Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUGAS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

OBESITAS

NAMA: DWI ANGRAINY F.J

NIM: 1511015051

KELAS: 2015 A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2016/2017
A. Identitas Responden
I. Nama Asli : Wulandari
Umur : 19 Tahun
Alamat : Jl. Lempake Jaya
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
No. Tlpn/HP : 085753051505

II. Nama Asli : Akhmad Rizky P


Umur : 20 Tahun
Alamat : Jl. Kedondong Dalam VI No. 10 RT. 05
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Mahasiswa
No. Tlpn/HP : 085250656107

III. Nama Asli : Nurya Mentari


Umur : 22 Tahun
Alamat : Jl. Gajah mada RT 37 No. 01
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
No. Tlpn/HP : 087811243899

B. Epidemiologi Obesitas
1. Identifikasi Penyakit
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang jumlahnnya meningkat di
seluruh dunia WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa obesitas
sudah menjadi wabah global.
Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan merupakan salah satu penyakit
salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya
(Soetjiningsih, 2012). Menurut Dariyo (2004) yang dimaksud dengan obesitas
adalah kelebihan berat badan dari ukuran normal sebenarnya. Menurut World
Health Organization (WHO), obesitas didefenisikan sebagai kumpulan lemak
berlebih yang dapat mengganggu kesehatan dengan Body Mass Index (BMI) 30
kg/m2.

2
Menurut Papalia Olds, Feldma dan Rice (dalam Galih Tri Utomo 2012) ada
tiga penyebab obesitas yakni, faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor
kecelakaan. Faktor fisiologis adalah faktor yang muncul dari berbagai variabel,
baik yang bersifat herediter maupun non herediter. Dilihat dari faktor-faktor yang
menyebabkan obesitas, dari faktor-faktor tersebut salah satunya adalah pola
makan atau jenis makanan yang dikonsumsi dan jenis kegiatan yang dilakukan.
Angka obesitas di Indonesia terus naik seiring dengan pola makan yang salah.
Persentase obesitas pada perempuan di 2007 seperti data yang dikeluarkan
Kementerian Kesehatan menunjukkan angka 15%. Hal itu sama dengan obesitas
pada pria. Namun pada 2016, jumlah perempuan yang kegemukan mencapai 35%.
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia Hardinsyah dari IPB
menyebutkan bahwa tingginya angka obesitas pada perempuan disebabkan pola
makan yang salah.
2. Distribusi Penyakit
Distribusi Penyakit Obesitas Menunjukkan bahwa dalam memahami kejadian
yang berkaitan dengan penyakit atau masalah kesehatan, epidemiologi
menggambarkan kejadian tersebut menurut karakter/variabel orang, tempat, dan
waktu.
1.Berdasarkan karakter orang
Penyakit obesitas dapat menyerang semua golongan umur mulai dari anak-
anak, remaja maupun lansia. Berdasarkan penelitian juga menunjukkan bahwa
diseluruh kawasan di dunia, wanita penderita obesitas lebih banyak dari pria hal
ini terlihat pada saat wanita telah mengalami kehamilan dan pada saat monopause.
Pada saat kehamilan jelas karena adanya peningkatan jaringan adiposa sebagai
simpanan yang akan diperlukan selama masa menyusui.
2.Berdasarkan karakter tempat
Penyakit obesitas dapat terjadi di seluruh dunia, terutama dinegara-negara maju
banyak terjadi. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya gaya hidup dari
masyarakatnya yang serba instan dan pola makan yang tidak seimbang dengan
aktifitas fisik yang dilakukan sehari-hari. Di negara berkembang seperti Indonesia
umumnya banyak terjadi di daerah perkotaan.
3.Berdasarkan karakter waktu
Penyakit obesitas tidak dipengaruhi oleh waktu karena penyakit ini dapat terjadi
kapan saja. Lebih parah jika terjadi kondisi nafsu makan yang tidak terkontrol
sehingga menyebabkan kelebihan asupan makanan yang berlebihan dapat terjadi.

3. Frekuensi penyakit obesitas

3
Menurut WHO, pada tahun 1995, ada sekitar 200 juta orang dewasa gemuk di
seluruh dunia dan lain 18 juta balita diklasifikasikan sebagai kelebihan berat
badan. Pada tahun 2000, jumlah orang dewasa obesitas telah meningkat menjadi
lebih dari 300 juta. Bertentangan dengan kebijaksanaan konvensional, epidemi
obesitas tidak terbatas pada masyarakat industri, di negara-negara berkembang,
diperkirakan bahwa lebih dari 115 juta orang menderita obesitas. Hasil penelitian
survei Indeks Massa Tubuh (IMT) di 12 Kota di Indonesia tahun 1995
mendapatkan prevalensi gizi lebih sebesar 10,3% dan prevalensi obesitas sebesar
12,2% . Prevalensi gizi lebih ini mengalami peningkatan pada tahun 1999 sebesar
14% dan tahun 2000 sebesar 17,4%.
Fenomena gizi lebih merupakan ancaman yang serius karena terjadi di
berbagai strata ekonomi, pendidikan, desa-kota, dan lain sebagainya. Hal ini
diketahui berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, 14% balita
termasuk gizi lebih, dimana besarannya hampir sama dengan balita kurus. Pada
kelompok usia diatas 15 tahun prevalensi obesitas sudah mencapai 19.1%.
Analisis lebih lanjut menunjukkan tidak terdapat perbedaan prevalensi Balita gizi
lebih pada keluarga yang termiskin (13.7%) dengan keluarga terkaya (14.0%).
Demikian pula tidak terdapat perbedaan menurut kelompok umur anak, jenis
kelamin, pendidikan orang tua.
Ada kecenderungan bahwa prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas
meningkat di Indonesia dalam dekade terakhir. Kegemukan dan obesitas telah
terbukti meningkatkan risiko beberapa penyakit degeneratif, termasuk diabetes
melitus, penyakit jantung, hipertensi dan stroke, dan beberapa jenis kanker.
Konsekuensi kesehatan berkisar dari peningkatan risiko kematian dini untuk
kondisi kronis serius yang mengurangi kualitas hidup secara keseluruhan.
Dengan menggunakan data dari survei kesehatan rumah tangga (SKRT),
analisis data dari 20,137 orang dewasa dilakukan, terdiri dari 9,390 pria dan
wanita dari 10,747 daerah perkotaan dan pedesaan. Studi ini menemukan bahwa
prevalensi kelebihan berat badan adalah 7,2% di antara laki-laki dan 10,4% di
kalangan perempuan. Prevalensi kelebihan berat badan lebih tinggi di perkotaan
(10,8%) daripada di perdesaan (7,5%). Prevalensi obesitas pada wanita lebih dari
dua kali (13,3%) dibandingkan dengan pria (5,3%), lebih tinggi di daerah
perkotaan (12,8%) dibandingkan daerah perdesaan (7,1%). Puncak kelebihan
berat badan dan obesitas yang ditemukan pada rentang usia 45 - 49 tahun. Sebagai
kesimpulan, prevalensi overweight dan obesitas lebih tinggi di kedua aspek, pada

4
wanita dibandingkan pria, dan di daerah perkotaan dari pada di daerah pedesaan.
Prevalensi tinggi ditemukan pada usia 45-49 tahun.Prevalensi obesitas di
Indonesia sendiri juga masih tinggi. Menurut data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi obesitas pada penduduk berusia 18
tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah 11,7%. Untuk Sultra
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi
obesitas pada penduduk berusia 18 tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) adalah 7,4%.
Untuk Sultra Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2010, prevalensi obesitas pada penduduk berusia 18 tahun berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT) adalah 14,9% (laki-laki 5,0% dan perempuan 9,9%).

4. Determinan penyakit obesitas


Determinan adalah faktor yang mempengaruhi, berhubungan atau memberi
risiko terhadap terjadinya penyakit/ masalah kesehatan.
Berdasarkan trias epidemiologi maka dapat ditentukan konsep penyebab
timbulnya penyakit obesitas yaitu:
1.Host
Host ialah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya serta perjalanan penyakit. Dalam hal ini, yang berperan
sebagai factor pejamu dalam timbulnya serta perjalanan penyakit obesitas yang
timbul dipengaruhi oleh banyak factor di dalamnya, antara lain yaitu :
a) Faktor Genetik
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik.
Telah lama diamati bahwa anak-anak obesita umumnya berasal dari keluarga
dengan orang tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas maka kira-kira 40%-
50% anak-anaknya akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orang tuanya
obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas. Barangkali saja timbulnya
obesitas dalam keluarga semacam ini lebih ditentukan karena kebiasaan makan
dalam keluarga yang bersangkutan, dan bukan karena faktor genetis yang khusus.
Tetapi obesitas terjadi tidak hanya ditimbulkan berbagi gen, tetapi juga makanan
dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali
sulit untuk memisahkan factor gaya hidup dengan factor genetik. Hanya saja
penelitian di laboratorium gizi Dunia di Cambridge, Inggris baru-baru ini
menunjukkan peran faktor genetis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-
rata factor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan
seseorang.

5
b) Umur
Obesitas dapat terjadi pada seluruh golongan umur, baik pada anak-anak
sampai pada orang dewasa. Obesitas dapat terjadi ketika dalam tubuhnya trejadi
ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energy, dimana
konsumsi kalori (energy intake) terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan
atau pemakaian energy (energy expenditure). Dalam hal ini asupan energy yang
berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik rata-rata per hari yang seimbang maka
akan mempermudah terjaidnya kegemukan atau obesitas pada seseorang.
c)Kurangnya Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama
dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang
cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas
fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Obesitas banyak dijumpai pada
orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan kebanyakan duduk. Dimasa
industri sekarang ini, dengan meningkatnya mekanisasi dan kemudahan
transportasi, orang cenderung kurang gerak atau sedikit menggunakan tenaga
untuk aktivitas sehari-hari Seseorang yang sering berolahraga atau beraktivitas
maka lemak dalam tubuhnya akan di bakar sedangkan seseorang yang tidak
melakukan aktivitas fisik akan semakin banyak timbunan lemak dalam tubuhnya
sehingga kemungkinan untuk menjadi obesitas jauh lebih besar.
d)Kebiasaan Makan Yang Buruk
Kebiasaan konsumsi fast foos, minuman manis maupun makanan kemasan,
memiliki kecenderungan untuk memiliki berat berlebih karena makanan tersebut
merupakan makanan yang tingi lemak dan kalori tetapi memiliki nilai gizi rendah.
e) Faktor Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan
bertambahnya jumlah lemak yang di simpan dalam tubuh. Penderita obesitas,
terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak
sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya
normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi , karena itu penurunan berat
badan hanya dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak dalam setiap sel.
f) Faktor Fisik
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orangyang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan. Faktor stabilitas emosi diketahui berkaitan dengan obesitas. Keadaan

6
obesitas dapat merupakan dampak dari pemecahan masalah emosi yang dalam,
dan ini merupakan suatu pelindung penting bagi yang bersangkutan. Dalam
keadaan semacam ini menghilangkan obesitas tanpa menyediakan pemecahan
alternatif yang memuaskan, justru akan memperberat masalah.

2. Agent
Agent merupakan suatu substansi atau elemen tertentu yang kehadiran atau
ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit. Adapun agent dalam penyakit obesitas adalah factor nutrisi yaitu
kelebihan kalori terutama karbohidrat dan lemak.
3.Lingkungan
Lingkungan yang mempengaruhi munculnya penyakit obesitas yaitu :
Fisik : iklim, musim- produksi makanan berlimpah
Ekonomi : kemampuan daya beli cukup
Sosial : keinginan orang tua memberi makan kepada anak melebihi kebutuhan
nutrisi. Dalam lingkungan termasuk pula gaya hidup atau pola makan dalam
keluarga tersebut dapat memicu munculnya penyakit obesitas.

Tanda dan Gejala


Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding
dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak
nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan
pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan
untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering
merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut
dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit.
Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif
lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak
dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.
Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di
daerah tungkai dan pergelangan kaki.
Kegemukan dapat diketahui dengan mengukur jumlah lemak seluruh tubuh
menggunakan alat impedans atau mengukur ketebalan lemak di tempat-tempat
tertentu menggunakan alat kaliper. Selain itu lemak di sekitar perut dapat diukur
dengan menggunakan meteran. Secara sederhana kegemukan dapat dihitung

7
dengan menghitung Indeks Massa Tubuh, yaitu membagi berat badan (kg) dengan
tinggi badan dikuadratkan (m2).

Atau IMT =BB/(TBxTB).

Perhitungan ini tidak berlaku bagi atlet, ibu hamil dan anak-anak

4. Faktor Resiko Obesitas


Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit
multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena
interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan antara lain aktifitas, gaya hidup,
sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat
terlalu dini pada bayi. Misnadiarly (2007) dan Sopacua, (2006).
1.Pola Makan
Kebiasaan yang kurang baik yang sering dilakukan seperti; mengonsumsi makanan
cepat saji, makan berlebihan, makan tidak teratur, menghindari makan pagi,dan
kebiasaan ngemil. Menurut Sismoyo dalam Pratama (2009) Makan saat ingin makan
tidak saat merasa lapar akan menyebabkan kegemukan.Pola makan jika tidak
dikonsumsi secara rasional mudah menyebabkan kelebihan masukan kalori yang akan
menimbulkan berat badan berlebih.
2.Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang akan memengaruhi status gizinya. Pengetahuan hasil
dari tahu dan bagaimana seseorang akan mengaplikasikan ilmunya. Pengetahuan akan
berhubungan erat dengan sikap dan tindakan.Pengetahuan yang baik dapat
menghasilkan tindakan yang baik. Pengetahuan gizi seseorang akan memengaruhi

8
status gizinya (Allo, 2013). Pengetahuan gizi remaja sangat berpengaruh terhadap
pemilihan makanan.

3.Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan mahasiswa sebagai
salah satu bentuk pengeluaran energi. Beberapa penelitian epidemiologi
menyebutkan bahwa obesitas pada remaja terjadi karena interaksi antara
makan yang banyak dan sedikit aktivitas. Aktivitas fisik menyebabkan
terjadinya proses pembakaran energi sehingga semakin remaja beraktivitas
semakin banyak energi yang terpakai.
Faktor lainnya seperti tingkat ekonomi, akan memengaruhi daya beli.
Seseorang juga mengonsumsi makanan terlihat dari kebudayaannya.
Kerusakan ada hipotalamus akan membuat seseorang mengalami
kegemukan jika terjadi dibagian HVM (hipotalamus ventromerdial)
mengalami kerusakan Menjadi kurus atau kehilangan nafsu makan bila
kerusakan terjadi pada HL(hipotalamus lateral). Metabolisme basal yang
terjadi dalam tubuh akan meningkat seiring bertambahnya usia. Secara
alamiah penurunan metabolisme akan terjadi ketika usia semakin
menurun. Efek penggunaan obat dapat menjadi
salah satu penyebab kegemukan. Beberapa obat akan merengsang rasa
lapar dalam tubuh. Makan mengonsumsi obat akan membuat nafsu makan
meningkat.
Faktor Resiko

Host Agen
Faktor Genetik t
Faktor nutrisi
Pola Konsumsi
Aktifitas fisik
Environme
nt
Fisik: iklim, musim-
produksi makanan
berlimpah
Ekonomi
Sosial

C. Riwayat Alamiah Penyakit


1. Responden I
a. Tahap Pre-Patogenesis

9
Responden pada usia anak-anak sekitar pola makannya baik, Orangtuanya
memberikan vitamin ataupun suplemen untuk menambah nafsu makan kaea
responden berbadan kecil. Jadi dari semenjak hal tersebut responden jadi suka
makan, ditambah dengan suka ngemil makan-makanan manis, dan jarang
berolahraga, olahraga yang dilakukan hanya di sekolah.
Tahap Patogenesis
1) Masa Inkubasi
Dari perilaku yang di kerjakan responden tersebut menjadi kebiasaan
dan gaya hidup sehari-hari, dengan asupan makanan yang tidak
terkontrol, tambah suka ngemil makanan yang gurih serta aktifitas fisik
seperti olahraga yang jarang dilakukan. Responden mengalami
kenaikan berat badan.
2) Tahap Penyakit Dini
Responden mengalami kenaikan berat badan yang tidak sdari pdengan
umur, tinggi badan pad umumnya, dan terlihat dari bentuk tubuh yang
berubah dengan adanya penumpukan lemak
3) Tahap Penyakit Lanjut
Responden mengalami gizi lebih saat duduk di bangku SD. Namun hal
tersebut di anggap hal yang wajar oleh orangtua sehingga tidak ada
tindakan yang dilakukan untuk mengontrol pola makan dan aktifitas
responden.
b. Tahap Pasca Patogenesis
Sampai saat ini responden masih mengalami masalah gizi lebih mencoba
untuk diet namun berlangsung selama seminggu saja. Sekarang responden
mengatur pola makannya tiap 3 kali sehari, namun masih suka
ngemil,makanan yang gurih-gurih, dan jarang melakukan aktifitas fisik seperti
olahraga.
-Faktor Resiko :asupan makanan yang salah, dan aktifitas fisik
-Faktor Pencentus : suka ngemil, jarang bergerak dan berolahraga
-Faktor Pendorong : keinginan untuk mengatur pola makan yang sehat,diet
yang dilakukan
2. Responden II
a. Tahap Pre-Patogenesis
Saat duduk dibangku SMP responden memiliki pola makan seperti makan
sekitar jam 7 malam, dan makan siang saat jam istirahat sekolah, dan suka
berolahraga. Saat menginjak bangku SMA responden masuk di SMK
Kesehatan dan mempunyai banyak tugas sehingga terkadang sulit untuk
mengontrol pola makan dan kegiatan rutin untuk berolahraga sudah jarang
dilakukan

10
b. Tahap Patogenesis
1) Masa Inkubasi
Seiring berjalannya waktu di kelas 1 sma itu, pola konsumsi yang tidak
terkontrol, aktifitas fisik yang jarang sekali dilakukan terus terjadi dan
menjadi kebiasaan atau pola hidup dari responden.
2) Tahap Penyakit Dini
Dengan kebiasaan pola hidup yang diterapkan responden terlihat
perubahan bentuk tubuh di kelas 2 sma , berat badan terus naik yang
tidak sesuai dengn umur dan tinggi badannya
3) Tahap Penyakit Lanjutan
Di SMA kelas 2 mulailah gejala-gejala masalah kelebihan berat badan
mulai bermunculan. Dan perubahan tubuh responden terlihat, dengan
penumpukan lemak di tubuh. Responden masih mengalami gizi lebih.
Setelah lulus SMK responden bekerja dan pola makan pun tidak
terkontrol, saat pulang kerja responden suka membeli makanan seperti
nasi goring dan memakannya saat tengah malam , dan jarang
berolahraga. Namun akhir-akhir ini responden telah mengatur pola
makannya dan sering berolahraga, minimal dalam seminggu ada
olahraga yang dilakukan.

c. Tahap Pasca Patogenesis


Responden mulai mengalami penurunan berat badan namun tidak drastic.
-Faktor Resiko : asupan makanan dan aktifitas fisik
-Faktor Pencetus : makan-makanan seperti nasi goring, dan suka malam
tengah malam, serta olahraga fisik
-Faktor Pendorong: responden mengatur pola makan dan mulai berolahraga
rutin
3. Responden III
a. Tahap Pre-Patogenesis
Saat umur 5 tahun responden mempunyai nafsu makan yang tinggi, dan
orangtua mengikuti keinginan responden, responden juga tidak aktif bergerak.
b. Tahap Patogenesis
1) Masa Inkubasi
Responden suka makan bubur dan hal itu menambah nafsu makannya,
dan pola konsumsi yang dimakan seperti suka makan yang manis-
manis. dan kurang bergerak ,ini menjadi kebiasaan dan pola hidup
yang diterapkan.
2) Tahap Penyakit Dini

11
Dengan kebiasaan tersebut saat umur 7 tahun responden mengalami
kenaikan berat badan yang tidak sesuai dengan umur dan tinggi
badannya,serta perubahan fisik dari responden terlihat dari bentuk
tubuh dengan adanya penumpukan lemak di bagian tubuh tertentu.

3) Tahap Penyakit Lanjutan


Sekarang pasien masih mengalami obesitas, karna pasien tidak
merubah kebiasaan untuk mengatur pola makannya, dan jarang untuk
melakukan kegiatan fisik seperti olahraga bahkan hampir tidak pernah.
Sekarang responden mengalami kenaikan berat badan yang terus
bertambah. Pasien sempat melakukan diet, namun tidak dilanjutkan
lagi karena tidak sanggup.
c. Tahap Pasca Patogenesin
Sekarang responden mengalami kenaikan berat badan yang terus bertambah.
Pasien sempat melakukan diet, namun tidak dilanjutkan lagi karena tidak
sanggup.
-Faktor Resiko : asupan konsumsi dan gaya hidup
-Faktor Pencetus : tidak mengatur pola makan, suka ngemil, dan jarang
berolahraga
-Faktor Pendorong : ada motivasi untuk diet dan mencoba hidup sehat

D. Upaya Pengendalian Penyakit


1. Pencegahan (Pra Obesitas)
a. Membatasi asupan makanan yang mengandung lemak dan karbohidrat.
b. Meningkatkan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan, termasuk tumbuhan
polong-polongan, gandum murni dan kacang-kacangan.
c. Melakukan aktivitas fisik secara teratur
2. Penanganan (Obesitas)
a. Pengukuran tingkat Obesitas
Untuk mengetahui tingkat kegemukan seseorang, umumnya dilakukan
pengukuran lemak tubuh dengan berbagai cara antara lain:
1. Pinch Test
Pengukuran lernak dilakukan dengan mencubit lipatan lemak dibawah
kulit
pada lengan belakang (triceps) menggunakan ibu jari dan jari telunjuk,
selanjutnya mintalah orang lain mengukur ketebalan lemak pada cubitan
tersebut menggunakan mistar, atau menggunakan alat yang berupa Skin
Fold calipers. Apabila ketebalan lemak mencapai 3 cm, atau lebih berarti
yang bersangkutan termasuk kategori gemuk.
2. Rasio Pinggang panggul

12
Pengukuran ini dilakukan dengan membandingkan lingkar pinggang
dengan lingkar panggul, jika diperoleh angka 0,6 berarti ukuran tubuh
sangat ideal, mamun jika diperoleh angka 0,8 atau lebih, berarti
kegemukan dan berpotensi terkena gangguan kesehatan misalnya
hipertensi, sakit jantung dll.
3. Mengukur ketebalan lemak
Pengukuran obesitas secara lebih akurat dapat dilakukan dengan mengukur
ketebalan lemak di beberapa bagian tubuh mengggunakan fat kalipers
(Skin Fold calipers), pada urnumnya 4 tempat yakni biceps, triceps,
subscapula dan suprailliaca.
4. Mengukur tubuh idealnya
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui ukuran ideal seseorang.
Ukuran tubuh seseorang biasanya dikaitkan rasio antara lean body fat
(lemak) dengan lean body mass ( otot dan tulang), semakin tinggi
prosentase lemak tubuh, semakin kurang ideal dan memiliki kecendrungan
menderita obesitas. Seseorang Pria dikategorikan bertubuh normal jika
memiliki lemak tubuh 15%-20% sedang putri 20%-25%.
3. Terapi fisik
a. Perampingan
Pengaturan makan (diet) untuk merampingkan tubuh yang aman adalah
dengan cara mengurangi asupan makan 25 % dan kebutuhan energi sehari-hari
( calori expenditure). Besarnya kebutuhan energi/hari dapat dihitung dengan
menambahkan BMR(Basal Metalik Rate) dengan faktor aktivitas. BMR
adalah energy minimal yang diperlukan seseorang/hari, untuk orang dewasa
besarnya BMR = Bearat badan (KG) X 1 Kalori X 24 Jam.
b. Olahraga
Olahraga merupakan latihan yang paling efektif untuk mengurangi obesitas
yang berfungsi membakar lemak tubuh, untuk itu ciri-ciri, takaran, jenis dan
model latihan olahraganya.
4. Terapi Psikologis
a. Dengan menggunakan CBT ( Cognitif Behavioral Treatment) terapi ini dapat
digunakan seperti halnya dalam mengatasi bulimia nervosa. Terapi kognitif-
perilaku (CBT) merupakan terapi yang mendasarkan pada teori kognitif
perilaku yang menekankan pada kesaling terkaitan antara pikiran, perasaan
dan perilaku, Menurut teori ini psikopatologi terjadi bila terdapat ketidak
sesuaian antara tuntutan-tuntutan lingkungan dengan kapasitas adaptif
individu. Teoari ini sangat efektif karena penderita telah memiliki kesadaran

13
bahwa mereka memiliki berat badan yang berlebih, pola makan yang tidak
normal. Namun mereka tidak berdaya untuk mengendalikan dorongan makan
pada saat perut terasa lapar sehingga diperlukan penyadaran pikiran dan
perasaan agar subjek mampu mengenali dan kemudian mengevaluasi atau
rnengubah cara berfikir, keyakinan dan perasaannya (mengenali diri sendiri
dan lingkungan) yang salah, dapat mengubah perilaku maladaptive dengan
cara mempelajari ketrampilan pengendalian diri dan staregi pemecahan
masalah yang efektif (Okun, 1990). Misalnya subjek diminta untuk melakukan
latihan-latihan menantang pikiran yang negative seperti membandingkan
gambar-gambar wanita atau pria yang mempunyai tubuh gemuk dan yang
mempunyai tubuh ramping dengan tujuan mernbangkitkn persepsi yang
berhubungan dengan body image-nya.
b. Self Monitoring Self monitoring ini berhubungan dengan lingkungan di
sekitarnya dalam hal ini adalah keluarga dan terapis. Keluarga berhubungan
dengan pengaturan segala jenis makanan yang dikonsumsi, pengatur waktu
makan dan aktivitas diri. serta keluarga berperan dalam meningkatkan
motivasi dan rasa percaya diri. Sedangkan terapis berperan dalam mengontrol
kemajuan-kemajuan selama perlakuan diberikan dan target-target yang harus
dicapai oleh penderita.

14
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/59234/Chapter II.pdf;jsessionid=
Diakses pada tanggal 27 maret pukul 20.00

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/59234/Chapter II.pdf;jsessionid=
Diakses pada tanggal 30 maret 2017 pukul 11.00

http://eprints.undip.ac.id/45314/2/BAB_I-IV.pdf akses pada tanggal 30aret 2017 pukul 19.35

https://docs.google.com/document/d/1QF3_W1stGudfUhK69LiFHZYdlUYURgbjJfpzGzah-
ws/edit. Diakses pada tanggal 21Maret 2017 pukul 19.00

https://www.scribd.com/doc/169425142/FAKTOR-RISIKO-OBESITAS. Diakses pada


tanggal 31 maret 2017

https://www.scribd.com/doc/191564524/distribusi-frekuensi-docx. Diakses 31 maret 2017

file:///C:/Users/asus/Documents/Obesitas Eptm dwi/Obesitas Sebagai Faktor Resiko beberapa


Penyakit - Misnadirly - Google Buku.htm. Diakses 31 Maret 2017

15

Anda mungkin juga menyukai