Anda di halaman 1dari 41

MODUL 2

Diagnosis Kejang dan Movement Disorders

ELSA NUR SALSABILA RIZQA SAFRINA


FADHILAH AMIRAH NASUTION SIRATUL WAHYUNI
NABILA AZ-ZAHRA TRIANA PUTRI NENDES
FAWWAZ FATAHILLAH AFIF MUHAMMAD
RIZKY ADINDA NURHIDAYAH FARIDA MUSTAFAVI
ADINDA FAHIRA DYEN ADITYA FAJAR PERKASA

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
MODUL 2
DIAGNOSIS KEJANG DAN MOVEMENT DISORDERS

Getaran Usia

Ny. F 62 tahun, Datang ke Poli Neurologi RSUCM diantar keluarga nya dengan keluhan tangan kiri gemetar terus
menerus sehingga mengganggu aktivitasnya. Kaki dan tangan kiri kaku dan sakit hingga sulit untuk digerakkan. Keluhan ini
sudah dirasakannya sejak 6 tahun yang lalu dan keluhannya akan berkurang saat Ny.F beristirahat saja. Ny.F juga
mengeluhkan saat berjalan badan condong kedepan dan mudah terjatuh, dan saat berbicara pun suara nya menjadi kecil dan
lambat. Dua hari sebelumnya pasien juga mengeluhkan pusing yang berat sekali serta mual tetapi tidak bisa muntah.
Hipertensi (+) terkontrol. Riwayat penyakit stroke dan DM disangkal. Ny.F juga mengeluhkan hal yang dialami nya tidak
pernah terjadi pada anggota keluarga nya yang lain dan takut bahwa penyakit yang dialaminya akan diturunkan ke anak nya.
Bagaimana anda menjelaskan penyakit yang dialami oleh pasien tersebut di atas?
Jump 1: Terminologi
1. Kejang: Kondisi dimana otot-otot tubuh berkontraksi secara tidak
terkendali.
2. Movement Disorders: Suatu kelainan pada sistem saraf pusat yang
menyebabkan kekurangan gerakan yang tidak dapat terkontrol oleh
tubuh.
3. Neurologi: Ilmu yang mempelajari ttg sistem saraf pada manusia.
Jump 2 dan 3 Rumusan masalah dan Hipotesa

1.Mengapa Ny.F datang dengan keluhan tangan kiri gemetar seingga mengganggu aktivitas ?
jika gemetar hanya sementara bisa jadi itu hanya getaran fisiologis yang bersifat sementara, tetapi
pada skenario pasien sudah mengalami keluhan itu selama 6 tahun, kemungkinan berhubungan
dengan penyakit Parkinson yaitu kelainan saraf progresif yang terus memburuk selama bertahun-
tahun dengan kehilangan kontrol pergelangan otot. kemungkinan juga disebabkan oleh rusaknya sel-
sel otak tepatnya di substansia nigra.
2.Adakah hubungan keluhan tersebut dengan usia Ny.F ?
ada hubungan, karena data yang di dapatkan 3% terkena diatas umur 60 tahun, untuk gejala 5-10%
akan muncul pada usia 40 tahun, dan akan naik 3 kali lipat pada usia di atas 50 tahun.
3.Mengapa keluhan yang dirasakan Ny.F berkurang saat istirahat ?
karna pada saat beristirahat tidak terlalu melibatkan kontraksi otot yang menyebabkan komunikasi
antar sel diotak tidak terganggu.
4. Apa saja etiologi dari movement disorder ?
etiologi movement disorder :
penyakit afaksia : penyakit degeneratif yang menyerang sumsum tulang
Distonia : menyerang basal ganglia
Tremorsensial : tremor yang terjadi saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat
5.Bagaimana pengobatan untuk movement disorder?
 untuk tingkatan yang parah tidak bisa disembuhkan, harus berkonsultasi untuk
mengatasi penyakitnya sehingga dapat melakukan aktivitas yang dasar.
 untuk tingkatan sedang dapat sembuh sendiri tanpa pertolongan medis.
 untuk kondisi lain/ringan butuh konsumsi obat dan tindakan operasi sesuai
penyakit sarafnya.
6. bagaimana patofisiologi badan tidak seimbang dan mudah jatuh pada
Ny.F dan suara menjadi kecil dan lambat?
 karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di
substansia nigra → pusat pengaturan kontrol otot.
 jika dopamine kurang dari 80% menyebabkan sel-sel otot pada
substansia nigra pars compacta mati sehingga tidak ada lagi
pengontrolan pada gerak otot.
 lambat bicara dan suara kecil → bradikinensia dan rigiditas otot
pernafasan, otot laring dan pita suara sehingga ketika berbicara akan
mengeluarkan volume yang kecil dan halus.
7. mengapa pasien mengeluh pusing yang berat dan mual ?
 pusing bias terjadi karena gangguan pada otak → Parkinson
 karena stress, kecemasan, dehidrasi, kurang aliran darah ke otak,
KGD rendah
 mual → bisa terjadi karena pusing yang terlalu berat sehingga
menyebabkan timbulnya rasa mual
8. apa diagnosis pada keluhan Ny.F ?
 Tremor Esensial → gerakan terasa saat beraktivitas dan berhenti saat
istirahat
 Parkinson → karena badannya condong kedepan dan suara kecil
serta lambat
 Multiple Sklerosis → nyeri pada kaki serta pusing berat
9. apakah keluhan yang dirasakan disebabkan karena genetik? dan
dapatkah keluhan tersebut diturunkan ke anaknya?
 jika Parkinson → adanya riwayat keluarga meningkatkan faktor
resiko sebesar 8,8 kali pada usia < 70 taun, dan 2,2 kali pada usia
lebih dari 70 tahun.
 50% dapat di turunkan pada anaknya.
10. bagaimana pemeriksaan penunjang dan tata laksana pada Ny.F?
 pemeriksaan penunjang :
→ pemeriksaan EEG ( menunjukkan perlambatan yang progesif dengan mmburuknya penyakit ).
→ CT-Scan ( menunjukkan atrofi kortikal difus )
 Tata laksana :
1. farmakologi :
→ bekerja pada sistem dopaminergic ( L-dopa, MAO, dan COMT Inhibitor, Agonis Dopamine )
→ bekerja pada system kolinergik ( thihexyphenidiy dan benztropin )
→ bekerja pada Glutamatergik ( amantadine, memantine, remacemide)
2. Non farmakologi :
Terapi bicara, Edukasi, pembedahan, Deep Brain Stimulation (DBS), transplastasi
Jump 4: Skema Gangguan
Otak
Mekanisme Desak
Gg. Motorik
Ruang
Proses Movemen
Neoplasma Disorders
Tekanan TIK Kejang

Hidrocephalus

Etiologi Patifisiologi Manisfestasi Klinis


Tata
Laksana Diagnosis

Prognosis Pemeriksa Pemeriksaan


an Fisik Penunjang
Jump 5: Learning Objective

1. Patofisiologi dan Diagnosis Kejang


2. Epilepsi
3. Peningkatan TIK (Karna neoplasma dan hydrocephalus)
4. Movement Disorder
LO. Patofisiologi Kejang
Definisi

Kejang merupakan suatu perubahan prilaku yang bersifat sementara


dan tiba – tiba akibat dari aktivitas listrik abnormal di dalam otak

 Jika aktivitas abnormal listrik ini terjadi di sebagian area otak


tertentu maka akan mengakibatkan terjadinya kejang parsial
 Jika aktivitas listrik abnormal ini terjadi di seluruh area otak maka
akan mengakibatkan terjadinya kejang umum

Kejang dapat disertai dengan


 Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia,
hiperglikemia, dan gagal hati
 Toksik seperti overdosis dan sindrom withdrawal, dan
 Infeksi seperti meningitis dan ensepalitis
Etiologi
Disebabkan oleh
1. Gangguan metabolisme akut seperti hiponatremia, Penggunaan obat antiaritmia atau antibiotik
2. Idiopatik atau timbul dari penyebab yang tidak diketahui Cryptogenic atau timbul dari penyebab yang diduga yang tidak diketahui
atau tidak jelas
3. Gejala atau yang timbul dari otak yang dikenal kelainan
4. Trauma serebral dengan hilangnya kesadaran . Secara umum, tidak ada risiko jika hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit.
5. Space Occupaying lesions
a. Tumor otak
b. Malformasi arteri vena (AVM)
c. Hematoma subdural
d. Neurofibromatosis
6. Infeksi Cerebral
a. Bakteri atau virus meningitis.
b. Radang otak
c. Abses otak
7. Kejang demam atipikal
8. Faktor genetic, seperti kromosom yg abnormal
9. Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan trombosis
10. Asidosis hipoksia
11. Riwayat keluarga
Manifestasi Klinik

1. Kejang parsial ( fokal, lokal )


 Kejang parsial sederhana
 parsial kompleks
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
 Kejang absens
 Kejang mioklonik
 Kejang tonik klonik
 Kejang atonik
Patogenesis

Epilepsi: Suatu gangguan pada otak yang terjadi akibat kerja berlebihan
neuron neuron pada otak yang dapat mengakibatkan terjadinya bengong,
semutan, gangguan kesadaran, dan kejang

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan


transmisi pada sinaps

Neurotransmitter berperan dalam transmisi pada sinaps


Ada dua jenis neurotransmitter, yakni
1. Neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi muatan
listrik,
cth: glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin
2. Neurotransmitter inhibisi (inhibitif 7 terhadap penyaluran aktivitas
listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga
sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik
cth: gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin
Klasifikasi Kejang

 Kejang Parsial (fokal)


Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
Kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik
atau klonik)

 Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)


lena/ absens, mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik,
atonik/astatik

 Kejang epileptik yang tidak tergolongkan


Pengobatan

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan elektroensefalografi
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan neuropsikologi

Obat anti epilepsi (AED) terapi, adalah pengobatan utama untuk


sebagian besar pasien, memiliki empat tujuan:
1. Untuk menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi mereka
ke tingkat maksimum yang mungkin
2. Untuk menghindari efek samping yang berhubungan dengan
pengobatan jangka panjang,
3. Untuk membantu pasien dalam mempertahankan atau
memulihkan kegiatan psikososial mereka
4. Menjaga kestabilan kehidupan sehari –hari mereka.
LO 2. Epilepsi
Epilepsi
 Adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otakberat
yang di karakteristikkan oleh kejang berulang. ( KMB,brunner &
suddrath vol 3).
 Suatu gangguan saraf kronik, dimana terjadi kejang yang bersifat
reccurent
 Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron cortical yang
berlebihan di dalam korteks serebral dan ditandai dengan adanya
perubahan aktifitas elektrik pada saat dilakukan pemeriksaan EEG.
Etiologi
 Epilepsi --- gangguan/abnormalitas dari pelepasan neuron.
 Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya abnormalitas
pelepasan neuron, seperti :
 Birth trauma

 Cedera kepala

 Tumor otak

 Penyakit cerebrovaskular

 Genetik

 Idiopatik

 Obot-obatan
 Ketidakseimbangan kimiawi
 Demam
 Eklampsia
Patofisiologi
 Kejang disebabkan
karena ada
ketidakseimbangan
antara pengaruh inhibisi
dan eksitatori pada otak
Terjadi karena :
• Kurangnya transmisi
inhibitori, contoh: setelah
pemberian antagonis
GABA, atau selama
penghentian pemberian
agonis GABA (alkohol,
benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi
Klasifikasi Epilepsi:
• Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang
dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized seizure)  jika aktivasi
terjadi pd kedua hemisfere otak secara bersama-
sama. Kejang umum dibagi atas :
– Tonic-clonic convulsion = grand mal
– Abscense attacks = petit mal
– Myoclonic seizure
– Atonic seizure
– kejang parsial/focal  jika dimulai dari daerah
tertentu dari otak, dibagi atas:
– Simple partial seizures
– Complex partial seizures
Manifestasi klinis

1. Kejang parsial sederhana ( gejala-gejala dasar,


umumnya tanpa gangguan kesadaran )
2. Kejang parsial kompleks ( dengan gejala
kompleks,umumnya dengan gangguan kesadaran
)
3. Kejang parsial sekunder menyeluruh
4. Kejang umum ( simetrik bilateral, tanpa awitan
local)
Kejang umum Kejang parsial
Tatalaksana

 Non farmakologi :

Amati faktor pemicu

Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya :


stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan
jadwal tidur, terlambat makan, dll.

 Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi


LO.3 Peningkatan TIK
( Hidrocephalus dan Tumor Otak )
Hidrocephalus

Definisi ETIOLOGI
Hidrosefalus adalah penumpukan  Terjadinya penyumbatan yang
cairan pada rongga otak yang mencegah cairan serebrospinal
mengakibatkan ventrikel-ventrikel di mengalir normal.
dalamnya membesar dan menekan
 Terjadi penurunan kemampuan
organ tersebut
pembuluh darah untuk
menyerapnya.
 Otak ikut memproduksi kelebihan
cairan tersebut.
CIRI-CIRI DIAGNOSIS
 Sakit kepala  koordinasi dan keseimbangan,
 Pandangan ganda maupun  pemeriksaan sensorik
buram (kemampuan melihat,
mendengar, atau meraba),
 Pembesaran abnormal pada
kepala  pemeriksaan kondisi otot
(tonus, kekuatan, dan refleks)
 Sering mengantuk
 Pindai otak (CT Scan, MRI, USG)
 Sulit untuk bangun dari tempat
tidur
 Mual atau muntah
 Keseimbangan tubuh tidak
stabil
 Koordinasi yang buruk
 Nafsu makan berkurang
 Kejang
TATA LAKSANA KOMPLIKASI
 Operasi pemasangan shunt  Gangguan koordinasi.
 endoscopic third  Epilepsi.
ventriculostomy (ETV)
 Gangguan penglihatan.
 Penurunan daya ingat.
 Kesulitan belajar.
 Gangguan bicara.
 Sulit berkonsentrasi dan
perhatian mudah teralih.
 Neoplasma otak
 Tumor otak/ tumor intracranial merupakan neoplasma atau proses desak ruang
(space occupying lession atau space taking lesion) yg timbul di dalam rongga
tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infatentorial.
 Apabila sel –sel tmor berasal dari jaringan otak itu sendiri,disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ lain (metastase)seperti :kanker
paru,payudara ,prostat,ginjal ,dll, disebut tumor otak sekunder.
 Epidemiologi
American canker society menemukan bahwa sebanyak 22.850 otak dan kanker
system saraf yg lain akan di diagnose pada tahun 2015. di Indonesia di jumpai
frekuensi tumor otak sebanyak 200-220 kasus/tahun dimana 10% darinya adalah
lesi metastasis .insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan
dengankelompok umur penderita.
Peningkatan TIK berbagai lobus akibat neoplasma
a) Lobus frontalis
m.K dini :sakit kepala
Tahap lanjut :papiledema dan muntah terjadi penurunan
fungsi intelektual
b.) lobus occipital
Gejala dini:sakit kepala bagian .occiput di susul gangguan
penglihatan
c.)lobus parietalis
Agnosa dan afasia sensorik
d.)lobus temporalis
Gannguan penghidu dan pengecapan
Movement Disorder
Movement Disorder merupakan sekelompok penyakit sistem saraf pusat atau sindrom
neurologis yang menyebabkan adanya kelebihan atau kekurangan gerakan yang tidak dapat
terkontrol oleh tubuh. Contoh gangguan gerak adalah penyakit Parkinson, tremor esensial,
ataksia, dan distonia. Gangguan gerak sebagian besar terkait dengan perubahan patologis di basal
ganglia atau koneksi mereka. Basal ganglia adalah kelompok inti materi abu-abu tergeletak jauh
di dalam yang otak belahan otak (inti berekor, putamen dan globus pallidus), yang diencephalon
(subthalamic inti), dan mesencephalon (substantia nigra). Patologi otak kecil atau jalur yang
biasanya menyebabkan gangguan koordinasi (asynergy, ataksia), salah pikiran jarak (dysmetria),
dan tremor niat.

SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL

Sistem ekstrapiramidal meliputi :

1. Basal ganglia : nucleus kaudatus, putamen dan globus pallidus

2. Substansia nigra

3. Nukleus rubra
Gangguan pada ekstrapiramidal dapat timbul gerakan otot involunter,yaitu gerakan
otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak otot
tersebut tidak mempunyai tujuan. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan efek
defisit fungsional primer yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala
positif.
Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu
menimbulkan dua jenis sindrom yaitu :
1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik : asetilkolin menurun, dopamine meningkat
Tonus otot menurun
Gerak involunter/ireguler
Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus

2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine menurun


Tonus otot meningkat
Gerak spontan/asosiatif menurun
Gerak involunter spontan
Pada : Parkinson
A. PATOFISIOLOGI

Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui inti-inti
basal (basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan volunteer dengan proses
inhibisi secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan mengatur dan mengendalikan
keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa dan gamma. Di antara inti-inti basal,
maka globus pallidus merupakan stasiun neuroaferen terakhir dan yang kegiatannay diatur
oleh asupan dari korteks, nucleus kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik.

Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus pallidus
disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan yang masuk, yang
dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan globus pallidus. Keadaan tersebut
dinamakan Release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.

Adapun lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson), di inti dari luys (hemiballismus),
bagian luar dari putamen (atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis
sebagian kecil (korea) dan di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus
(distonia).1
1. GEJALA KLINIS

a. Reaksi Distonia Akut (ADR)

Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih
kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang
paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi
sebagai tortikolis (posisi kepala dan leher yg abnormal), disastria bicara, krisis okulogirik
(deviasi mata) dan sikap badan yang tidak biasa.

Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat
mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik. Reaksi
distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai, tetapi
dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada pria
muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang berpotensi lebih tinggi, seperti
haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat merupakan penyebab utama dari
ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara
permanen dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.
b. Akatisia

Gejala EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada
sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi
pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan
untuk tetap bergerak. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang
dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang memburuk.

Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan


tidak nyaman yang ekstrim, agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari
akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada
parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia.

Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi neuroleptik sehingga pasien
sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman yang dirasakan ini dengan
medikasi sehingga menimbulkan masalah ketidakpatuhan pasien.
c. Sindrom Parkinsonisme
Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama
neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-tahun.
Manifestasinya meliputi berikut :
Akinesia/bradikinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan,
penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah
yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia
hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan
kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala negatif
skizofrenia.
Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat
mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat
dikelirukan dengan tardiv diskinesia, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik,
kecenderungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi
antikolinergik.
Defisit postural : gaya berjalan membungkuk (stooped posture) yang mungkin menjadi
kompensasi atas ketidakseimbangan postural yang menyebabkan retropulsion.4,5,7
Kekuan otot (rigidity) : bisa dari tipe kontinuitas (lead-pipe) atau cogwheeling
(pergerakan diskontinuitas, seperti otot ratchet).
d. Diskinesia Tardive
Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam
bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak,
balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik.
Hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamine
di putamen kaudatus. Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita,
dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau
organik juga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive.
Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan
umumnya memburuk dengan penarikan neuroleptik. Perlu dicatat bahwa diskinesia tardive
yang diduga disebabkan oleh supersensitivitas reseptor dopamine pasca sinaptik akibat
blockade kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom Parkinson yang diduga
disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu
karena kasus lanjut sulit di obati.
Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat
beragam dan kadang-kadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau ringan mudah terlewatkan
dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS)
harus dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik
jangka panjang.
2. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan obat yang disebabkan oleh gangguan gerak akut termasuklah penyesuaian dosis,
perubahan obat, atau pengobatan adjuvant terutama agen antikolinergik, benzodiazepin, dan β-blocker.
Obat antikolinergik yang umum digunakan termasuk benztropine, diphenhydramine, dan
trihexyphenidyl (Artane). Agen ini biasanya paling efektif untuk neuroleptik-induced parkinson.
Namun, semakin meningkat manajemen dilakukan dengan pemilihan antipsikotik generasi kedua,
kemungkinan kurang memproduksi atau bahkan mungkin mengurangi sindrom ini.

3. PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih baik bila gejala langsung
dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang
kronik lebih buruk, pasien dengan reaksi distonia akut hingga terjadi distonia laring dapat
menyebabkan kematian bila tidak diatasi dengan cepat. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap
pada pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.
TERIMAH KASIH

Anda mungkin juga menyukai