Kasus I
Kelompok I :
Maurin N. Wowor (14011101005)
I Gusti D. Sanjaya (14011101006)
Raymond J. Sigar (14011101022)
Gabrielle E. Sirih (14011101002)
Jonathan Moula (14011101038)
Atika Labatjo (14011101039)
Swens A. Rompis (14011101068)
Inrike Simarmata (14011101069)
b. Keluhan Utama
Pasien merasa cepat lelah walaupun nafsu makannya baik.
c. Keluhan Penyerta
a. Apakah bapak sering merasa lapar? (Polifagia)
Ya.
b. Apakah bapak sering merasa haus? ( Polidipsia)
Ya
c. Apakah bapak menjadi lebih sering buang air kecil? (Poliuria)
Ya.
d. Apakah bapak merasakan bahwa penglihatan bapak memburuk?
Tidak
e. Apakah bapak sering merasa kesemutan?
Kadang-kadang
f. Apakah kaki bapak terasa bengkak?
Tidak
g. Apakah bapak merasakan gatal-gatal pada kulit bapak?
Kadang-kadang
h. Apakah bapak pernah memiliki luka yang sukar sembuh?
Pernah
i. Apakah bapak bapak sering merasa cepat lelah?
j. Ya.
k. Apakah bapak mengalami penurunan berat badan yang secara signifikan
beberapa waktu terakhir ini?
Ya. Sekitar 5 kg dalam 1 bulan.
l. Apakah terjadi disfungsi ereksi?
Ya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu?
a. Apakah bapak memiliki riwayat penyakit hipertensi?
Ya.
b. Apa bapak memiliki riwayat obesitas sebelumnya?
Tidak
c. Apa bapak memiliki riwayat penyakit jantung?
Tidak.
d. Apakah bapak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya?
Tidak disebutkan.
e. Riwayat Pengobatan
a. Apa bapak sudah pernah melakukan pengobatan terhadap keluhan
tersebut?
Tidak disebutkan.
b. Apa bapak sedang menjalani pengobatan tertentu sekarang?
Tidak disebutkan.
f. Riwayat penyakit keluarga
a. Apakah dalam keluarga bapak, ayah ibu atau saudara kandung bapak
ada yang menderita penyakit DM?
Ya.
Palpasi: tidak teraba massa, tidak ada krepitasi, vocal fremitus normal.
Perkusi: sonor di seluruh lapangan paru. Batas hepar dan paru lobus kanan
hepar terletak
setinggi SIC VI linea midclavicularis dextra.
Auskultasi: Suara pernapasan bronchial dan vesikuler, tidak ada wheezing
dan
ronki.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: bentuk dinding perut datar, tidak ada sikatrik
Auskultasi: peristaltic (+) 18 x/menit
Palpasi: nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: timpani dikeempat kuadaran abdomen.
Pemeriksaan Ekstremitas
Pada lutut kanan terlihat pembengkakan dengan keterbatasan gerak
pada articulation genue dextra. Daerah tersebut tampak hangat disertai dengan
nyeri tekan. Kekuatan otot ekstermitas atas kanan dan kiri 5, ekstermitas bawah
kiri 5 dan kanan 1.
RESUME PEMERIKSAAN FISIK
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik,
vital sign
didapatkan TD 145/90, Nadi, Respirasi, dan suhu. Pemeriksaan thorak
tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan abdomen tidak didapatkan kelainan.
Hepar dan lien tidak
membesar.
Pemeriksaan
ekstermitas
terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan pada articulation genue dextra.
Pemeriksaan Penunjang
Cara pemeriksaan TTGO, yaitu :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah puasa.
5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
glukosa darah puasa diperiksa. Beban yang diberikan adalah glukosa 75 gram yang
dilarutkan dalam 200 mL air yang dihabiskan dalam 5 menit. Selanjutnya subjek
diistirahatkan selama 2 jam (tidak boleh beraktivitas fisik berlebihan). Nilai normal
untuk dewasa adalah kurang dari 140 mg/dL. Seseorang dinyatakan diabetes
melitus apabila kadar glukosa darah sewaktunya lebih dari 200 mg/dL. Di antaranya
dinyatakan mengalami gangguan toleransi glukosa.
7. Patogenesis
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II
Non-Farmakologi
Terapi Nutrisi Medis pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi, kebiasaan makan dan kondisi atau komplikasi yang
telah ada.
Kunci keberhasilan Terapi Nutrisi Medik adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain, diabetisi dan keluarga).
Tujuan Terapi Nutrisi Medis bagi diabetisi:
1. Untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam
batas normal atau mendekati normaltanpa efek samping
hipoglikemi, profil lipid untk mencegah risiko penyakit
kardiovaskuler, tekanan darah dalam batas normal atau seaman
mungkin mendekati normal.
2. Untuk mencegah atau memperlambat laju berkembangnya
komplikasi kronis diabetes dengan melakukan modifikasi asupan
nutrisi serta perubahan gaya hidup.
Pada dasarnya diabetisi diberikan dengan cara 3 kali makan utama dan 3 kali
makanan antara (kudapan), dengan interval 3 jam. Diabetisi menggunsksn diet
sonde menggunsksn rumus E1,E2,E3,E4,E5,E6.
Eternal 1 : 08.00
am Eternal 2 : 11.00
amEternal 3 : 02.00
pm Eternal 4 : 05.00
pmEternal 5 : 08.00
pm
Eternal 6 : 11.00
Kepatuhan diet perlu ingat 3K (Kemauan, Kemampuan dan Kesempatan)
serta 3J
pm
(Jumlah kalori, Jadwal makan dan Jenis gula yang harus dipantang)
Dalam pelaksanaan diet perlu diperhatikan :
-
Harus kumur sesudah makan (sumber infeksi jika ada makanan tersisa
didalam mulut)
Diabetisi harus pandai menyusun daftar diet supaya tidak bosan dengan
menunya
Harus berkonsultasi dengan dokter apabila merasa lapar atau kelebihan
dengna diet yang dijalankan
Kalori yang diberikan kepada diabetisi harus cukup, untuk bekerja sehaihari sesuai dengan jenis pekerjaan dan sesuai utuk menuju BB normal.
BBR
BBR
BBR
BBR
BBR
=
=
=
=
=
Latihan Fisik
Pada DM Tipe II yang mendapatkan terapi insulin atau golongan
sulfonilurea terjadinya hipoglikemi selama latihan fisik tidak terlalu
menimbulkan masalah, bahwa latihan fisik pada DM Tipe II akan
memperbaiki sensitvitas insulin dan membantu menurunkan kadar
glukosa darah. Selain memperbaiki sensitivitas insulin, juga menjaga
kebugaran tubuh. Beberapa penelitian membuktikan bahwa latihan
fisik bisa memasukkan glukosa kedalam sel tanpa mebutuhkan insulin,
dan juga dapat menurunkan berat badan pada penderita diabetisi
dengan obesitas serta mencegah laju progresivitas gangguan toleransi
glukosa menjadi DM Tipe II.
Farmakologi
Terapi farmakologi
1. Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam
merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51
asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam
amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai
peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu
transport glukosa
dari darah ke dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:
1. Insulin kerja singkat
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru
sesudah
setengah jam (injeksi subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin
Regular.
2. Insulin kerja panjang (long-acting)
Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di
cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke
dalam darah.
Metoda yang digunakan adalah mencampurkan insulin dengan protein
atau seng
atau mengubah bentuk fisiknya, contoh: Monotard Human.
3. Insulin kerja sedang (medium-acting)
b. Golongan Biguanida
Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin
menurunkan
glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
selular dan
menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan
hingga
berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita
yang
overweight (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
c. Golongan Tiazolidindion
Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas
dan
berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan
meningkatkan kepekaan
bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya
penyerapan
glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion
diharapkan
dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin
tanpa
menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel
pankreas.
Contoh: Pioglitazone, Troglitazon.
d. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase
alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia
postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh:
Acarbose
(Tjay dan Rahardja, 2002).
9. Komplikasi dan Prognosis Diabetes Melitus Tipe II
KOMPLIKASI
Komplikasi kronis berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:
Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi makrovaskular
Komplikasi neurologis
1. Komplikasi Mikrovaskular Nefropati
Retinopati Neuropati
Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil
khususnya kapiler. Komplikasi spesifik untuk diabetes melitus.
Retinopati diabetika Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal
dan gejala berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain
pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan. Retinopati diabetes
dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif dan
Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai
dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat
terjadilah polyuria. Karena itu juga terjadi kehilangan Na dan K berlebih pada
ginjal.
Pengeluaran cairan tubuh ynag berlebih akibat poliuria disertai
denganadanya hiperosmolaritas ekstrasel yang menyebabkan penarikan air
dari intrasel ke ekstrasel akan menyebabkan dehidrasi, sehingga timbul rasa
haus terus-menerus dan membuat penderita sering minum (polodipsi).
11.
Bila kadar glucose darah naik terutama bila berlangsung dalam waktu
yang cukup lama, sehingga gula darah (glukoosa) tersebut dapat menjadi
pekat, dan ini mendorong terjadinya penyempitan atau penghambatan
pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Bilamana
penyempitan ini menjadi parah maka dapat terjadi serangan jantung.
Mengeras
dan
menyempitnya
pembuluh
darah
disebabkan
oleh
pengendapan lemak berwarna kuning dikenal sebagai atherosclerosis pada
arteri koroner. Pasien dengan diabetes cenderung mengalami gangguan
jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak terkontrol dengan
kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung menaikan kadar
kolesterol.
12.Klasifikasi Obesitas dan Diabetes Mellitus
KLASIFIKASI OBESITAS
Klasifikasi obesitas dapat dibedakan berdasarkan distribusi jaringan lemak,
yaitu:
- Apple-shapedd body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada
dan pinggang)
- Pear-shapedd body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian
panggul dan paha) (Sugondo, 2009).
Klasifikasi obesitas berdasarkan keadaan sel lemak :
Obesitas type hyperplastic. Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak
yang lebih banyak dibandingkan keadaan normal.
Obesitas tipe hipertropik. Obesitas terjadi karena ukuran sel lemak
menjadi lebih besar dibandingkan keadaan normal, tetapi jumlah sel
tidak bertambah banyak.
Obesitas tipe hiperplastik dan hipertropik. Obesitas terjadi karena
jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal. Pembentukan sel lemak
baru terjadi segera setelah derajat hipertrofi mencapai maksimal
dengan perantaraan suatu sinyalyang dikeluarkan oleh sel lemak yang
mengalami hipertofi.
Terdapat klasifikasi obesitas berdasarkan kriteria obesitas untuk kawasan
Asia Pasifik. Kriteria ini berdasarkan meta-analisis beberapa kelompok etnik
yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang
sama, menunjukkan etnis Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi
4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnis kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa
Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-masing adalah 1.9, 4.6, 3.2,
dan 2.9kg/m2 lebih rendah daripada etnis Kaukasia. Hal ini memperlihatkan
adanya nilai ambang batas IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi
tertentu (Sugondo, 2009).
I.
II.
III.
IV.
Sumber :
Kumar, Abbas, Aster. 2014. Buku Ajar Patologi Robbins. EGC : Jakarta.
www.emedicine.medscape.com/article/117853-overview
www.diabetes.org/diabetes-basics/type-2/
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/type-2-diabetes/