Anda di halaman 1dari 17

FISIOTERAPI NEUROMUSCULAR

ANTEROLATERAL SCLEROSIS

DISUSUN OLEH
AFIFAH NUR
PO714241151001
D.IV / III A

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN FISIOTERAPI
TA.2017
A. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem saraf manusia terbagi atas:

 Sistem saraf pusat: otak, batang otak, sumsum tulang belakang


 Sistem saraf tepi: semua jaringan saraf yang berawal dari sumsum tulang belakang

1. 2a. Saraf somatic: yang berurusan dengan gerak yang disadari. Input berasal dari alat
pengindera; Output menuju otot-otot penggerak rangka tubuh
2. 2b. Saraf autonom: yang berurusan dengan gerak yang tidak disadari: Input berasal
dari reseptor internal tubuh; output menuju otot organ yang halus dan berbagai
kelenjar (lihat Gambar dibawah ini):

– 2bi saraf simpatetik: respons ekstrim: “melawan atau kabur/lari”


– 2bii saraf parasimpatetik: respons rileks untuk meng-counter respons ekstrim saraf
simpatetik

Motor neurons: terdapat di otak dan batang otak (disebut motor neuron atas) dan juga di
sumsum tulang belakang (disebut motor neuron bawah). Pertanda penting adanya masalah ALS
adalah melemahnya otot yang menunjukkan bahwa motor neuron bawah tidak berfungsi dengan
normal. ALS juga dapat menyerang motor neuron atas. Kombinasi penyerangan ALS pada motor
neuron atas dan bawah memberikan ciri khas ALS.

Motor neuron atas/Upper motor neuron (UMN): berada di otak dan batang otak, dan bekerja
mengatur motor neuron bawah yang berada di sumsum tulang belakang. Sebagian motor neuron
atas dapat mengkontraksi langsung beberapa otot, sedangkan sebagian besar instruksi dialirkan
melalui batang otak dan motor neuron bawah di sumsum tulang belakang. Kemampuan gerak
yang trampil/halus adalah hasil kerjasama yang rumit dan dengan presisi tinggi antara motor
neuron bawah dan sirkuit interneuron pada sumsum tulang belakang. Namun, dengan
menyampaikan instruksi kendali lewat alur corticospinal, motor neuron atas dapat langsung
mengaktivasi otot. Oleh karena itu, salah satu pertanda kegagalan fungsi motor neuron atas
adalah berkurangnya ketrampilan/kehalusan motorik.
Batang otak: Pada batang otak terdapat neuron-neuron khusus yang mengendalikan motor
neurons di sumsum tulang belakang. Neuron-neuron khusus ini mengatur sensitivitas refleks
otot, kekencangan otot, dan keseimbangan antara kelompok otot fleksor dan ekstensor pada
ekstremitas atas (lengan) dan ekstremitas bawah (kaki), batang tubuh, dan leher. Setiap kali Anda
berdiam pada posisi/postur tubuh tertentu, maka neuron-neuron ini terus menerus mengendalikan
kekencangan otot yang relevan dengan bagian tubuh yang akan mempertahankan postur tubuh.
Proses ini terjadi secara otomatis, artinya tanpa Anda sadari.

Sistem limbic: tersusun atas beberapa bagian otak yang bersama-sama mewujudkan perasaan
dan ekspresi emosional. Sistem limbic ini juga berurusan dengan berbagai fungsi autonom
seperti pencernaan dan kelenjar-kelenjar. Studi terkini menunjukkan bahwa sistem limbic
berpengaruh besar pada motor neurons bawah yang berada di batang otak dan sumsum tulang
belakang. Oleh karena itu kondisi dan pengalaman emosional seseorang dapat memicu aktivitas
motor neuron di sumsum tulang belakang.

Motor neuron bawah/Lower motor neuron (UMN): berada di batang otak dan sumsum tulang
belakang dan menjulurkan serat-serat saraf untuk langsung meng-innervasi (men-saraf-i) serat-
serat otot rangka. Motor neuron bawah ini posisinya terendah dalam hirarki pengendalian gerak.

Interneuron: merupakan neuron-neuron kecil pada materi kelabu anterior atau pada grup motor
neuron di batang otak. Interneuron ini amat penting dalam menentukan bagaimana motor neuron
bawah harus mengendalikan kontraksi suatu otot, sehingga penting dalam gerakan-gerakan halus
dan juga gerak refleks. Interneuron menerima “instruksi” dari batang otak dan sistem limbic, dan
juga menerima umpan balik dari otot-otot rangka.
B. PATOLOGI

1. Definisi

ALS adalah gangguan neurologis yang mempengaruhi neuron motorik di otak dan sumsum
tulang belakang. Hal ini ditandai dengan penumpukan neurofilamen dan serat saraf sakit yang
mengakibatkan hilangnya kontrol otot sukarela seseorang. Gejala awal ALS bervariasi dengan
masing-masing individu tetapi mungkin termasuk penurunan daya tahan tubuh yang signifikan,
kekakuan dan kejanggalan, kelemahan otot, bicara meracau, dan kesulitan menelan. Manifestasi
lainnya termasuk tersandung, penurunan pegangan, kelelahan abnormal pada lengan dan/atau
kaki, kram otot dan berkedut. Bentuk progesifitas lanjut, pasien

secara bertahap kehilangan penggunaan tangan mereka, lengan, kaki, dan otot leher, akhirnya
menjadi lumpuh. Pasien akan sulit berbicara atau menelan. Namun, kemampuan berpikir,
kandung kemih, usus, dan fungsi seksual, dan indra (penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasa, dan sentuhan) tidak terpengaruh.

Durasi penyakit ini berdasarkan dari awal terdiagnosis sampai meninggal diperkirakan sekitar 3
– 5 tahun, dengan perkiraan 10% pasien dapat bertahan rata-rata 10 tahun. Pada onset yang lebih
tua dan disertai bulbar atau diikuti dengan gangguan pernafasan berat memiliki prognosis yang
buruk.

2. Epidemiologi

ALS adalah salah satu penyakit terbesar pada motor neuron disease. Setiap etnik dan suku dapat
terkena penyakit ini. Insiden ALS bervariasi antara 1-2 kasus per 100.000 populasi. Onset
puncak terjadinya ALS antara 40 – 60 tahun. Sangat jarang ALS dapat terdiagnosa pada onset
dibawah 20 tahun. Laki-laki terserang penyakit ini lebih banyak dari wanita, dengan rasio 1.5
sampai 2:1.

3. Etiologi

Sampai saat ini, penyebab dari ALS masih belum diketahui, tetapi para peneliti sedang
mempelajari beberapa kemungkinan penyebab dari ALS antara lain:

 Mutasi Genetik

Berbagai mutasi genetik dapat menyebabkan bentuk ALS yang familial, yang muncul hampir
identik dengan bentuk non-mewarisi. Salah satu bentuk mutasi genetik adalah kerusakan pada
gen yang menghasilkan enzim SOD1. Menurut penelitian, ALS tekait dengan kelaninan gen
berikut ini :
 Ketidakseimbangan kimia
Pada pasien glutamat, terdapat kadar glutamat yang lebih tinggi daripada orang normal.
Glutamat adalah neurotransmitter yang penting untuk otak. Kadar glutamat yang
berlebihan dapat menjadi racun bagi sel-sel saraf.
 Gangguan Sistem Imun Kadang sistem imun seseorang menyerang sel – sel normal yang
ada pada tubuhnya. Dan para ilmuan berspekulasi bahwa respon imun yang salah dapat
memicu terjadinya ALS
 Kesalahan penanganan protein
Terdapat bukti bahwa kesalahan penanganan protein dalam sel-sel saraf dapat
menyebabkan akumulasi bertahap bentuk abnormal protein dalam sel yang memicu
kematian sel-sel saraf..

4. Patofisiologi

ALS mempengaruhi upper motor neuron cortek serebral, turun kebawah melalui traktus kortiko
bulbaris dan kortiko spinalis yang kemudian bersinaps dengan lower motor neuron atau
interneuron. Hal tersebut dapat terjadi secara langsung mengenai lower motor neuron dengan
adanya penyakit pada AHC di spinal cord dan brainstem. Cell yang bermasalah tersebut secara
perlahan – lahan menjadi mengecil dan disertai seiring dengan akumulasi yang sangat banyak
dari pigmentasi lipid ( lipofusin ) dimana pada kondisi yang normal kondisi ini tidak terbentuk
sampai berkembangnya usia ( dewasa ) ( Brown 1994 ).
Produksi radikal bebas dapat menyebabkan perubahan molekul lipid, dan kadang menyebabkan
kematian sel. Ada beberapa bukti yang menunjukan keterkaitan antara reaksi imunologi dengan
ganglion side neuronal. Peradangan sel timbul pada spinal cord di ALS tetapi penelitian tidak
dapat memberikan kesimpulan hal tersebut di akibatkan pasti oleh antibody anti ganglion side.
Eksitoksin endogenus seperti neurotransmitter glutamal mungkin menjadi komponen yang
penting yang menyebabkan kerusakan neuron – neuron pada ALS.

Walaupun ditemukan bukti bahwa kadar amino acid ( Glutamat ) meningkat pada ALS, hal
tersebut tidak jelas sebagai bukti penyebab primer / sekunder ( Braak and Braak, 1994 ;
Rothstein et. At 1993 ). Kematian motor neuron perifer pada brainstaim dan spinal cord
menimbulkan denervasi dan atropi pada serabut otot yang berhubungan, terdapat bukti pada fase
awal penyakit, otot yang denervasi mungkin reinervasi oleh pengaruh akson motorik distal
terminal di dekatnya, walaupun reinervasi pada penyakit ini kurang baik dibandingkan dengan
penyakit neurologis kronis lainnya.

Ditemukan kematian sel neuron yang selektif yang mencakup motor neuron brainstaim, spinal
cord yang sebagian berhubungan dengan nuclei oculo motorik dan kadang – kadang juga
menyebar ke prefrontal, parietal dan temporal, subthalamus nuclei dan reticular formasi pada
pasien – pasien dengan alat bantu pernafasan ventilatori kemungkinan ditemukan perubahan
system sensoris. Daerah otak yang mengontrol koordinasi gerak ( cerebulum ) dan kognisi (
kortex frontal ) tidak rusak pada kondisi ALS ini.

5. Tanda dan Gejala

Gejala

Gejala adalah apa yang dialami atau dirasakan. Contoh gejala awal ALS adalah menjadi sering
tersandung, terlepas dan jatuhnya barang yang sedang dipegang, kesulitan mengancingkan baju,
suara bicara menjadi parau yang aneh. Gejala lain adalah rasa lelah, kram pada ekstremitas,
kedutan yang muncul dan berulang pada lokasi-lokasi otot tertentu, dan juga rasa melemahnya
otot-otot tertentu. Gejala yang umumnya muncul pada tahap berikutnya adalah kesulitan pada
daerah seputar leher seperti menelan, mengunyah, dan berbicara, sulit membuka/menutup mulut
dengan sempurna, tergigitnya dinding pipi, bibir, lidah, ketika merapatkan rahang, menutup
kelopak mata dengan rapat, dan kesulitan pada ekstremitas seperti berjalan, mengangkat,
menulis, dll.

Tanda

Tanda-tanda adalah apa yang dapat dilihat dan diukur. Degenerasi pada motor neuron atas
mengakibatkan tanda-tanda:

 Otot-otot kehilangan ketrampilan gerak, sehingga gerakan kaku/patah-patah


 Sulit mempertahankan gerakan berulang dengan frekuensi tinggi, seperti mengetuk jari
ke meja dengan cepat, menggulung lidah dengan cepat, dll.
 Spastisitas: otot menjadi tegang ketika diregangkan dan gangguan pada motor neuron
menyebabkan jeda pada relaksasi yang harusnya melawan ketegangan otot.
 Spastic bulbar palsy: spastisitas pada otot-otot bulbar menyebabkan gerakan kaku dan
lambat untuk mengunyah, menelan, berbicara, dan terkadang menyebabkan juga labilitas
emosi (kesulitan dalam mengendalikan dorongan untuk menangis dan tertawa yang
berlebihan)
 refleks menjadi hiperaktif
 refleks patologis seperti efek Babinsky: ketika telapak kaki disentuh dengan benda
tumpul dari arah tumit ke jari kaki, ibu jari kaki akan mencuat dan jari-jari kaki yang lain
berurai. Pada kondisi normal, perlakuan yang sama akan membuat ibu jari kaki menekuk.

Degenerasi pada motor neuron bawah akan memunculkan tanda-tanda:

 Otot terasa lemah dan mengalami atrophy


 Kedutan pada serat-serat otot
 Kram otot
 Sepanjang perjalanan penyakit masih ditemukan gerakan dan sensori mata, fungsi
Bladder and Bowel ( BAK dan BAB ).
 Refleks melemah
 Berkurangnya kekencangan (tone) otot (flaccidity), termasuk flaccid bulbar palsy.
Berlawanan dari spastic (kekakuan) bulbar palsy akibat degenerasi motor neuron atas,
pada kondisi flaccid otot menjadi tidak kencang (lemas/pasif).
 Dysarthria: sulit mengartikulasikan ucapan
 Dysphagia: sulit mengunyah dan/atau menelan; sulit koordinasi antara menelan dan
bernafas, sehingga terkadang pasien tersedak atau terjadi aspirasi, yakni masuknya
makanan/minuman ke tenggorokan
 Sialorrhea: keluarnya air liur karena berkurangnya efektivitas proses penelanan air liur
yang otomatis dan kesulitan mengatupkan bibir dengan rapat.
 Melemahnya otot-otot pengendali pernafasan yang mengakibatkan menurunnya kapasitas
nafas sehingga nafas tersengal bahkan pada saat diam
 Karena mayoritas penderita ALS berusia lebih dari 60 tahun, kebanyakan pasien mengira
tanda-tanda di atas adalah tanda-tanda penuaan normal.

Terdapat empat kategori dari tanda dan gejala tersebut yang menunjukkan daerah susunan saraf
pusat yang terpengaruh dan rusak. Seperti gambar dibawah ini tingkat disfungsi yang
menunjukkan istilah – istilah di bawah ini :

1. Pseudobulbar palsy : Kerusakan reflek pada traktus kortikobulbaris

2. Progreasif bulbar palsy

Merupakan kerusakan dari nucleus saraf – saraf cranial. Ditemukan kelemahan otot – otot yang
mempengaruhi fungsi menelan, mengunyah dan mimik wajah. Vasikulasi lidah sering
ditemukan, pada awal kerusakan bulbar dapat ditemukan kesulitan pernafasan akibat kelemahan
ekstermitas. Disartia dan exaggeration ekspirasi emosi atau akibat kerusakan pseudobulbar
menunjukkan traktus kertikobulbar juga rusak. System akulomotoris biasanya rusak dan gerakan
mata umumnya normal.

3. Primary Lateral Sclerosis

Diakibatkan hilangnya neuronal pada kortex. Tanda – tanda dari kortikospinalis adalah
hiperaktifitas dari reflek – reflek tendon dengan adanya spastisitas sehingga menyebabkan
kesulitan untuk gerakan aktif. Kelemahan dan spastisitas pada otot – otot tertentu timbul sesuai
dengan tingkat dan progresifitas yang ada di sepanjang tractus cotico spinal. Tidak ditemukan
atropi otot dan vaskulasi. Jenis ALS ini sangat jarang

4. Progresif spinal muscular atropi

Adalah suatu kondisi dimana hilangnya motor neuron secara progresif di AHC spinal cord,
sering kali diawali pada area cervical. Terdapat kelemahan yang progresif, berkeringat dan
vasikulasi pada otot – otot intrinsic tangan. Tingkat yang lain dari spinal cord dapat
menyebabkan penyakit yang dengan gejala yang sesuai dengan tingkat yang terkena. Daerah
yang mengalami kelemahan ditemukan tanpa mempengaruhi tingkat corticospinalis yang lebih
tinggi seperti spastisitas.

ALS dengan kemungkinan tanda – tanda upper motor neuron menunjukkan suatu kondisi dimana
tidak ada over tanda – tanda upper motor neuron tetapi terdapat kerusakan traktus corticospinalis
yang ditandai dengan peningkatan aktifitas reflek tendo yang tiba – tiba pada ektermitas yang
lemah, berkeringat dan twitching otot. Ekstermitas atas dan bawah umumnya pada awal penyakit
terpengaruh kemudian berlanjut ke simtome wajah dan kegagalan pernafasan.
C. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PEMERIKSAAN

1. Anamnesis

 Identitas diri pasien


 Keluhan utama
 Hobby dan kebiasaan
 Riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat penyakit penyerta
 Riwayat perjalanan penyakit

2. Pemeriksaan Vital Sign


 Tekanan darah
 Denyut nadi
 Pernapasan
 Suhu

3. Inspeksi (Statis dan dinamis)

Aspek anterior yang perlu diperhatikan :

 Kesimetrisan kepala, badan dan anggota gerak


 Atrophy pada anggota gerak
 Gejala Spastik/flaccid
 Posisi anggota gerak terhadap trunk
 Trunk dan posture
 Pergerakan pola nafas dan mobilitas thorax

4. Palpasi
 Tonus pada setiap otot
 Suhu
 Kondisi kulit
5. Pemeriksaan pada Fase spastik
 Ashwort test merupakan tes untuk mengukur tingkat spastisitas/kekakuan.

 Tes koordinasi

BENTUK-BENTUK TES KOORDINASI

Sebahagian besar tes koordinasi gerakan ini telah dibahas pada sistem pemeriksaan
cerebellum.

1. Alternate heel to knee, heel to toe


Dalam posisi terlentang pasien diminta untuk menyentuh lutut dan ibu jari kakinya secara
bergantian menggunakan tumit kaki yang satunya.
2. Alternate nose to finger
Pasien diminta untuk menyentuh ujung hidungnya dan ujung jari terapis menggunakan
jari telunjuknya secara bergantian.
3. Drawing a circle
Untuk tes ini pasien diminta menggambar lingkaran imajinasi di udara menggunakan
extremitas superior dan extremitas inferior, dapat juga menggambar di atas meja atau
lantai.
4. Finger to finger
Posisi kedua shoulder abduksi 90o, elbow fleksi. Selanjutnya pasien diminta
menggerakka kedua lengannya ke horizontal abduksi dan menyentuhkan kedua ujung jari
telunjuknya satu terhadap yang lain.
5. Finger to nose
Shoulder abduksi 90o dengan elbow ekstensi. Minta pasien memnyentuhkan ujung jari
telunjuk ke ujung hidungnya.
6. Finger opposition
Tes ini dilakukan dengan cara, minta pasien untuk menyentuhkan ujung jarinya ke ujung
jari-jari lainnya secara berurutan. Kecepatannya ditingkatkan secara bertahap.
7. Finger to terapist finger
Cara melakukannya pasien dan terapis duduk berhadap-hadapan, jari telunjuk terapis
diluruskan menunjuk ke atas di hadapan pasien. Selanjutnya pasien diminta untuk
menyentuhkan ujung jari telunjuknya ke ujung jari terapis. Selama pemeriksaan
berlangsung posisi jari terapis diubah-ubah dengan tujuan untuk memeriksa kemampuan
merubah jarak, arah maupun kekuatan gerakan.
8. Fixation or position holding
 Untuk ekstremitas atas : pasien diminta mempertahankan kedua lengan horizontal
di depan tubuh.
 Untuk ekstremitas bawah : pasien diminta mempertahankan kedua lututnya dalam
posisi ekstensi.
9. Heel on shin
Dalam posisi tidur terlentang, pasien diminta untuk menggeserkan satu tumitnya naik-
turun pada tulang kering tungkai lainnya.
10. Mass grasp
Tes ini dilakukan dengan cara meminta pasien menggenggam dan membuka jari-jari
tangannya secara bergantian, kecepatannya ditingkatkan secara bertahap.
11. Pointing and past pointing
Tes ini dilakukan dalam posisi duduk atau berdiri, pasien dan terapis berhadap-hadapan.
Pasien dan terapis memposisikan kedua lengannya horizontal ke depan (fleksi shoulder
90o), sehingga kedua jari telunjuk pasien dan terapis saling bersentuhan. Selanjutnya
pasien diminta mengangkat satu/kedua lengannya ke atas sehingga jari telunjuknya
menunjuk ke langit, lalu kembali ke posisi semula sehingga kedua jari telunjuk saling
bersentuhan. Respon yang normal jari pasien akan kembali tepat pada posisi awalnya.
Respon yang tidak normal biasanya jari telunjuk pasien bergerak melewati target (past
pointing).
12. Pronation-supination
Cara tesnya kedua elbow fleksi 90o dan merapat ke tubuh, lalu pasien diminta untuk
melakukan gerakan pronasi dan supinasi secara bergantian. Kecepatan gerakan
ditingkatkan secara bertahap. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan merubah
kerja otot agonis dan antagonis. Dapat juga dilakukan dengan gerakan-gerakan yang lain
seperti fleksi-ekstensi knee, fleksi-ekstensi elbow, dan lain-lain.
13. Rebound tes, telah dibahas pada sistem pemeriksaan cerebellum.
14. Toe to examiner’s finger
Posisi pasien tidur terlentang, lalu minta pasien menyentuhkan ibu jari kakinya ke jari
tangan terapis. Posisi jari tangan terapis bisa diubah-ubah untuk mengetahui kemampuan
pasien merubah jarak, arah maupun kekuatan gerakan.
15. Tapping
Pasien diminta untuk mengetukkan tapak kakinya di lantai, tanpa mengangkat lututnya
dan tumit tetap menyentuh lantai. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan gerakan
dan irama gerakan.
 Respiratory test
 VC
 APE 1 detik

Arus Puncak Ekspirasi (APE) atau Peak Expiratory Flow atau ada juga yang menyebut Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah kecepatan ekspirasi maksimal yang bisa dicapai oleh
seseorang, dinyatakan dalam liter per menit (L/menit) atau liter per detik (L/detik). Nilai
APE didapatkan dengan pemeriksaan spirometri atau menggunakan alat yang lebih sederhana
yaitu peak expiratory flow meter (PEF meter).

Ada beberapa langkah dalam pemeriksaan arus puncak ekspirasi:

1. Bila memerlukan, pasang mouthpiece ke ujung peak flow meter


2. Penderita berdiri atau duduk dengan punggung tegak dan pegang peak flow meter dengan
posisi horisontal (mendatar) tanpa menyentuh atau mengganggu gerakan marker.
Pastikan marker berada pada posisi skala terendah (nol).
3. Penderita menghirup napas sedalam mungkin, masukkan mouthpiece ke mulut dengan
bibir menutup rapat mengelilingi mouthpiece, dan buang napas sesegera dan sekuat
mungkin.
4. Saat membuang napas, marker bergerak dan menunjukkan angka pada skala, catat
hasilnya.
5. Kembalikan marker pada posisi nol lalu ulangi langkah 2-4 sebanyak 3 kali, dan pilih
nilai paling tinggi. Bandingkan dengan nilai terbaik pasien tersebut atau nilai prediksi.
6. Pada penderita anak, langkah 3 seolah-olah seperti meniup lilin ulang tahun.
– Thorax mobility

a. Gerakan simetris Chest

Kedua tangan diatas chest pasien dan periksa pengembangan tiap bagian chest selama
inspirasi dan expirasi .
Tiap lobus paru-paru dicek dengan :

a. Expansi Upper Lobus :  Pasien lying ; kedua thumb di mid sternal line Sternal Notch),
jari-jari extensi di atas kedua clavicula  pasien Full expirasi lalu Deep Inspirasi
b. Expansi Middle Lobus ;  Lying ; kedua ujung thumb di processus Xyphoideus dan jari-
jari di extensikan ke lateral costa  pasien Idem no. 1
c. Expansi Lower Lous;  Sitting ; kedua ujung Thumb di medulla spinalis (sejajar lower
Costa) dan jari – jari diekstensikan sejajar costa pasien ekspirasi full lalu Deep inspirasi
dalam
d. Selama pasien Expirasi dan Inspirasi  Cek apakah gerakan Chest simetris ?

Cara Lain

a. Pengembangan Chest dapat juga di ukur dengan meteran pada 3 tempat yi; Axilla,
Xyphoid dan subcotal )
b. Mengukur dengan cara ; menempatkan kedua Thumb seperti poin no. 1, 2, dan 3 lalu
dukur jarak kedua ujung thumb setelah inspirasi dalam (Expirasi Full lalu Deep
Inspirasi)

6. Pemeriksaan pada Fase flaccid


 MMT

Pemeriksaan kekuatan otot tersebut bisa menggunakan pemeriksaan dengan Manual Muscle Test
(MMT), dengan skala penilaian sebagai berikut :

Nilai Huruf Skala Definisi

0 Zero Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi.

1 ( Tr ) Trace Ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan

2 ( P) Poor Gerakan dengan ROM penuh, tidak dapat melawan gravitasi.

3 (F) Fair Gerakan penuh melawan gravitasi

4 (G) Good Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan.

5 (N) Normal Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal.

 Thorax mobility

a. Gerakan simetris Chest


Kedua tangan diatas chest pasien dan periksa pengembangan tiap bagian chest selama
inspirasi dan expirasi .

Tiap lobus paru-paru dicek dengan :

e. Expansi Upper Lobus :  Pasien lying ; kedua thumb di mid sternal line Sternal Notch),
jari-jari extensi di atas kedua clavicula  pasien Full expirasi lalu Deep Inspirasi
f. Expansi Middle Lobus ;  Lying ; kedua ujung thumb di processus Xyphoideus dan jari-
jari di extensikan ke lateral costa  pasien Idem no. 1
g. Expansi Lower Lous;  Sitting ; kedua ujung Thumb di medulla spinalis (sejajar lower
Costa) dan jari – jari diekstensikan sejajar costa pasien ekspirasi full lalu Deep inspirasi
dalam
h. Selama pasien Expirasi dan Inspirasi  Cek apakah gerakan Chest simetris ?

Cara Lain

c. Pengembangan Chest dapat juga di ukur dengan meteran pada 3 tempat yi; Axilla,
Xyphoid dan subcotal )
d. Mengukur dengan cara ; menempatkan kedua Thumb seperti poin no. 1, 2, dan 3 lalu
dukur jarak kedua ujung thumb setelah inspirasi dalam (Expirasi Full lalu Deep
Inspirasi)

INTERVENSI

• Disesuaikan dengan fase kelemahan

– Sifat intervensi adalah pemeliharaan kondisi umum

– Perbaikan sistem pernafasan

– Fase spastik

• Koordinasi

• Latihan passive à fleksibility

• Pemeliharaan kebugaran

– Fase flaccid

• Strengthening

• Koordinasi

• Stimulasi electric

• Fungsional
• Stability

– Untuk semua intervensi dosis disesuaikan


Daftar Pustaka

http://www.ibfnetwork.org/apa-itu-amyotrophic-lateral-sclerosis-berikut-penjelasannya

https://dhaenkpedro.wordpress.com/amiotrophic-lateral-sclerosis/

https://www.academia.edu/27325845/Asuhan_Keperawatan_Klien_dengan_Amyotrophic_Later
al_Sclerosis_ALS_

http://jelajahfisio.blogspot.co.id/2010/07/amyotropic-lateral-sclerosis-als.html

Anda mungkin juga menyukai