Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“Hemiplegic”

Di susun oleh Kelompok 3 :


 IRHAMIA MARJAN ENCE
 JUNIATI SABANG
 MAIPA DEA PATI GAFUR
 MELYATRI
 MUHAMMAD GIBRAN TABARA
 NURUL HIKMAH
 NURUL MUTHMAINNAH RIDWAN
 RAHMAYANI

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN FISIOTERAPI
3.1 Definisi Hemiplegia
Hemiplegia adalah kelumpuhan total pada lengan, kaki, dan bagasi di sisi yang sama dari
tubuh. Hemiplegia Hemiplegia lebih berat dibanding dengan hemiparesis , dimana satu setengah
tubuh telah menandai kelemahan kurang.
Ketidakmampuan untuk menggerakkan sekelompok otot di satu sisi tubuh. Ketika hemiplegia
disebabkan oleh stroke, sering melibatkan otot-otot di wajah, lengan dan kaki.kelumpuhan yang
terjadi pada satu sisi anggota gerak
Pengendapan lemak yang lama-lama menebal dan menyubat pembuluh darah kemudian
mengganggu peredaran darah ke otak. Sehingga menyebabkan kepala kekurangan suplai O2 dan
darah.Apabila seseorang mengalami demikian menyebabkan sulit berbicara, mulut merot ke sisi
atau samping, mata sulit melihat, kesulitan berfikir, hilang kesadaran dan salah satu sisi muka atau
tubuhnya mengalami kelayuan. Kondisi seperti itu jika tidak di atasi dengan baik maka pembuluh
nadi bisa pecah, darah keluar mendesak otak dan akan mengakibatkan kelumpuhan.
3.1.1 ETIOLOGI
a) Pada bayi :
 Proses kehamilan
 Pengaruh forseps atau trauma persalinan yang ,enyebabkan cidera otak
b) Pada orang dewasa
 Trauma
 Perdarahan,
 Infeksi otak
 Kanker
 Stroke (hipertensi, perokok)
c) Disebabkan oleh beberapa penyakit :
 Vascular: pendarahan otak , stroke
 Infektif: ensefalitis , meningitis , abses otak
 Neoplastik: glioma - meningioma
 Demielinasi: sclerosis disebarluaskan , lesi ke kapsul internal
 Trauma: laserasi otak, hematoma subdural jarang menyebabkan hemiplegia adalah
karena suntikan bius lokal diberikan intra-arterially cepat, bukan diberikan dalam
cabang saraf.
 Bawaan: cerebral palsy
 Disebarluaskan: multiple sclerosis
 Psikologis: Parasomnia ( nokturnal hemiplegia)
3.1.2 PATOFISIOLOGI
Secara sederhana patofisiologi penyakit hemiplegia adalah sebagai berikut :
 Etiologi  Cidera dimanefestasikan pada
 Kekurangan suplai oksigen sisi berlawanan tubuh
pada otak  Hemiplegi dextra / hemiplegi
 Kematian neuron sinistra
 saluran kortikospinal rusak
Hemiplegia paling banyak terjadi karena adanya rupture arteri yang memperdarahi
korteks motorik primer. Darah yang seharusnya berada di dalam arteri merembes keluar
sehingga mengurangi suplai nutrisi terutama supai oksigen, hal itu memungkinkan sel saraf
untuk mengalami kematian yang dapat menyebabkan kelumpuhan sesisi.
Selain itu, darah yang keluar dari arteri meneken sistem piramidalis yang mengganggu
impuls saraf atau perintah yang di berikan oleh girus presentralis. Tekanan darah ini
mengganggu kapsula interna sebagai tempat di bentuknya jaras kortikospinalis dan
kortikobular di daerah genu sampai krus posterior, gangguan ini juga dapat menyebabkan
lesi di daerah kapsula interna sehingga kapsula interna ini tidak dapat meneruskan perintah
yang di berikan untuk sampai di kornu anterior dorsalis untuk di teruskan ke otot yang di
tujukan demi menghasilkan gerakan yang di inginkan
Hemiplegia yang di terjadi pada batang otak sesisi dinamakan hemiplegia alternans.
Hemplegia alternans mempunyai 3 jenis yang berbeda dan mempengaruhi saraf cranial yang
berbeda pula. Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut,
1. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefal
Sindrom Benedik
Sindrom Benedik merupakan akibat tersumbatnya cabang-cabang penetrasian
arteri basilaris di otak tengah. Ini digambarkan sebagai suatu kelumpuhan Nervus
III (Okulomotorius) ipsilateral yang disertai oleh tremor kontralateral (cerebelar).
Sebuah tremor berirama (ritmik) pada tangan atau kaki bagian kontralateral yang
ditingkatkan oleh adanya gerakan mendadak atau tanpa disengaja, menghilang
ketika beristirahat. Merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus red (nukleus
ruber.pen) yang menuju keluar dari sisi yang berlawanan pada hemisfer cerebelum.
Bisa juga terdapat hiperestesia kontralateral.
Sindrom Benedik terjadi bila salah satu cabang dari rami perforantes paramedial
arteri basilaris yang tersumbat, maka infark akan ditemukan di daerah yang
mencakup 2/3 bagian lateral pedunkulus cerebri dan daerah nukleus ruber. Maka
hemiparesis alternans yang ringan sekali tidak saja disertai oleh hemiparesis ringan
Nervus III, akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada
lengan dan tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu. Sindrom Benedik
Terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus ruber sesisi yang ikut rusak bersama-
sama radiks Nervus Okulomotorius ialah neuron-neuron dan serabut-serabut yang
tergolong dalam susunan ekstrapiramidal. Maka gejala yang muncul ialah paralisis
Nervus Olulomotorius ipsilateral, ataksia dan tremor pada lengan sesisi
kontralateral.3,4Sindrom benedik merupakan lesi pada area nukleus red memotong
saraf fasikuler dari Nervus III pada saat mereka melewati otak tengah bagian
ventral, beberapa lesi menyebabkan kelumpuhan okulomotorius, dengan diskinesia
(hiperkinesia, ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap terjadi hanya pada
lengan.
Sindrom benedik (paramedial midbrain syndrome) merupakan hasil dari
penggabungan dan pelunakan fasikuler dari satu Nervus Okulomotor pada regio
nukleus red ipsilateral. Maka pasien akan mengalami kelumpuhan N.III tipe perifer
dengan diskinesia (hiperkinesia dan ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap
pada lengan.1,4 Sindrom Benedik adalah bila pada otak tengah tingkat kerusakan
sampai di nukleus red atau di fasikulus Nervus III akan menyebabkan kelumpuhan
pada Nervus III yang komplit atau parsial; kerusakan sampai pada nukleus red
(diluar dari sisi lain hemisfer cerebelum) juga akan menyebabkan tremor
kontralateral.2,6 Sindrom Benedik adalah sindrom neurologi paralisis Nervus III
karena trauma pada Nervus Okulomotor dan nukleus red.12
Sindrom Weber
Sindrom Weber adalah suatu sindrom yang terdiri dari paralysis okulomotor
pada sisi yang sama dengan lesi, yang mengakibatkan ptosis, strabismus, dan
hilangnya refleks cahaya serta akomodasi, juga hemiplegi spastik pada sisi yang
berlawanan dengan lesi dengan peningkatan refleks-refleks serta hilangnya refleks
superfisial. Sindrom Weber disebut juga Alternating oculomotor hemiplegia atau
Weber’s paralysis atau hemiparesis alternans nervus okulomotorius.
Sindrom Weber dapat disebabkan oleh hal sebagai berikut:
1. Penyumbatan pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada
ramus perforantes medialis arteria basilaris.
2. Insufisiensi peredarah darah yang mengakibatkan lesi pada batang otak.
3. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari
thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan
keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan
spongioblastoma dari serebelum.
4. Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.
5. Stroke (perdarahan atau infark) di pedunkulus serebri.
6. Hematoma epiduralis.
7. Tumor lobus temporalis. (1,3,4)

Manifestasi yang ditimbulkan dapat dengan mudah dimengerti oleh karena setiap
gejala dan tanda mencerminkan disfungsi sistema sarafi yang terlibat alam lesi
tertentu. Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak bangunan-
bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum. Oleh
karena proses tersebut berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari
serebelum, maka tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik
sukar sekali memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon
mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau hemiparesis kontralateral
Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan
hemiparsis yang disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral. Kombinasi kedua
jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans nervus
okulomotorius atau Sindroma dari weber. Lesi pada daerah fasikulus longitudinalis
medialis akan mengakibatkan timbulnya hemiparesis alternans nervus
okulomotorius yang diiringi juga dengan gejala yang dinamakan oftalmoplegia
interneklearis.
2. Sindrom hemplegia alternans di pons
Sindroma Foville adalah suatu sindroma yang ditandai dengan defisit gerakan
abduksi, horizontal gaze dan kelemahan fasialis, kehilangan pengecapan,
analgesia fasialis, horner sindroma, ketulian ipsilateral.
Sindroma Raymond adalah suatu kombinasi parese N.VI dengan hemiplegi
kontralateral, sebagai akibat keterlibatan traktus piramidalis yang berdekatan
dengan N.VI.
Sindroma Millard-Gubler adalah kombinasi defisit abduksi hemiplegi
kontralateral, parese fasialis ipsilateral. Struktur yang dikenal adalah fasikulus
N.VI, piramidalis dan fasikulus N.VI.
3. Sindrom hemiplegia alternans di medulla spinalis
Stroke terjadi di medula dan cerebellum. Medula mengontrol fungsi-fungsi
penting seperti menelan, artikulasi bicara, rasa, bernaas, kekuatan, dan sensasi.
Cerebellum penting untuk koordinasi. Suplai darah ke daerah-daerah ini adalah
melalui sepasang arteri vertebralis dan cabang, yang disebut arteri cerebellum
posterior inferior (Pica).
Awalnya, Pica dianggap sebagai arteri utama yang diblokir, namun hal ini
telah dibuktikan dari studi otopsi. Dalam delapan dari 10 kasus, arteri
vertebralislah yang tersumbat akibat penumpukan plak atau karena perjalanan
dari bekuan yang berasal dari jantung. Pada pasien yang lebih muda, diseksi
arteri vertebralis menyebabkan infark. Luas stroke hanya sekitar 0,39 dalam (1
cm) secara vertikal di bagian lateral medula dan tidak melintasi garis tengah.
Sepenuhnya 50% dari pasien melaporkan gejala-gejala neurologis sementara
selama beberapa minggu sebelumnya stroke. Selama 48 jam pertama setelah
stroke, defisit neurologis berlangsung dan
berfluktuasi Pusing, vertigo, nyeri wajah,.penglihatan ganda , dan kesulitan
berjalan adalah gejala awal yang paling umum.Rasa sakit wajah bisa sangat aneh
dengan jabs tajam atau sengatan sekitar mata, telinga, dan dahi. Pasien merasa
"mabuk laut" atau "off-balance" dengan mual dan muntah. Objek yang tampil
ganda, miring, atau bergoyang. Seiring dengan ketidakseimbangan gaya berjalan,
menjadi hampir mustahil bagi pasien untuk berjalan meskipun kekuatan otot yang
baik. Gejala lain termasuk suara serak, bicara cadel, hilangnya rasa, kesulitan
menelan, cegukan, dan sensasi diubah pada tungkai sisi yang berlawanan.
Mata pada sisi yang terkena memiliki kelopak mata sayu dan seorang murid
kecil.Para goncang mata ketika orang bergerak di sekitar, ini
disebut nistagmus . Ada penurunan rasa sakit dan persepsi suhu pada sisi yang
sama dari wajah. Anggota tubuh pada sisi yang berlawanan menunjukkan
penurunan persepsi sensorik .Gerakan sukarela dari lengan pada sisi yang terkena
yang canggung. Kiprah adalah "mabuk," dan pasien kesukaran dan mengarah ke
satu sisi.
Hemiplegi termasuk paralysis pada bagian sebelah tubuh dan menimbulkan
efek pada arm, leg, dan trunk. Yang paling utama yaitu pada limb dan trunk
dilihat dari posisi dan luas lesi, dan wajah yang terkena.
Hemiplegi adalah suatu keadaan spastik/flaccid paralysis lengan dan tungkai
separuh badan akibat gangguan kontralateral fungsi otak. Keadaan yang lebih
ringan dari penyakit ini disebut hemipharesis.
Penyebabnya antara lain:
1. CVD = emboli, trombus, macam-macam tumor dan infeksi
2. CVA = trsums / perdarahan intracerebral dan subarachnoid sangat erat
kaitannya dengan faktor resiko seperti hipertensi , kolesterol, pola hidup
stress, diabetes dan kegemukan.
Proses patologi diawali oleh gangguan sirkulasi darah seperti perdarahan di
otak di daerah sirkulasi willici. Tempat-tempat yang sering mengalami gangguan
: capsula interna, corpus striatum, dan thalamus.
Hemiplegia umumnya terjadi pada usia >40 tahun, karena kualitas pembuluh
darah mulai menurun (degenerasi) bersamaan dengan pertambahan usia, dalam
hal ini tekanan intravusal cenderung meninggi sehingga pembuluh darah di otak
suatu saat pecah menyebabkan hemiplegia.
Pada penyumbatan peredaran darah di batang otak (pons) menyebabkan
kelumpuhan sekitar wajah sisi homolateral serta lengan dan tungkai sisi
kontralateral.
Berdasarkan tempat kerusakan, hemiplegia terbagi menjadi 3 jenis :
1. Hemiplegi akibat hemilesi di cortex mototrik primer
2. Hemiplegi akibat hemilesi di capsula interna
3. Hemiplegi Alternans akibat hemilesi di batang otak, dapat terjadi di
mesencephalon, Pons.
Pada penderita hemiplegi, reflex yang diperiksa adalah reflex patologi dan
fisiologi, seperti : refleks babinsky.
Posisi umum penderita hemiplegi:
1. Kepala penderita fleksi dan rotasi ke arah yg sakit. dan wajah miring ke
sisi yang sakit.
2. Lengan: scapula retraksi dan shoulder girdle depresi, shoulder tertarik ke
arah belakang dan bawah, elbow fleksi serta pronasi dari lengan bawah,
wrist joint fleksi serta ulnar deviasi, jari-jari fleksi dan adduksi, thumb
fleksi dan adduksi.
3. Vertebra : trunk berotasi ke belakang le sisi yang sakit disertai dengan
side fleksi ke arah yg sakit.
4. Pelvic rotasi ke arah belakang ke sisi hemiplegi, jika terjadi kompressi
saat
berjalan yang mengganggu tubuh yang sehat dapat menimbulkan
skoliosis.
5. Tungkai: hip adduksi dan internal rotasi, knee ekstensi, kaki plantar dan
inversi, jari-jari kaki fleksi dan adduksi (kadang-kadang ekstensi yang
membuat suatu gejala babinsky’s sign positif).
Stadim hemiplegi terdiri dari 3 tingkatan, yaitu:
1. Stadium akut :
Gejala ditandai dengan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba atau apoflasic
yang diawali dengan sakit kepala, pusing tapi kadang-kadang tidak disertai
kelelahan, nafas bersuara berat karena saluran nafas terhalang oleh lidah
yang paralysis. Semua refleks hilang dan bola mata berputar ke arah sisi
yang rusak. Wkatunya 2-3 minggu (lumpuh total).
2. Stadium recovery/flaccid :
Gejalanya nadi cepat, penderita sadar, tidak dapat tidur, suhu tubuh naik,
mudah terkejut, sistem reflex mulai ada sedikit, otot yang terkena flaccid
dalam waktu 2-3 minggu akan kembali utamanya pada lengan dan jari-jari.
Di dalam tubuh ada 2 otot yang paling berfungsi pada penderita hemiplegi
yaitu M.latissimus dorsi dan M.gluteus maximus.

3. Stadium residual spastik :


Otot dan refleks pada stadium residual spastik mulai kembali. Refleks
kembali akan tetapi hyperrefleks, kemudian akan timbul ankle clonus dan
babinsky’s sign. Perasaan penderita tidak stabil, selalu khawatir akan jatuh,
pada saat berjalan tubuh yang sehat akan menyangga berat badan sehingga
akan terjadi imbalance muscles. Cara berjalannya condong ke arah sisi
yang sehat dan pada saat berjalan tungkainya membentuk pola setengah
lingkaran karena bantuan dari M.latissimus dorsi dan M. gluteus maximus
yang berfungsi mengangkat pelvic dan mengekstensikan hip joint.
Apoxia sensorik dan motorik terjadi gangguan bicara karena terkenanya
area broca atau area-44 yang terletak di samping kanan. Sensasi mengalami
gangguan terutama rasa kinestetik.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain : statik pneumonia chest terjadi
karena immobilisasi misx slama 2-3 minggu, kontraktur, frozen shoulder,
drop foot, scoliosis, drop hand, atropi otot, gangguan psikis, decubitus, dan
gangguan perkemihan.
3.1.3 TANDA DAN GEJALA
Hemiplegia berarti kelemahan parah dari anggota badan pada satu sisi tubuh tetapi fitur
tertentu dapat sangat bervariasi dari orang ke orang.Masalah bisa meliputi:
 Kesulitan dengan kiprah pola gerakan dari anggota badan hewan,
termasuk manusia , selama gerak atas substrat padat
 Kesulitan dengan saldo sambil berdiri atau berjalan
 Memiliki kesulitan dengan motor kegiatan seperti memegang, menggenggam atau
menjepit
 Peningkatan kekakuan otot
 Otot kejang
 Kesulitan berbicara (afasia)
 Kesulitan menelan makanan
 Keterlambatan yang signifikan dalam mencapai tahap perkembangan seperti berdiri,
tersenyum, merangkak atau berbicara
 anak yang menderita hemiplegia juga memiliki perkembangan mental yang abnormal
 Perilaku masalah seperti kecemasan, kemarahan, lekas marah, kurang konsentrasi
atau pemahaman
 Emosi-depresi
 Mati rasa
 Perasaan kesemutan
 Nyeri
 Perubahan penglihatan
 Masalah keseimbangan
 Gangguan metabolisme

3.1.4 TEST DIAGNOSTIK


Pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi ketidaknormalan tonus, seringnya terjadi
hipotonik yang diikuti dengan hipertonik, ketidaknormalan postur dan keterlambatan
perkembangan motorik.
Ultrasonografi kranial untuk mendeteksi hemoragi dan iskemik hipoksik.
CT scan untuk mendeteksi lesi-lesi susunan saraf pusat
Tomografi emisi positron dan tomografi terkomputerisasi emisi foton tunggal untuk
melihat metabolisme dan perfusi otak.
MRI untuk mendeteksi lesi-lesi kecil.
3.1.5 PENATALAKSANAAN
1.Pengobatan harus didasarkan pada penilaian oleh para profesional kesehatan yang
relevan, termasuk :
 Obat dapat digunakan untuk mengobati masalah-masalah yang berkaitan dengan
tubuh. Obat seperti Librium atau Valiumdapat digunakan sebagai suatu relaksan.
Obat-obatan juga diberikan kepada individu yang mengalami kejang berulang,
yang mungkin menjadi masalah tersendiri tetapi terkait setelah cedera otak .
 Pembedahan mungkin digunakan jika individu mengembangkan masalah
sekunder contracture , dari ketidakseimbangan parah aktivitas otot. Dalam kasus
seperti ini, ahli bedah dapat memotong ligamen dan meringankan kontraktur
sendi. Individu yang tidak mampu menelan mungkin memiliki tabung dimasukkan
ke dalam perut. Hal ini memungkinkan makanan yang akan diberikan langsung ke
dalam perut. Makanan dalam bentuk cair dan ditanamkan pada tingkat rendah.
Beberapa individu dengan hemiplegia akan mendapatkan keuntungan dari
beberapa jenis prostetik perangkat.. Ada banyak jenis kawat gigi, dan splints
tersedia untuk menstabilkan sendi, membantu dengan berjalan dan menjaga tubuh
bagian atas tegak.
 Rehabilitasi adalah pengobatan utama dari individu dengan hemiplegia. Dalam
semua kasus, tujuan utama dari rehabilitasi adalah untuk mendapatkan kembali
fungsi maksimum dan kualitas hidup. Baik fisik dan terapi okupasi secara
signifikan dapat meningkatkan kualitas hidup. Terapi fisik dapat membantu
meningkatkan kekuatan otot, mobilitas seperti berdiri dan berjalan, dan fungsi fisik
lainnya. terapi Kerja dapat membantu individu kereta kegiatan hidup sehari-hari
seperti menyikat gigi, menyisir rambut atau dressing.
3.1.6 KOMPLIKASI
 sulit berbicara
 mulut merot ke sisi atau samping
 mata sulit melihat, kesulitan berfikir
 hilang kesadaran
 salah satu sisi muka atau tubuhnya mengalami kelayuan.
 pembuluh nadi bisa pecah darah keluar mendesak otak dan akan mengakibatkan
kelumpuhan.

3.2 Metode Fisioterapi yang dilakukan dalam


3.2.1 Elektro Terapi
Elektro terapi yang digunakan pada kondisi ini adalah Continuous Electro
Magnetic 27 MHz (CEM). Merupakan arus AC dengan frekuensi terapi 27
MHz yang memproduksi energi elektromagnetik dengan panjang gelombang
11,6 meter, di gunakan untuk menimbulkan berbagai efek terapeutik melalui
suatu proses tertentu dalam jaringan tubuh. Arus CEM ini menghasilkan energi
internal kinetika di dalam jaringan tubuh sehingga timbul panas; energi ini akan
menimbulkan pengaruh biofisika tubuh misalnya pada thermosensor lokal
maupun sentral (kulit dan hipotalamus) dan juga terhadap struktur persendian.
Tujuan yang diharapkan dan arus CEM ini adalah menurunkan aktifitas noxe
sehingga nyeri berkurang, meningkatkan elastisitas aringan dan sebagai
pendahuluan sebelum exercises.
3.2.2 Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi yang diberikan adalah gerakan roll dan slide pada gerakan-
gerakan sendi bahu yang mengalami keterbatasan. Tujuan metode ini adalah
membebaskan perlengketan pada permukaan sendi, sehingga jarak gerak sendi
akan bertambah. Dasar teknik ini adalah memperhatikan bentuk kedua
permukaan sendi dan mengikuti aturan Hukum Konkaf dan Konveks suatu
persendian.
3.2.3 Exercises Therapy
Exercises therapy yang diberikan pada kondisi tersebut adalah latihan
Resistance Exercises dan Metode Proprioceptive Neuromuscular Facilitation
(PNF) yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot daerah bahu baik manual
maupun dengan menggunakan beban. Selain itu juga dapat diberikan
latihan dengan teknik Hold Relax yang bertujuan untuk mengulur otot -otot
yang memendek pada daerah bahu.
Latihan tersebut sebaiknya dilaksanakan setelah penderita mendapatkan
modalitas elektro terapi.
3.2.4 Latihan aktivitas sehari-hari
Bentuk aktivitas yang bermanfaat bagi penderita frozen shoulder adalah
menyisir rambut, mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet, memutar
lengan, dan mengangkat beban yang kecil-kecil.
3.2.5Pendekatan Motor Relearning Programmepada gangguan jalan pasca stroke

Langkah 1 Analisa jalan

Problem utama jalan pada pasien stroke

Fase menapak tungkai sisi sakit


 Terbatasnya ekstensi hip dan dorsifleksi ankle
 Terbatasnya kontrol fleksi-ekstensi lutut pada lingkup gerak sendi 0-
15⁰ (dapat
berupa hiperekstensi lutut atau fleksi lutut yang berlebihan)
 Terlalu besarnya (atau terbatasnya) geseran horizontal lateral pelvis
 Terbatasnya plantarfleksi ankle saat toe off
 Terlalu besarnya gerakan pada sisi sehat berupa pelvis tilt kearah bawah dan
geseran horizontal lateral kearah sisi sakit.
 Fase mengayun tungkai sisi sakit
 Terbatasnya fleksi lutut saat mau mengayun (toe off)
 Terbatasnya fleksi hip
 Terbatasnya ekstensi lutut dan dorsifleksi ankle saat heel strike

Menurut Knuttson dan Richards, 1979, ada 3 tipe jalan penderita hemiplegia,
yaitu:
Type I
 Hiperaktif “stretch reflex”
 Gangguan jalan sedang
 Hiperekstensi lutut saat fase menapak
 Mampu berjalan cukup jau
Type II
 Sangat minim aktivasi kontrol motorik
 Hiperekstensi lutut yang ekstrim
 Terbatasnya fleksi lutut
 Tidak adanya aktivitas otot calf dan tibialis anterior
 Kemampuan jalannya bervariasi
 Kebanyakan memerlukan splint
Type III
 Sangat berlebihan (ngoyo), stereo type
 Disorganisasi pada fase menapak dan mengayun
Adaptasi jalan sekunder:
o Berkurangya amplitudo gerakan
o Berkurangnya dan atau tidak seimbangnya step length dan stride length
o Bertambahnya stride width
o Berkurangnya kecepatan atau meningkatnya waktu tempuh
o Meningkatnya pemanfaatan lengan sebagai support dan keseimbangan
(misalnya memakai alat bantu)

Langkah 2 Latihan komponen yang hilang

1. Fase menapak
a. Melatih ekstensi hip selama fase menapak
b. Melatih kontrol lutut untuk fase manapak
c. Melatih geseran ke arah horizontal-lateral pelvis

2. Fase mengayun
a. Melatih fleksi lutut pada awal fase mengayun
b. Melatih ekstensi lutut dan dorsifleksi kaki pada saat heel strike

Langkah 3 Latihan jalan


1. latihan jalan itu sendiri
2. Meningkatkan kompleksitas latihan

Langkah 4 Mentransfer latihan ke kehidupan sehari-hari


Pasien diberikan motivasi untuk banyak berjalan dn melaksanakan aktivitas
kehidupan sehari-harinya. Meski demikian pemakaian alat bantu jalan tidak
dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://dewiakfis.blogspot.co.id/2014/06/hemiplegia.html
http://gabriel-tumiwan.blogspot.co.id/2011/10/hemiplegia.html
http://zahstraces.blogspot.co.id/2012/03/hemiplegia.html
http://eprints.umpo.ac.id/874/2/BAB%201.pdf
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/179/--joshuachri-8946-1-11-joshu-a.pdf
https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1302315014-2-BAB%20I.pdf
http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3891-Irfan.pdf

Anda mungkin juga menyukai