Anda di halaman 1dari 7

Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat berupa defisit neurologik fokal dan global,

yang daoat memberat dan berlangsung selama 24 jam atau lebih dan atau adapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular. Pada stroke iskemik, terjadi
oklusi di pembuluh darah otak dan menyebabkan terjadinya infark pada otak

Faktor resiko yang paling penting pada stroke adalah hipertensi, fibrial atrilasi, diabetes mellitus,
merokok, dan hiperlipidemia.

a) Arteri Serebri Anterior


memvaskularisasi kortek cerebri sisi parasagittal, Corpus callosum yang
meliputi porsi area fungsional motorik dan sensorik kontralateral sisi tubuh.
Terdapat pusat mikturisi dan inhibisi kandung kemih. Stroke arteri serebri
anteior menyebabkan parese kontralateral dan defisit somatosensorik yang
secara khusus melibatkan tungkai. Terdapat pula abulia (apati), syndrome
diskoneksi seperti Alien Hand (aktivitas motorik involunter kompleks),
afasia ekspressif transkortikal (seperti afasia Wernicke namun fungsi
repetisi masih normal), dan inkontinensia urin.

b) Arteri Serebri Media


memvaskularisasi hampir sebagian luas area hemisfer serebri dan struktur
subkortikal profunda.
1) Stroke belahan superior
hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan, dan lengan,
tetapi kaki tidak terpengaruh. Terdapat pula defisit hemisensorik
kontralateral, tetapi tidak timbul hemianopia homonim. Jika
hemisfer yang dominan terlibat, gambaran ini disertai dengan afasia
Broca (ekspresif) yang ditandai dengan gangguan ekspresi bahasa
dengan pemahaman yang masih utuh.
2) Stroke belahan inferior
hemianopia homonim kontralateral yang mungkin lebih buruk pada
sisi inferior lapangan pandang, gangguan nyata fungsi sensorik
kortikal seperti graphesthesia dan stereognosis pada sisi tubuh
kontralateral, anosognosia, neglect, dressing apraxia, dan
constructional apraxia. Jika hemisfer dominan yang mengalami yaitu
afasia Wernicke (reseptif) dan dimanifestasikan dengan gangguan
pemahaman dan bicara yang lancar, tetapi sering kali tidak bermakna.
Sebaliknya, apabila terjadi pada hemisfer non-dominan maka dapat
terjadi penurunan kesadaran akut.
3) Oklusi pada bifucatio atau trifucartio arteri serebri media
kombinasi gejala defisit belahan superior dan inferior, meliputi
hemiparesis dan hemisensorik kontralateral yang melibatkan wajah
dan lengan jauh lebih berat daripada kaki; hemianopia homonim;
dan jika hemisfer dominan terlibat, afasia global (gabungan ekspresif
dan reseptif) akan muncul.
4) Oklusi batang arteri serebri media
Oklusi yang terjadi pada sisi proksimal pada titik percabangan
lentikulostriatum (Nukleus kaudatus, putamen, capsula interna upper),
Infark pada serat motoric dalam kapsula interna menyebabkan paralisis pada
kaki kontralateral. Hasilnya adalah hemiplegia dan hilangnya sensasi
kontralateral yang mempengaruhi wajah, lengan, dan kaki.

Arteri karotis interna berasal dari bifucartio arteri karotis komunis di


daerah leher. Kea rah distal, ateri karotis interna bercabang menjadi arteri
serebri anterior, arteri serebri media, arteri oftalmika, dan arteri koroidal
anterior.
sindroma yang mirip dengan stroke arteri serebri media yaitu hemiparese
kontralateral, defisit hemisensorik kontralateral dan hemianopia homonim, dan
jika mengenai hemisfer dominan menyebabkan afasia.

c) Arteri Serebri Posterior


Memvaskularisasi lobus oksipital, lobus temporal sisi medial, korpus
callosum posterior, thalamus, dan mesensefalon sisi rostral.
hemianopia homonim kontralateral tanpa defisit defosot area visus macula
(hemianopia homonymous contralateral with macular sparing)
Oklusi yang berdekatan dengan arteri serebri posterior pada tingkat midbrain,
menyebabkan abnormalitas okuler seperti vertical palsy gaze, oculomotor
(nervus III) nerve palsy, internuclear ophthalmoplegia akibat lesi pada pada
fasciculus longitudinalis medial, dan penyimpangan mata ke arah vertikal.
Keterlibatan oklusi arteri serebri posterior pada lobus oksipitalis dari hemisfer
dominan (biasanya kiri), dapat menyebabkan alexia tanpa agraphia
(ketidakmampuan untuk membaca tanpa ada gangguan menulis), atau
agnosia visual akan timbul. Terakhir adalah kegagalan untuk mengidentifikasi
benda yang terletak pada sisi kiri lapangan pandang, disebabkan oleh lesi pada
corpus callosum yang memutusan korteks visual kanan dar area bahasa di
hemisfer kiri. Infark arteri serebri posterior bilateral dapat menyebabkan
anopia kortikal, gangguan memori (karena keterlibatan lobus temporalis),
atau ketidakmampuan untuk mengenali wajah yang familiar
(prosopagnosia)
d) Sistem Arteri Vertebro-basilar
Percabangan arteri basilaris mensuplai lobus oksipitalis dan temporalis medial,
thalamus medial, crus posterior capsula interna, batang otak, dan
cerebellum. Sindroma klinis stroke arteri vertebra-basilaris meliputi:
1) Oklusi thrombosis arteri basilaris atau arteri vertebralis bilateral
Keterlibatan pons dorsal (tegmentum) menyebabkan palsy N.VI
unilateral atau bilateral, gangguan gerak horizontal mata, tetapi
nistagmus vertical dan ocular bobbing bisa terjadi juga. Pupil mengalami
konstriksi karena keterlibatan jaras descendens simpatetik pupillodilator,
tetapi masih reaktif terhadap cahaya. Hemiplegia atau quadriplegia.
2) Infark ventral pons atau basis pontis (Locked-in syndrome)
Pasien tersebut tetap sadar tetapi mengalami quadriplegik (locked-in
syndrome). Pasien dengan keadaan ini mungkin mampu untuk memberikan
tanda bahwa mereka sadar dengan cara membuka mata atau
menggerakan mata mereka kea rah vertikal seperti yang diperintahkan..
3) Emboli apex arteri basilaris (Top of the basilar syndrome)
Occulomotor (nervus III) nerve palsy unilateral atau bilateral menjadi
karakteristik yang khas. Hemiplegia atau quadriplegia dengan postur
deserebrasi atau dekortikasi terjadi karena keterlibatan pedunculus serebri
dalam midbrain. Manifestasi klinis berupa abnormalitas visus
(hemianopia homonym, cortical blindness), visuomotor (gangguan
konvergensi, paralisis gaze upward atau downward, diplopia) dan
penurunan kesadaran. Respons pupil yang melambat (sluggish
pupillary response) juga dapat memberi informasi topis lesi
mesencephalon.
4) Oklusi arteri auditori interna
Arteri ini merupakan percabangan arteri basilaris setelah arteri anterior
inferior cerebellar (AICA) atau bisa juga merupakan cabang dari AICA itu
sendiri. Arteri ini mensuplai nervus vestibulocochlearis (N.VIII), dan
menyebabkan vertigo tipe central vestibular dan tuli sensorineural unilateral.
Vertigo itu sendiri umumnya disertai nIstagmus dengan arah fase cepat
(saccade) menjauhi (kontralateral) terhadap sisi yang mengalami lesi.
5) Oklusi PICA (Wallenberg Syndrome atau Lateral Medullary Infarction)
Manifestasi klinis bervariasi dan tergantung luas infark pada medulla
oblongata.
 Vertigo, nausea, muntah, nystagmus, disebabkan lesi nucleus
vestibularis.
 Serak (hoarness) dan dysphagia, disebabkan lesi nucleus dorsalis
motoris nervus vagus, nucleus solitarius dan nucleus ambigus.
 Syndrome Horner ipsilateral, ataksia ekstrimitas, defisit sensorik
taktil pada wajah dan propioseptik pada ekstrimitas, disebabkan
keterlibatan jaras descendes simpatetik, pedunculus cerebellaris
inferior, nucleus spinalis N.V dan tractus N.V.
 Defisit sensorik modalitas nyeri dan suhu kontralateral, disebabkan
lesi tractus spinothalamicus.
6) Infark Cerebellar
Struktur pedunculus cerebelli superior, media dan inferior juga
secara berurutan divaskularisasi oleh SCA, AICA dan PICA.
Manifestasi klinis dari infark cerebellar meliputi ataksia ekstrimitas
ipsilateral, lateropulsi (jatuh cenderung ke arah sisi lesi) dan hipotonia.
Oklusi PICA, AICA dan SCA pada kasus klinis stroke iskemik akut sangat
mudah diketahui dari munculnya tanda gejala disfungsi batang otak. Infark
batang otak atau kompresi dari edema cerebelli dapat menyebabkan koma
dan kematian.
7) Infark Mesencephalon paramedian (Benedikt Syndrome)
Disebabkan oleh oklusi cabang penetrating paramedian dari arteri
basilaris atau PCA, sehingga menyebabkan lesi serabut N.III dan nucleus
rubber (red nucleus). Sindrom Benedikt meliputi parese ipsilateral N.III
(palsy M.rectus medialis, pupil midriasis [fixed dilated pupil], dan
ataksia ekstrimitas superior kontralateral. Tanda defisit cerebellum
muncul sebagai akibat adanya jaras menyilang dari cerebellum pada
pedunculus cerebellaris superior.

e) Infark Lakuner
Infak lakuner paling sering terjadi di deep nuclei otak (putamen 37%, thalamus
14%, nucleus kaudatus 10%) pons (166%) dan bagian posterior dari kapsula
interna (10%)
1) Stroke dengan hemiparesis motoric murni
Terdiri atas hemiparesis yang memengaruhi wajah, lengan dan kaki,
pada tingkat yang secara kasar sama, tanpa ada gangguan sensasi,
pandangan, atau bahasa yang berhubungan. Jika memiliki sumber
lakuner, biasanya disebabkan oleh lesi di dalam kapsula interna
kontralateral atau pons. Hemiparesis motoric mueni dapat juga
disebabkan oleh oklusi arteri serebri media, arteri karotis interna, hematoma
subdural, atau lesi massa intraserebral.
2) Stroke dengan gangguan sensoris murni
Ditandai dengan hilangnya hemisensorik, yang mungkin
berhubungan dengan parestesia, disebabkan infark lakuner dalam thalamus
kontralatera. Mekanisme mungkin hampir sama dengan oklusi pada arteri
serebri posterior atau perdarahan kecil di dalam thalamus atau midbrain.
3) Ataksia hemiparesis
Sindrom ini kadang disebut sebagai ataksia ipsilateral dan crural
paresis. Ataksik hemiparesis merupakan gabungan hemiparesis
motoric murni ataksia pada sisi hemiparesis dan biasanya lebih
memengaruhi kaki. Gejala yang timbul biasanya dikarenakan lesi di dalam
pons kontralateral, kapsula interna, atau substansia alba subkortikal.
4) Dysarthria-clumsy hand syndrome
Terdiri atas diartria, kelemahan fasialis, disfagia, dan kelemahan ringan
pada tangan pada sisi dengan keterlibatan fasialis. Sindrom ini
disebabkan infark lakuner dengan lesi di dalam pons kontralateral atau
kapsula interna.

Aspirin sering digunakan dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2


atau penghambat pompa proton untuk mengurangi dan mencegah efek samping
gastrointestinalnya. Penelitian ini memberikan bukti baru yang mendukung
interaksi antara ranitidin antagonis reseptor H2 dan aspirin pada relawan yang
sehat. Ranitidine tampaknya mengurangi efek antiplatelet aspirin. Efek
pelemahan diamati dengan evaluasi fungsi platelet dengan agregasi platelet dan
uji PFA-100.

Penelitian ini mendukung data in vitro sebelumnya yang telah menunjukkan


bahwa ranitidine memiliki efek penghambatan platelet yang sedang. Oleh karena
itu, mengejutkan bahwa kombinasi in vivo dari aspirin dan ranitidine kurang
efektif dibandingkan dengan aspirin saja. Lebih lanjut, efek pelemahan ranitidin
dalam penelitian in vivo berbeda dengan penelitian agregasi platelet in vitro
kami, yang menunjukkan bahwa kombinasi ranitidin dan aspirin setidaknya
sama efektifnya dengan aspirin saja dalam menghambat agregasi platelet. Data
in vitro ini menyiratkan bahwa interaksi negatif antara aspirin dan ranitidine
tidak terjadi pada tingkat trombosit. Mekanisme yang paling mungkin untuk
temuan in vivo adalah perubahan kondisi absorpsi aspirin dengan adanya
ranitidine. Hal ini didukung oleh penurunan kadar salisilat darah saat aspirin
dikonsumsi dengan ranitidin. Ranitidine menyebabkan peningkatan pH lambung
dan juga dapat menyebabkan peningkatan laju pengosongan lambung.12 Efek
ini dapat mengurangi jumlah relatif aspirin yang diserap di dalam lambung.

Anda mungkin juga menyukai