Anda di halaman 1dari 44

STEP 1

1. Palmomental reflex : reflek primitive pada bayi yang muncul Ketika menggoreskan benda ujung
palu di otot tenar, di gosok di otot tenar akan positif ( kontraksi) di m. mentalis dan orbicularis
oris. Membentuk bibir cemberut.
Reflek regresi seharusnya tidak muncul pada orang tua, muncul Ketika terjadi penurunan ssp.
2. Pemeriksaan MMSE : mini mental state examination sbg alat penunjang untuk mendiagnosis
demensia khususnya pada lansia. Pemeriksaan meliputi atensi, memori, kemampuan Bahasa.
Total skor ada 30. 30-35 normal, 0-12 berat, 13-19 sedang, 20-24 ringan
3. Sucking reflex : pemeriksaan yang dilakukan dengan menyentuhkan benda atau ujung pena
menyentuhkan secara ringan dan lembut pada bibir penderita. Responnya menete atau
menyusu. Merupakan reflek primitive pada bayi positif artinya normal. Pada lansia tidak normal.

STEP 2

1. Mengapa pasien sering marah tanpa sebab, gelisah sejak 7 hari yang lalu dan sulit tidur pada
malam hari?
2. Apa hubungan Riwayat pasien memiliki hipertensi, dan tidak rutin mengonsumsi obat
dengan keluhan pasien?
3. Mengapa pada scenario wanita 70 tahun sucking reflek dan palmomental positif?
4. Apa hubungan tidak pernah mengalami trauma kepala, dan stroke, dan tidak memiliki
Riwayat gangguan ginjal, hati, kencing manis, mengapa di tanyakan?
5. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan MMSE?
6. Apa etiologi dan factor resiko pada scenario?
7. Bagaimana alur diagnosis dari scenario?
8. Apa diagnosis dan DD pada scenario?
9. Apa pemeriksaan penunjang pada scenario?
10. Apa tatalaksana dari scenario?
11. Bagaimana pencegahan yang dilakukan pada kasus di scenario?
STEP 3
1. Mengapa pasien sering marah tanpa sebab, gelisah sejak 7 hari yang lalu dan sulit tidur
pada malam hari?
 Neurodegenerative kerusakan sel otak  kematian sel otak yang massif 
gangguan kognitif  gejala neuro psikiatrik  ganggua behavior/ tingkah
laku pasien mudah marah, pasien sulit tidur, dan dapat terjadi perubahan
pola tidur.
 Gangguan motoric  kematian sel neuron terjadi pada lansia terjadi
gangguan ringan sampai berat ( alzeimer, Parkinson)
Parkinson: seperti robot, tremor, kaku
Alzeimer : gangguan fungsi kognitif, memori, fungsi motoric dalam batas
normal.
2. Apa hubungan Riwayat pasien memiliki hipertensi, dan tidak rutin mengonsumsi obat
dengan keluhan pasien?
 Keluhan pasien mudah lupa dengan keluarga, mudah emosi, gangguan tidur 
gangguan kognitif demensia  penyebabnya demensia vascular factor
resiko atherosclerosis  gangguan pembuluh darah serebral  sel otak
infark terjadi lesi parenkim multiple/ fokal  efeknya menyebar pada otak
penurunan kognitif sehingga muncul gangguan pada tubuh.
 Riwayat hipertensi, cenderung terkena demensia alzeimerPasien tidak rutin
minum obat resiko terkena demensia
 Obat yang di sarankan golongan beta blocker
 Pasien hipertensi menyebabkan keluhan pada otak karena awalnya terjadi
penyumbatan pada arteri pada otak intra/ ekstra kranial  infark mayor/
minor jika dibiarkan akan terjadi mikro/makro blich lesi pada otak

3. Mengapa pada scenario ditemukan sucking reflek dan palmomental positif pada wanita
70 tahun?
 Reflek regresi/ reflek demensia muncul karena ada kerusakan saraf di otak,
local/ difuse, penyebabnya karena kelainan vaskule, gangguan metabolic
 Demensia menimbulkan reflek tersebut karena terjadi kerusakan otak
Jk terjadi di area motoric akan membangkitkan reflek primitive.
 Macam reflek regresi
sucking reflek
Palmomental reflek
Grasping reflek
Glabella reflek
Snout reflek
Kaki tonik reflek
Corneomandibular reflek

4. Apa hubungan tidak pernah mengalami trauma kepala, dan stroke, dan tidak memiliki
Riwayat gangguan ginjal, hati, kencing manis, mengapa di tanyakan?
 Mengapa di tanyakan?
 Berbagai macam penyakit vaskuler, fakto resiko vaskuler resiko demensia
vaskuler
 Hipertensi di usia pertengahan, dm, stroke  berhubungan meningkatnya
resiko demensia
 Demensia vaskuler merupakan demensia kedua terbanyak setelah alzeimer,
meliputi semua sindrom yang diakibatkan inskemik/ perdarahan penurunan
kognitif dari yang ringan sampai berat
 Riwayat penyakit  mencari factor resiko demensia vaskuler
5. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan MMSE?
 MMSE dilakukan secara perintah, pertanyaan. Total skor ada 30
 1 orientasi di tanyakan bulan, tanggal, tahun point 5
 2 lokasi dimana pasien berada point 5
 3 pasien menyebutkan 3 nama benda secara benar point 3
 4 pertanyaan kalkulasi, mengeja mundur point 5
 5 menyebut Kembali 3 nama benda, poin 3
 6 penamaan benda yang di tunjuk pemeriksa point 2
 7 mengulang kalimat poin 1
 8 perintah kepada pasien poin 3
 9 pasien membaca, berikan perintah memjamkan mata poin 1
 10 menulis poin 1
 11 pasien menyalin gambar poin 1
 30-26 normal
 21-26 ringan
 15-20 sedang
 0-12 berat
 Scenario 20 gangguan kognisi sedang

6. Apa etiologi dan factor resiko pada scenario?


 Factor resiko
Tidak bisa di modifikasi
- Usia meningkat pada usia 65 tahun
- Jenis kelamin frekuensi lebih tinggi pada wanita
- Genetic terjadi mutase gen ( amyloid beta protein prekusor, kromosom 21,
kromosom 14, kromosom 1)

Dapat di modifikasi

- Kardiovaskuler meningkatkan db
- Hipertensi dg penurunan kognitif di sarankan ct scan
- Asam folat dan vit.b : defisiensi vitb12 bisa di berikan vitamin
- Gaya hidup
 Etiologi
Teori gangguan autoimun
Peningkatan kadar antibody reaktif terhadap otak pada penyakit alzeimer, di
dalam otak ada protein amyloid, yang fungsinya sebagai pertumbahan dari
neuron, dapat di recycle jk ada gangguan pada prekusornya pada gamma
secretase penumpukan amyloid beta tidak larut numpk di otak plak beta
amyloid  menggangu synaps neuron pd otak  gangguan neurologis
7. Bagaimana alur diagnosis dari scenario?
 Anamnesis
Ditanyakan keluhan, gangguan aktifitas sehari hari, gangguan emosi, terjadi
perubahan
 Pf
Untukmengetahui adanya penyakit lain, mengetahui dari system sarafnya,
 Pp
-MMSE hasil normal bsa dilakukan pemeriksaan ulang 6 bulan kemudian, jika
positif rujuk ke sp saraf
-gds
-cgt
-dsm

8. Apa diagnosis dan DD pada scenario?


Diagnosis :
demensia delirium depresi
gejala
awitan perlahan akut betahap
durasi Berbulan/ Jam/hari/minggu, Minggu/bulan,
bertahun fluktuasi memburuk memburuk pada
pada malam hari pagi dan memburuk
pada malam hari
orientasi Disorientasi waktu Selalu terganggu normal
dan tempat
memori Terganggu memori Memori baru Memori baru,
baru terkadang memori lama utuh
jangka panjang
Persepsi Normal, terkadang Halusinasi visual/
halusinasi visual auditori
30-40%
emosi labil ketakutan Mendatar, sedih
Scenario gangguan meori, mengalami perburukan, gangguan kognitif
Dx = demensia
9. Apa pemeriksaan penunjang pada scenario?
 MMSE
 Tes memori
 Test ct scan untuk melihat ada kelainan di ota
 MRI untuk melihat letak lesi
 Specp test non invasive menggunakan radiasi nuklir untuk menilai kelainan pada
vaskulernya
 Pet (positron emission tomografi) : untuk melihat vaskuler pada otaknya
 Ctr
 Gds
 Mpi
 Laboraturium : hematologi rutin, biokimia, test fungsi tiroid
 Neurologi : cdt ( menggambar mengikuti perintah ),

10. Apa tatalaksana dari scenario?
11. Bagaimana pencegahan yang dilakukan pada kasus di scenario?
 Perubahan gaya hidup
 Berusaha tetap aktif
 Menyediakan makanan yang sehat dan menyimpan dengan benar
 Banyak makan sayur dan buah
 Diet rendah lemak
 Kurangi asupan dari garam
 Atur pola makan
 Batasi asupan gula
 Stop merokok
 Hindari minuman beralkohol
 Vitamin b dan asam folat tidak di rekomendasikan
STEP 4

STEP 7

1. Mengapa pasien sering marah tanpa sebab, gelisah sejak 7 hari yang lalu dan sulit tidur pada
malam hari?
Sering marah tanpa sebab dan gelisah
Gangguan emosional yaitu
Simon Atkins. 2015. Dementia for Dummies. John Willey Sons Ltd Publishing

Penurunan daya ingat


Pembentukan memori

Masud Husain. 2016. Oxford Textbook of Cognitive Neurology and Dementia. Oxford Press
Simon Atkins. 2015. Dementia for Dummies. John Willey Sons Ltd Publishing

Patogenesis
H. Royden Jones. 2012. Netter Neurology 2nd Ed. Elsevier

Patofisiologi
a. Marah tanpa sebab lebih sering di malam hari dan gelisah
Sundowning “sindrom matahari terbenam,” berarti munculnya atau memburuknya
gejala neuropsikiatri (NPS) pada sore atau sore hari. Sindrom ini telah dikenal sejak lama di
bidang penyakit demensia dan terkenal di antara sebagian besar penyedia layanan
kesehatan yang terlibat dalam membantu penderita demensia. Dalam hal ini, perilaku
tersebut dapat terdiri dari berbagai macam gejala seperti kecemasan, agitasi, agresi,
mondar-mandir, mengembara, perlawanan, berteriak, berteriak, halusinasi visual dan
pendengaran, dan lain sebagainya .
Salah satunya penyebabnya adalah sensory deprivation yaitu kondisi yang menunjukkan
bahwa pasien dengan DA sudah memiliki paparan yang tidak memadai terhadap jumlah
cahaya di malam hari. Temuan ini merumuskan dasar pemikiran untuk terapi cahaya pada
pasien demensia. Morley menggambarkan seseorang dengan gangguan penglihatan
akibat degenerasi makula (penurunan penglihatan pada lansia krn usia), yang berulang
kali mengembangkan sindrom sundowning klasik dengan perubahan persepsi saat hari
berganti menjadi senja. Di antara banyak faktor menunjukkan bahwa pencahayaan
rendah dan bayangan yang meningkat dapat memperburuk kebingungan, emosi dan
perilaku dengan matahari terbenam di sore hari. 
Adanya gangguan ritme sirkadian memilik peran potensial penting dari ritme sirkadian
yang tidak teratur sebagai faktor etiologis sindrom matahari terbenam pada pasien
dengan demensia. Menurut penelitian ini, matahari terbenam sebagai gejala nonspesifik
dari berbagai jenis demensia mungkin merupakan manifestasi dari kelainan fisiologis jalur
spesifik yang mengganggu ritme sirkadian normal dan regulasi perilaku. Komponen sentral
dasar fisiologis dari ritme sirkadian biologis termasuk nukleus suprachiasmatic (SCN) dan
melatonin. SCN yang terletak di hipotalamus memainkan peran penting dalam regulasi
ritme sirkadian selama keadaan terjaga dengan menghasilkan sinyal peringatan; selama
waktu tidur SCN menghasilkan sinyal yang memicu tidur. Pada manusia, ritme sirkadian
bertanggung jawab atas siklus tidur-bangun. SCN bertindak sebagai alat pacu jantung
sirkadian utama tubuh manusia dan mempengaruhi beberapa fungsi fisiologis termasuk
suhu tubuh inti, detak jantung, dan sekresi hormon. Gangguan ritme sirkadian karena
kerusakan SCN yang diamati pada pasien dengan DA dapat berkontribusi pada
perkembangan sindrom sundowning. Kemungkinan penyebab kerusakan SCN adalah
karena pembentukan plak pikun yang meningkat seiring bertambahnya usia.Komponen
penting lain dari regulasi ritme sirkadian adalah melatonin, hormon yang diproduksi oleh
kelenjar pineal dalam kegelapan, dan selama tidur. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat
melatonin telah ditemukan menurun pada tingkat cairan serebrospinal postmortem
pasien dengan DA. Penurunan ini menyebabkan deregulasi dalam ritme sirkadian dan
mengurangi efek pelindung saraf pada SCN. Produksi alami melatonin tampaknya
menurun seiring dengan penuaan dan kerusakan SCN berkontribusi besar dalam
memperburuknya sindrom matahari terbenam.

- Reiter RJ, Tan DX, Manchester LC, El-Sawi MR. Melatonin reduces oxidant damage and
promotes mitochondrial respiration: Implications for aging. Ann N Y Acad Sci.
2002;959:238–250.
- 40. Huitrón-Reséndiz S, Sanchez-Alavez M, Gallegos R, Berg G, Crawford E, Giacchino JL,
et al. Age-independent and age-related deficits in visuospatial learning, sleep-wake
states, thermoregulation and motor activity in PDAPP mice. Brain Res. 2002;928:126–
137.


2. Apa hubungan Riwayat pasien memiliki hipertensi, dan tidak rutin mengonsumsi obat dengan
keluhan pasien?

Perubahan serebral karena hipertensi


Gangguan pada otak yang disebabkan oleh hipertensi yang lama berhubungan dengan gangguan
kognitif. Hipertensi  iskemik serebral  gangguan kognitif
White matter (WM) adalah bagian cerebrum yang terdiri dari sel glial dan akson bermyelin yang
berfungsi membawa impuls saraf antar neuron dan menghubungkan berbagai area gray matter ke
bagian otak lainnya, dimana myelin bertindak sebagai insulator yang mempercepat transmisi
sinyal saraf antar regio di otak sehingga dapat bekerja dengan baik.
Pada WM terdapat jaras-jaras yang menghubungkan antar regio diotak, ke medula spinalis, dan di
dalam white matter itu sendiri seperti jaras proyeksi pada capsula interna; yaitu antara thalamus
& nuclei basalis yang kemudian menyebar ke berbagai area spesifik di otak, jaras comissural yang
memungkinkan komunikasi interhemisfer, dan jaras asosiasi (interlobus) dimana jaras-jaras
berperan ini penting dalam fungsi kognisi sebagai pusat persepsi dan memori.
Lesi pada white matter telah dilaporkan berhubungan kejadian kardiovaskular seperti hipertensi,
stroke, gangguan fungsi kognisi dan usia tua .Dari beberapa faktor yang mempengaruhi, dikatakan
yang paling konsisten adalah usia tua dan hipertensi.
Gangguan kognisi yang paling sering terjadi pada pasien hipertensi adalah atensi, memori kerja
dan fungsi eksekutif. Hal ini terkait struktur neuroanatomi yang berperan, antara lain lobus frontal
anterior yang disebut korteks prefrontal. Bagian ini bertugas mengatur memori kerja (working
memory). tingkah laku, inhibisi terhadap tingkah laku yang tidak pantas, mencegah distraktibilitas
(atensi yang menurun), mengatur perencanaan dan pengaturan yang terstruktur

3. Mengapa pada scenario wanita 70 tahun sucking reflek dan palmomental positif?

Demensia  sistem area motoric (pyramidal & extrapyramidal akan mengalami


degenerasi)  ada tanda tanda lesi area premotor dan prefrontal  membangkitkan
reflek primitive. (petanda penurunan kualitas dari fungsi organ).
4. Apa hubungan tidak pernah mengalami trauma kepala, dan stroke, dan tidak memiliki Riwayat
gangguan ginjal, hati, kencing manis, mengapa di tanyakan?

Hipertensi pada usia pertengahan menjadi faktor risiko terjadinya demensia alzheimer onset
lambat. Pasien yang menggunakan pengobatan β-bloker untuk mengontrol tekanan darah
memiliki lesi otak tipe alzheimer lebih rendah dibandingkan pasien yang tidak mengonsumsi
obat tersebut atau yang mengonsumsi obat lain.
Pasca stroke merupakan resiko yang tinggi untuk terjadinya demensia. Pada umumnya setelah
stroke, pasien menderita gangguan kognitif dan fungsi aktivitas sehari-hari yang menurun
dibandingkan sebelum sakit. Gangguan ini disebabkan efek dari lesi pada otak yang mengenai
bagian korteks atau subkorteks. Setelah fase akut stroke biasanya gangguan ini akan berkurang
setelah 3-6 bulan. Tatemichi secara garis besar menjelaskan mekanisme demensia yang
berhubungan dengan stroke, termasuk luas lesi dan penyebab lesi di otak tersebut. Peneliti lain
telah menjelaskan faktor predisposisi pada demensia vaskuler yaitu atherosklerosis, hipertensi,
penyakit jantung, dan diabetes
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan penyakit Alzheimer.
Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang normal yang disebabkan oleh pukulan
atau tersentak ke kepala atau penetrasi tengkorak oleh benda asing, juga dapat didefinisikan
sebagai cedera kepala yang mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan
dengan dua kali risiko mengembangkan Alzheimer dan demensia lainnya dibandingkan dengan
tidak ada cedera kepala. (Alzheimer’s Association, 2015)

Disfungsi kognitif pada diabetes dapat


bermanifestasi sebagai penurunan
kognitif terkait diabetes, gangguan
kognitif ringan (MCI), dan demensia.
Karena perbedaan mencolok dalam
kelompok usia yang terkena dampak
dan lintasan penurunan kognitif,
penurunan kognitif terkait diabetes
dan demensia harus dianggap
sebagai entitas yang berbeda,
kemungkinan dengan mekanisme
dasar yang berbeda.
Cognitive decline and dementia
in diabetes: mechanisms and
clinical implications
Geert Jan Biessels.Brain Center Rudolf Magnus, University Medical Center Utrecht, Utrecht, the
Netherlands. 2019.
Pasca stroke merupakan resiko yang tinggi untuk terjadinya demensia. Pada umumnya
setelah stroke, pasien menderita gangguan kognitif dan fungsi aktivitas sehari-hari yang
menurun dibandingkan sebelum sakit. Gangguan ini disebabkan efek dari lesi pada otak
yang mengenai bagian korteks atau subkorteks. Setelah fase akut stroke biasanya
gangguan ini akan berkurang setelah 3-6 bulan. Tatemichi secara garis besar
menjelaskan mekanisme demensia yang berhubungan dengan stroke, termasuk luas lesi
dan penyebab lesi di otak tersebut. Peneliti lain telah menjelaskan faktor predisposisi
pada demensia vaskuler yaitu atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung, dan
diabetes
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan penyakit
Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang normal yang
disebabkan oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi tengkorak oleh benda
asing, juga dapat didefinisikan sebagai cedera kepala yang mengakibatkan hilangnya
kesadaran. Trauma Cedera Otak dikaitkan dengan dua kali risiko mengembangkan
Alzheimer dan demensia lainnya dibandingkan dengan tidak ada cedera kepala.
(Alzheimer’s Association, 2015)

 Disfungsi kognitif pada diabetes dapat bermanifestasi sebagai penurunan kognitif terkait
diabetes, gangguan kognitif ringan (MCI), dan demensia.
 Karena perbedaan mencolok dalam kelompok usia yang terkena dampak dan lintasan
penurunan kognitif, penurunan kognitif terkait diabetes dan demensia harus dianggap
sebagai entitas yang berbeda, kemungkinan dengan mekanisme dasar yang berbeda.
 Mekanisme MCI dan demensia pada diabetes telah dipelajari terutama pada pasien
dengan DMT2 dan melibatkan patologi vaskular campuran dan neurodegeneratif,
seringkali dengan latar belakang patologi Alzheimer, meskipun DMT2 tidak
meningkatkan beban yang terakhir.
 kelainan dalam jalur pensinyalan antara serebral dan pada resistensi insulin sistemik,
memberikan jalur potensial yang dapat menghubungkan perubahan metabolik dan
serebral pada T2DM. Selain itu, model eksperimental menunjukkan bahwa resistensi
insulin otak dapat menyebabkan AD dengan mempromosikan Aβ generasi dan
hyperphosphorylation tau protein. Peningkatan kadar Aβ di otak berkorelasi dengan
transduksi sinyal insulin yang diubah dan autofagi dan peningkatan beta-site amyloid
precursor protein cleaving enzyme (BACE) 1 / β-secretase dan aktivitas γ-secretase. Hasil
penelitian menunjukkan peran resistensi insulin dan hiperinsulinemia berikutnya dalam
mengganggu klirens Aβ. Injeksi streptozotocin pada tikus, yang mengakibatkan
defisiensi insulin, karakteristik dari keadaan diabetes lanjut, tampaknya terkait dengan
tingkat abnormal protein tau yang mengalami hiperfosforilasi  otak .
 Merangsang reseptor insulin hipokampus dengan pemberian langsung insulin ke dalam
hipokampus meningkatkan kemampuan belajar pada hewan pengerat . Sebuah
perlakuan yang sama memiliki efek kurang pada hewan pengerat diabetes . Tingkat otak
Aβ dan hiperfosforilasi tau berkurang pada tikus AD dengan perawatan yang
meningkatkan ketersediaan atau / dan sensitivitas insulin (pekerjaan eksperimental
ditinjau pada ). Dengan demikian, resistensi insulin otak memainkan peran yang
kompleks dalam mempromosikan patologi DA dan merupakan target terapi yang
menjanjikan untuk memperlambat perkembangan penurunan kognitif pada manusia.

Cognitive decline and dementia in diabetes: mechanisms and clinical implications.


Geert Jan Biessels.Brain Center Rudolf Magnus, University Medical Center Utrecht,
Utrecht, the Netherlands. 2019.

5. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan MMSE?


PPK Demensia. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Januari 2015
Kolegium Psikiatri Indonesia. Program pendidikan dokter spesialis psikiatri. Modul
psikiatri geriatri. Jakarta (Indonesia): Kolegium Psikiatri Indonesia; 2008.

6. Apa etiologi dan factor resiko pada scenario?


ETIOLOGI
Tutu April Ariani, S.Kp, M.Kes. Sistem Neurobehaviour.

2.1. FAKTOR RISIKO YANG TIDAK DAPAT DIMODIFIKASI


Usia, jenis kelamin, genetik dan riwayat penyakit keluarga, disabilitas intelektual dan
Sindrom Down adalah faktor risiko tidak dapat dimodifikasi.
2.1.1. USIA
Risiko terjadinya PA meningkat secara nyata dengan meningkatnya usia, meningkat dua
kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85 tahun
mengalami demensia.16,17 Dalam studi populasi, usia diatas 65 tahun risiko untuk
semua demensia adalah OR=1,1 dan untuk PA OR=1,2.18
2.1.2. JENIS KELAMIN
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih tinggi pada wanita dibanding
pria.19 Angka harapan hidup yang lebih tinggi dan tingginya prevalensi PA pada wanita
yang tua dan sangat tua dibanding pria.20 Risiko untuk semua jenis demensia dan PA
untuk wanita adalah OR=1,7 dan OR=2.0. Kejadian DV lebih tinggi pada pria secara
umum walaupun menjadi seimbang pada wanita yang lebih tua.18
2.1.3. RIWAYAT KELUARGA DAN FAKTOR GENETIK
Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer Disease/EOAD) terjadi sebelum
usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari kasus PA. Sekitar 13% dari EOAD ini
memperlihatkan transmisi otosomal dominan. Tiga mutasi gen yang teridentifkasi untuk
kelompok ini adalah amiloid ß protein precursor (AßPP) pada kromosom 21 ditemukan
pada 10-15% kasus, presenelin 1 (PS1) pada kromosom 14 ditemukan pada 30-70%
kasus dan presenilin 2 (PS) pada kromosom 1 ditemukan kurang dari 5% kasus.1
Sampai saat ini tidak ada mutasi genetik tunggal yang teridentifikasi untuk PA Awitan
Lambat. (Level III, fair)2 Diduga faktor genetik dan lingkungan saling berpengaruh. Di
antara semua faktor genetik, gen Apolipoprotein E yang paling banyak diteliti. Telaah
sistematik studi populasi menerangkan bahwa APOE e4 signifikan meningkatkan risiko
demensia PA teruma pada wanita dan populasi antara 55-65 tahun, pengaruh ini
berkurang pada usia yang lebih tua. (Level III, good)1
Sampai saat ini tidak ada studi yang menyebutkan perlunya tes genetik untuk pasien
demensia atau keluarganya. Apabila dicurigai autosomal dominan, maka tes dapat
dilakukan hanya setelah dengan informed consent yang jelas atau untuk keperluan
penelitian
2.2. FAKTOR RISIKO YANG DAPAT DIMODIFIKASI
2.2.1 FAKTOR RISIKO KARDIOVASKULER
Berbagi studi kohort dan tinjauan sistematis menunjukkan bahwa faktor resiko vaskular
berkontribusi terhadap meningkatnya resiko DV dan PA. Secara khusus, hipertensi usia
pertengahan (R.R 1,24-2,8), hiperkolesterolemia pada usia pertengahan (R.R 1,4-3.1),
diabetes melitus (R.R 1.39-1.47) dan stroke semuanya telah terbukti berhubungan
dengan peningkatan resiko kejadian dementia.
A. HIPERTENSI
Pasien dengan hipertensi yang disertai dengan penurunan kognisi, maka perlu dilakukan
pemeriksaan CT scan/MRI otak untuk mendeteksi adanya silent infarct, microbleed atau
white matter lesion.21,
B. ASAM FOLAT DAN VITAMIN B
Suplemen asam Folat dan vitamin B tidak direkomendasikan untuk pencegahan dalam
pengobatan pasien dengan demensia yang bukan disebabkan karena defisiensi vit B12.
C. STATIN
Terapi statin tidak direkomendasikan untuk prevensi atau rutin diberikan pada PA.22
Ferri CP, Prince M, Brayne C, Brodaty H, Fratiglioni L, Ganguli M, et al. Global prevalence
of dementia: a Delphi consensus study. Lancet. 2005;366(9503):2112-7.

7. Bagaimana alur diagnosis dari scenario?


8. Apa diagnosis dan DD pada scenario?

diagnosis banding dan diagnosis


Demensia adalah sindrom penurunan fungsi intelektual dibanding sebelumnya yang cukup berat
sehingga mengganggu aktivitas sosial dan profesional yang tercermin dalam aktivitas hidup keseharian,
biasanya ditemukan juga perubahan perilaku dan tidak disebabkan oleh delirium maupun gangguan
psikiatri mayor.
Diagnosis klinis demensia ditegakkan berdasarkan riwayat neurobehavior, pemeriksaan fisik
neurologis dan pola gangguan kognisi. Pemeriksaan biomarka spesifik dari likuor serebrospinalis untuk
penyakit neurodegeneratif hanya untuk penelitian dan belum disarankan dipakai secara umum di praktik
klinik.
Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok yaitu gangguan kognisi dan
gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi terdiri dari gangguan memori terutama kemampuan belajar
materi baru yang sering merupakan keluhan paling dini. Memori lama bisa terganggu pada demensia
tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami disorientasi di sekitar rumah atau lingkungan yang relatif baru.
Kemampuan membuat keputusan dan pengertian diri tentang penyakit juga sering ditemukan.
Keluhan non-kognisi meliputi keluhan neuropsikiatri atau kelompok behavioral neuropsychological
symptoms of dementia (BPSD). Komponen perilaku meliputi agitasi, tindakan agresif dan non-agresif
seperti wandering, disihibisi, sundowning syndrome dan gejala lainnya. Keluhan tersering adalah depresi,
gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan halusinasi. Gangguan motorik berupa kesulitan
berjalan, bicara cadel dan gangguan gerak lainnya dapat ditemukan disamping keluhan kejang mioklonus.
9. Apa pemeriksaan penunjang pada scenario?
Jawab
10. Apa tatalaksana dari scenario?
PPK Neurologi

Tutu April Ariani, S.Kp, M.Kes. Sistem Neurobehaviour.

Manajemen medis dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang hidup dengan penyakit
Alzheimer dan pengasuhnya. Saat ini belum ada obat untuk penyakit Alzheimer. Perawatan
membahas beberapa bidang berbeda:

 Membantu orang mempertahankan fungsi mental.


 Mengelola gejala perilaku.
 Memperlambat atau menunda gejala penyakit.

Saat ini, banyak penderita penyakit Alzheimer yang dirawat di rumah oleh anggota keluarga.

Pengasuhan dapat memiliki aspek positif bagi pengasuh serta orang yang dirawat. Ini mungkin
membawa kepuasan pribadi bagi pengasuh, seperti kepuasan dari membantu anggota keluarga
atau teman, dan mengarah pada pengembangan keterampilan baru dan hubungan keluarga yang
lebih baik.

Meskipun kebanyakan orang dengan rela memberikan perawatan kepada orang yang mereka
cintai dan teman-teman, merawat orang yang menderita penyakit Alzheimer di rumah bisa menjadi
tugas yang sulit dan terkadang bisa membuat kewalahan. Setiap hari membawa tantangan baru
saat pengasuh mengatasi perubahan tingkat kemampuan dan pola perilaku baru. Ketika penyakit
semakin parah, orang yang hidup dengan penyakit Alzheimer seringkali membutuhkan perawatan
yang lebih intensif.

Alzheimer's Disease. https://www.cdc.gov/aging/aginginfo/alzheimers.htm

DEMENSIA ALZEIMER
PENGUAT KOGNISI
Penguat kognisi bekerja melalui 2 cara yang berbeda. Kolinesterase Inhibitor (AChEI) bekerja
dengan meningkatkan kadar asetilkolin di otak untuk mengkompensasi hilangnya fungsi
kolinergik. Mekanisme lain adalah dengan stimulasi terus-menerus pada reseptor NMDA.
Kolinesterase Inhibitor direkomendasikan untuk demensia ringan hingga sedang.
- ALZHEIMER RINGAN - SEDANG
Rekomendasi
Inhibitor kolinesterase (donepezil, rivastigmin dan galantamin) bermanfaat dalam
memperbaiki fungsi kognisi pasien DA ringan – sedang. (Grade A)
- ALZHEIMER SEDANG – BERAT
Rekomendasi
Donepezil dan memantin cukup efektif dalam memperbaiki fungsi kognisi pasien dengan DA
sedang – berat. (Grade A)

DEMENSIA VASKULAR
Pada DV didapatkan defisit kolinergik. Iskemia menimbulkan stimulasi glutamat yang berlebihan
pada resptor NMDA. Hal ini akan menimbulkan eksitotoksisitas dan kematian sel neuron.
Donepezil disetujui untuk terapi DV di New Zealand, India, Romania, South Korea dan Thailand,
sementara memantine disetujui di Argentina, Brazil dan Mexico.

OBAT-OBAT YANG MENGONTROL FAKTOR RISIKO VASKULAR


Mengontrol semua kondisi komorbid ini diasumsikan akan menurunkan risiko mengalami
kerusakan otak lebih lanjut, namun tidak ada bukti langsung untuk efek menguntungkan terhadap
fungsi kognitif. (Level I, good
Rekomendasi
Pasien dengan demensia vaskular serta faktor risiko vaskular harus diterapi dengan obat-obat
yang direkomendasikan untuk mengobati kelainan-kelainan tersebut.

PENYAKIT LEWY BODY (DEMENSIA LEWY BODY / DEMENSIA PENYAKIT PARKINSON)


Rekomendasi
Rivastigmin dapat dipertimbangkan dalam memperbaiki kognisi pada Demensia Lewy Body.
(Grade A)
Rivastigmine harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan Demensia Penyakit Parkinson.
(Grade A)

TERAPI UNTUK BEHAVIOURAL AND PSYCHOLOGICAL SYMPTOMS OF DEMENTIA (BPSD)

Terapi Agitasi, Agresi Dan Psikotik :

ANTIPSIKOTIK :

Prinsip umum penggunaan antipsikotik pada BPSD : Obat dapat diberikan pada situasi sebagai
berikut : a. Bila ada indikasi spesifik (contoh depresi, psikosis) tanpa memperdulikan keparahan
maupun frekuensi gejala b. Bila gejala berat dan terapi diperlukan segera c. Bila perilaku tidak
memiliki pemicu yang jelas atau terjadi pada kondisi di mana keluarga tidak dapat mengatasi
gejala perilaku yang serius. 52 Obat kurang tepat diberikan pada kondisi berikut : wandering,
restlessness dan perilaku agitasi yang tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Pada
kasus perilaku yang tidak diprediksi akan membahayakan, peresepan medikasi bila diperlukan
dapat dilakukan. Meski demikian terapi tidak boleh diberikan lebih dari dua kali sehari tanpa
penilaian penyebab atau pengembangan rencana perawatan yang tepat. Bagi yang membutuhkan
medikasi rutin, pendekatan 3T diperlukan  Terapi obat harus memiliki Target gejala yang spesifik
 Dosis awal harus rendah dan Titrasi naik dilakukan  Terapi harus Terbatas dalam hal waktu
pemberian Antipsikotik atipikal harus dilanjutkan pada  Pasien yang masih mengalami BPSD 
Bila diperkirakan efek buruk dapat terjadi bila dihentikan  Bila tidak ada terapi alternatif yang
dapat diberikan. Diambil dari : Faculty of the Psychiatry of Old Age (2004) dan the Omnibus
Budget Reconciliation Act (OBRA) guidelines

PENGUAT KOGNISI
Rekomendasi Inhibitor kolinesterase atau memantine dapat digunakan dalam terapi perilaku dan
gejala psikologis demensia. (Grade B)
Rivastigmine dapat digunakan untuk terapi perilaku dan gejala psikologis pasien Demensia Lewy
Body. (Grade A)

ANTIDEPRESAN
Rekomendasi Antidepresan tidak efektif dalam Behavioural and Psychological Symptoms of
Dementia (BPSD) pada Demensia Frontotemporal. (Grade B)

Terapi non-farmakologis
 Merupakan cara terapi menggunakan pendekatan selain obat-obatan. Terapi
non-farmakologis sering digunakan dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan fungsi kognitif, kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari, atau kualitas hidup secara keseluruhan. Mereka juga dapat digunakan
dengan tujuan mengurangi gejala perilaku seperti depresi, apatis, mengembara,
gangguan tidur. Terapi nonfarmakologis diperlukan untuk lebih mengevaluasi
efektivitas mereka dalam kehidupa sehari-hari (Alzheimer’s Association, 2015).
Prinsip-prinsip dasar dalam pengobatan pasien dengan Alzheimer meliputi:
 Kegiatan yang mencakup mengenai kegiatan dan lingkungan pasien rehabilitasi.
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga dan masyarakat serta
lingkungan alam. Dalam konteks kegiatan pada pasien meliputi kegiatan kreatif
seperti olahraga, kegiatan keseharian secara konsisten. Dalam konteks
lingkungan yang mencakup keluarga dan masyarakat adalah menggunakan
pendekatan halus pada pasien, berempati pada pasien, serta dalam konteks
lingkungan alam adalah memberikan lingkungan yang aman dan nyaman.

11. Bagaimana pencegahan yang dilakukan pada kasus di scenario?


Perdossi. (2015). Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia.

Anda mungkin juga menyukai