Anda di halaman 1dari 43

Kasus I

Lumpuh
Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dibawa oleh ibunya ke UGD
dengan keluhan lemah pada tungkai. Sebelumnya 1 miggu yang lalu pasien
mengalami demam dan batuk pilek yang sembuh dalam tiga hari, namun
kemudian pasien mendadak kedua tungkainya lemah dan semakin berat, dan
akhirnya kedua lengan tanganya juga ikut lemah. Pada pemeriksaans tanda-tanda
vital dalam batas normal. Pada pemeriksaa neurologis ditemukan tetrapaese lower
motor neuron (LMN) dengan kedua tangan dan kedua kaki mengalami parastesia
dengan ciri glove stocking phenomenon.
STEP 1
1. Tetraparese

kelumpuhan

pada

ekstremitas

(kelumpuhan ringan)
2. Glove stocking phenomenon =

gejala sperti kelemahan otot dari distal ke

proximal
3. LMN

kelumpuhan

saraf

motorik

yang

menghubungkan batang otak dan sumsum


tulang belakang untuk membawa impuls ke
vektornya yaitu cornu anterior
STEP 2
1. Diferential diagnosis dan diagnosis pada kasus ?
2. Bagaimana pasien dapat mengalami tetraparese?
3. Faktor yang dapat menyebabkan tungkai pasien lemah?
4. Tanda-tanda klinis LMN?
5. Perbedaan LMN dan UMN?
6. Klasifikasi tetraparese?

7. Etiologi dan mekannisme kelumpuhan?


8. Bagaimana mekanisme impuls dan penyampaian ke otot?
9. Mekanisme glove stocking ?
STEP 3
1. Poliomeilitis, botulisme, SGB
2. a. adanya lesi di lumbal dan servikal
b. kerusakn di LMN
c. kerusakan dibatang otak
3. a. lesi = - sumsum piramidal (UMN)
- final comand path (LMN)
- motor and plate
- otot
b. ganguan motorik = stroke
4. LMN = - Hilangnya refleks tendon
- Tidak ada refleks patoloogis
- Tonus otot hilang
- Refleks patologis tidak ada
- Atrofi otot cepat terjadi
5. perbedaan UMN dan LMN
UMN : 1. Piramid
2. ektrapiramid
6. a. spastik (UMN)

b. flaksid (LMN)

7. 1. Etiologi : distrofi otot dan polio


2. mekanisme : akson dari korteks cerberi pars thalamolenticularis capsule
interna 1/3 media pendicularis cerebralis fibrae pontis
transversme dibasis pontis piramis pada medual obongata
mengalami decussatic keotot neurotransitter motor and
plate
8. SSP impuls mekanisme (potensial aksi, perpidahan ion, potensial istirahat ,
neurotransmitter)
9. ganggguan otot yang disebabkan tidak tercapainya impuls dari sistem saraf ke
otot

STEP 4
1. Diferential diagnosis dan diagnosis pada kasus
1. Poliomeilitis
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi
saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke
sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralisis).
a. Patofisiologi

Virus polio masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak di


dalam tenggorokkan dan saluran pencernaan,diserap dan di sebarkan
melalui sistem pembuluh darah dan getah bening.virus ini dapat

memasuki aliran darah dan dan mengalir ke sistem saraf pusat


menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunanan syaraf
tertentu.tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang
sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron
dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala.Daerah yang biasanya terkena
poliomyelitis ialah:medula spinalis terutama kornu anterior,batang otak
pada

nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio

retikularis yang mengandung pusat vital,sereblum terutama inti-inti


vermis,otak tengah midbrain terutama masa kelabu substansi nigra
dan kadang-kadang nucleus rubra.

b. Manifestasi klinis
Gejala klinisnya berupa panas dan jarang melibihi 39,5 derajat
C,sakit

tenggorokkan,sakit

kepala,mual,muntah,malaise,dan faring

terlihat hiperemi.Dan gejala ini berlangsung beberapa hari. Kemudian,


demam,nyeri otot.khas dari bentuk ini adalah adanya nyeri dan kaku
otot belakang leher,tulang tubuh dan anggota gerak.Dan gejala ini
berlangsung dari 2-10 hari. Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis
non paralitik.Awalnya berupa gejala abortif diikuti dengan membaiknya
keadaan selama 1-7 hari.kemudian disusun dengan timbulnya gejala
lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan saraf yang terjadi
pada

ekstremitas

inferior

yang

terdapat

pada

femoris,tibialis

anterior,peronius.sedangkan pada ekstermitas atas biasanya pada biseps


dan triseps.

2. Botulisme
Botulisme merupakan intoksikasi, seperti halnya dengan tetanus.
Toksin botulisme diproduksi oleh Closytrodium botulinum. Botulisme
adalah penyakit langka tapi sangat serius. Merupakan penyakit paralisis
gawat yang disebabkan oleh racun (toksin) yang menyerang saraf yang
diproduksi bakteri Clostridium Botulinum.

a.

Patofisiologi
Clostridium Botulinum berbiak melalui pembentukanspora dan
produksi toksin. Racun botulisme diserap di dalam lambung,
duodenum dan bagian pertama jejunum. Setelah diedarkan oleh aliran
darah sistemik, maka racun tersebut melakukan blokade terhadap
penghantaran serabut saraf kolinergik tanpa mengganggu saraf
adrenegik. Karena blokade itu, pelepasan asetilkolin terhalang. Efek
ini berbeda dengan efek kurare yang menghalang-halangi efek asetil
kolin terhadap serabut otot lurik. Maka dari itu efek racun botulisme
menyerupai khasiat atropin, sehingga manifetasi klinisnya terdiri dari
kelumpuhan flacid yang menyeluruh dengan pupil yang lebar (tidak
bereaksi terhadapt cahaya), lidah kering, takikardi dan perut yang
mengembung. Kemudian otot penelan dan okular ikut terkena juga,
sehingga kesukaran untuk menelan dan diplopia menjadi keluhan
penderita. Akhirnya otot pernafasan dan 7 penghantaran impuls
jantung sangat terganggu, hingga penderita meninggal karena apnoe
dan cardiac arrest.

b. Manifestasi Klinis
Gejala dari botulisme adalah diplopia, penglihatan kabur, mulut
kering, kesulitan menelan, kelumpuhan flacid yang menyeluruh
dengan pupil yang lebar (tidak bereaksi terhadap cahaya), lidah
kering, takikardi dan perut yang mengembung. Otot pernafasan dan
penghantaran impuls jantung sangat terganggu, hingga penderita
meninggal karena apnoe dan cardiac arrest.

3. SGB
SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang
sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut
Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya
paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses
autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.

a. Patogenesis
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain
yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih
belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui
mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan
mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini
adalah:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi
mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
padapembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses
demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh
respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh
berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi
virus.

b. Manifestasi klinis

Gejala awal biasanya berupa parestesi dan nyeri


Abnormalitas motorik (kelemahan)
Mengikuti gejala sensorik yaitu mulai dari tungkai, ascenden ke
lengan

10% dimulai dengan kelemahan lengan, kelemahan bisa

dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial), kelemahan wajah


terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya bilateral refleks
hilang.
Abnormalitas sensorik
Parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove & stocking
sensation, simetris, tak jelas batasnya. Nyeri bisa berupa mialgia otot
panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan,
tersetrumatau ataksia sensorik karena proprioseptif terganggu.
Disfungsi Otonom
- Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi
- Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal
- Retensi urine

2. Tetraparese
a. Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor
Neuron(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/
kelemahanyang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN)
disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam
bentuk jaringan scar,atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus
intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh
pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai
ke otot.

Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus


servikal,thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus
spinalis

dari

servikal

dan

lumbosakral

dapat

menyebabkan

kelemahan/kelumpuhan pada keempat anggota gerak. Wilayah ini penting,


jika terjadi kerusakan pada daerahini maka akan berpengaruh pada otot,
organ, dan sensorik yang dipersarafinya.

3.

Faktor yang dapat menyebabkan tungkai pasien lemah


Kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia
yang menyebabkan hilangnya sebagianfungsi motorik pada keempat anggota
gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan
otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada
vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular
atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang
menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu
lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti
tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis
transversal, polio, atau spina bifida).

4. Tanda-tanda klinis LMN


Parese/ paralysis yang sifatnya flaccid (lemas)
Arefleksia
Tidak ada refleks patologis
Timbul atropi otot

5. Perbedaan UMN dan LMN


a. UMN ini disusun oleh : Susunan pyramidal dan ekstrapiramidal
1. Susunan pyramidal :
Mulai di Sel sel neuron di lapisan ke 5 korteks presentralis (area 4
Broadman) dan akson aksonnya menyusun system pyramidalis. Neuron

neuron tersebut tertata didaerah gyrus presentralis yang mengatur


gerakan otot tubuh tertentu dinamakan penataan Somatotropik. Serabutserabut efferent berupa akson- akson neuron di gyrus presentralis turun
menuju ke neuron neuron yang menyusun inti saraf otak motorik di
Brainstem melalui tr kortikobulbar dan neuron neuron yang terletak di
kornu anterior medulla spinalis melalui trkortikospinalis. Hubungan
akson tersebut bersifat monosinaptik dan kontralateral.
2. Susunan ekstrapyramidal :
Terdiri dari kumpulan-kumpulan traktus, inti inti dansirkuit
feedbacknya yang menyusun ekstrapyramidal mempengaruhi aktivitas
motor somatis dari otot-otot volunter kecuali jalur pyramidal Susunan
ekstrapyramidal ini secara fungsional berhubungan dengan traktus
pyramidal. Susunan ekstrapiramidal ini dimulai dari serebral korteks,
basal ganglia, subcortikal nukleus secara tidak langsung ke spinal cord
melalui multisynap conection.

b. Lower motor neuron (LMN)


Merupakan

neuron

susunan

neuromuskuler

yang

langsung

berhubungan dengan otot. LMN dapat dijumpai di batang otak sebagai selsel motorik dari inti saraf kranialis dan di medulla
spinalis sebagai sel-sel motorik di cornu anterior. Gangguan
pergerakan LMN terjadi apabila terdapat lesi pada Motoneuron, Neuroaxis
(axon), Motor end plate & otot.

Tabel 1.1 Perbedaan Klinis LMN dan UMN

6. Klasifikasi tetraparese
a. Tetrapares spastic
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper
motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau
hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower
motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau
hipotoni.

7.

Etiologi dan Penyebab Kelumpuhan


Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam
otak atau batang otak (pusat sistem saraf) atau mungkin di luar batang otak
(sistem saraf perifer). Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah
stroke, tumor, truma (disebabkan jatuh atau pukulan), multiple sclerosis
(penyakit yang merusak bungkus pelindung yang menutupi sel saraf),
serebral palsy (keadaan yang disebabkan injuri pada otak yang terjadi sesaat
setelah lahir), gangguan metabolik (gangguan dalam penghambatan
kemampuan tubuh untuk mempertahankannya).

Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti


jatuh atau kecelakaan mobil. Kondisi lainnya yang dapat menyebabkan
kerusakan saraf dalam atau dengan segera berdekatan pada tulang belakang
termasuk : tumor, herniasi sendi ( juga disebut ruptur sendi ), spondilosis,
rematoid artrirtis pada tulang belakang atau multiple sklerosis. Setiap
serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel saraf
, salah satunya terdapat pada korteks motorik, serabut serabutnya berada
tepat pada traktus piramida yaitu penyilangan traktus piramida, dan serat
lainnya berada pada ujung anterior medula spinalis, serat seratnya berjalan
menuju otot. Yang pertama disebut sebagai neuron motorik atas ( upper
motor neuron ) dan yang terakhir disebut neuron motorik batah ( lower
motor neuron ).
Setiap saraf motorik yang menggerakkan setiap otot merupakan
komposisi gabungan ribuan saraf saraf motorik bawah. Jaras motorik dari
otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak dibentuk oleh
UMN. UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak,
menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam
batang otak, menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir
pada sinaps LMN. LMN menerima impuls di bagian ujung saraf posterior
dan berjalan menuju sambungan mioneural. Berbeda dengan UMN, LMN
berakhir di dalam otot.

8. Mekanisme neuromuskular
Gerakan otot lurik tentu dibawah komando atau suatu kontrol yang
disebut impuls saraf motor. Sejak tahun 1940, ion Kalsium diyakini turut
berperan serta dalam pengaturan kontraksi otot. Kemudian, sebelum 1960,
Setsuro bashi menunjukkan bahwa pengaruh Ca2+ ditengahi oleh Troponin
dan Tropomiosin. Ia menunjukkan aktomiosin yang diekstrak langsung dari
otot (sehingga mengandung ikatan dengan troponin dan tropomiosin)
berkontraksi karena ATP hanya jika Ca2+ ada pula. Kehadiran troponin dan
tropomiosin pada sistem aktomiosin tersebut meningkatkan sensitivitas

sistem terhadap Ca2+. Di samping itu, subunit dari troponin, TnC,


merupakan satu-satunya komponen pengikat Ca2+.
Sebuah impuls saraf yang tiba pada sebuah persambungan
neuromuskular (sambungan antara neuron dan otot) akan dihantar langsung
kepada tiap-tiap sarkomer oleh sebuah sistem tubula transversal / T. Tubula
tersebut

merupakan pembungkus-pembungkus

semacam

saraf pada

membran plasma fiber. Tubula tersebut mengelilingi tiap miofibril pada disk
Z masing-masing. Semua sarkomer pada sebuah otot akan menerima sinyal
untuk berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi sebagai satu kesatuan
utuh. Sinyal elektrik itu dihantar (dengan proses yang belum begitu
dimengerti) menuju retikulum sarkoplasmik (SR).
SR merupakan suatu sistem dari vesicles (saluran yang mengandung
air di dalamnya) yang pipih, bersifat membran, dan berasaldari retikulum
endoplasma. Sistem tersebut membungkus tiap-tiap miofibril hampir seperti
rajutan kain. Membran SR yang secara normal non-permeabel terhadap
Ca2+ itu mengandung sebuah transmembran Ca2+-ATPase yang memompa
Ca2+ kedalam SR untuk mempertahankan konsentrasi [Ca2+] bagi otot
rileks. Kemampuan SR untuk dapat menyimpan Ca2+ ditingkatkan lagi oleh
adanya protein yang bersifat amat asam yaitu kalsequestrin (memiliki situs
lebih dari 40 untuk berikatan dengan Ca2+).
Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi permeabel terhadap
Ca2+.Akibatnya, Ca2+ berdifusi melalui saluran-saluran Ca2+ khusus
menuju interior miofibril, dan konsentrasi internal [Ca2+] akan bertambah.
Peningkatan konsentrasi Ca2+ ini cukup untuk memicu perubahan
konformasional dalam troponin dan tropomiosin. Akhirnya, kontraksi otot
terjadi dengan mekanisme perahu dayung tadi. Saat rangsangan saraf
berakhir, membran SR kembali menjadi impermeabel terhadap Ca2+
sehingga Ca2+ dalam miofibril akan terpompa keluar menuju SR.
Kemudian otot menjadi rileks seperti sediakala.

SGB
patologi

Poliomileitis
Botulisme

piramid
UMN

struktur
ekstrapiramid

Neuromuscular

motor neuron
LMN

struktur
cabang cornu
anterior
LESI:
UMN

Patofiologi

LMN
DD
MEKANISME

STEP 5
1. Diferential diagnosis dan diagnosis pada kasus ?
2. Bagaimana pasien dapat mengalami tetraparese?
3. Faktor yang dapat menyebabkan tungkai pasien lemah?
4. Tanda-tanda klinis LMN?
5. Perbedaan LMN dan UMN?
6. Klasifikasi tetraparese?
7. Etiologi dan mekannisme kelumpuhan?

kelemahan

8. Bagaimana mekanisme impuls dan penyampaian ke otot?


9. Mekanisme glove stocking ?
10. Jenis-jenis Neuropati dan mekanisme neuropati propioseptik?

STEP 6
Belajar Mandiri

STEP 7
1.

Diferential diagnosis dan diagnosis pada kasus


a. Poliomielitis
Poliomileitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh
virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang
belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian
susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta atropi otot. (Dian
Rakyat, 2010)
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh
yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus
yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,
menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan (paralisis). (Dian Rakyat, 2010)
a. Gambaran Klinis Poliomielitis
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Poliomielitis asimtomatis adalah setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak
terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak
terdapat gejala klinik sama sekali.

2. Poliomielitis abortif adalah timbul mendadak langsung beberapa jam


sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise,
anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi
dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis non paralitik adalah gejala klinik hampir sama dengan
poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih
hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase
ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia,
mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan
kolumna posterior.
4. Poliomielitis paralitik adalah gejala sama pada poliomyelitis non
paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau
cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika
urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain
:
a. Bentuk spinal : Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher,
abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak
ekstremitas.
b. Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak
dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni
pernapasan dan sirkulasi.
c. Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk
spinal dan bentuk bulbar.
d. Kadang ensepalitik : Dapat disertai gejala delirium, kesadaran
menurun, tremor dan kadang kejang. (Dian
Rakyat, 2010)
b. Etiologi Poliomielitis

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi


3 yaitu:
1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon yaitu dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan
pengeringan atau oksidan. Masa inkubasi Poliomielitis : 7-10-35
hari
c. Klasifikasi virus
1. Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA)
2. Familia

: Picornaviridae

3. Genus

: Enterovirus

4. Spesies

: Poliovirus

d. Penularan Poliomielitis
Cara penularan Poliomielitis dapat melalui :
1. Inhalasi
2. Makanan dan minuman
3. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.
Penularan melalui oral berkembambang biak diususverimia
virus+DC faecese beberapa minggu. (Dian Rakyat, 2010)
e. Pencegahan Poliomielitis
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
1. Imunisasi
2. Jangan masuk daerah endemis

3. Jangan melakukan tindakan endemis


f. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf
tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang
sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron
dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya
terkena poliomilitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior.
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial
serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital.
3. Sereblum terutama inti-inti virmis.
4. Otak tengah midbrain terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang-kadang nucleus rubra.
5. Talamus dan hipotalamus.
6. Palidum.
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
g. Komplikasi Poliomielitis
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis

h. Pemeriksaan Diagnostik Poliomielitis


1. Pemeriksaan Laboratorium Poliomielitis :
a. Pemeriksaan darah
b. Cairan serebrospinal
c. Isolasi virus volio
Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak
paling sedikit 2 minggu perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat
dapat terjadi paralysis pernapasan.
1. Fase akut :
a. Analgetik untuk rasa nyeri otot.
b. Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan
penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai
terhadap tungkai.
c. Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan
terganggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal
ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah
satu sisi. (Dian Rakyat, 2010)
2. Sesudah fase akut :
Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy.
Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang. (Dian Rakyat,
2010)

2. Sindroma Guillain Barre (SGB)

SGB adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai
radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis,
yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari
SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari
otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. (Dian Rakyat,
2010)

Sindroma Guillain Barre mempunyai banyak sinonim, antara lain


polineuritis akut pasca infeksi, polineuritis akut toksik, polineuritis febril,
poliradikulopati dan acute ascending paralysis. (Dian Rakyat, 2010)
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang
semua umur. SGB merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses
imunologis

tersebut

langsung

mengenai

sistem

saraf

perifer.

Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita


penyakit

ini

dan

pada

pemeriksaan

patologis.

Periode laten antara infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan bahwa
kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu respons
terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya
tidak ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal
ventral dan dorsal, terdapat juga gangguan medula spinalis dan medula
oblongata.
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara
simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.
(Dian Rakyat, 2010)
a. Epidemiologi
Epidemiologi penyakit ini 1,11 per 100.000 orang/tahun dan lebih
sering menyerang anak-anak di atas 2 tahun. 30% Penderita GBS juga
mengalami infeksi dari Campylobacter jejuni dan 10% terkena infeksi
CMV. Infeksi lain yang biasa timbul dengan GBS adalah EBV, Virus
Varicella-zoster, dan Mycoplasma pneumonia.(Dian Rakyat, 2010)

b. Patogenesis
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului
SGB akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan
sistim saraf-saraf perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus,
sifilis ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan
perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik
penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu
perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus
radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,
namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiksradiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang
paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu
kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota
gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul.
Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik
pada

kedua

tungkai

atau

otot-otot

anggota

gerak.

Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang


dapat atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel
mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit
berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel

polimorfonuklear

pada

permulaan

penyakit.

Gambar 1. Patogenesis SGB (Dian Rakyat, 2010)


c. Manifestasi Klinis
Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali
serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti
spontan untuk kemudian pulih kembali. (Dian Rakyat, 2010)
Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:
1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya
gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai titik nadir. Pada
fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik,
derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan
pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada
waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi
resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada
pengurangan nyeri serta gejala.

2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil,
dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala.
Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai
dimulai

fase

penyembuhan.

Terapi

ditujukan

terutama

dalam

memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang


masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung,
pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis.
Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah
dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada
pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta
kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses
penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan;
beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase
infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama
beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan. (Dian Rakyat,
2010)
Fase penyembuhan

Akhirnya, fase penyembuhan yang

ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem


imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan
gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi.
Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk
membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot
yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan ototototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari
sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat
muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 36 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi
waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan
tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi. (
Dian Rakyat, 2010)
2

Bagaimana pasien dapat mengalami kelumpuhan

a. Penyebab kelumpuhan
1. Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam
otak atau batang otak ( pusat sistem saraf ) atau mungkin di luar batang
otak (sistem saraf perifer). Lebih sering penyebab kerusakan pada otak
adalah stroke, tumor, truma (disebabkan jatuh atau pukulan), multiple
sclerosis (penyakit yang merusak bungkus pelindung yang menutupi
sel saraf), serebral palsy (keadaan yang disebabkan injuri pada otak
yang terjadi sesaat setelah lahir ), gangguan metabolik (gangguan
dalam penghambatan kemampuan tubuh untuk mempertahankannya).
2. Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti
jatuh atau
kecelakaan mobil. Kondisi lainnya yang dapat menyebabkan
kerusakan saraf dalam atau dengan segera berdekatan pada tulang
belakang termasuk : tumor, herniasi sendi juga disebut ruptur sendi,
spondilosis, rematoid artrirtis pada tulang belakang atau multiple
sklerosis.
3. Kerusakan pada saraf tepi mungkin disebabkan trauma, carpal tunel
sindrom, Gullain Barre Syndrom, radiasi, toksin atau racun, CIDP,
penyakit dimielinisasi.(Dian rakyat,2008)

b. Tanda dan gejala


1. Distribusi paralisis memberikan syarat yang penting untuk bagian saraf
yang rusak. Hemiplegia disebabkan kerusakan otak pada sisi
berlawanan dengan paralysis, biasanya dari stroke. Paraplegia terjadi
setelah injuri pada bagian bawah batang otak , dan quadriplegia terjadi
setelah kerusakan bagian atas batang otak pada tingkat bahu atau lebih
tinggi ( saraf yang mengontrol lengan sejajar tulang belakang ).
Diplegia biasanya mengindikasikan kerusakan otak, lebih sering
karena serebral palsy. Monoplegia mungkin disebabkan pemisahan
kerusakan diantara system saraf pusat atau saraf perifer. Kelemahan
atau paralysis hanya dapat terjadi pada lengan dan kaki dapat
mengindikasikan penyakit diemelinisasi.

2. Gejala berfluktuasi dalam membedakan bagian tubuh mungkin


disebabkan multiple sclerosis. Kejadian paralysis lebih sering
disebabkan injuri atau stroke. Penjalaran paralysis mengindikasikan
penyakit degeneratif, penyakit infeski seperti

GBS atau CIDP,

gangguan metabolisme . Gejala lain yang sering menyertai paralisis


termasuk mati rasa dan perasaan
kesemutan, nyeri, perubahan penglihatan , kesulitan berbicara,atau
masalah dengan keseimbangan. Cedera pada batang otak sering
menyebabkan menurunnya fungsi kandung kemih, BAB dan organ
sex. Injuri diatas batang otak dapat menyebabkan kesulitan dalam
bernafas.(Dian rakyat,2008)

c. Kelainan pada saraf bisa berupa kelainan pada:


1.

Korteks Cerebri : cirinya terjadi gangguan fungsi luhur yaitu


gangguan dalam berbahasa, gangguan fraksi, dan gangguan genosis.

2.

Capsula Interna: terdapat nervus VII dan XII yang bersifat


kontralateral. bila ada kelainan maka menyebabkan lesi pada otototot bicara yang mengakibatkan bicara pelo.

3.

Medulla Spinalis: bila lesi setinggi cervical terjadi kelumpuhan


tangan dan kaki, bila lesi setinggi thorakal terjadi kelumpuhan
tungkai, bila lesi setinggi lumbosakral terjadi kelumpuhan hanya
tungkai. Perbedaan lesi pada thorakal dan lumbosakral yaitu pada
letak lesi motoriknya. kalo pada thorakal di upper motorneuron,
sedangkan pada lumbosakral di lower motorneuron.

4.

Batang otak: Lesi berupa kelumpuhan anggota gerak yang bersifat


kontralateral (bila lumpuh pada sebelah kanan maa lesi pada saraf
sebelah kiri)
(Dian rakyat,2008)

3.

Faktor yang dapat menyebabkan tungkai pasien lemah


Paresis (kelemahan otot pada lengan dan tungkai) adalah kerusakan
yang menyeluruh, tetapi belum menruntuhkan semua neuron korteks
piramidalis. (Sidharta, 2006)
Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya
kelainan atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh trauma atau
infeksi, ataupun penekanan

langsung dan tidak langsung oleh massa

hematoma, abses, dan tumor. Hal tersebut selanjutnya akan mengakibatkan


adanya gangguan pada tractus kortikospinalis yang bertanggung jawab pada
otot-otot anggota gerak atas dan bawah. (Sidharta, 2006)
Penyebab Hemiparesis :
Lesi pada cortex motorik primer
Lesi pada kapsula interna
Lesi pada batang otak

Patomekanisme Hemiparesis
Pada susunan traktus piramidalis, dapat dilihat bahwa serabut
piramidalis yang menghantarkan impuls motorik ini mengadakan
persilangan di decussatio piramidum. Bila terjadi lesi pada salah satu
hemisperium otak, misalnya lesi pada korteks motorik hemisperium
kanan, maka akan mengganggu impuls motorik pada daerah ini,
akibatnya akan terjadi lemah separuh badan (hemiparese bagian kiri).
(Sidharta, 2006)
Ada dua system utama lintasan motorik yang digolongkan
sebagai system piramidalis dan ekstrapiramidalis. Traktus piramidalis
(traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis) merupakan bagian yang
serabut-serabutnya menyatu dalam medulla oblongata membentuk
piramis, sehingga dinamakan traktus piramidalis. Lintasan motorik
desendens umumnya melibatkan dua neuron utama, yaitu neuron
motorik atas (Upper Motor Neuron) dan neuron motorik bawah
(Lower Motor Neuron). Neuron motorik atas seluruhnya terletak di

dalam SSP, sedangkan Neuron Motorik Bawah dimulai dalam SSP


(kornu anterior substansia grisea medulla spinalis) dan mengirimkan
serabut-serabutnya untuk mempersarafi otot-otot. Jadi, neuron motorik
bawah merupakan bagian dari system saraf perifer. (Sidharta, 2006)
Traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis merupakan traktus
voluntar utama pada medulla spinalis. Neuron motorik atas traktus
kortikospinalis berasal dari area 4 korteks motorik primer, area 6
korteks premotorik, dan berbagai bagian lobus parietalis. Dari sini
serabut-serabut berjalan menurun melalui kapsula interna untuk
bersinaps dengan neuron internunsial pada berbagai tingkat medulla
spinalis, yang kemudian bersinaps dengan neuron dalam substansia
grisea kornu ventralis. Namun, beberapa serabut dapat saja langsung
bersinaps dengan neuron motorik bawah. Sekitar 85% dari serabut
desendens bersilangan dalam medulla oblongata kemudian turun ke
medulla spinalis sisi yang berlawanan sebagai traktus kortikospinalis
lateralis. Serabut sisa-sisanya (15%) tidak menyilang dan berjalan
turun pada sisi medulla spinalis yang sama sebagai traktus
kortikospinalis ventralis. (Sidharta, 2006)
Yang membawa impuls untuk pengendalian voluntar otot
ekstremitas dan otot tubuh adalah traktus piramidalis (diatur secara
halus), sedangkan system ekstrapiramidalis mengatur otot-otot
voluntar secara kasar. Kerusakan pada traktus piramidalis dan
kortikobulbaris pada bagian atas medulla oblongata menyebabkan
paralisis wajah, lengan, dan tungkai bawah pada sisi kontralateral
(berlawanan dari lesi). Apabila terdapat lesi pada arteri cerebri media,
wajah dan lengan lebih lumpuh, dan lesi pada arteri cerebri anterior,
tungkai yang lebih lumpuh. Bila disertai hemiplegia, lesi pada kapsula
interna. Lesi pada salah satu hemisfer akan menimbulkan efek
(hemiparesis) pada sisi kontralateralnya. Jaras piramidalis saat
melewati crus posterior kapsula interna akan berdampingan dengan
saraf afferent (sensorik). Sehingga jika terjadi lesi pada daerah
tersebut, maka akan terjadi hemiparesis kontralateral. (Sidharta, 2006)

Adanya penyempitan arteri pada tungkai


Arteri di tungkai merupakan percabangan dari 2 cabang utama
arteri abdominalis yang menuju ke tungkai (arteri iliaka). Penyakit
pada arteri tungkai dan lengan bisa merupakan suatu penyempitan
atau penyumbatan arteri (aterosklerosis) atau penyakit pembuluh
darah perifer. (Sidharta, 2006)
Gejala
Pada penyempitan arteri tungkai yang terjadi secara perlahan,
gejala pertamanya adalah nyeri, sakit, kram atau rasa lelah pada otot
kaki selama melakukan aktivitas atau disebut dengan klaudikasio
intermiten. Bila berjalan, otot terasa sakit dan rasa nyeri lebih cepat
timbul dan lebih berat jika penderita berjalan cepat atau mendaki.
Yang paling sering terasa nyeri adalah betis; tetapi juga bisa mengenai
kaki, paha, pinggul atau bokong, tergantung kepada lokasi
penyempitan. (Sidharta, 2006)
Nyeri bisa dikurangi dengan istirahat. Biasanya setelah 1-5
menit duduk atau berdiri, penderita bisa menempuh jarak yang sama
dengan seperti sebelumnya, sebelum kemudian akan merasa sakit lagi.
Nyeri yang sama pada saat melakukan aktivitas juga bisa disebabkan
oleh penyempitan arteri di lengan. Sejalan dengan bertambah
buruknya penyakit, jarak yang dapat ditempuh oleh penderita dalam
keadaan tidak nyeri, menjadi lebih pendek. Pada akhirnya otot
terasasakit meskipun dalam keadaan istirahat. (Sidharta, 2006)
Nyeri biasanya dimulai di tungkai bawah atau kaki, sifatnya
berat dan menetap, dan akan memburuk jika penderita mengangkat
tungkainya. Karena nyerinya penderita sering tidak dapat tidur. Untuk
mengurangi nyeri, penderita bisa menggantung kakinya di samping
tempat tidur atau istirahat duduk dengan kaki tergantung ke bawah.
Kaki yang sangat kekurangan aliran darah biasanya dingin dan mati

rasa. Kulitnya mungkin kering dan bersisik dan kuku serta rambut
tidak tumbuh dengan baik. Sejalan dengan bertambah buruknya
penyumbatan, bisa timbul luka terbuka, terutama di jari kaki atau
tumit dan kadang di tungkai bawah, terutama setelah mengalami
cedera. Tungkai juga bisa mengecil. Penyumbatan yang sangat parah
bisa menyebabkan kematian jaringan (gangren). (Sidharta, 2006)
Penyumbatan total yang terjadi secara tiba-tiba pada arteri
tungkai atau lengan, menimbulkan nyeri yang hebat, kedinginan dan
mati rasa. Tungkai penderita tampak pucat atau kebiruan (sianotik).
Denyut nadi di bawah bagian yang tersumbat tidak teraba. (Sidharta,
2006)

4. Tanda-tanda klinis LMN


Tanda tanda klinis LMN :
a. terdapat atrofi
b. Tidak ada refleks patologis
c. Refleks menurun
d. Kelumpuhan bersifat flaccid

5.

Perbedaan LMN dan UMN


Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua
kombinasi sel saraf, salah satunya terdapat pada korteks motorik, serabut
serabutnya berada tepat pada traktus piramida yaitu penyilangan traktus
piramida, dan serat lainnya berada pada ujung anterior medula spinalis, serat
seratnya berjalan menuju otot.(Dian rakyat,2008)
Yang pertama disebut sebagai neuron motorik atas ( upper motor
neuron ) dan yang terakhir disebut neuron motorik batah ( lower motor

neuron ). Setiap saraf motorik yang menggerakkan setiap otot merupakan


komposisi gabungan ribuan saraf saraf motorik bawah.(Dian rakyat,2008)
Jaras motorik dari otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke
batang otak dibentuk oleh UMN. UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang
berlawanan di otak, menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi
berlawanan di dalam batang otak, menurun melalui traktus kortikospinal dan
ujungnya berakhir pada sinaps LMN. LMN menerima impuls di bagian ujung
saraf posterior dan berjalan menuju sambungan mioneural. Berbeda dengan
UMN, LMN berakhir di dalam otot.(Dian rakyat,2008)
a. Ciri ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah :
1. UMN

: kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot,

spastisitas otot, tidak ada atropi otot, reflek hiperaktif dan abnormal.
2. LMN

: kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot,

paralysis flaksid otot, atropi otot, tidak ada atau penurunan reflek.
Rangkaian sel saraf berjalan dari otak melalui batang otak keluar
menuju otot yang disebut motor pathway. Fungsi otot yang normal
membutuhkan hubungan yang lengkap disepanjang semua motor pathway.
Adanya kerusakan pada ujungnya menurunkan kemampuan otak untuk
mengontrol pergerakan pergerakan otot.(Dian rakyat,2008)
Hal

ini

menurunkan

efesiensi

disebabkan

kelemahan,

juga

disebut paresis. Kehilangan hubungan yang komplit menghalangi adanya


keinginan untuk bergerak lebih banyak. Ketiadaan kontrol ini disebut
paralisis. Batas antara kelemahan dan paralisis tidak absolut. Keadaan yang
menyebabkan kelemahan mungkin berkembang menjadi kelumpuhan. Pada
tangan yang lain, kekuatan mungkin memperbaiki lumpuhnya anggota
badan.(Dian rakyat,2008)
Regenerasi saraf untuk tumbuh kembali melalui satu jalan yang mana
kekuatan dapat kembali untuk otot yang lumpuh. Paralisis lebih banyak
disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot mungkin mebuat ototo lemah,

lembek dan tanpa kesehatan yang cukup, atau mungkin kejang, mengetat, dan
tanpa sifat yang normal ketika otot digerakkan.(Dian rakyat,2008)
b. Tipe paralisis :
1. monoplegia yaitu hanya mengenai satu anggota badan
2. diplegia yaitu mengenai bagian badan yang sama pada kedua sisi
badan, contohnya : kedua lengan atau kedua sisi wajah
3. hemiplegia yaitu mengenai satu sisi badan atau separuh badan
4. quadriplegia yaitu mengenai semua keempat anggota badan dan
batang tubuh. (Dian rakyat,2008)

6.

Klasifikasi tetraparese
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.

(Mahar

Mardjono, 2010)
a. Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang
keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas. Tetra dari
bahasa yunani sedangkan quadra dari bahasa latin.Tetraparese
adalahkelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau
trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagianfungsi
motorik

pada

keempat

kelumpuhan/kelemahan

lengan

anggota
lebih

atau

gerak,

dengan

sama

hebatnya

dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya


kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi
(khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui
karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik
pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab
khas pada kerusakan ini adalah trauma atau karena penyakit (seperti
mielitis transversal, polio, atau spina bifida). (Mahar Mardjono,
2010)

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan


kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual,
pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau
fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/ kehilangan
fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan
sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan
lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat
memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa
digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya
masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknya
kerusakan. (Mahar Mardjono, 2010)
a.

Etiologi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya:
a.

Tetrapares spastic
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang
mengenai upper

motor

neuron

(UMN),

sehingga

menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.


b.

Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang
mengenai lower

motor

neuron

(LMN),

sehingga

menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni. (Mahar


Mardjono, 2010)
b.

Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper
Motor

Neuron(UMN)

atau

kerusakan Lower

Motor

Neuron (LMN). Kelumpuhan/ kelemahanyang terjadi pada


kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena
adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam

bentuk jaringan scar,atau kerusakan karena tekanan dari


vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan
lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang
berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot.
(Mahar Mardjono, 2010)
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu
nervus servikal,thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan
berpengaruh

pada

nervus

spinalis

dari

servikal

dan

lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada


keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi
kerusakan pada daerahini maka akan berpengaruh pada otot,
organ, dan sensorik yang dipersarafinya. (Mahar Mardjono,
2010)
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi
komplit dapatmenyebabkan kehilangan kontrol otot dan
sensorik secara total dari bagiandibawah lesi, sedangkan lesi
inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan ototringan
(parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada
UMN dapat menyebabkan paresespastic sedangkan lesi pada
LMN menyebabkan parese flacsid. (Mahar Mardjono, 2010)
1. Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah
jaras kortikospinallateral menimbulkan kelumpuhan Upper
Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang
terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula
spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan
kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot
tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot
kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6
sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen

serta segenap otot kedua tungkai yang mengakibatkan


kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif
diseluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis
tersebut maka akan menyebabkan kelemahan/kelumpuhan
keempat anggota gerak yang disebut traparese spastik.
(Mahar Mardjono, 2010)
2. Lesi di Low cervical cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah
itu tidak saja memutuskan jaras kortikospinal lateral,
melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens dan
desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron
yangberada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini
berarti

bahwa

pada

tingkat

lesi

kelumpuhan

itu

bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat


lesi bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini
kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan diuraikan
menurut

komponen-komponen Lower

Motor

Neuron

(LMN). (Mahar Mardjono, 2010)


Motoneuron-motoneuron

berkelompok

di

kornu

anterius dan dapat mengalami gangguan secara selektif atau


terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan
disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi
di kornu anterior, sindrom lesi yang selektif merusak
motoneuron dan jaras kortikospinal,sindrom lesi yang
merusak motoneuron dan funikulus antero lateralis dan
sindrom lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya
disebabkan karena adanya infeksi, misalnya poliomielitis.
Pada

umumnya

motoneuron-motoneuron

yang

rusak

didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga


kelumpuhan
Mubin,2008)

LMN

adalah anggota

gerak.

(A.Halim

Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang


reversibel dan menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu
merupakan perwujudan reaksi imuno patologik. walaupun
segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namunyang
berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling
berat mengalami kerusakan. Karena daerah ini yang
mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada umumnya
bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke
bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian
tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan. Kelainan
fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada
saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang
saraf tepi sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi utama
pada neuron saraf perifer adalah polineuropati. (Mahar
Mardjono, 2010)
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada
serabut otot atau selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi
eksogen/endogen, dan degeneras iherediter. Karena serabut
otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat
melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati
dan distrofi, dapat menyebabkan kelemahan di keempat
anggota gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah
dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum
enzim kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar,
sebelum terdapat manifestasi dinikadar enzim ini di dalam
serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapaenzim ini
dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui.
(Mahar Mardjono, 2010)
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis
juga dapat ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh
sebelum tenaga otot berkurang sudah terlihat banyak sel

lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot.


Ketikakelemahan

otot

menjadi

nyata,

terdapat

pembengkakan dan nekrosis-nekrosisserabut otot. Seluruh


endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil.
Pembesaran tersebut bukan karena bertambahnya jumlah
serabut otot melainkan karena degenerasi lemak. (Mahar
Mardjono, 2010)
Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah
trauma hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia
pertengahan dengan spondilosis cervicalis. Predileksi lesi
yang paling sering adalah medula spinalis segmenservikal,
terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak
ditandai

oleh

adanya

kerusakan

tulang.Mekanisme

terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medula spinalis


oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit
ataumaterial diskus dari anterior. Bagian medula spinalis
yang paling rentan adalah bagian dengan vaskularisasi yang
paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord
Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat
mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema
yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2 segmen di
bawah dan di atas titik pusat cedera.
Gambaran

khas Central

Cord

Syndrome adalah

kelemahan yang lebih prominen pada ekstremitas atas (tipe


LMN) dibanding ektremitas bawah (tipeUMN). Pemulihan
fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara
pada ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat
sering dijumpai disabilitas neurologik permanen. Hal ini
terutama disebabkan karena pusat cedera paling sering
adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di

medula spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik


dapat bervariasi, pada beberapa kasus dilaporkan disabilitas
permanen yang unilateral neurologis lokalis pada pasien
cedera

medula

spinalis

mengacu

pada

panduan

dari American Spinal Cord Injury Association/ AISA juga


saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi.
Manifestasi

klinis

utama

dari

SGB

adalah

suatu

kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neurondari otototot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka.
(Mahar Mardjono, 2010)
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang
mendahului SGB akantimbul autoantibodi atau imunitas
seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer. Infeksiinfeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma
padamedula spinalis, dapat menimbulkan perlekatanperlekatan

selaput

araknoid.

Dinegara-negara

tropik

penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempattempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat
radiks ventralis(sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak
segenap radiks ventralis terkena jiratan,namun kebanyakan
pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang di
instrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling
umum dilandaproses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena
itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot
anggota

gerak,

persendianbahu

kelompok
dan

pinggul.

otot-otot

di

sekitar

Kelumpuhan

tersebut

bergandengan dengan adanya defisitsensorik pada kedua


tungkai atau otot-otot anggota gerak. (Mahar Mardjono,
2010)
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan
edema yang dapatatau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi

terdiri atas sel mononuklear. Sel-selinfiltrat terutama terdiri


dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak
pula,makrofag, serta sel poli morfonuklear pada permulaan
penyakit. Setelah

itu muncul sel plasma dan sel mast.

Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal.


Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks
spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi
pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya
permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut.
(Mahar Mardjono, 2010)
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot
ekstremitas tipelower motor neuron. Pada sebagian besar
penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas
bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan,
anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga
bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak,
kemudian

menyebar

ke

badan

dan

saraf

kranialis.Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh


hiporefleksia atau arefleksia.Biasanya derajat kelumpuhan
otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal,
tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat
dari bagian proksimal. (Mahar Mardjono, 2010)

7.

Etiologi dan mekannisme kelumpuhan


Kelumpuhan paling sering disebabkan oleh kerusakan pada sistem
saraf, terutama sumsum tulang belakang. Penyebab utama adalah stroke,
trauma dengan cedera saraf, poliomielitis, amyotrophic lateral sclerosis
(ALS), botulisme, spina bifida, multiple sclerosis, dan sindrom GuillainBarr. (Dian Rakyat, 2006)

Terjadi kelumpuhan sementara selama tidur REM, dan disregulasi dari


sistem ini dapat menyebabkan kelumpuhan episode bangun. Obat-obatan
yang mengganggu fungsi saraf, seperti curare, juga bisa menyebabkan
kelumpuhan. (Dian Rakyat, 2006)
Ada beberapa penyebab banyak dikenal untuk kelumpuhan, dan
mungkin lebih belum ditemukan. (Dian Rakyat, 2006)
Pseudoparalysis adalah pembatasan sukarela atau inhibisi gerak karena
sakit, inkoordinasi, atau penyebab lainnya, dan bukan karena kelumpuhan
otot yang sebenarnya. Pada bayi, ini mungkin merupakan gejala dari sifilis
kongenital. (Dian Rakyat, 2006)

8.

Bagaimana mekanisme impuls dan penyampaian ke otot


a. Mekanisme kontraksi otot (Lionel, 2005) :
1.

Sistem saraf pusat mengirimkan sinyal kepada otot melalui neuron

motoris
2.

Neuron motoris akan berhubungan (innervate) dengan beberapa


serat otot = Motor Unit

3.

Pertemuan antara neuron motoris (terminal button) dan otot (motor


end plate) berada pada neuromuscular junction.

4.

Pada neuromuscular junction terdapat synapsis

5.

Sinyal listrik dari neuron motoris mengakibatkan asetilkolin


(neurotransmitter) keluar dari sel saraf

6.

Asetilkolin akan berikatan dengan reseptor pada membran sel otot


sehingga ion Na dapat masuk ke sel otot

7.

Masuknya ion Na mengakibatkan terbentuknya motor end plate

potential.
8.

Motor end plate potential menginisiani muscular action potential di


membran sel saraf

9.

Muscular action potential akan menyebar ke seluruh permukaan


membran sel otot dan Ttubule

10.

Impuls di Tubulus T menyebabkan ion Ca2+ keluar dari retikulum


sarkoplasma.

11.

Ion Ca2+ yang sampai ke miofibril berikatan dengan Troponin C.

12.

Ikatan Ca2+ - Troponin C menyebabkan tropomiosin bergeser dan


binding site aktin untuk kepala miosin yg ditempati tropomiosin
terbuka.

13.

Aktin berikatan dgn kepala miosin yg jg mengandung ATP-ase yg


memecah ATP menjadi ADP sehingga menghasilkan energi untuk
menggerakkan aktin ke arah garis M. (Kontraksi)

14.

Demikian seterusnya sampai impuls listrik berakhir dan ion Ca2+


dipompa kembali ke retikulum sarkoplasma sehingga tdk terjadi
ikatan ion Ca2+ - troponin C dan terbukanya binding site untuk
kepala miosin pd aktin krn tertutup oleh tropomiosin. (Relaksasi)

Gambar 2. Mekanisme kontraksi otot (Lionel, 2005)

9.

Mekanisme glove stocking

Mahar Mardjono.
20
Infeksi

Gangguan pernafasan

Inf. Tractus respiratorius

Menyerang radiks
ventral dan dorsal

Antibodi

Inflamasi

Kerusakan radiks
ventral dan
dorsal

IgM dan IgG

Sitokin

Sel T

Degenerasi myelin

Kompleks Antb-Antg

Peeningkatan
makrofag untuk
menghancurka
n kompleks
yang terbentuk

Lumbal dan cervical


paling parah

gangguan pada
S1,L5,L4

Ganguuan pada C8, C7,


C6

GLOVE STOCKING
PHENOMENA

Bisa terus
menyebar keatas

(Mahar Mardjono;2010, Harsono; 2009)

Paralisis
Ascenden

10. Jenis-jenis Neuropati dan mekanisme neuropati propioseptik


Neuropati diklasifikasikan berdasarkan fitur patologis dan sindrom
klinis. Empat jenis utama kerusakan pada sistem saraf termasuk
polineuropati, mononeuropahty, mononeurtis multipleks dan neuropati
otonom. Neuropati dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh atau
dilokalisasi, yang hanya mempengaruhi bagian tubuh atau saraf.
a. Polineuropati
Polineuropati, juga disebut polineuropati distal simetris, adalah
jenis yang paling umum dari neuropati. Hal ini biasanya disebabkan
oleh buruknya kontrol glukosa darah, polineuropati mempengaruhi kaki
dan kaki, dengan gejala seperti kesemutan, sensasi terbakar dan mati
rasa. Selain itu, diabetes, polineuropati dapat disebabkan oleh
penggunaan alkohol yang berlebihan, kekurangan gizi, anemia, hati
atau gagal ginjal, kanker jenis tertentu atau mengkonsumsi terlalu
banyak vitamin B6.
b. Mononeuropati
Mononeuropathy mempengaruhi saraf tunggal atau kelompok
saraf. Sebagian besar waktu, disebabkan oleh cedera, meskipun
gangguan

seperti

mononeuritis

multipleks

dapat

menyebabkan

kerusakan pada blok saraf dan dapat melibatkan area tubuh. Gejala
termasuk kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, kesemutan,
terbakar, mati rasa, lemah, mati rasa atau bahkan kelumpuhan.
c. Mononeuritis Multiplex
Monoeuritis multipleks adalah gangguan sistem saraf atau
kerusakan otak dengan setidaknya dua wilayah yang berbeda saraf.

Namun, saraf lebih banyak di daerah acak dari tubuh juga dapat
dipengaruhi. Karena berlangsung dan memburuk, tumbuh lebih dan
kurang simetris multifokal. Syndromes untuk neuropati ini dapat
menyebar secara bilateral, serta distal dan proksimal seluruh tubuh.
d. Neuropati otonom
Neuropati otonom adalah jenis umum dari neuropati yang
mempengaruhi saraf otonom mengontrol saluran usus dan organ lain
seperti kandung kemih dan alat kelamin. Neuropati ini dapat
mengganggu pencernaan dan buang air kecil. Ini mempengaruhi sekitar
seperempat dari pasien dengan diabetes, menurut situs Neuropathy.com
Foot. Gejala yang paling umum adalah kehilangan koordinasi dan
keseimbangan, yang biasanya memburuk pada malam hari. Saraf yang
rusak menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks dengan kaki
biasanya tumbuh lebih lebar dan lebih pendek.
e. Neuropati kranial
Neuropati

kranial

biasanya

mempengaruhi

saraf

yang

berhubungan dengan kontrol gerakan mata dari otak. Namun, juga


dapat melibatkan saraf yang menghubungkan otak pendengaran dan
rasa. Ini biasanya dimulai dengan nyeri pada satu sisi wajah dekat mata
dipukul dengan otot mata kemudian menjadi lumpuh. Gejala membaik
atau menghilang dalam waktu dua atau tiga bulan.

DAFTAR PUSTAKA

A.Halim Mubin. 2008. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam, EGC. Jakarta.

Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes: Neurologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Harsono, 2009. Buku Ajar Neurologi Klinik. UGM. Yogyakarta.

Mahar Mardjono. 2010. Neurologi Klinis Dasar, EGC. Jakarta .

Prof.DR.Mardjono, Sidharta. 2006. Neurologi Klinik Dasar. Dian Rakyat. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai