Anda di halaman 1dari 10

Klasifikasi Demensia

Klasifikasi demensia meliputi :

1. Klasifikasi berdasarkan umur


a. Demensia prasenilis, demensia yang terjadi sebelum usia 65 tahun.
b. Demensia senilis, demensia yang terjadi setelah usia 65 tahun.
Perbedaan ini berdasarkan asumsi yang penyebabnya berbeda-
beda; degenerasi neural yang jarang pada orang muda dan penyakit
vaskuler atau keadaan lanjut usia pada orang tua. Meskipun ekspresi
penyakit dapat berbeda pada usia yang berbeda, kelainan utama pada
pasien demensia dari semua usia adalah sama, dan pembedaan
berdasarkan kenyataan (Wilson, dkk, 1999).
2. Klasifikasi berdasarkan perjalanan penyakit
a. Demensia Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang dapat diobati.
Yang termasuk faktor penyebab yang dapat bersifat reversibel adalah
keadaan/penyakit yang muncul dari proses inflamasi (ensefalopati
SLE, sifilis), atau dari proses keracunan (intoksikasi alkohol, bahan
kimia lainnya), gangguan metabolik dan nutrisi (hipo atau hipertiroid,
defisiensi vitamin B1, B12, dll).
b. Demensia Non Reversibel
Merupakan demensia dengan faktor penyebab yang tidak dapat
diobati dan bersifat kronik progresif. Beberapa penyakit dasar yang
dapat menimbulkan demensia ini adalah penyakit Alzheimer,
Parkinson, Huntington, Pick, Creutzfelt-Jakob, serta vaskular.
3. Klasifikasi berdasarkan kelainan asal
a. Demensia Kortikal
Merupakan demensia yang muncul dari kelainan yang terjadi pada
korteks serebri substansia grisea yang berperan penting terhadap
proses kognitif seperti daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit yang
dapat menyebabkan demensia kortikal adalah Penyakit Alzheimer,
Penyakit Vaskular, Penyakit Lewy Bodies, sindroma Korsakoff,
ensefalopati Wernicke, Penyakit Pick, Penyakit Creutzfelt-Jakob.
Demensia kortikal ditandai dengan hilangnya fungis kognitif seperti
bahasa, persepsi, kalkulasi.
b. Demensia Subkortikal
Merupakan demensia yang termasuk non-Alzheimer, muncul dari
kelainan yang terjadi pada korteks serebri substansia alba. Biasanya
tidak didapatkan gangguan daya ingat dan bahasa. Beberapa penyakit
yang dapat menyebabkan demensia subkortikal adalah penyakit
Huntington, hipotiroid, Parkinson, kekurangan vitamin B1, B12,
Folate, sifilis, hematoma subdural, hiperkalsemia, hipoglikemia,
penyakit Coeliac, AIDS, gagal hepar, ginjal, nafas, dll.
Demensia subkortikal menunjukkan perlambatan kognitif dan proses
informai (“bradiphrenia”), dan gangguan motivasi, suasana hati, dan
bangun.
4. Klasifikasi berdasarkan kerusakan struktur otak
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan,
yaitu Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskular.
a. Demensia Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron koligenik
yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama
menyerang orang berusia 65 tahun ke atas. Penyakit Alzheimer
ditandai oleh hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.
Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak
diketahui (Price dan Wilson, 1995 dalam Arif Muttaqin, 2008).
Demensia Alzheimer merupakan penyebab demensia yang paling
sering ditemukan pada sekitar 50-60 % kasus demensia, yaitu
demensia akibat hilangnya jaringan kortikal terutama pada lobus
temporalis, parietalis, dan frontalis. Hal ini menyertai sebagian kasus
dengan bertambahnya jarak antara girus dan pembesaran ventrikel
(Wilson, dkk, 1999). Pada penyakit ini terjadi deposit protein abnormal
yang menyebabkan kerusakan sel otak dan penurunan jumlah neuron
hippokampus yang mengatur fungsi daya ingat dan mental. Kadar
neurotransmiter juga ditemukan lebih rendah dari normal.
Tanda histologik adalah adanya beberapa kekacauan neurofibrialis
dan plak sinilis. Plak dan kekacauan neurofibrialis ditemukan dalam
otak orang tua yang normal tetapi meningkat jumlahnya pada penyakit
Alzheimer, terutama dalam hipokampus dan lobus temporalis.
Terkenanya hippocampal mungkin bertanggung jawab terhadap
gangguan ingatan yang mungkin sebagian diperantarai oleh
berkurangnya aktivitas kolinergik (Wilson, dkk, 1999).
Penyakit demensia alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat
berlangsung dalam tiga stadium yaitu stadium awal, stadium
menengah, dan stadium lanjut.
1) Stadium awal atau demensia ringan.
Ditandai dengan gejala yang sering diabaikan dan
disalahartikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian normal dari
proses menua. Umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan
dalam berbahasa, mengalami kemunduran daya ingat secara
bermakna, disorientasi waktu dan tempat, sering tersesat ditempat
yang biasa dikenal, kesulitan membuat keputusan, kehilangan
inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan
agitasi.
2) Stadium menengah atau demensia sedang.
Ditandai dengan proses penyakit berlanjut dan masalah
menjadi semakin nyata. Pada stadium ini, klien mengalami
kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari dan
menunjukkan gejala sangat mudah lupa terutama untuk peristiwa
yang baru dan nama orang, tidak dapat mengelola kehidupan
sendiri tanpa timbul masalah, sangat bergantung pada orang lain,
semakin sulit berbicara, membutuhkan bantuan untuk kebersihan
diri (ke toilet, mandi dan berpakaian), dan terjadi perubahan
perilaku, serta adanya gangguan kepribadian.
3) Stadium lanjut atau demensia berat.
Ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif total, tidak
mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal), sukar
memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan
di sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami
inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan perilaku
tidak wajar dimasyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau
tempat tidur.
b. Demensia Vaskular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat
terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di
otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat
diduga sebagai demensia vaskular. Ditemukan umumnya pada laki-
laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan factor kardiovaskuler
lainnya.Demensia ini berhubungan dengan penyakit serebro dan
kardiovaskuler seperti hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung,
diabetes, dll. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral
berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan
lesi parenkhim multiple yang menyebar luas pada otak. Penyebab
infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau
tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung).
Demensia Vaskular merupakan penyebab kedua demensia yang
terjadi pada hampir 40 % kasus. Gambaran klinis dapat berupa
gangguan fungsi kognitif, gangguan daya ingat, defisit intelektual,
adanya tanda gangguan neurologis fokal, aphasia, disarthria, disphagia,
sakit kepala, pusing, kelemahan, perubahan kepribadian, tetapi daya
tilik diri dan daya nilai masih baik.
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaanpenunjanguntuk penegakkan demensia meliputi pemeriksaan


laboratorium, pencitraanotak, elektroensefalografi dan pemeriksaan genetika
(Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

1. Pemeriksaan laboratorium rutin


Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia
khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang
demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal,
pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati,
hormone tiroid, kadar asam folat.
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik
dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium
lanjut dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia
akut, penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen
dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes
sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan Mini-Mental State Examination (MMSE)
Pemeriksaan Mini Mental State Examination adalah pemeriksaan
yang paling sering digunakan untuk mengetahui fungsi kognitif. MMSE
dipakai untuk melakukan skrining pada pasien dengan gangguan kognitif,
menelusuri perubahan dalam fungsi kognitif dari waktu ke waktu.
MMSEmenilai sejumlah domain kognitif yaitu orientasi waktu dan tempat,
registrasi, atensi dan kalkulasi, recall, dan bahasa yang terdiri dari
penamaan benda, pengulangan kata, pemahaman dan pelaksanaan perintah
verbal dan tulisan, menulis, dan menyalin gambar. Setiap penilaian terdiri
dari beberapa tes dan diberi skor untuk setiap jawaban yang benar
(Kochhann, 2009).
Total skor pada MMSE jika semua jawaban benar adalah 30.
Berdasarkanskor pada MMSE, status demensia pasien dapat digolongkan
menjadi:
a. Normal : skor 25-30
b. Demensia ringan : skor 20-24
c. Demensia sedang : skor 13-19
d. Demensia berat : skor 0-12

Sehingga, demensia dapat ditunjukkan dengan skor MMSE 0-24


(Alzheimer’s Association, 2007)

Penatalaksanaan
(Boedhi-Darmojo, 2009) Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk
demensia biasanya tidak mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat
dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan
penderita demensia adalah sebagai berikut :
1. Optimalkan fungsi dari penderita
a. Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
b. Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
c. Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
d. Upayakan aktivitas mental dan fisik
e. Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat bantu
memori bila memungkinkan
f. Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
g. Tekankan perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
a. Mengembara dan berbagai perilaku merusak
b. Gangguan perilaku lain
c. Depresi
d. Agitasi atau agresivitas
e. Inkontinensia
3. Upayakan perumatan berkesinambungan
a. Re-akses keadaan kognitif dan fisik
b. Pengobatan gangguan medik
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
a. Berbagai hal tentang penyakitnya
b. Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
c. Prognosis
Digunakan dalam menyampaikan suatu tindakan untuk
memprediksi perjalanan penyakit yang didasarkan pada informasi
diagnosis yang tersedia.
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan
keluarganya
a. Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
b. Nasihat hukum dan/keuangan
6. Upayakan nasihat keluarga untuk :
a. Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
b. Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
c. Pengambilan keputusan
d. Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
7. Peran keluarga
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu
penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang
terang, jam dinding dengan angka-angka yang jelas.
8. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untukmengobatidemensiaalzheimerdigunakanobat-
obatanantikoliesteraseseperti Donepezil, Rivastigmine, Galantamine,
Memantine.
b. Dementia vaskulermembutuhkanobat-obatan anti platelet seperti
Aspirin, Ticlopidine,
Clopidogreluntukmelancarkanalirandarahkeotaksehinggamemperbai
kigangguankognitif.
c. Demensiakarena stroke yang berturut-turuttidakdapatdiobati,
tetapiperkembangannyabisadiperlambatataubahkandihentikandengan
mengobatitekanandarahtinggiataukencingmanis yang
berhubungandengan stroke.
d. Jikahilangnyaingatandisebabakanolehdepresi, diberikanobat anti-
depresiseperti Sertraline dan Citalopram.
e. Untukmengendalikanagitasidanperilaku yang meledak-ledak, yang
bisamenyertaidemensiastadium lanjut, seringdigunakanobat anti-
psikotik(misalnya Haloperidol, QuetiapinedanRisperidone).

9. Terapi simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik
meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktfitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah
10. Pencegahan dan perawatan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak
seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
b. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan
aktif : Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
d. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman
yang memiliki persamaan minat atau hobi.
e. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks
dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
(Nugroho, W., 2009)

DAPUS
Alzheimer’s Association. 2007. Tests for alzheimer’s disease and dementia.
Chicago: Alzheimer’s Association. Tersedia dari:
http://www.alz.org/alzheimers_disease_steps_to_diagnosis.asp#ment
al (Diakses 22 Mei 2018).

Assosiasi Alzheimer Indonesia (AazI), 2003. Konsensus Nasional Pengenalan


dan Penatalaksanaan Demention Lainnya, Edisi I. Demensia
Alzheimer. Jakarta : Assosiasi Alzheimer Indonesia.

Boedhi-Darmojo. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Edisi 4. Jakarta :


FKUI

Kushariyadi.2010. Askep Pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba medika

Kochhann R, Otilia M., Godinho C., Camazzato A., Chaves M. 2009. Evaluation
of Mini-Mental State Examination scores according to diffrent age
and education strata, and sex, in a large Brazilian helathy sample.
Dementia and Neuropsycologia;3(2):88–93.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Nugroho, W.2009. Keperawatan Gerontik & Geriatric Edisi 3. Jakarta : EGC.


Sjahrir H, 1999. Pengenalan Demensia. Dalam: Sjahrir H, Nasution D, Rambe
HH, editor. Demensia, Hal 59-96. USU Press. Medan

Price, Sylvia A. & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit Jilid 2. Jakarta : Penerbit EGC.

Price, S. A. & Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai