1. Mengapa pasien mengalami perdarahan postpartum setelah bayi lahir dan plasenta
lahir?
Darah yang keluar dari vagina pascamelahirkan dapat normal terjadi dan disebut dengan
lochia.
Lochia tidak lain dari pada secret luka yang berasal dari luka dalam rahim terutama luka
plasenta. Pada 2 hari pertama lochia berupa darah dan disebut lochia rubra, setelah 3-4
hari merupakan darah encer, yang disebut lochia serosa, dan pada hari ke 10 menjadi
cairan putih / kekuning-kuningan yang disebut lochia alba. Warna ini disebabkan karena
banyak leucocyt terdapat di dalamnya.
Obstetri Fisiologi FK UNPAD
Lokhea yang menetap pada awal periode postpartum menunjukkan adanya tanda-
tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau
selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya
endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila
terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea
purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Namun, selain darah berupa lokia yang normal terjadi, beberapa wanita dapat mengalami
perdarahan abnormal pascamelahirkan atau dalam istilah medis sering disebut perdarahan
postpartum.
Pada skenario, perdarahan terjadi 2 jam setelah bayi lahir spontan perdarahan
postpartum primer. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kontraksi uterus lembek curiga
atonia uteri
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Setelah plasenta lahir, a. centralis terlepas dari plasenta. Kontraksi dari miometrium dapat
menghentikan perdarahan a. centralis. Selain itu, proses hemostasis tersebut juga dibantu
oleh factor hemostatis desidual lokal, seperti tissue factor type-1 plasminogen activator
inhibitor dan factor koagulasi sistemik, seperti trombosit dan faktor pembekuan yang
bersirkulasi. Semakin cepat dan kuat uterus berkontraksi, perdarahan semakin sedikit.
Gill P, Patel A, Van Hook MD JW. Uterine Atony. [Updated 2020 Jul 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
The etiology of fetal macrosomia can be categorized under two major classes:
Maternal Causes
1. Maternal diabetes: diabetes in pregnancy could be gestational diabetes, insulin-
dependent, or drug-induced/chemical diabetes. Jordan Pederson in 1920 hypothesized
that maternal hyperglycemia is associated with fetal hyperinsulinemia and fetal
hyperglycemia, which ultimately leads to the overutilization of glucose by the fetus and
hence the abnormal increase in growth.[3]
2. Obesity: globally, there is a current epidemic of obesity. Obesity constitutes a significant
risk for diabetes mellitus in all demographics. Precisely, maternal obesity is linked to a
4 to 12 folds increase in the prospect of fetal macrosomia. The standard metabolic basis
of macrosomia is believed to be increased insulin resistance and hyperinsulinemia.
3. Multiparity: when compared to other maternal risk factors, multiparity is not a major risk
factor for macrosomia. Still, it can contribute to maternal diabetes mellitus and obesity,
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
which are more important causes. Women with parity greater than three are prone to have
macrosomic babies.[4] An associated 100 to 150-gram weight gain can be observed with
each pregnancy, thus increasing the risk of macrosomia in the long-term in this group of
patients.
4. Previous LGA (large for gestational age) infants: women who have had previous
macrocosmic babies are at five to ten folds at an increased risk of another macrosomic
baby.
5. Post date pregnancy: prolonged gestation of more than 42 weeks is more likely linked
with an increased chance of macrosomia due to the continuous supply of nutrients and
oxygen-rich blood to the developing fetus.
Fetal Causes
1. Fetal gender: macrosomia is more commonly observed in male gender over the female
gender. This can be partly attributed to the fact that male fetuses are usually about 150
grams heavier than female fetuses.
2. Genetic and congenital disorders: a couple of congenital disorders that have been shown
to have associations with macrosomia and LGA fetuses are:
Beckwith – Weiderman syndrome
Sotos syndrome
Fragile X syndrome
Weaver syndrome
Akanmode AM, Mahdy H. Macrosomia. [Updated 2020 Aug 23]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557577/
Hubungan BBB (besar makrosomia > 4000 gram) dengan perdarahan
postpartum
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
a. G1P5A0 Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau
lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan
Njoku CO, Abeshi SE, Emechebe CI. Grand Multiparity: Obstetric Outcome in
Comparison with Multiparous Women in a Developing Country. Open J Obstet
Gynecol. 2017;07(07):707–18.
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Siagian, Sari, dan Ristyaning. 2017. Hubungan Tingkat Paritas dan Tingkat Anemia
terhadap Kejadian Perdarahan Postpartum pada Ibu Bersalin. Majority Volume 6
Nomor 3
yang disebabkan oleh atonia uteri adalah paritas : sering dijumpai pada multipara.
Wanita dengan paritas tinggi menghadapi resiko perdarahan akibat atonia uteri yang
perdarahan postpartum sebesar 0,3% pada wanita dengan paritas rendah, tetapi pada
wanita dengan paritas 4 atau lebih, angka kejadiannya sebesar 1,9%.Uterus yang
telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
persalinan. Pada setiap kehamilan dan persalinan akan terjadi perubahan serabut otot
menjadi jaringan ikat pada uterus. Hal ini dapat menurunkan kemampuan uterus
darah yang terbuka setelah lepasnya plasenta, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan postpartum.
Sheldon WR, Blum J, Vogel JP, Souza JP, Gülmezoglu AM, Winikoff B, et
al. Postpartum Haemorrhage Management, Risks, and Maternal Outcomes:
Findings from The World Health Organization Multicountry Survey on
Maternal and Newborn Health. BJOG. 2014;121 Suppl:5– 13.
4. Berapa lama persalinan pada primi dan multi dan bagaimana hubungan lama
persalinan dengan perdarahan postpartum?
Lama persalinan pada multipara:
a. Kala I dimulai dari timbulnya tanda-tanda inpartu (kenceng-kenceng sering, teratur,
dan nyeri dijalarkan dari pinggang ke paha (his persalinan), pembukaan serviks
(multipara: 2,2 cm ; primipara: 1,8 cm), dan keluarnya lendir darah) sampai terjadi
pembukaan serviks lengkap pada multipara berlangsung kira-kira 7,5-8 jam,
sedangkan pada primipara 13,5-14 jam
b. Kala II (tanda: pembukaan lengkap, anus dan vulva membuka, perineum menonjol,
dan ibu ingin mengejan) pada multipara berlangsung kira-kira ½ -1 jam,
sedangkan pada primipara 2 jam
c. Kala III : lepasnya plasenta (tanda: perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri, tali
pusat memanjang, dan semburan darah tiba-tiba) berlangsung selama 5-30 menit
setelah bayi lahir
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Reeder, S.J. (2014).Keperawatan maternitas: kesehatan wanita, bayi, & keluarga. Edisi
18.Volume 1. Jakatra: EGC
Partus presipitatus adalah persalinan yang berlangsung dalam waktu yang sangat cepat,
atau persalinan yang sudah selesai kurang dari tiga jam.
Persalinan presipitatus dapat terjadi akibat dilatasi atau penurunan yang sangat cepat.
Dilatasi presipitatus didefinisikan sebagai dilatasi fase aktif ≥ 5 cm/jam pada primipara
atau ≥ 10 cm/jam pada multipara. Persalinan presipitatus biasanya diakibatkan oleh
kontraksi yang sangat kuat (misalnya induksi oksitosin atau akibat solusio plasenta) atau
tahanan jalan lahir yang rendah (misalnya multiparitas).
Benson, Ralph.C, & Martin L.P. 2008. Buku Saku Obstetri dan. Ginekologi. Jakarta:
EGC.
Etiologi
Labor that is either very rapid or prolonged may lead to uterine atony. It is thought that
rapid labor is associated with vigorous contractions, which tire out the uterus, whereas
prolonged labor may lead to uterine exhaustion, or may be the result of inadequate
uterine contractions, which in turn causes postpartum uterine atony. Induced or
augmented labor may also result in atony—all contributing to an occurrence of PPH
5. Bagaimana perubahan fisiologi dan anatomi pada ibu yang mengalami postpartum?
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Suprapti dan Herawati Mansur. 2018. Bahan Ajar Kebidanan: Praktik Klinik Kebidanan II.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(Gumilar,K.E.et al. 2018. Perdarahan Pasca Persalinan Bab 16 – Buku Gawat Darurat
Medis Bedah. Surabaya : Airlangga University Press)
c. TTV
a) TD 90/60 mmHg Turun
b) HR 120 x/mnt isi kurang Takikardi (Normal values range between 90/60
mmHg to below 140/90 mmHg.
c) RR 24 x/mnt Normal
d) Suhu 37,2 derajat aksiler Normal (average 37oC; if it is between 37.5-38.4oC
the woman has a low grade fever; if it is 38.5oC or above, she has a high grade
fever)
d. Uterus lembek Uterus tidak berkontraksi dengan baik setelah kelahiran, atonia
uteri
Prawirohardjo.2008.
Ilmu Kebidanan Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Fluxus
Akhir bulan kehamilan, aliran darah yg mengalir melalui low placental bed uterus
mencapai 500-800 mL/menit pembuluh darah mensuplai aliran darah melewati sela-
sela serabut myometrium membentuk anyaman gangguan kontraksi dan retraksi
myometrium pembuluh darah tidak terjepit dan terbuntu, aliran darah tidak berhenti
perdarahan terjadi secara terus menerus keluar melalui vagina (fluxus)
(Purwanti,S. Et al. 2014. Pengaruh Umur Dan Jarak Kehamilan Terhadap Kejadian
Perdarahan Karena Atonia Uteri)
7. Bagaimana gejala dan tanda kegawatdaruratan perdarahan postpartum?
Tanda dan Gejala
1. Atonia Uteri : perdarahan keluar dari vagina disertai bekuan darah dan keluar dalam
jumlah banyak, uterus teraba lembek dan kenyal pada pemeriksaan dalam/VT
2. Robekan Jalan Lahir : perdarahan keluar dari vagina, uterus berkontraksi kuat dan
keras, pada inspeksi didapatkan robekan bisa dari vagina, vulva, lokasi episiotomi.
Pemeriksaan dengan spekulum untuk robekan serviks.
3. Retensio Plasenta : tampak selaput fetus menggantung diluar alat kelamin, fundus
uteri masih tinggi, OUE terbuka, terdapat jaringan pd OUE, tanda lepas plasenta (-),
pada USG kesan uterus besar > normal, ada sisa jaringan plasenta.
Retensio plasenta adalah plasenta yg tdk dpt lahir maksimal 30 menit setelah bayi
lahir sehingga menimbukan perdarahan post partum dini. Terdiri dari beberapa
macam, klasifikasi penyebab fungsional (his kurang kuat atau plasenta sukar lepas
dari tempatnya/plasenta adhesive insersi di sudut tuba) ; bentuk (plasenta
membranacea, plasenta anularis) ; ukuran (plasenta sangat kecil) ; penyebab patologi
anatomi (plasenta inkreta, plasenta akreta, plasenta perkreta).
4. Inversio Uteri : keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk kedalam cavum uteri, terjadi akibat uterus lembek, dinding lemah, dan adanya
tarikan tali pusat yang berlebihan. Pada kala III atau post partum, terjadi perdarahan
yang masif hingga syok akibat serviks mendapat pasokan darah yg cukup banyak,
nyeri hebat, pada pemeriksaan dalam ditemukan di daerah simfisis yaitu uterus teraba
fundus uteri cekung kedalam (inkomplit) atau uterus teraba kosong dan dalam vagina
teraba benjolan lunak, cavum uteri sudah tidak ada (komplit).
5. Gangguan Pembekuan Darah : dapat dicurigai apabila semua penyebab lain dapat
disingkirkan dan terdapat riwayat pernah mengalami hal serupa pada persalinan
sebelumnya. Ditandai dengan mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan,
perdarahan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan
dari gusi hingga rongga hidung. Pada px penunjang ditemukan CT,BT memanjang,
trombositopenia, adanya fibrin degradation product, tes protrombin dan partial
tromboplastine time memanjang.
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Tanda Kegawatdaruratan
Shock hemorrhagik
Shock terjadi apabila ada hipoperfusi pd organ vital. Hipoperfusi dapat
disebabkan kegagalan kerja jantung (shock kardiogenik), infeksi hebat sehingga
terjadi redistribusi cairan yg beredar (intravaskuler) ke dalam cairan
ekstravaskuler (syok septik), hipovolemia karena dehidrasi (shock hipovolemik)
atau karena perdarahan yang banyak (shock hemorrhagik).
*Keterangan :
- Perubahan ortostatik : penurunan tekanan darah sistolik paling sedikit 20
mmHg atau tekanan darah diastolik penurunan minimal 10 mmHg dalam waktu
tiga menit berdiri (akibat perubahan posisi dari tidur ke berbaring atau berdiri)
dengan gejala pusing, penglihatan kabur, dan dapat kehilangan kesadaran
sementara.
- Marked fall : mulai turun, 90/60 mmHg
- Profound fall : sangat turun
- Delayed : lama, > 2 detik mengindikasikan adanya hipoperfusi pada kulit.
- Agitated : gelisah
- Confused : bingung
- Lethargic, obtunded : penurunan kesadaran, tertidur, kesadaran ada dan tidak
penuh
Perdarahan hebat penurunan volume sirkulasi respon simpatis dan
kemampuan sel darah merah mengangkut oksigen menurun takikardi,
kontraktilitas otot jantung meningkat, vasokonstriksi perifer kegagalan
miokardium, hipoperfusi, hipoksia jaringan metabolisme anaerob asidosis
terlepasnya berbagai mediator kimiawi dan memacu respon inflamasi sistemik
terlepasnya radikal oksigen kematian sel lemahnya sistem barrier
mukosa mikroorganisme dan endotoksin mudah tersebar ke seluruh jaringan
dan organ SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) kegagalan
multiorgan kematian.
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
PNPK Perdarahan Pasca Salin Tahun 2018. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal
Heni Puji. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Komplikasi
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi
darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Bila hal ini terus
terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
Sheehan syndrome atau Sindrom Simmonds atau hipopituitarisme postpartum atau
nekrosis hipofisis adalah iskemia regio hipofisis posterior akibat kehilangan darah
berlebihan selama atau setelah persalinan.
Selama kehamilan, volume hipofisis meningkat dua kali lipat. Hal ini disebabkan
hiperplasia prolaktin secreting cell dari sekresi estrogen yang meningkat. Pembesaran
kelenjar hipofisis dapat menekan pembuluh darah yang cenderung terjadi pada wanita
hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Kadar prolaktin secara fisiologis
sangat tinggi pada akhir kehamilan dan kembali normal sekitar enam minggu postpartum
pada wanita yang tidak menyusui. Penurunan dini prolaktin mengarahkan insufisiensi
adenohypophyseal.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya kegagalan laktasi, amenore berkepanjangan, dan
krisis hipoglikemik. Terapi bertujuan untuk mencegah kehidupan mengancam akibat dari
ketidakseimbangan endokrin (hipoglikemia dan insufisiensi adrenal paling mendesak).
Substitusi hormonal lengkap bertujuan mengembalikan fungsi normal tiroid, adrenal, dan
ovarium.
(Gumilar,K.E.et al. 2018. Perdarahan Pasca Persalinan Bab 16 – Buku Gawat Darurat
Medis Bedah. Surabaya : Airlangga University Press)
(Budiman. Et al. 2017. Perdarahan Post Partum Dini e.c Retensio Plasenta. J Medula
Unila Vol.7 No.3)
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
8. Apa saja etiologi dan factor resiko ibu dan janin yang menyebabkan perdarahan
postpartum?
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
PNPK Perdarahan Pasca Salin Tahun 2018. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal
b. Tatalaksana
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
WHO
PNPK PERDARAHAN PASCA SALIN
c. Managemen rujukan
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Salati, J. A., Leathersich, S. J., Williams, M. J., Cuthbert, A., & Tolosa, J. E. (2019).
Prophylactic oxytocin for the third stage of labour to prevent postpartum haemorrhage.
Cochrane Database of Systematic Reviews. doi:10.1002/14651858.cd001808.pub3
A. HORMON NEUROHIPOFISIS
Oksitosin: Oxytocin-S, Piton-S, Syntocinon
Nonapeptida (dengan 9 asam amino) ini bersama vasopresin sebetulnya dibentuk di
hipotalamus dan hanya disimpan di umbai belakang hipofisis. Kini senyawa ini dibuat
secara sintetik. Berkhasiat oksitosik, yaitu menimbulkan kontraksi ritmis pada rahim
dan memperkuat kontraksi yang sudah ada. Di samping itu bekerja laktogen ('milk-
ejeding') melalui kontraksi ritmis dari otot sekitar kelenjar susu. Bila bayi menghisap
putting susu, secara reflektoris hipofisis mensekresi oksitosin. Tidak memengaruhi
pembentukan air susu.
Penggunaannya khusus dalam ilmu kebidanan untuk menstimulasi kontraksi sebelum
persalinan bila terdapat kelemahan his, tetapi hanya bila mulut rahim sudah praktis
terbuka seluruhnya. Juga digunakan sesudah persalinan untuk mencegah perdarahan
berlebihan. hambatan sirkulasi janin, juga aritmia dan reaksi hipersensitivitas.
Dosis: menjelang persalinan infus i.v. 0,001 Ul/ min dari larutan dengan 0,002-0,010
UI/ ml. Sesudah persalinan i.v./i.m. 2-10 UI dari larutan 5-10 Ul/ml. Spray hidung
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
(Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta)
(Hadijono S. Manajemen dan Rujukan Perdarahan Postpartum dalam upaya
penurunan Morbiditas dan Mortalitas Maternal)
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
b. Retensio plasenta
c. Tertinggalnya sebagian/ seluruh plasenta
d. Inversio uteri
e. Koagulopati
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
DIAGNOSIS
GEJALA DAN TANDA TANDA & GEJALA LAIN
KERJA
Syok
Pada palpasi TFU setinggi pusat/ lebih
Bekukan darah pada serviks / posisi
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
terlentang akan menghambat aliran Atonia uteri
Perdarahan segera setelah anak lahir
darah keluar
Uterus kontraksi dan keras
Pucat
Plasenta lengkap Robekan jalan
Lemah
Darah segar yang meng-alir segera lahir
Menggigil
setelah bayi lahir
Tali pusat putus akibat traksi
Plasenta belum lahir setelah 30 menit
berlebihan Retensio
Perdarahan segera (P3)
Inversio uteri akibat tarikan plasenta
Uterus berkontraksi dan keras
Perdarahan lanjutan
Plasenta / sebagian selaput Tertinggalnya
(mengandung pembuluh darah) tidak Uterus berkontraksi tetapi tinggi sebagian
lengkap fundus tidak berkurang plasenta atau
Perdarahan segera (P3) ketuban
Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi masa Neurogenik syok
Tampak tali pusat (bila plasenta belum Pucat dan limbung Inversio uteri
lahir)
Endometritis
atau sisa
Sub-involusi uterus fragmen
Nyeri tekan perut bawah dan uterus Anemia plasenta Late
Perdarahan Demam postpartum
Lokhia mukopurulen dan berbau hemorrhage
Perdarahan
postpartum
sekunder
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Ed
4, Jakarta: PT Bina Pustaka
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
Yulizawati, SST.,M.Keb et. al. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Persalinan.
Penerbit Indomedia Pustaka
12. Komplikasi atonia uteri
Immediate and late complications of primary postpartum hemorrhage include
hypovolemic shock, cerebral anoxia, renal failure, anemia, puerperal sepsis, and
Sheehan's syndrome.
Klufio CA, Amoa AB, Kariwiga G. Primary postpartum haemorrhage: causes,
aetiological risk factors, prevention and management. P N G Med J. 1995 Jun;38(2):133-
49. PMID: 9599975.
Most patients with PPH are quickly identified and successfully treated before major
complications develop. The most common problem is anemia and loss of iron stores,
which results in fatigue in the postpartum period. Clinicians and patients are more
tolerant of low hemoglobin levels, mild postural lightheadedness, and fatigue because of
current concerns over blood transfusion. The risks of transfusion with blood products are
well known and have been previously described.
Not surprisingly, many of the complications of severe PPH are related to massive blood
loss and hypovolemic shock. Damage to all major organs is possible; respiratory (adult
respiratory distress syndrome) and renal (acute tubular necrosis) damage are the most
common but are rare. These conditions are best managed by specialists. Renal failure is
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
usually self-limited, and renal function recovers fully. Temporary dialysis is seldom
required. Pulmonary edema is uncommon in this previously healthy group; however, it
may develop acutely or during the recovery phase because of fluid overload or
myocardial dysfunction. Response to standard therapy is usually prompt.
Pregnant women are at increased risk of venous thrombosis and embolic events. Many of
the risk factors for PPH are also risk factors for venous thrombosis and embolic events,
including operative vaginal delivery, cesarean delivery, and pelvic surgery. Venous stasis
due to shock and immobility also contribute, and caregivers should maintain a high index
of clinical awareness.
Hypopituitarism following severe PPH (Sheehan syndrome) is due to critical ischemia of
the hypertrophied pituitary. This condition should be considered if a failure to lactate
occurs. Isolated deficiencies of pituitary tropins and hyperprolactinemia have also been
reported.
Evidence suggests that prophylaxis against gastrointestinal ulceration is useful in
critically ill patients, especially those requiring ventilation. The recommended agents are
sucralfate and histamine 2 blockers. Both are effective at reducing the risk of ulcers.
Sucralfate may be associated with a lower incidence of pneumonia. [80]
Several of the complications related to surgical interventions have been described.
Complications include sterility, uterine perforation, uterine synechiae (Asherman
syndrome), urinary tract injury and genitourinary fistula, bowel injury and
genitointestinal fistula, vascular injury, pelvic hematoma, and sepsis.
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]
According to The World Health Organization (WHO), puerperal sepsis is defined as the infection
of the genital tract occurring at labor or within 42 days of the postpartum period. The
puerperal sepsis/pyrexia presents commonly with fever and other symptoms like pelvic pain,
foul smelling vaginal discharge and delayed reduction of the uterine size.
Van Dillen J, Zwart J, Schutte J, Van Roosmalen J. Maternal Sepsis: Epidemiology, Etiology
and Outcome. Curr Opin Infect Dis. 2010;23(3):249-254
The analysis of data on the causes of puerperal sepsis are shown in Fig. 1, a total of 50% of
the respondents said that it is caused by gram positive Streptococcus pyogens, 25% said is
Staphylococcus aureus, 12% said is Coliform bacteria, 8% said is clostridium tetani and 5%
said is Chlamydia. The result of the study show that, the most common bacteria implicated in the
causes of puerperal sepsis was gram positive bacteria known as streptococcus pyogens.
Mumuni, Momoh & Ezugworie, Joseph & Ezeigwe, H. (2010). Causes and Management of
Puerperal Sepsis. Adv Biol Res. 4.
Sheehan’s syndrome has been usually described to affect pregnant woman after moderate to
profound hypovolemic shock throughout delivery. However, it is usually diagnosed months to
years after the hemorrhagic event. The pathophysiology of Sheehan’s syndrome has been
classically attributed to a transient hypoperfusion that provokes infarction, necrosis, and
consequent dysfunction in a physiologically enlarged pituitary gland (due to pregnancy).
Sheehan's syndrome (SS) occurs as a result of ischemic pituitary necrosis due to severe
postpartum hemorrhage [Figure 1]. Vasospasm, thrombosis and vascular compression of the
hypophyseal arteries have also been described as possible causes of the syndrome. Enlargement
of pituitary gland, small sellar size, disseminated intravascular coagulation and autoimmunity
have been suggested to play a role in the pathogenesis of SS. SS is characterized by varying
degrees of anterior pituitary dysfunction.
[Pick the
ANISA DWI TYASTUTI_30101800021_SGD18
date]