Anda di halaman 1dari 7

Tugas Post-Ujian Koass Kelompok XII E

Oleh : Luthfi Dziya Ulhaq


Kasus Stroke Infark Tn. W

1. Hubungan refleks fisiologis dengan kejadian stroke infark


Pemeriksaan refleks adalah pemeriksaan objektif dari pemeriksaan
neurologis yang membantu dalam membantu menentukan tingkat kerusakan
pada sistem saraf. Refleks adalah respons motorik dari sistem saraf, berupa
kontraksi otot, yang berlangsung singkat yang dicetuskan oleh sebuah
stimulus. Refleks fisiologis, contohnya refleks lutut atau biseps, adalah
refleks yang dicetuskan dengan memukul tendon dengan palu refleks. Hal ini
menyebabkan otot menjadi tertarik secara pasif yang kemudian mengaktifkan
saraf sensorik pada saraf tulang belakang, diikkuti dengan depolarisasi
(pengaktifan) saraf motorik (yang mengatur gerakan tubuh). Aktivitasi saraf
motorik menyebabkan kontraksi otot dan otot terlihat berkedut (twitching).
Respons refleks ini meningkat pada lesi/ gangguan pada upper motor neuron 
(UMN)/ saraf motorik bagian atas seperti stroke. UMN bertindak
menghambat kerja sistem refleks di saraf tulang belakang. Dengan demikian
jika UMN mengalami gangguan, maka hambatan terhadap kerja sistem
refleks pada saraf tulang belakang tidak ada akibatnya refleks fisiologis akan
meningkat responnya. 1
Pemeriksaan refleks fisiologis merupakan suatu prosedur diagnostik yang
rutin dilakukan untuk menilai mengevaluasi fungsi sensorimotor pada tubuh.
Pemeriksaan ini tergabung pada pemeriksaan neurologi lengkap.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menemukan lesi pada lower motor
neuron (LMN) seperti cauda equina syndrome atau Guillain-Barre
syndrome. Maupun lesi pada Upper motor neuron (UMN) seperti traumatic
brain injury maupun stroke. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang
sederhana, namun dapat memberikan informasi untuk membantu
menegakkan diagnosa adanya gangguan pada sistem saraf. 5
Pada gangguan saraf, hasil pemeriksaan refleks dapat memberikan hasil
normal, meningkat (hiperrefleks), menurun (hiporefleks) atau tidak ada
refleks sama sekali. Jika hasil  pemeriksaan menunjukan refleks menurun,
perlu dicurigai bahwa terjadi gangguan pada lengkung refleks (serabut saraf
sensorik, materi abu-abu pada sumsum tulang belakang, maupun serabut
saraf motorik). 4,5
Serabut saraf motorik (sel tanduk anterior dan akson motoriknya yang
melalui akar ventral dan saraf tepi) disebut sebagai LMN yang dapat
memberi hasil penurunan refleks. Sementara itu, lengkung motorik yang
menurun dari korteks serebral dan batang otak disebut sebagai UMN yang
menghasilkan adanya peningkatan refleks di sumsum tulang belakang dengan
mengurangi hambatan tonik pada segmen sumsum tulang belakang. 1,2
Hasil interpretasi refleks fisiologis dapat ditemukan adanya suatu
patologi, seperti:
 Hiperrefleks menandakan adanya lesi pada UMN, beberapa penyakit yang
berkaitan adalah multiple sclerosis, tumor kepala, stroke,
defisiensi vitamin B12, amyotrophic lateral sclerosis
 Hiporefleks menandakan adanya lesi pada LMN, beberapa penyakit yang
berkaitan adalah neuropati perifer, poliomielitis, amyotrophic lateral 9

Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang


berasal dari korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya
(dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor
neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf
pusat tetapi serat- serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan
membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi
UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan
LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus)
rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada
kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan
otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka
(hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling
menyilang. Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang
sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di segmen medula
spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan
menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan
menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan
kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan. 1
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah
sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea
medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang,
melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik
dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks
terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks. 1

2. Diagnosis banding kelemahan anggota gerak :


 Stroke infark
 Stroke hemoragik
 Encephalitis
 Epidural hematom
 Subdural Hematoma
 Meningioma
 Glioma 9

3. Perbedaan antara stroke infark arterotrombotik dengan stroke infark


cardioemboli
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk satu atau sekelompok
gangguanpada cerebro vasculer, termasuk infark cerebral, perdarahan intra
cerebral dan perdarahan subarahnoid. Menurut Caplan, stroke adalah segala
bentuk kelainan otak atau susunan saraf pusat yang disebabkan kelainan aliran
darah, dan istilah stroke digunakan bila gejala yang timbul akut. Mekanisme
terjadinya infark serebri adalah melalui pembentukan trombus, emboli, atau
gangguan hemodinamik. 7
Pada tahap kategori klinis, stroke infark dapat dibedakan menjadi infark
atherotrombotik, infark kardioemboli atau infark lakuner. Stroke kardioemboli
adalah suatu gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah, dimana secara mendadak atau cepat timbul gejala dan tanda
yang sesuai dengan daerah, fokal diotak, akibat suatu emboli yang berasal dari
jantung. Stroke kardioemboli dimulai dengan defisit neurologik fokal yang
dapat menjadi lebih berat, dasar diagnosa klinik dibuktikan dengan adanya
sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukannya penyebab lain dari
strokenya. 7
Pada kebanyakan kasus, emboli yang berasal dari jantung akan berakhir
di bagian otak. Hal ini disebabkan oleh aliran darah ke otak berasal dari arkus
aorta, sehingga emboli yang terlepas pada ventrikel akan disebarkan melalui
aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan arteri brakhiosefalik di otak.
Penyebab lainnya adalah jaringan otak sangat sensitive terhadap obstruksi
aliran darah, sehingga apabila terjadi gangguan yang disebabkan oleh emboli
akan dapat membahayakan bagi otak. Besarnya infark kardioemboli
tergantung dari ukuran emboli, pembuluh darah arteri yang terkena, stabilitas
dari emboli, dan sirkulasi kolateralnya. 7
Kelainan yang dapat timbul akibat emboli ini adalah sumbatan arteri atau
obstruksi arteri. Hal ini biasanya terjadi pada percabangan arteri, karena
lumennya lebih tipis dan terjadi siasis aliran darah, sehingga dapat terbentuk
suatu emboli. Kelainan lainnya adalah terjadinya iritasi. Hal ini terjadi sebagai
respons terhadap emboli yang terbentuk. 7

Stroke Infark aterotrombotik


Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling
sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan
untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan
disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit. 7,9
Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih
dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9
menit manusia dapat meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti
maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan
menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran
potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara
ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel
menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi.7 Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. 7,8
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang
batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10
ml / 100 gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang
menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H.
Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai
pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap
mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan
kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah
iskemik. 7,8

Stroke Infark cardioemboli


Gangguan jantung kardioembolik merupakan salah satu risiko
pembentukan emboli yang dapat mengobstruksi aliran darah serebrovaskular
dan menyebabkan infark serebri. Di seluruh dunia, frekuensi stroke
kardioembolik bervariasi antara 12-31% dari seluruh stroke infark. Risiko
kejadian stroke kardioembolik meningkat seiring bertambahnya usia,
diakibatkan meningkatnya prevalensi atrial fibrilasi pada usia lanjut (Gofir,
2009). Emboli kardiogenik yang khususnya berasal dari atrium jarang
melibatkan arteri di bagian profunda otak, dan jarang bermanifestasi sebagai
lakunar infark. Sebaliknya emboli kardiogenik kecil dari sumber valvular
dapat mengobstruksi pembuluh darah subkortikal kecil dan menyebabkan
lakunar infark subkortikal. 6
Mekanisme yang mendasari stroke kardioemboli adalah oklusi pembuluh
darah serebral oleh debris yang berasal dari jantung. Emboli bisa terdiri dari
aggregat platelet, thrombus, platelet-thrombi, kolesterol, kalsium, bakteri,
dsb. Sebagian besar debris emboli tersusun dari aggregat platelet. Tidak ada
mekanisme tunggal yang berperan dalam pembentukan kardioemboli. Tiap
gangguan jantung menentukan patofisiologi dan perjalanan penyakit sehingga
setiap sumber kardioemboli harus ditentukan sendiri. Emboli yang terbentuk
akibat abnormalitas atrium dipicu oleh stasis darah, sedangkan yang
disebabkan oleh abnormalitas katup disebabkan oleh abnormalitas endotel
yang mengakibatkan perlengkatan berbagai material pada sisi bebasnya. Sifat
emboli bergantung pada sumbernya, misalnya partikel kalsifikasi pada katup
jantung yang terkalsifikasi dan contoh lainnya berupa sel-sel neoplasma pada
kasus myxoma. 6
Sekali emboli mencapai sirkulasi serebral maka akan menyebabkan
obstruksi suplai darah di otak dan menyebabkan iskemia neuron dan menjadi
infark. Berbeda dengan trombus, embolus tidak melekat kuat di dinding vasa
sehingga dapat bermigrasi hingga ke distal. Jika hal ini terjadi, reperfusi dari
kapiler di arteriole yang rusak menyebabkan kebocoran darah ke jaringan
infark sekelilingnya. Hal ini menjelaskan mengapa frekuensi infark
hemorhagik umum terjadi pada stroke kardioembolik. 6
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing S. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Ed 17: hal 134-145.
2014.
2. Lees A, Hurwitz B. Testing The Reflexes, The British Medical
Journal; 366:14830. 2019.
3. University of California San Diego. The Neurological Examination.
Available at: https://meded.ucsd.edu/clinicalmed/neuro3.html
4. Emos M, Agarwal S. Neuroanatomy, Upper Motor Neuron Lesion,
2018 Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537305/
5. 7. Javeed K, Daly D. Neuroanatomy, Lower Motor Neuron Lesion,
2019 Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539814/
6. etyopranoto, I., 2015. Oedem Otak pada Pasien Stroke Iskemik Akut.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
7. Nuartha, AABN. Samatra, DPGP. Kondra, W. Penyakit
Serebrovaskular. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit
Saraf. Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Denpasar
Bali. Hlm: 31-43. 2012
8. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal,
dan Metabolisme Otak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi ke-12. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2014. Hlm:
801-808
9. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, ,
hal. 90. 2014

Anda mungkin juga menyukai