STEP 1
1. Sistem ekstrapiramidal = sistem motorik multineuron yang berasal dari batang otak dan
terutama berkaitan dengan penyesuaian postur dan gerakan involunter badan dan anggota
badan.
2. Sucking reflex (+) = refleks menghisap.
3. Palmomental reflex (+) = refleks berupa kontraksi ipsilateral dari otot mentalis dan orbikularis
oris sebagai respon terhadap stimulasi area tenar tangan. Terdapat kerutan di dagu dan retraksi
ringan dan kadang elevasi pada sudut mulut. Tanda ini kadang tampak pada penyakit traktus
kortikospinal, tetapi dapat juga ditemukan pada lesi lobus frontal dan keterlibatan kortikal yang
difus. Reflek ini kadang juga ditemui pada orang normal, terutama orang yang cemas dan
gelisah.
4. MMSE Skor 20 = Mini Mental State Examinition (MMSE) merupakan test untuk menilai
gangguan kognitif pada lansia. Untuk skor 24-30 tidak ada gangguan kognitif, 18-23 gangguan
kognitif ringan, 0-17 gangguan kognitif berat.
STEP 4 / KONSEP MAPPING
Manifestasi Klinis
Faktor Resiko -Gelisah, marah tanpa sebab, sulit tidur
Etiologi -Usia, ras, genetik, jenis kelamin, gaya -Penurunan daya ingat/memori secara
Kerusakan pada hidup episodik
korteks / subkorteks -Trauma kepala, hipertensi, stroke, -Gangguan aktivitas/perilaku
akibat B-amyloid DM, gagal ginjal, gagal hati -Tidak ada gangguan motorik
DD Demensia
-Penyakit Alzheimer
-Demensia vaskuler
PENYAKIT ALZHEIMER
-Demensia frontotemporal
-Demensia tipe campuran
-Anamnesis : riw.neurobehavioral
-Pemeriksaan Fisik dan
Neurologis : refleks palmomental,
refleks primitif, MMSE, CDT, MCA
-Pemeriksaan Penunjang : Lab
(hema rutin, biokimia), CT SCAN,
MRI, EEG, PET, SPECT, Biomarka DD Selain Demensia
-Delirium
-Depresi
STEP 7
1. Mengapa pasien sering marah malam hari, gelisah dan sulit tidur?
Bagian yang terkena adalah isokorteks area asosiasi lobus temporal, parietal, frontal sehingga
muncul tingkah laku/ kepribadian yang berupa agitasi, apatis, suasana hati berubah-ubah,
obsesif-kompulsif.
- Marah malam hari dan gelisah = terjadi akibat perubahan fungsi intelektual yang disebabkan
penyakit otak difus sehingga timbul kemampuan perencanaan yang jelek seperti
pengambilan keputusan dan pendapat berkurang, negativisme, kekanak-kanakan,
kehilangan toleransi. Perubahan afeks menyebabkan depresi (campuran apatis dan mudah
tersinggung), cemas berlebihan, dan emosi labil.
- Sulit tidur = terjadi akibat perubahan fungsi vegetatif sehingga terjadi gangguan pola tidur
dan disorientasi pada malam hari.
(Soedomo. 2000. Diagnosis dan Diagnosis Banding Demensia. Berkala NeuroSains Vol.2
No.1)
(Santoso, H.T.A.L. 2014. Diagnosis Dini Pada Penyakit Alzheimer. Majalah Biomorfologi
Vol.27 No.1)
- Trauma kepala = Pasca trauma kepala dapat ditemukan deposisi beta-amyloid meningkat
(pada cairan cerebrospinal) serta adanya inklusi neurofilamen akibat proses patologi.
APOE*E4 juga ditemukan setelah trauma kepala apabila perbaikan neurologis tidak terjadi
dengan baik bahkan memburuk.
- Stroke = Pada umumnya setelah stroke, pasien menderita gangguan kognitif dan fungsi
aktivitas sehari-hari yang menurun dibandingkan sebelum sakit. Gangguan ini disebabkan
efek dari lesi pada otak yang mengenai bagian korteks atau subkorteks. Setelah fase akut
stroke biasanya gangguan ini akan berkurang setelah 3-6 bulan. Demensia sering terjadi
pada sumbatan di sisi hemisfer kiri dibandingkan sisi kanan atau pada daerah batang
otakserebelum, disertai juga dengan afasia. Pada lesi stroke hemisfer kiri, demensia terjadi
pada sumbatan di sistem limbik. Lokasi pembuluh darah yang terkena yang menyebabkan
demensia biasanya pada arteri serebri posterior dan anterior sisi kiri. Atrofi otak juga
berkaitan dengan demensia. Sumbatan kecil namun dengan jumlah yang banyak dapat
menyebabkan demensia dalam jangka waktu tertentu (multi infarct dementia). Terdapat lesi
di otak bagian subkorteks yang menimbulkan gejala demensia yang semakin memberat
yaitu pada basal ganglia, white matter, lobus frontal.
- Gangguan ginjal = Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah
suatu proses patofisiologis dengan berbagai etiologi yang mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal
merupakan suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.
Gangguan fungsi kognitif seperti demensia dapat terjadi pada pasien gagal ginjal akibat
tingginya prevalensi faktor resiko kardiovaskular yang menyebabkan kerusakan subklinis,
uremia, anemia, depresi, penggunaan obat tertentu, dan hubungannya dengan kelainan
metabolik yang mengikutinya. Perubahan neuropatologis pada otak yang terjadi secara
paralel pada ginjal disebabkan atheroskeloris, penyakit mikrovaskular, stroke, silent stroke,
oksidative stress dan white matter lesions.
Proses hemodialisis yang lama umumnya akan menyebabkan penurunan perfusi serebral
dan penurunan kecepatan aliran darah sehingga terjadi penurunan metabolisme oksigen ke
otak, edema serebral, dan penurunan tekanan darah intraserebral yang menyebabkan
penurunan fungsi kognitif. Kemudian pada penurunan fungsi ginjal, peningkatan asimetris
dimetil-Larginine menekan sintesis nitrat oksida. Nitrat oksida adalah inhibitor proliferasi sel
otot polos pembuluh darah, agregasi platelet, dan vasodilator kuat. Disfungsi endotel akibat
berkurangnya produksi oksida nitrat dalam pembuluh kecil otak dapat berkontribusi pada
perkembangan kerusakan iskemik kronis struktur subkortikal. Pada pasien yang menerima
hemodialisis, berulangnya episode hipotensi selama pengobatan dapat menyebabkan
kerusakan lebih lanjut ke iskemia sirkuit sensitif frontal-subkortikal karena arteriosklerosis
pembuluh kecil, kalsifikasi, dan kekurangan nitrat oksida yang mungkin cenderung
mengganggu mekanisme normal autoregulasi dan aliran darah ke struktur anterior otak.
- Gangguan hati = Penyakit hati kronis mungkin merupakan faktor risiko penting untuk
kerusakan neuropsikologis. Pasien dengan sirosis hati memiliki gangguan kognitif yang
signifikan dan kecenderungan untuk melakukan lebih banyak kesalahan memori, mungkin
karena kerusakan pada fungsi eksekutif. Kemudian, pada penyakit hepaitis C dengan infeksi
langsung di otak mungkin terjadi karena RNA HCV telah terdeteksi di jaringan otak pasien
dan viral-evolution independen dalam sistem saraf pusat.
Infeksi virus dapat melewati sawar darah otak dan menginfeksi monosit / makrofag yang
kemudian mengeluarkan kelebihan sitokin dan menyebabkan eksitotoksisitas pada sistem
saraf pusat dengan metabolisme otak yang berubah. Akhirnya, ensefalopati hati subklinis
muncul pada kebanyakan pasien dengan sirosis terkait HCV. Amonia yang diproduksi di usus
besar oleh bakteri usus adalah zat toksik utama yang terlibat dalam patogenesis
ensefalopati hepatik, yang kemudian muncul demensia yaitu sindrom gangguan kognitif
progresif kronis dengan kondisi ireversibel dan neuropatologi spesifik yang mendasari.
- DM = Diabetes mellitus memicu pembentukan produk akhir glikasi lanjutan, peradangan,
dan formasi neurofibrillary. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia yang dihasilkan juga
dapat meningkatkan risiko DA. Jalur genetik yang umum dapat menyebabkan
perkembangan DM dan DA, salah satu contohnya, mutasi pada enzim pendegradasi insulin
yang menyebabkan DM41 juga mengganggu degradasi protein-amiloid.
4. Apa hubungan memiliki riwayat hipertensi dan tidak diobati dengan keluhan pasien?
Faktor resiko vaskular berkontribusi terhadap meningkatnya resiko DV dan PA. Secara khusus,
hipertensi usia pertengahan, hiperkolesterolemia pada usia pertengahan, diabetes dan stroke
semuanya telah terbukti berhubungan dengan peningkatan resiko kejadian dementia.
Salah satu komplikasi hipertensi pada sistem saraf pusat selain stroke juga dapat menyebabkan
penurunan fungsi kognitif, salah satunya fungsi memori yang bila dibiarkan secara kronis dapat
menyebabkan dementia (vascular cognitive impairment).
Hipertensi dapat mengganggu sirkulasi aliran darah otak yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi, salah satunya dapat timbul gangguan fungsi kognitif. Komponen fungsi kognitif atensi
adalah kemampuan individu dalam kegiatan memusatkan perhatian pada suatu hal dan
mengabaikan hal lain yang tidak sedang dipikirkan, dimana atensi ini dikontrol oleh kortek
frontal yang berhubungan dengan penglihatan, kemudian pada kortek parietal, dan pada
kolikulus superior, dimana bila didapatkan lesi pada regio ini maka akan timbul gangguan fungsi
atensi. Pasien yang memiliki hipertensi esensial cenderung untuk mengalami terjadinya
abnormalitas pada susunan saraf pusat, terutama integritas lobus frontalis (kerusakan korteks
prefrontal, hiperintensitas substansia alba) sehingga didapatkan hasil fungsi kognitif yang lebih
buruk.
Pasien yang menggunakan pengobatan β-bloker untuk mengontrol tekanan darah memiliki lesi
otak tipe alzheimer lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak mengonsumsi obat tersebut
atau yang mengonsumsi obat lain.
Pasien dengan hipertensi yang disertai dengan penurunan kognisi, maka perlu dilakukan
pemeriksaan CT scan/MRI otak untuk mendeteksi adanya silent infarct, microbleed atau white
matter lesion.
(Sari, Rose V. 2019. Et Al. Hubungan Hipertensi Terhadap Gangguan Kognitif Pada Lanjut Usia Di
Panti Werdha Wana Seraya Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam Udayana Vol.3 No.1)
(Ong, Paulus A. et al. 2015. Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PDSSI)
(Nisa, KanditaMahran. Et al. 2016. Faktor Risiko Demensia Alzheimer. MAJORITY Vol.5 No.4)
5. Mengapa pasien mulai mengalami penurunan daya ingat sejak setahun yang lalu?
Penurunan daya ingat tanpa gangguan kesadaran terjadi akibat gangguan difus hemisfer
serebral, terutama korteks serebral dan hipokampus. Perubahan neuropatologik yang
mempengaruhi berupa neuronal loss, peningkatan jumlah plak senilis berisi protein amyloid dan
timbul neurofibrillary tangles.
Protein Tau adalah komponen dari mikrotubulus yang berfungsi sebagai pendukung struktur
dari sel yang berguna untuk transport bahan makanan dan bahan-bahan yang lain, juga untuk
transport bahan-bahan dari mitokondria dan kromosom di dalam sel, juga berfungsi untuk
menstabilkan pertumbuhan akson-akson yang sangat penting untuk perkembangan dan
pertumbuhan saraf. Pada penyakit Alzheimer, protein Tau menjadi abnormal
(hyperphosphorylated) dan membentuk fibril yang tidak menyerap air (insoluble), fibril tersebut
mengendap di dalam sel. Protein Tau akan terkumpul di dalam neuron, lalu masuk di antara sel-
sel normal dan bersifat mematikan sel-sel tersebut, terutama pada area-area yang bertanggung
jawab terhadap fungsi memori, bahasa, dan kemampuan berpikir
(Santoso, H.T.A.L. 2014. Diagnosis Dini Pada Penyakit Alzheimer. Majalah Biomorfologi Vol.27
No.1)
(Soedomo. 2000. Diagnosis dan Diagnosis Banding Demensia. Berkala NeuroSains Vol.2 No.1)
Amigdala letak berdekatan dg polus temporalis diantara kornu inferior ventrikel lateralis dan
kompleks lentiformis. Amigdala menerima aferen dari korteks asosiasi temporalis inferor,
talamus, septum, dan traktus olfaktorius. Proyeksi eferen utamanya adalah stria terminalis
berjalan pada dinding ventrikel lateralis mengikuti kecembungan nukleus kaudatus dan berakhir
di hipotalamus. Proyeksi eferen ke nukleus akumbens memungkinkan respons perilaku motorik.
Septum terletak di bagian bawah rostral korpus kalosum. Merupakan penghubung antara
amigdala dengan proyeksi ke hipotalamus melalui fasikulus media telensefalus. Septum juga
berhubungan dengan nukleus monoaminergis di batang otak.
Korteks Orbitalis Frontalis bersama dengan konveksitas frontalis dibentuk oleh neokorteks
frontalis. Terhubung lebih kuat dg sistem limbik. Berhubungan erat dengan struktur yang
memperantarai insting naluriah, dorongan emosi, motivasi yang mempengaruhi perilaku. Pada
orang yang sehat, aspek kognitif dan afektif bekerjasama dalam memecahkan masalah dan
berhubungan dengan hasil pengalaman terdahulu (ingatan dari sistem limbik).
- Ingatan/Memori
Formasi Hipokampal terdiri atas hipokampus, girus dentatus, bagian girus parahipokampalis.
Menerima aferen utama dari korteks temporalis inferior dan eferen hipokampus berproyeksi ke
nukleus akumbens memungkinkan adanya respons motorik.
Girus Singuli atau girus parahipokampalis, saling menyambung disekitar splenium korpus
kalosum.
- Emosi/Memori
Aspek dorsolateral neokorteks asosiasi frontalis = penyelesaian masalah, fungsi eksekutif, aspek
kognitif.
Area asosiasi neokorteks (fungsi kognitif) informasi sensorik talamus sistem limbik =
respons perilaku otomatik (melawan/menghindar/melarikan diri).
Sistem Olfaktorius
Reseptor olfaktorius merupakan sel khusus berupa sel saraf bersilia dalam epitel olfaktorius
rongga hidung. Serabut saraf olfaktorius berakhir pada bulbus olfaktorius. Serabut derajat kedua
berjalan didalam traktus olfaktorius dan berakhir pada korteks olfaktorius primer pada unkus di
lobus temporalis. Bagian anterior girus parahipokampalis / korteks enterokinal membentuk
korteks olfaktorius asosiasi dengan struktur disampingnya.
(Crossman,A.R. et al. 2015. Buku Ajar Ilustrasi Berwarna Neuroanatomi Edsi Kelima. Singapra :
Churchill Livingstone)
(Soedomo. 2000. Diagnosis dan Diagnosis Banding Demensia. Berkala NeuroSains Vol.2 No.1)
Etiologi = Gen yang mengkode APP/Amyloid Precursor Protein pada kromosom 21 deposisi
beta-amyloid di korteks serebri plak senilis dan neuritik (ada kandungan beta-amiloid),
neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano
bodies. Disertai defisit neurotransmiter utama sistem kolinergik (defisit asetilkolin).
Kondisi Reversibel yang Mengakibatkan Demensia,
Faktor Resiko =
- Tidak dapat dimodifikasi
a. Usia, risiko terjadinya PA meningkat secara nyata dengan meningkatnya usia, meningkat
dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85
tahun mengalami demensia.
b. Jenis kelamin, PA lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Angka harapan hidup yang
lebih tinggi dan tingginya prevalensi PA pada wanita yang tua dan sangat tua dibanding
pria. Kejadian DV lebih tinggi pada pria secara umum walaupun menjadi seimbang pada
wanita yang lebih tua.
c. Riw.Keluarga dan Faktor Genetik, Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer
Disease/EOAD) terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari
kasus PA. Sekitar 13% dari EOAD ini memperlihatkan transmisi otosomal dominan. Tiga
mutasi gen yang teridentifkasi untuk kelompok ini adalah amiloid ß protein precursor
(AßPP) pada kromosom 21 ditemukan pada 10-15% kasus, presenelin 1 (PS1) pada
kromosom 14 ditemukan pada 30-70% kasus dan presenilin 2 (PS) pada kromosom 1
ditemukan kurang dari 5% kasus. APOE e4 signifikan meningkatkan risiko demensia PA
teruma pada wanita dan populasi antara 55-65 tahun.
- Dapat dimodifikasi
a. Hipertensi, hipertensi usia pertengahan, hiperkolesterolemia pada usia pertengahan,
diabetes melitus dan stroke semuanya telah terbukti berhubungan dengan peningkatan
resiko kejadian dementia.
b. Gaya hidup
Merokok, mengonsumsi alkohol, diet (nutrisi yang kurang baik seperti defisiensi vit. B12,
kekurangan hormon tiroid) dapat meningkatkan resiko terjadinya demensia.
Gaya hidup dibawah ini dapat mengurangi resiko terkena stroke dan demensia.
(Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.)
(Ong, Paulus A. et al. 2015. Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan
Demensia. PDSSI)
Epidemiologi Alzheimer
Studi prevalensi menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, pada populasi di atas umur 65 tahun
presentase orang dengan penyakit Alzheimer meningkat dua kali lipat setiap pertambahan umur
5 tahun. Sebagian besar 10% dari semua orang yang berusia di atas 70 tahun mempunyai
kehilangan memori yang signifikan dan lebih dari setengahnya disebabkan oleh Penyakit
Alzheimer.
Frekuensi dari penyakit Alzheimer akan meningkat seiring bertambahnya dekade dewasa.
Mencapai sekitar 20-40% dari populasi lebih dari 85 tahun. Wanita merupakan faktor resiko
gender yang lebih beresiko terutama wanita usia lanjut. Lebih dari 35 juta orang di dunia, 5,5
juta di Amerika Serikat yang mengalami penyakit Alzheimer, penurunan ingatan dan gangguan
kognitif lainnya dapat mengarahkan pada kematian sekitar 3 – 9 tahun ke setelah didiagnosis.
Penyakit Alzheimer merupakan jenis yang terbanyak dari demensia, dihitung berdasarkan 50 –
56 % kasus dari autopsy dan kasus klinis. Insiden dari penyakit ini dua kali lipat setiap 5 tahun
setelah usia 65 tahun, dengan diagnosis baru 1275 kasus per tahun per 100.000 orang lebih tua
dari 65 tahun. Kebanyakan orang-orang dengan penyakit Alzheimer merupakan wanita dan
berkulit putih. Karena sangat dihubungkan dengan usia, dan wanita mempunyai ekspektasi
kehidupan yang lebih panjang dari pria, maka wanita menyumbangkan sebesar 2/3 dari total
orang tua dengan penyakit ini.
(Ong, Paulus A. et al. 2015. Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.
PDSSI)
(Bird TD, Miller BL. 2005. Alzheimer's Disease and Other Dementias. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division)
(Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.)
(Nisa, KanditaMahran. Et al. 2016. Faktor Risiko Demensia Alzheimer. MAJORITY Vol.5 No.4)
(Nisa, H. Et Al. Biomarker Mirna-146a Sebagai Deteksi Dini Yang Efektif Untuk Alzheimer.
Farmaka Suplemen Vol.15 No.2)
(Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.)
- Pemeriksaan Penunjang
a. Lab
FUNCTIONAL NEUROIMAGING
Functional neuroimaging meliputi functional MRI, magnetic resonance spectroscopy
(MRS), positron emission tomography (PET), single photon emission computed
tomography (SPECT). Functional imaging berguna dalam deteksi dini demensia,
memprediksi perubahan dari MCI menjadi demensia serta dalam membedakan subtipe
demensia.
SPECT (Single Photon Emission Commuted Tomography) SPECT dapat digunakan
untuk membedakan DA, DV dan DFT bila diagnosis meragukan.
PET (Possitron Emission Tomography) Pemeriksaan ini memiliki superioritas daripada
SPECT dalam mendeteksi DA.
Biomarka Neuroimaging PET dengan menggunakan radioligand yang berikatan
langsung dengan plak β-amyloid, seperti Pittsburgh Compound-B (PIB), dapat dilakukan.
Ikatan PIB ke otak berkorelasi dengan kadar total Aβ.
(Ong, Paulus A. et al. 2015. Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan
Demensia. PDSSI)
(Sudoyo A W, Setyohadi B, Alwi I dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.)