerak
 Kelumpuhan yang menurun kualitas hidup penderita
 Resiko jatuh .
 Patah tulang.

6. PATOFISIOLOGI
Kartilago artikuler yang sehat akan tampak rata , berkilau , dan berwarna putih . hal
ini menunjukkan vikoelastisitas dan kemampuan kompresif yang berkaitan dengan
kemampuannya menahan goncangan . kondrosit , sel yang memproduksi kartilago, secara
konstan meremajakan dan memelihara integritas kartilago artikular yang akan
memproduksi matriks kartilago dengan cara menghasilkan dua tipe kolagen dan
proteogliken . proteogliken yang bersifat hidrofilik (menarik air ) secara signifikan
menambah kemampuan kartilago untuk menahan beban berat pada penggunaan sendi .
Secara sederhana, osteoarthritis dapat dideskripsikan sebagai sebuah proses degredasi
matriks kartilago yang diikuti dengan ketidakefektifan usaha tubuh dalam memperbaiki.
Perubahan patologis dini adalah pengurangan proteoglikan dalam matriks,yang diikuti
dengan pelunakan dan hilangnya elastisitas pada kartilago. Ketika tubuh berusaha
mengompensasi , pertama kali kondrosit akan berproliferasi dan meningkatkan produksi
sintesis proteogliken dan kolagen. Destruksi yang progresif oleh enzim lisosom akan
meningkatkan produksi melampaui sendi. Perubahan pada sintesis kolagen juga akan
terjadi , meminimalkan kemampuan kompresif dari kartilago . faktor faktor yang
menyebabkan perubahan –perubahan tersebut belum sepenuhnya dimengerti, namun
yang jelas. Efek pada kartilago adalah hilangnya kemampuan menahan air pada
penggunaan beban yang berat .
Fibrilasi , erosi , dan keretakan terjadi pada lapisan superfisial dari kartilago ketika
serat kolagen pecah . kartilago mengalami perubahan warna menjadi kuning , dan rusak
pada permukaan artikular , pertumbuhan tulang meningkat pada batas sendi ,
pertumbuhan tulang abnormal ,(osteofit ) terjadi pula (figur 26-1) . bagian tengah
kartilago yang diikuti oleh pembangunan kartilago dan tulang di perifer , menghasilkan
ketidakseimbangan pada permukaan tulang . distribusi normal akibat tekanan normal
akan berubah , mengakibatkan nyeri dan pergerakan yang terbatas. Cairan sinovium juga
akan berespons dengan adanya sekresi berlebih dari cairan sinovial , menjadi inflamasi
dan pembengkakan kapsul sendi .
7. WOC
8. PEMERIKSAAN DIAGNIOSTIK
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
 Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik
 Pemeriksaan rutin biasanya didapatkan adanya peningkatan kadar leukosit , laju
endap darah , dan CRP
 Pemeriksaan cairan synovia melalui artrosentesis untuk mendeteksi adanya
artritissepsis
Pemeriksaan cairan synovial biasa lebih bermanfaat dari x-ray . jika sel darah
putih pada cairan synovial >1000 per µL , dapat di duga artritis inflamasi atau
Gout dan Pseudo gout Dapat di defenisikan adanya kristal.
4. Radiodiagnostik
Dilakukan untuk mendeteksi perubahan progresif dari kartilago dan tulang, adanya
osteofit , penurunan ruang sendi , asimetris sendi , selerosis subkondral , dan formasi
kista subkondrial . pemeriksaan x-ray merupakan indikasi untuk mengevaluasi nyeri
tangan kronik dan nyeri panggul yang diduga disebabkan oleh OA. Untuk nyeri lutut
x-ray sebaiknya dilakukan jika gejala atau tanda tidak khas OA. Atau nyeri
tetapterasa setelah pengobatan yang efektif.

9. PEMERIKSAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Medis
Tujuan manajemen medis osteoartritis adalah
1) Manajemen nyeri dengan perbaikan dan pemeliharaan mobilitas
2) Kemandirian fungsional dan pemeliharaan kualitas hidup .
Hampir semua klien diterapi dengan osteoartritis dapat diterapi secara sukses dengan
pendekatan konservatif yang melibatkan penggunaan bersama beberapa modalitas . klien
akan mengalami perbaikan klinis dengan adanya kesimbangan antara istirahat dan
olahraga . pola hidup yang pasif ( kurang gerak ) dapat mengakibatkan kenaikan berat
badan pada klien , yang akan mengeksaserbasi manifestasi artritis . latihan fisik juga akan
menurunkan berat badan , yang harus dijalankan pada klien dengan obesitas karena klien
dengan obesitas akan mengalami kerusakan sendi lebih cepat dari pada ekstremitas
bawah . apabila sesi latihan singkat juga menambah rasa nyeri pada klien dengan OA ,
terapi gerakan seperti thai chi dapat disarankan sebagai alternatif dampak kecil untuk
meningkatkan kesehatan dan fleksibelitas sesuai batas klien sendiri . klien dengan
osteoartritis hendaknya mengerti pentingnya istirahat apabila sendi yang terkena sedang
nyeri . penggunaan tongkat konralateral dapat mengurangi nyeri sendi pada episode
nyeri berat di panggul. Beberapa klien juga mengalami perbaikan nyeri dengan
mengaplikasikan panas pada sendi yang terkena atau dengan penggantian kompres panas
dan dingin .
obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) sebelumnya dikatakan sebagai obat
marfologis utama penanganan osteoartritis . penelitian menunjukan bahwa NSAID akan
mendisrupsi metabolisme kartilago artikular . tingginya kematian pada lansia juga
berhubungan dengan NSAID setiap tahunya , biasanya disebabkan karena pendarahan
gastrointestinal .
berdasarkan panduan ACR individu dengan osteoartritis seharusnya terapinya diganti
dengan NSAID jika nyerinya memberat dan menetap walaupun telah diberi asetaminofin
dosis maksimal .
Keperawatan
Tujuan penanganan keperawatan adalah promosi kesehatan , adaptasi positif klien
dengan osteoritis . edukasi adalah kunci bagi suksesnya terapi penyakit , dan para
perawat memegang peran penting sebagai pemberi edukasi bagi klien . mengedukasi
klien mengenai obat obatan juga penting bagi seorang perawat demi suksesnya
penanganan nyeri jangka panjang . sebagai contoh klien yang mengonsumsi NSAID
harus di edukasikan mengenai manifestasi perdarahan gastrointestinal , seperti nyeri
abdomen , tinja yang berwarna kehitaman , dan hematemesis . memperkuat kebutuhan
klien untuk mencari pertolongan dokter apabila terjadi hal tersebut diatas .
klien yang menggunakan suplemen diet juga membutuhkan informasi mengenai
resiko dan keuntungan serta sebagai interaksi dengan terapi yang di terapkan . walaupun
suplemen memiliki peran dalam terapi penanganan artritis , klien juga harus mengerti
implikasi penundaan obat obatan ataupun pemilihan pengobatan yang lain yang belum di
buktikan dari pada yang telah terbukti .
10. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan preventif
 Penurunan berat badan
 Pencegahan cidera
 Screening sendi paha
 Pendekatan ergonomic untuk memodifikasi stress akibat kerja.
b. Farmakologi : obat NSAID bila nyeri muncul
c. Terapi konservatif : kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-alat
ortotik untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi.
d. Irigasi tidal (pembasuhan debris dari rongga sendi), debridemen artroscopik,
e. Pembedahan : artroplasti.

11. PENGKAJIAN
a) Identitas
 Usia
Biasanya lebih dari 40 tahun dari semua faktor resiko untuk timbulnya
osteoartritis, faktor penuaan adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa
osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada
penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis.
 Jenis kelamin
Biasanya wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-
laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara
pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause)
frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
 Suku bangsa
Biasanya nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku
bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
b) Pola
a. Aktivitas/Istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit:
kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
b. Pola Nutrisi Metabolik
Makanan / Cairan Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi
makanan atau cairan adekuat mual, anoreksia. Kesulitan untuk mengunyah,
penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.
c. Pola Eliminasi
- Nyeri/kenyamanan Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan
pembengkakan jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan
(terutama pagi hari).
- Keamanan Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus, Lesi kulit, ulkas kaki,
Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, Demam ringan
menetap, Kekeringan pada mata dan membran mukosa
d. Pola aktivitas dan Latihan
- Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
e. Pola Tidur dan Istirahat
Kaji perbedaan waktu tidur sebelum dan sesudah sakit dan jumlah tidur dan
istirahat per hari.
f. Pola Kognitif dan Perseptual
- Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri,
ketergantungan pada orang lain.
g. Pola persepsi dan Konsep diri
- Integritas Ego
Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
- Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
- Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
h. Pola peran dan Hubungan Dengan Sesama (koping)
- Interaksi Sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.
i. Pola Reproduksi – Seksualitas
Kaji pengetahuan klien tentang hubungan penyakit dengan masalah seksualitas.
Ada atau tidaknya gangguan fungsional/seksual karena penyakit yang diderita
(osteoarthritis) . Klien mengalami perubahan atau masalah seksualitas yang
berhubungan dengan penyakit kronik yang diderita .
j. Pola Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Adakah gangguan penyesuaian diri klien terhadap lingkungan dan situasi yang
baru berhubungan dengan penyakit.
k. Pola Sistem Nilai Kepercayaan
Apa yang menjadi tujuan hidup klien agar dapat menjadi motivasi dalam melawan
rasa dan penyakit yang di derita klien.
c) Pemeriksaan fisik
 Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
 Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi synovial
o Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
o Catat bila ada krepitasi
o Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
o Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
o Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
o Ukur kekuatan otot
o Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
o Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
12. DIAGNOSA
1. Nyeri akut b.d agen cidera (distensi jaringan oleh akumulasi cairan atau proses
inflamasi obstruksi sendi)
2. Hambatan mobilitas fisik b.d deformitas skeletal, nyeri ketidaknyamanan, intoleransi
aktivita,penurunan kekuatan otot
3. Gangguan citra tubuh atau perubahan penampilan peran b.d perubahan kemampuan
untuk melaksanakn tugas-tugas umum

13. INTERVENSI KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Hambatan mobilitas Ambulasi Terapi latihan : ambulasi
fisik Indikator Aktivitas
 Menopang berat  Bantu pasien untuk
badan menggunakan alas kaki
 Berjalan dengan yang memfasilitasi pasien
langkah yang efektif untuk berjalan dan
 Berjalan dengan mencegah cidera
pelan  Konsultasikan pada ahli
 Berjalan dengan terapi fisik mengenai
kecepatan sedang rencana ambulasi, sesuai
Pergerakan kebutuhan
Indikator  Gunakan sabuk untuk
 Keseimbangan berjalan untuk membantu
 Koordinasi perpindahan dan ambulasi,

 Cara berjalan sesuai kebutuhan

 Gerakan otot  Bantu pasien untuk

 Gerakan sendi perpindahan, sesuai

 Kinerja pengaturan kebutuhan

tubuh  Terapkan / sediakan alat

 Berjalan bantu (tongkat, walker, atau


kursi roda) untuk ambulasi,
jika pasien tidak stabil
 Bantu pasien dengan
ambulasi awal dan jika
diperlukan
 Instruksikan pasien
mengenai pemindahan dan
teknik ambulasi yang aman
 Monitor penggunaan kruk
pasien atau alat bantu
berjalan lainnya
 Bantu pasien untuk berdiri
dan ambulasi dengan jarak
tertentu dan dengan
sejumlah staf tertentu
 Dorong ambulasi
independen dalam batas
aman
2. Gangguan citra tubuh Citra tubuh Peningkatan citra tubuh
Indikator Aktivitas
 Gambaran internal  Tentukan harapan citra diri
diri pasien didasarkan pada
 Deskripsi bagian tahap perkembangan
tubuh yang terkena  Gunakan bimbingan
dampak antisipasif menyiapkan
 Sikap terhadap pasien terkait dengan
menyentuh bagian perubahan-perubahan citra
tubuh yang terkena tubuh yang telah diprediksi
dampak  Bantu pasien untuk
 Sikap terhadap mendiskusikan perubahan-
penggunaan strategi perubahan bagian tubuh
untuk meningkatkan yang disebabkan adanya
penampilan penyakit atau pembedahan
 Kepuasan dengan dengan cara yang tepat
penampilan tubuh  Bantu pasien menentukan
 Sikap terhadap keberlanjutan dari
penggunaan strategi perubahan-perubahan aktual
untuk meningkatkan dari tubuh atau tingkat
fungsi tubuh fungsinya
 Kepuasan dengan  Tentukan perubahan fisik
fungsi tubuh saat ini apakah
berkontribusi pada citra diri
pasien
 Bantu pasien memisahkan
penampilan fisik dari
perasaan berharga secara
pribadi dengan cara yang
tepat
Peningkatan harga diri
Aktivitas
 Monitor pernyataan pasien
mengenai harga diri
 Tentukan kepercayaan diri
pasien dalam hal penilaian
diri
 Bantu pasien untuk
menemukan penerimaan
diri
 Jangan mengkritisi pasien
secara negatif
 Bantu pasien untuk
menerima persepsi negatif
terhadap diri
 Dukung tanggung jawab
pada diri sendiri dengan
tepat
 Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas-aktivitas yang
akan meningkatkan harga
diri
 Monitor tingkat harga diri
dari waktu ke waktu dengan
tepat
 Buat pernyataan positif
mengenai pasien
3. Nyeri kronis Nyeri : respon psikologis manajemen obat
tambahan aktivitas :
Indikator :  Tentukan obat apa yang
 Proses berpikir yang diperlukan dan kelola
lambat menurut resep dan atau
 Gangguan memori protokol
 Distres nyeri  Tentukan kemampuan
 Kekhawatiran terkait pasien untuk mengobati diri
toleransi terhadap sendiri dengan cara yang
nyeri tepat
 Khawatir  Monitor efektifitas cara
ditinggalkan pemberian obat yang sesuai
 Depresi  Monitor pasien mengenai
 Ansietas efek terapeutik obat

 Kesedihan  Monitor tanda dan gejala

 Ketidakberdayaan toksisitas obat


 Keputusasaan  Monitor efek samping obat
 Rasa tidak berharga Manajemen nyeri
Aktivitas
Kontrol nyeri  Lakukan pengkajian nyeri
Indikator komprehensif yang meliputi
 Mengenali kapan lokasi, karakteristik,
nyeri terjadi onset/durasi, frekuensi,
 Menggambarkan kualitas, intensitas atau
faktor penyebab beratnya nyeri dan faktor
 Menggunakan pencetus
tindakan pencegahan  Gali pengetahuan dan
 Menggunakan kepercayaan pasien
analgesik yang mengenai nyeri
direkomendasikan  Gali bersama pasien faktor-
 Mengenali apa yang faktor yang dapat
terkait dengan gejala menurunkan atau
nyeri memperberat nyeri

 Melaporkan nyeri  Berikan informasi


yang terkontrol mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
Nyeri: efek yang lama nyeri akan dirasakan,
mrngganggu dan antisipasi dari
Indikator ketidaknyamanan akibat

 Ketidaknyamanan prosedur

 Gangguan hubungan  Ajarkan prinsip-prinsip

interpersonal manajemen nyeri

 Gangguan  Pertimbangkan tipe dan

penampilan peran sumber nyeri ketika

 Gangguan memilih strategi penurunan

konsentrasi nyeri
 Kurang kesabaran  Dukung istirahat/tidur yang
 Gangguan adekuat untuk membantu
pergerakan fisik penrunan nyeri
 Gangguan menikmati
hidup
 Keputusasaan

Tingkat nyeri
Indikator
 Nyeri yang
dilaporkan
 Panjangnya episode
nyeri
 Mengerang dan
menangis
 Ekspresi nyeri wajah
 Tidak bisa
beristirahat
 Mengerinyit
 Mengeluarkan
keringat
 Ketegangan otot
 Kehilangan nafsu
makan
 Frekuensi nafas
 Denyut jantung
apikal
 Denyut nadi radial
 Tekanan darah
C. TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Nama Kepala Keluarga : Rosna
2. Usia Kepala Keluarga : 74 th
3. Alamat : jl. Balimbiang, Padang
4. Pendidikan Kepala Keluarga : Nenek
5. Pekerjaan :-
6. Komposisi Keluarga :
No. Nama Jenis Hubungan Usia Pendidikan Pekerjaan Ket.
Kelamin dengan KK
1. Rosna Perempuan Ibu kandung 74 th

Genogram:

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien

a. Tipe Keluarga
Tipe keluarga yaitu nuclear family. Nenek R tinggal bersama anak perempuannya
yaitu ibuk R dan bersama cucu-cucunya, nenek R mengatakan jarang mengalami
percecokkan dengan anak dan cucunya, tetapi kadang-kadang nenek juga mengatakan
suka cerewet kepada cucunya yang perempuan maupun lai-laki. Mereka saling
menghargai dan menghormati satu sama lain, Nenek R selalu diberikan penghasilan
dari anak-anaknya setiap bulannya,.
b. Suku
Keluarga Nenek R berasal dari Minang (baying - pesisir selatan), bahasa yang
digunakan sehari-hari adalah bahasa minang (bahasa ibu). Budaya sosial khusus
dalam keluarga adalah saling menghormati antar anggota keluarga dan masyarakat..
c. Agama
Kepercayaan yang dianut oleh nenek R yaitu agama islam, nenek R sering
menjalankan ibadah sholat 5 waktu sehari dan semalam dirumah, nenek R
mengatakan jarang pergi kemesjid untuk sholat berjamaah dimesjid dikarenkan sering
sakit pada sendi lutut, karena berjalan beberapa rumah dari rumahnya nenek sudah
merasakan sangat nyeri.
d. Status sosial ekonomi keluarga
Pada saat melakukan pengkajian, nenek R mengatakan bahwa penghasilannya hanya
didapatkan dari anak-anaknya, tidak ada menerima pensiunan ataupun yang lainnya
karena nenek dan alm suaminya tidak bekerja sebagai PNS.
e. Aktivitas rekreaksi keluarga
Nenek R mengatakan cukup jarang melakukan reksreasi diluar rumah. Namun beliau
sering mempergunakan waktu tersebut dengan menonton tv bersama cucu dan anak-
anaknya, bercanda gurau serta bercerita. Dan beliau juga mengatakan bahwa keluarga
disekitar rumah pun sering berkunjung kerumah, sesekali nenek R diajak berkunjung
kerumah anak-anaknya yang lain
1. Riwayat dan Tahapan Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah keluarga dengan lansia dengan masalah
Osteoartritis
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Nenek R masih bingung dengan penyakit yang di rasakannya karena, nenek R berobat
ke puskesmas. Pada saat itu dianjurkan pemeriksaan darah rematik dan asam urat dan
itu hasilnya – (negative) , tetapi pada saat diperiksakan ke Rs, dokter mengatakan
bahwa nyeri sendi yang dikeluhkan nenek hanyalah nyeri kerapuhan sendiri
(pengapuran sendi) tetapi setiap nyeri tersebut nenek R selalu meminum obat-obatan
dari warung yaitu obat Asam urat, dan hal tersebut dapat mengurangi nyeri sendi pada
nenek tsb .
c. Riwayat keluarga inti
Nenek R mengatakan pernikahannya dengan bapak (alm) tidak ada riwayat
dijodohkan.
d. Riwayat keluarga sebelumnya
Nenek R memiliki riwayat hipertensi.
2. Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Rumah nenek R yang ditempati saat ini adalah rumah pribadi. Tipe bangunan rumah
nenek R adalah rumah permanen 36. Terdapat 3 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar
mandi, 1 ruang tengah tempat berkumpulnya keluarga sekaligus ruang tamu.
Ventilasi atau jendela di dalam kamar dan ruangan sehingga ruanagan tampak lebih
terang oleh pencahayaan, selain itu rumah nenek R juga tampak bersihdan rapi.
Denahrumah:

dapur Kamar 1

Kamar Ruang tamu pintu


3
Kamar
pintubela 2
kang

b. Karakteristik tetangga dan komunitas


Rumah keluarga nenek R berada di pekomplekan yang cukup padat penduduknya,
karena didaerah sekitar tempat tinggal nenek R adalah merupakan lingkungan yang
didepannya ada sekolah dasar banyak orang yang berjualan kue disamping rumah
nenek R, Jarak antara rumah satu dengan yang lainya saling berdekatan. Nenek R
juga berdekatan tinggal denga anak keduanya seorang perempuan yang sudah
menikah dan sudah mempunyai anak.
Nenek R menempati rumah tersebut sudah 20 tahun. Nenek R tidak pernah pindah
rumah sampai saat ini. Ketiga bepergian nenek R diantar oleh cucu nya
menggunakan sepeda motor dan mobil yang dimiliki oleh anaknya .
c. Perkumpulan keluarga dan interkasi komunitas
Keluarga jarang memanfaatkan waktu luang untuk berkumpul bersama keluarga,
melakukan diskusi, bercerita kegiatan sehari-hari yang telah dilakukan, karna anak
nenek R dan cucunya jarang dirumah dan hanya pulang ketika sore dikarenakan anak
nenek R bekerja sebagai guru dan kedua cucunya bersekolah, dan ketika nenek R
merasa kesepian nenek R pergi berkunjung kerumah anak kedua nya yang tinggal
dekat rumah nenek R. Nenek R jarang mengikuti kegiatan pengajian dan pertemuan
rutin, tetapi anak dari nenek R yang tinggal satu rumah sering mengikuti kegiatan
perkumpulan arisan rt menggantikan nenek R yang tidak bisa lgi beraktivitas keluar
karna kesehatan badan nenek R yang kurang memungkinkan .
d. Sistem pendukung keluarga
Keluarga nenek R memiliki sistem pendukung yang berasal dari anak pertama Tn.
M yaitu yang tinggal di Pariaman , dan Tn.M istri dan anaknya sering berkunjung
kerumah nenek R menanyakan keadaannya dan juga memberikan uang belanja
untuk nenek R. Selain itu dukungan dari anak kedua dan anak kelima dan berserta
cucu yang tinggal satu rumah dengan nenek R juga peduli satu sama lain dan menjaga
kesehatan fisik maupun mental dari nenek R .
3. StrukturKeluarga
a. Struktur peran (formal dan informal)
1) Peran formal
Nenek R berperan sebagai kepala keluarga, tetapi nenek R tinggal bersama anak
kelima nya yang juga mempunyai 2 orang anak, Ny.R Sebagai pencari nafkah,
dan nenek R sebagai pengambil keputusan di keluarga. Ny.R sebagai pekerja dan
sekaligus ibu rumah tangga berperansebagai pengurus rumah, pengatur kebutuhan
anggota keluarga, selain itu ibu R juga bekerja sebagai guru. An.T berperan
sebagai anak bungsu dan An.D sebagai anak pertama yang menjadi kakak bagi
adiknya An.T. Peran tersebut diterima dan konsisten sesuai dengan kemampuan
anggota keluarga.
2) Peran Informal
Nenek R dan Ny.R bersama-sama menjaga anaknya yaitu An.T dan An.D yang
saat ini dalam tahapan remaja. Ny.R sebagai anak saat ini berusaha memenuhi
kebutuhan nenek R agar penyakit osteoritis nenek R bisa kembali dalam batasan
normal.
b. Pola komunikasi
Pola komunikasi dalam keluarga nenek R adalah saling terbuka satu sama lain,
namun nenek R tidak banyak bicara didalam rumah atau dengan anggota keluarga
lainnya yaitu Ny.R dan An.T dan An.D. nenek R memulai pembicaraan apabila
dirasa penting saja, tetapi dalam hal komunikasi sampai sekarang tidak banyak
hambatan karena masing-masing anggota keluarga sudah memahami satu sama lain.
Ketika ada salah satu anggota keluarga yang sedang berbicara, anggota keluarga lain
mendengarkannya dengan baik. Ketika ada masalah, keluarga baru mengadakan
rembuk dan berdiskusi untuk memecahkan masalah. Keluarga menggun akan bahasa
minang .
c. Struktur kekuatan keluarga
Di dalam keluarga, nenek R yang memegang peranan utama dalam pengambilan
keputusan termasuk mengatur dan memutuskan apa yang akan dilakukan oleh cucu
dan anaknya Ny.R. Umumnya setiap ada masalah, yang memegang peranan penting
adalah nenek R. Beliau memutuskan seluruh tindakan apabila ada keluarga yang
sakit atau ada masalah keuangan. Umumnya keluarga merasakan puas dengan
keputusan yang diambil karena sebelum memutuskan sesuatu sebelumnya
keluarga terlibat dalam berdiskusi untuk memecahkan masalah.
d. Nilai atau norma keluarga
Nilai dan norma yang di anut keluarga umumnya dilatarbelakangi oleh budaya
minang. Sampai saat ini keluarga menerima nilai yang dianut dan tidak ada konflik
nilai. Nilai dan norma yang dianut tidak berpengaruh terhadap status kesehatan
keluarga.
4. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Setiap anggota keluarga saling peduli dan menyayangi satu sama lain. Fungsi afektif
keluarga baik. Kasih sayang yang diberikan kepada semua anggota keluarga adalah
sama. Bentuk dukungan yang diberikan dalam keluarga biasanya berbentuk verbal
dengan saling menyemangati dan mendukung. Hubungan keluarga sangat dekat dan
saling terbuka jika mempunyai masalah. Jika ada masalah dalam keluarga, maka
cenderung menyelesaikannya cara musyawarah.
b. Fungsi sosialisasi
Nenek R sering bersosialisasi dengan masyarakat di lingkungan sekitar tempat
tinggal.
c. Fungsi Perawatan
Nenek R mengatakan saat sakit nenek R sering meminum obat asam urat yang dibeli
di took terdekat
5. Stres dan Koping Keluarga
a. Stresor yang di miliki
1) Stresor jangka pendek:
Stresor yang dimiliki keluarga saat ini adalah penghasilan yang tidak menentu
setiap bulannya, karena nenek R hanya menerima uang dari anak-anaknya.
2) Stresor jangka panjang:
Nenek R hanya memikirkan agar penyakit nyeri sendinya berkurang dengan tidak
selslu sakit pada saat digerakkan.
b. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stress
Nenek R mengatakan sudah mengatasi penyakitnya dengan berobat ke Rs dan
puskesmas bersama anak-anaknya
c. Strategis koping yang digunakan
Nenek R selalu mengatasi penyakitnya dengan meminum obat diwarung
d. Strategi adaptasi keluarga
Stressor yang dirasakan nenek R selalu menanggapi penyakitnya itu adalah penyakit
penuan karena setau nenek R penyakit nyeri sendi ini adalah slah satu factor dari
menurunnya daya tahan tubuh serta fungsi tulangnya.
e. Harapan
Nenek R berharap penyakit nyeri sendinya dapat berkurang kalau dapat hilang, dan
nenek R juga berharap bahwa penyakit tekanan darah nya yang sering tinggi dan
selalu bergantung kepada obat
6. Pemeriksaan Fisik
1. Table pemeriksaan fisik ( buatlah sesuai jumlah anggota keluarga)
Pemeriksaan Nenek R

Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, berwarna putih


uban
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Telinga Bentuk simetris antara telinga kanan dan kiri, liang telinga
terlihat bersih, eritema (-), tidak ada ganngguan
pendengaran
Mata Kelopak mata terlihat dapat membuka menutup, sclera
bening, konjungtiva pink tidak pucat, alis mata berbatas
tegas dan simetris, pembengkakan mata (-), respon
terhadap cahaya (+)
Mulut dan hidung Bentuk simetris, lidah berwarna putih kepink-pingan, tidak
ada secret yang keluar melalui hidung, tidak ada kotoran
yang terlihat melalui hidung, lidah pada posisi normal,
bicara tidak pelo, tidak ada gangguan menelan, bibir
simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada cuping hidung,
Tidak ada lesi pada rongga mulut, perdarahan dan
pembengkakan (-), karies gigi (-), gigi tidak lengkap pada
bagian geraham dan beberpa gigi dibagian depan.
Dada dan paru- paru Suara nafas vesikuler, Inspeksi tidak ada retraksi dada saat
bernafas, Palpasi pengembangan dada simetris, Perkusis:
sonor, Auskultasi paru :vesikuler
Abdomen Inspeksi: tidak ada lesi disekitar abdomen, tidak ada
distensi, perut tidak kembung, Auskultasi: tidak ada bising
usus, Perkusi: tympani, Palapasi: tidak ada nyeri tekan
diseluruh lapang abdomen, tidak ada pembesaran organ
Reproduksi Tidak ada keluhan
Eliminasi Sistem perkemihan
Pola : ± 5-6x sehari, tidak mengalami inkontinensia
Eliminasi (BAB): pola 1x sehari, tidak ada konstipasi.
Sistem Integumen Turgor kulit elastis, tidak ada abrasi, ada lebam bekas
gigitan kucing, bengkak, tidak ada eritema
Sistem Ekstremitas atas dan bawah simetris, rentang gerak
muskuloskeletal terganggu karena pada persendian lutut dan bahu terasa
sakit bila untuk melakukan aktifitas, dan kekuatan otot
sudah berkurang, kesulitan dalam bergerak
BB dan TB 60 kg & 153 cm
Tanda- tanda vital TD 130/90 mmHg; Nadi 65 x/menit; Pernapasan 16
x/menit; Suhu 36,7º C
Capillary refill < 2 detik

2. Pola aktivitas dan latihan (khusus lansia)


Nenek mengatakan aktivitasnya sehari-hari hanya mengurus cucu-cucunya, dan
menjaga rumah apabila cucunya kesekolah dan anaknya

3. Pola tidur dan istirahat


Nenek mengatakan bahwa pola tidurnya tidak terganggu, tetapi yang namanya lansia
pasti pola tidurnya menurun

4. Pola presepsi diri


a. Gambaran diri
Nenek terlihat bersih, dan terawat
b. Ideal diri
Nenek sangat ingin berjalan seperti biasa dan berkunjung kerumah-rumah
tetangga apabila kakinya dapat disembuhkan
c. Harga diri
Nenek mengatakan dia sangat dihargai dan dihormati, baik dengan cucu maupun
anak-anak dan lingkungan sekitarnya
d. Identitas diri
Nenek mengetahui bahwa dia
e. Peran diri
Nenek mengetahui bahwa dia adalah ibu kandung dari anak-anaknya dan nenek
dari cucu-cucunya
5. Masalah psikologi
a. Dukungan keluarga kelompok
Keluarga nenek R selalu mendukung nenek R dalam apapun
b. Hubungan dengan lingkungan
Nenek mengatakan sangat dekat dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya,
c. Keadaan pekerja, perumahan, ekonomi
Nenek R tidak bekerja, beliau hanya seorang ibu rumah tangga, beliau tinggal
dengan anak kedua perempuan yang sudah mempunyai 2 orang anak
d. Pelayanan koping dan adaptasi stress
1. Koping adaptif
Nenek R mengatakan selalu mencoba menerima penyakit yang dia rasakan
tetapi nyerinya sangat menganggu aktifitasnya
2. Koping maladaptive
Nenek R mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya hanyalah penyakit
biasa dan itu adalah salah satu factor penuaan.

Anda mungkin juga menyukai