Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk
kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu
pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri
dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada
pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring
(Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif
dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasim secara pasif yaitu: mobilisasi dimana
pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain
secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam
menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain
(Priharjo, 1997).
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan
kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan
posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan
keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi
dalam pelaksanaan mobilisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dapat terjadi akibat gangguan mobilisasi ?
2. Pengkajian apa yang dilakukan pada pasien gangguan kesejajaran tubuh dan
gangguan mobilisasi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui akibat gangguan mobilisasi.
2. Untuk mengetahui pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien gangguan
kesejajaran tubuh dan gangguan mobilisasi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengaruh patologis pada kesejajaran tubuh dan mobilisasi


Banyak kondisi patologis yang mempengaruhi kesejajaran tubuh dan
mobilisasi. Pengaruh patologis dari empat hal yang dikemukakan, yaitu : kelainan
postur, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem syaraf pusat, dan trauma
langsung pada sistem muskuloskeletat.

Kelainan Postur
Kelainan postur yang didapat atau kongenital mempengaruhi efisiensi
sistem muskuloskeletat, seperti kesejajaran tubuh,keseimbangan, dan penampilan.
Selama pengkajian fisik, perawat mengobservasi kesejajaran tubuh dan rentang
gerak. Kelainan postur mengganggu kesejajaran dan mobilisasi atau keduanya.
Pertama digunakan untuk memperbaiki kesejajaran tubuh klien selama
mengangkat, memindahkan, dan mengubah sisi klien. Karena beberapa kelainan
postur

membatasi

rentang

gerak

pada

beberapa

sendi,

maka

perawat

mempertahankan rentang gerak maksimum pada sendi yang tidak sakit.

Ketidak normalan
Toktikolis

Deskripsi

Penyebab

Mencondongkan

Penatalaksanaan

Kondisi kongenital Operasi, pemanasan,

kepala ke sisi yang atau didapat

topangan

sakit,

otot

imobilisasi,

strenokleidomastoideus

berdasarkan

berkontraksi

penyebab

dimana

atau

dan

tingkat keparahan
Lordosis

Kurva anterior pada Kondisi kongenital. Latihan peregangan


spinal

lumbal

yang Kondisi

temporer spinal ( berdasarkan

melengkung berlebihan (mis. kehamilan)

penyebab )

Kifosis

Peningkatan

Kondisi kongenital Latihan peregangan

kelengkungan

pada penyakit

kurva spinal torakal

tulang/ spinal, tidur tanpa

ricket tuberkulosis bantal,


spinal

menggunakan papan
tempat

tidur,

memaki brace/jaket,
penggabungan
spinal (berdasarkan
penyebab

dan

tingkat keparahan)
Kifolordosis

Kombinasi dari kifosis Kondisi kongenital


dan lordosis

Sama

dengan

metode

yang

digunakan

untuk

kifosis dan lordosis


(berdasarkan
Skoliosis

Kurvatura

spinal Kondisi kongenital

penyebab)

lateral, tinggi pinggul Poliomielitis


dan bahu tidak sama

Paralisis

spatik Imobilisasi

dan

Panjang kaki tidak operasi (berdasarkan


sama

penyebab

dan

tingkat keparahan)
Kifoskoliosis

Tidak normalnya kurva Kondisi kongenital


spinal

anteroposterior Poliomielitis

dan lateral

Kor pulmonal

Imobilisasi

dan

operasi (berdasarkan
penyebab
Displasia
kongenital

pinggul Ketidakstabilan

dan

Kondisi kongenital tingkat keparahan)

pinggul

dengan (biasanya

keterbatasan

abduksi kelahiran

dengan
Mempertahankan

pinggul, dan kadang- sungsang)

abduksi paha yang

kadang

terus

kontraktur

menerus

adduksi (kaput femur

sehingga

tidak

besambung

femur

dengan

asetabulum

kebagian

kerena

abnormal

kaput
menekan
tengah

asetabulum

kedangkalan
asetabulum)
Knock-knee

Kurva

(genu valgum)

masuk

kaki

yang
kedalam Kondisi kongenital

sehingga

lutut

rapat Penyakit

jika seseorang berjalan

tulang/ Knee braces, operasi

Ricket

jika

tidak

dapat

diperbaiki
Bowlegs

Satu atau dua kaki

(genu varum)

bengkok keluar pada Kondisi kongenital


lutut,

kondisi

oleh

pertumbuhan

ini Penyakit

tulang/ Memperlambat

normal sampai usia 2-3 Ricket

kurva

jika

tidak

tahun

dapat diperbaiki oleh


pertumbuhan
Dengan

penyakit

tulang meningkatkan
vitaminD,
Clubfoot

95%: deviasi medial

kalsium,

dan fosfor

dan plantarfleksi kaki Kondisi kongenital


(equinovarus)

Gips,

pembidaian

5%: deviasi lateral dan

seperti

dorsifleksi

Browne splint, dan

(calcaneovalgus)

operasi (tergantung

Denis-

tingkat deformitas)
Footdrop

Plantarfleksi,
ketidakmampuan

Kondisi kongenital

menekuk kaki karena Trauma


kerusakan
peroneal

saraf Posisi

Tidak

ada

(tidak

imobilisasi dapat dikoreksi

yang tidak baik

Dicegah

melaluiterapi fisik)
Pigeon-toes

Rotasi

dalam

kaki

depan, biasa pada bayi

Kondisi kongenital
Kebiasaan

Pertumbuhan,
menggunakan sepatu
terbaik

Gangguan perkembangan otot


Distrofi muskular adalah sekumpulan gangguan yang disebabkan oleh
degenerasi serat otot seklet. Revalenci penyakit otot terbanyak pada anak,
karakteristik distrofi muskular adalah progresif, kelemahan simetris dari kelompok
otot skelet, dengan peningkatan ketidak mampuan dan deformitas.

Kerusakan sistem syaraf pusat


Kerusakan komponen sistem syaraf pusat yang mengatur pergerakan
volunter mengakibatkan gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Jalur motorik
pada serebrum dapat dirusak oleh trauma karena cidera kepala, iskemia karena
cidera serebrovaskuler (stroke), atau infeksi bakteri karena miningitis. Gangguan
motorik langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan pada jalur motorik.

Trauma langsung pada sistem muskuloskeletat


Trauma langsung pada sistem muskuloskeletat menyebabkan memar,
kontusio, salah urat, dan fraktur. Fraktur biasa terjadi karena trauma langsung
eksternal, tetapi dapat jugag terjadi karena defornitas tulang. Jika fraktur
mengalami penyembuhan, tulang mulai membaik. Tulang yang fraktur diawali
dengan proses seluler yang menghasilkan pembentukan tulang. Penatalaksanaan
meliputi pengembalikan posisi tulang pada kesejajaranya dan mengimobilisasikan
tulang untuk mendukung penyembuhan serta mengembalikan fungsi. Imobilisasi
menyebabkan beberapa otot mengalami atrofi, kehilangan tonus otot, dan kekakuan
sendi.

B. Gangguan Mobilisasi

1. Tirah Baring
Tirah baring merupakan suatu intervensi di mana klien dibatasi untuk
tetap berada di tempat tidur untuk tujuan terapeutik. Lamanya tirah baring
tergantung penyakit atau cedera dan status kesehatan klien sebelumnya.
Tujuan Umum Tirah Baring :
1. Mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen untuk tubuh.
2. Mengurangi nyeri, meliputi nyeri pascaoperasi, dan kebutuhan
analgesik dengan dosis besar.
3. Memungkinkan klien sakit atau lemah untuk beristirahat dan
mengembalikan kekuatan.
4. Memberi kesempatan pada klien yang letih untuk beristirahat tanpa
terganggu.
Pengaruh penurunan kondisi otot dikaitkan dengan penurunan aktivitas
fisik akan terlihat jelas dalam beberapa hari. Pada individu normal dengan
kondisi tirah baring akan mengalami kurangnya kekuatan otot dari tingkat
dasarnya pada rata-rata 3% sehari. Tirah baring juga dikaitkan dengan
perubahan pada kardiovaskuler, skelet, dan organ lainnya. Istilah atrofi disuse
digunakan untuk menggambarkan pengurangan ukuran normal serat otot
secara patologis setelah inaktivitas yang lama akibat tirah baring, trauma,
pemakaian gips, atau kerusakan saraf lokal (McCance dan Huether, 1994).
2. Imobilisasi
Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh NANDA
sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995).
Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama
penggunaan alat bantu eksternal (misal : gips atau traksi rangka), pembatasan
gerakan volunter, atau kehilangan fungsi motorik.
a. PENGARUH FISIOLOGI

Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh berisiko


terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada
umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat
imobilisasi yang dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi
lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda
(Perry dan Potter, 1994).
-

Perubahan metabolik. Sistem endokrin merupakan produksi hormonsekresi kelenjar, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital
seperti :
(1) Respons terhadap stres dan cedera.
(2) Pertumbuhan dan perkembangan.
(3) Reproduksi.
(4) Homeostasis ion.
(5) Metabolisme energi.
Imobilisasi menggangu fungsi metabolik normal, antara lain :
1.
2.
3.
4.

Laju metabolik
Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Ketidakseimbangan kalsium

5. Gangguan pencernaan
-

Perubahan sistem respiratori


Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan
penurunan

aliran

oksigen

dari

alveoli

ke

jaringan,

sehingga

mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena


tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.

Perubahan sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga


perubahan utama yaitu :
1. Hipotensi ortostatik
Penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10
mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke
posisi berdiri.
2. Peningkatan beban kerja jantung
Jika beban kerja jantung meningkat maka konsumsi oksigen
juga meningkat. Oleh karena itu jantung bekerja lebih keras dan
kurang efisien selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi
meningkat maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi
jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja.
3. Pembentukan Trombus
Trombus adalah akumulasi trombosit, fibrin, faktor-faktor
pembekuan darah, dan elemen sel-sel darah yang menempel pada
dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang-kadang menutup
lumen pembuluh darah.
Ada tiga faktor yang menyebabkan pembentukan trombus :
(1) Hilangnya integritas dinding pembuluh darah

(mis.

Atherosklerosis)
(2) Kelainan aliran darah (mis. Aliran darah vena yang lambat
akibat tirah baring dan imobilisasi)
(3) Perubahan unsur-unsur darah (mis. Perubahan dalam faktor
pembekuan darah atau peningkatan aktivitas trombosit)
-

Perubahan sistem muskuloskeletal


Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak

dari imobilitas adalah sebagai berikut :


1. Gangguan muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara

langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan


menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan atropi pada otot.
2. Gangguan skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur
sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang
abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang
disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur
dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi tulang semakin besar,
sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah
menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine
semakin besar.
-

Perubahan Sistem Integumen


Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan
terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka
dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang
menurun ke jaringan.
Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenik paling umum
dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap populasi klien
khusus-lansia dan imobilisasi.

Perubahan Eliminasi Urine


Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.

b. PENGARUH PSIKOSOSIAL
Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori, dan
sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Terjadinya
perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena selama

proses imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,


kecemasan, dan lain-lain.
C. Pengkajian pada Gangguan Kesejajaran Tubuh dan Mobilisasi
1) Tingkat aktivitas sehari hari
a. Pola aktivitas sehari-hari.
b. Jenis, frekuensi, dan lamanya latihan fisik.
2) Tingkat kelelahan
a. Aktivitas yang membuat lelah.
b. Riwayat sesak napas.
3) Gangguan pergerakan
a. Penyebab gangguan pergerakan
b. Tanda dan gejala
c. Efek dari gangguan pergerakan
4) Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Postur atau bentuk tubuh :
- Skoliosis
- Kifosis
- Lordosis
- Cara berjalan
c. Ekstremitas
- Kelemahan
- Gangguan sensorik
- Tonus otot
- Atrofi
- Tremor
- Gerakan tak terkendali
- Kekuatan otot
- Kemampuan jalan
- Kemampuan duduk
- Kemampuan berdiri
- Nyeri sendi
- Kekakuan sendi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada klien yang mengalami gangguan mobilisasi dapat terjadi beberapa perubahan,
yaitu :
-

Perubahan metabolik.
Perubahan sistem respiratori
Perubahan sistem kardiovaskuler
Perubahan sistem muskuloskeletal
o Gangguan muskular.
o Gangguan skeletal
Perubahan Sistem Integumen
Perubahan Eliminasi Urine

Dan pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan kesejajaran
tubuh dan mobilisasi adalah sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)

Tingkat aktivitas sehari hari


Tingkat kelelahan
Gangguan pergerakan
Pemeriksaan fisik

B. Saran
Saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya, dan pembaca
sekalian pada umumnya. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto dan Wartonah, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Ed. 4,
Salemba Medika, Jakarta, 2010.
Potter dan Perry, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktik Ed.,
4 Vol.2, EGC, Jakarta, 2006.
Aziz A., Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Salemba Medika, Jakarta, 2006.

Anda mungkin juga menyukai