Anda di halaman 1dari 36

Askep Kedaruratan

Gullain Barre Sindrome


(GBS)

By: Henti Sugesti


DEFINISI :
Guillain-Barre Syndrome adalah penyakit autoimun yang
menimbulkan peradangan dan kerusakan myelin
(material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang
membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa
jenis serat saraf perifer

(GBS) adalah terjadinya suatu masalah pada system


saraf yang menyebabkan kelemahan otot, kehilangan
reflex, dan kebas pada lengan, tungkai, wajah, dan
bagian tubuh lain. Kasus ini terjadi secara akut dan
berhubungan dengan proses autoimun.
GBS

suatu kondisi kedaruratan medis yang


membutuhkan perawatan segera
ANGKA KEJADIAN

0,6 sampai 1,9 kasus per100.000 orang pertahun


(1 atau 2 orang )
usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun
83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam,
1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak
spesifik
insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I
samapai dekade III (dibawah usia 35 tahun)
jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir
sama.
ANATOMI FISIOLOGI
Struktur Sistem Saraf
1) Sistem saraf pusat (SSP), Terdiri dari otak
dan medulla spinalis yang dilindungi tulang
kranium dan kanal vertebral.
2) Sistem saraf perifer meliputi seluruh jaringan
saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari
saraf cranial dan saraf spinal yang
menghubungkan otak dan medulla spinalis
dengan reseptor dan efektor
sistem saraf perifer terbagi menjadi 2 :

a) Saraf aferen (sensorik) mentransmisi informasi


dari reseptor sensorik ke SSP
b) Saraf eferen (motorik) mentransmisi informasi
dari SSP ke otot dan kelenjar
Sistem eferen memiliki dua sub divisi :
1. Divisi somatic (volunter) berkaitan dengan perubahan
lingkungan eksternal dan pembentukan respons motorik
volunter pada otot rangka

2. Divisi otonom (involunter) mengendalikan seluruh


respon involunter pada otot polos, otot jantung dan
kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui
dua jalur

1) Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada


medulla spinalis
2) Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sacral pada
medulla spinalis..
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS
sampai saat ini belum diketahui
sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang
disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus,
coxsackievirus, influenzavirus, echovirus,
cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV
bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis,
Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella,
Legionella dan , Mycobacterium Tuberculosa
Dua pertiga penderita berhubungan dengan penyakit
infeksi atau kejadian akut
Vaksinasi seperti BCG, tetanus, varicella, dan
hepatitis B ; penyakit sistemik seperti kanker,
lymphoma, penyakit kolagen dan sarcoidosis ;
kehamilan terutama pada trimester ketiga ;
pembedahan dan anestesi epidural
Infeksi virus biasanya terjadi 2 4 minggu
sebelum timbul GBS
KLASIFIKASI

1. Acute inflammatory demyelinating


polyradiculoneuropathy (AIDP)
2. Subacute inflammatory demyelinating
polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)
4. Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN)
5. Fishers syndrome
6. Acute pandysautonomia.
PATOFISIOLOGI

destruksi dari myelin

Hilangnya myelin (demyelinisasi)

hantaran impuls oleh saraf menjadi lambat/


berhenti sama sekali

kelumpuhan
Infeksi (bakteri, virus, dan antigen lain)

memasuki sel Schwann (pelindung myelin)

mereplikasi diri

Antigen mengaktivasi sel limfosit T

Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B

memproduksi autoantibodi spesifik


(Virus dan bakteri)

mengubah susunan sel sel saraf

sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing.


menyebabkan sel-sel imun (limfosit dan makrofag)
menyerang myelin

menyebabkan destruksi dari myelin

Hilangnya myelin (demyelinisasi)

hantaran impuls oleh saraf menjadi lambat/


berhenti sama sekali

kelumpuhan
MANIFESTASI KLINIS
1. Terjadinya kelemahan yang progresif
gejala kelemahan motorik berlangsung cepat
maksimal dalam 4 minggu
50% mencapai puncak dalam 2 minggu
80% dalam 3 minggU
90% dalam 4 minggu
Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII
dan sering bilateral
2. Disfungsi otonom
Takikardi
aritmia
hipotensi postural
hipertensi

3. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal


Protein CSS Meningkat setelah gejala 1
minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Spinal tap (tusuk lumbalis)/(lumbar punctie)


dapatmenunjukkan peningkatan jumlah protein
dalam cairan tulang belakangtanpa tanda
infeksi lain
b. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS)
dan elektromiografi (EMG)
KHS kurang dari 60% normal
c. Pemeriksaan darah
Leukositosis

peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM

d. Elektrokardiografi (EKG)
perubahan gelombang T serta sinus takikardia

e. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas


vital paru)
insufisiensi respiratorik

f. Pemeriksaan patologi anatomi


infiltrat limfositik mononuklear
PENATALAKSANAAN

Guillain Barre Syndrome dapat dikatakan tidak


adadrug of choice.
kewaspadaan terhadap kemungkinan
memburuknya situasi sebagai akibat
perjalanan klinik yang memberat
penderita segera di rawat di ruang intensif,
apabila kemungkinan mengancam otot-otot
pernafasan
CONT
1. Pengobatan imunosupresan:
a. Imunoglobulin IV
Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3
hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
b.Obat sitotoksik
6 merkaptopurin (6-MP)
Azathioprine
cyclophosphamid
2. Plasmaferesis
Plasma sejumlah 200-250ml/kgbb dalam 4-6x
pemberian selang waktu sehari diganti dengan
cairan yang berisi kombinasi garam dan 5%
albumin.
Plasmaparesis atau plasma exchange
bertujuan untuk mengeluarkan factor
autoantibodi yang beredar.
3. perawatan umum dan fisioterapi
4. Roboransia saraf
5. kortikosteroid
KOMPLIKASI
a. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
b. Aspirasi
c. Paralisis otot persisten
d. Hipo ataupun hipertensi
e. Tromboemboli, pneumonia, ulkus
f. Aritmia jantung
g. Retensi urin
h. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
i. Nefropati, pada penderita anak
j. Ileus
KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
b. Pola-pola pengkajian
1) Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
a) Keadaan sebelum sakit
Tanyakan mengenai vaksinasi yang di dapatkan pasien, lingkungan, kebiasaan
merokok, pernah melakukan check up klinis sebelumnya, dan upaya yang dilakukan
mempertahankann hygiene.
b) Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan utama: Kelemahan otot, nyeri, kesulitan bernapas, serta kelumpuhan otot.
c) Riwayat Penyakit Yang pernah dialami
Tanyakan pada pasien apakah sering mengalami flu atau penyakit lain berhubung
dengan saluran napas, cerna, atau penyakit lain seperti HIV, hepatitis dll.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga pasien mengidap penyakit serupa.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Kesulitan dalam menguyah dan menelan.
Tanda : Gangguan pada reflex menelan.
3) Pola Eliminasi
Gejala : Adanya perubahan pola eliminasi
Tanda : Kelemahan pada otot-otot abdomen, hilangnya sensasi anal
(anus) atau berkemih dan reflex sfingter.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang
biasanya dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya
berkembang dengan cepat ke arah atas. Kesulitan dalam bernapas,
napas pendek menyebabkan sulit beraktivitas. Perubahan tekanan
darah (hipertensi/hipotensi) menganggu latihan.
Tanda : Kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris), cara berjalan
tidak mantap. Pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas,
tampak sianosis/pucat. Takikardi/bradikardi, distrimia.
5) Pola Persepsi Kognitif
Gejala : Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki
dan selanjutnya terus naik, perubahan rasa terhadap posisi tubuh,
vibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu, dan perubahan dalam
ketajaman penglihatan.
Tanda : Hilangnya/menurunnya reflex tendon dalam, hilangnya tonus
otot, adanya masalah dengan keseimbangan. Lalu, adanya
kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata.
Kehilangan kemampuan untuk berbicara.
6) Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama
Tanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara dan berkomunikasi.
7) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
Gejala : Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah
yang dihadapi.
Tanda : Tampak takut dan bingung.
2. DIAGNOSA PERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d paralisis otot pernapasan
b. Perubahan perfusi jaringan b.d disfungsi system saraf autonomic
c. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d paralisis okuler
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular
e. Nyeri akut b.d kerusakan saraf sensorik
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
paralisis orofaringeal.
g. Konstipasi b.d kehilangan sensasi dan reflex sfingter
h. Hambatan interaksi social b.d paralisis otot wajah
i. Ansietas b.d kurang pajanan informasi mengenai penyakit.
3. INTERVENSI
a. Dx1 : Ketidakefektifan pola nafas b.d paralisis otot pernapasan
Noc : Pola napas efektif
Nic :
1) Pantau frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan pernapasan
Perhatikan gerakan dada, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot.
2) Catat peningkatan kerja napas dan obervasi warna kulit dan
membrane mukosa.
3) Pantau poa pernapasan bradipnea, apnea.
4) Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada posisi
bersandar.
5) Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress
pernapasan.
6) Berikan terapi suplemetasi oksigen (sesuai indikasi).
7) Berikan obat/bantu tindakan pembersihan pernapasan melalui
perksusi dada, drainase postural, vibrasi.
b. Dx. 2 : Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d disfungsi system
saraf autonom.
Noc : Perfusi jaringan efektif
Nic : 1) Ukur tekanan darah. Observasi adanya hipotensi postural.
Berikan latihan ketika sedang melakukan perubahan posisi pasien.
2) Pantau frekuensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan adanya
distrimia.
3) Pantau suhu tubuh. Berikan suhu lingkungan yang nyaman.
4) Tinggikan sedikit kaki tempat tidur. Berikan latihan pasif pada
lutut/kaki.
5) Kolaborasi dengan pemberian cairan IV sesuai indikasi.
6) Pemberian heparin sesuai indikasi.
7) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti Hb.
c. Dx 3 : Ganguan persepsi sensori penglihatan b.d paralisis okuler
Noc : Mempertahankan fungsi sensori penglihatan
Nic :
1) Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya terhadap
keamanan
2) Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis
pasien
3) Pantau tingkat kesadaran pasien
4) Tingkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa, jika
diperlukan jangan memindahkan barang-barang di dlam kamar
pasien tanpa menberitakn pasien
5) Ajarkan pasien untuk secara visual memantau posisi bangian
tubuh, jika tedapat kerusakan propriosepsi
d. Dx. 4 : Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular
Noc : Peningkatan keoptimalan mobilitas
Nic : 1) Kaji kekuatan motorik/kemampuan fungsional dengan
menggunakan skala 0-5. Lakukan pengkajian secara teratur sesuai
kebutuhan secara individual.
2) Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal, trochanter
roll, papan kaki.
3) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif/pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
4) Anjurkan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan dan
bergantung pada toleransi secara individual.
5) Konfirmasikan dengan rujuk ke bagian terapi fisik.
e. Dx 5 : Nyeri akut b.d kerusakan saraf sensorik
Noc : Nyeri teratasi
Nic : 1) Evaluasi derajat nyeri/rasa tidak nyaman
dengan menggunakan skala 0-10.
2) Observasi adanya tanda-tanda nonverbal dari
nyeri tersebut.
3) Berikan masase atau sentuhan sesuai toleransi
pasien secara individual.
4) Ajarkan tehnik relaksasi, atau distraksi.
5) Beri obat analgetik sesuai kebutuhan.
f. Dx 6 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d paralisis orofaringeal.
Noc : Keseimbangan pemenuhan nutrisi
Nic : 1) Kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, pada keadaan
yang teratur.
2) Catat masukan kalori setiap hari.
3) Catat makanan yang disukaii oleh pasien termasuk pilihan diet
yang dikehendaki.
4) Izinkan untuk makan sesuai waktu yang diinginkan yang
menyenangkan bagi pasien
5) Beri diet tinggi kalori.
6) Pasang/pertahankan selang NGT.
g. Dx 7 : Konstipasi b.d kehilangan sensasi dan reflex
sfingter
Noc : Konstipasi tidak ada.
Nic :
1) Auskultasi bising usus, catat adaya perubahan bising
usus.
2) Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 2000 ml/hari
(jika pasien dapat menelan).
3) Berikan privasi dan posisi fowler dengan jadwal waktu
secara teratur.
4) Beri obat pelembek feses.
5) Tingkatkan diet makanan yang berserat.
h. Dx 8 : hambatan interaksi social b.d paralisis otot wajah
Noc : menunjukkan keterampilan interaksi social
Nic :
1) Kaji pola dasar interaksi antara pasien dengan orang
lain
2) Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang
kekuatan dan keterbatasan dalam berkomuniikasi dengan
orang lain
3) Minta dan harapkan kominikasi verbal
4) Gunakan teknik bermain peran untuk meningkatkan
keterampilan dan teknik berkomunikasi.
i. Dx 9 : Ansietas b.d kurang pajanan informasi mengenai
penyakit.
Noc : Ansietas berkurang.
Nic :

1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.


2) Sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, perawatan dan
prognosis.
3) Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan
kehilangan kemampuan yang menetap, kehilangan fungsi.
4) Sediakan penguatan yang positif ketika pasien mampu untuk
meneruskan aktivitas sehari-hari dan lainnya meskipun ansietas.
4. DISCHARGE PLANNING

a. Peningkatan asupan nutrisi yang memadai.


b. Istirahat yang cukup.

c. Penjagaan terhadap hygiene , sanitasi


lingkungan.
d. Lakukan check-up ketika timbul gejala
yang sama.
e. Teratur konsumsi obat pemulihan.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai