Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN MONOPLEGIA

A. Definisi
Monoparesis adalah kerusakan pada korteks piramidalis sesisi
menimbulkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada belahan tubuh
sisi kontralateral.
Bila kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di tingkat
batang otak menimbulkan sindrom monoplegia alternans. Sindrom tersebut
terdiri atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh
kontralateral yang berada di tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat
kelumpuhan LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial
yang terlibat dalam lesi. Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, sehingga
dapatlah dijumpai monoplegia alternans di mesensefalon. Sebuah
gambarannya dijumpai bilamana hemilasi di batang otak menduduki
pedunkulus serebri di tingkat mesensefalon.
B. Anatomi Fisiologo
1. Organ otak
Secara umum, otak terbagi menjadi sereblum (frontal lobus, parietal
lobus, temporal lobus, oksipital lobus), serebelum dan batang otak
(medulla oblongata, mesensefalon dan pons). Frontal lobe berfungsi
sebagai aktifitas motorik, fungsi intelektual, emosi dan fungsi fisik. Lobus
parietal terdapat sensori primer dari korteks, berfungsi sebagai proses
input sensori, sensasi posisi, sensari raba, tekan dan perubahan suhu
ringan. Lobus temporal mengandung area auditorius, tempat tujuan
sensori yang datang dari telinga dan berfungsi sebagai input perasa,
pendengaran, pengecap, penciuman serta proses memori. Serebellum
berfungsi untuk koordinasi aktifitas muskular, kontrol tonos otot,
mempertahankan postur dan keseimbangan. Batang otak berfungsi
sebagai pengatur reflex untuk fungsi vital tubuh.
Gambar 2.3 bagian pada otak

a) Talamus
Talamus merupakan stasiun relai yang penting dalam otak dan
juga merupakan pengintegrasi subkortikal yang penting. Talamus
bertindak sebagai pusat sensasi primatif yang tidak kritis, yaitu
individu dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar,
dan suhu yang ekstrem.
b) Epitalamus
Berperan untuk mendorong emosi dasar dan integrasi informasi saraf
olfaktorius (penciuman).
c) Hipotalamus
Berfungsi sebagai pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom parifer yang menyertai ekspresi, perbuatan tingkah laku dan
emosi seseorang.
d) Serebellum
Berfungsi mengkoordinasikan keseimbangan pergerakan aktifitas
kelompok otot, juga mengontrol pergerakan halus.
e) Pons
Merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum
dan mesensefalon disebelah atas dengan medula oblongata. Pons
adalah mata rantai penghubung penting. Terdapat Nukleus saraf
Kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasilis)
f) Medulla oblongata
Medulla oblongata merupakan pusat refleks yang penting bagi
jantung, vasokonsriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur, dan muntah. Di medulla oblongata ini ada inti
saraf cranial VIII (saraf akustik mempunyai dua cabang yaitu
cabang koklear responsive untuk pendengaran dan cabang vestibular
untuk keseimbangan) dan XII (saraf hipoglosal mengatur
pergerakan lidah yang di perlukan untuk berbicara dan menelan

C. Etiologi
Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama, dan
jika tanda UMN merujuk pada lesi sentral, maka lesi kemungkinan berada di
korda spinalis servikal atau otak. Nyeri leher atau pada daerah dermatom
servikal dapat menjadi bukti tempat lesi.
Penyebab tersering Monoparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral
atau pendarahan. Awitan secara mendadak, serangan iskemik transien
sebelumnya, dan progresi menjadi derajat maksimum dalam 24 jam pada
orang dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah terjadi
stroke. Jika tidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga terjadi myelitis
transversus dari korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara
lambat (beberapa hari) dan lebih sering menyerang keempat tungkai. Begitu
pula dengan sklerosis multipel yang biasanya bermanifestasi menjadi tanda
kortikospinal bilateral daripada monoplegia murni.
Jika Monoparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau
minggu, dapat dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak atau
dewasa. Selain tumor otak, kemungkinan lain termasuk malformasi
arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan otak metabolik
biasanya mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental, tetapi
merupakan penyebab Monoparesis yang jarang. Secara umum, Monoparesis
biasanya merujuk pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya
dapat ditemukan dengan melihat gejala klinis dan dengan CT atau MRI.
D. Faktor Resiko Stroke
1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
- Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding
wanita.
- Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
- Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Kolesterol tinggi
- Obesitas
- Diabetes Melitus
- Polisetemia
- Stress Emosional
3. Kebiasaan Hidup
- Merokok,
- Peminum Alkohol,
- Obat-obatan terlarang.
- Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga, makanan berkolesterol.
E. Patofisiologi
a. Trombus
Timbunan / kumpulan plak lemak  yang menempel pada pembuluh darah
akan mengganggu aliran darah bila terjadi diotak maka akan
menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah sehingga akan
mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak bila dalam
waktu yang lama maka akan mengakibatkan iskemik dan akhirnya infark
dan terjadi kematian jaringan otak.
b. Emboli.
Emboli yaitu lepasnya plak lemak, udara, pada pembuluh darah yang
akan mengikuti aliran darah hingga sampai pada otak dan akan
menempel pada pembuluh darah di otak. Bila terjadi pada pembuluh
darah kecil akan menimbulkan sumbatan, Gejala muncul tergantung dari
daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
c. Hemoragi Intraserrebral.
Pecah pembuluh darah  akan menekan jaringan otak dan menurunkan
aliran darah sehingga terjadi iskemi dan akhirnya infark.
d. Hemoragi Subarakhnoid.
Aneurisma akan menimbulkan perdarahan otak  akan sehingga terjadi
edema serebri yang dapat menekan pembuluh darah sehingga terjadi di
hipoksia lalu iskemik  dan bila terjadi lama maka akan infark dan
akhirnya kematian jaringan.

F. Manifestasi Klinis
Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam
dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini
disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi
dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara, namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
d. Sudah menetap/permanen
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat
yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution

G. Komplikasi
a.  Hipoksia serebral karena terjadi sebagai akibat dari oksigen yang ke otak
tidak adekuat
b.  Edema cerebri: karena adanya infark di otak menyebabkan Na+ dalam
cairan ekstrasel terdepolarisasi masuk ke intrasel sehingga menarik cairan
ke intra sel yang mengakibatkan terjadinya edema serebri.
c. Disritmia jantung: irama jantung terganggu karena adanya sumbatan di
otak.
H. Gangguan yang muncul :
a. Defisit Neurologis
1. Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang penglihatan).
Tidak menyadari orang / objek ditempat kehilangan penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
2. Kehilangan penglihatan perifer.
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas
objek
3. Diplopia : penglihatan ganda.
b. Defisit Motorik
1. Monoplegia
kelemahan kelemahan pada salah satu kaki
2. Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu
dasar berdiri yang luas.
3. Disartria
Kesulitas dalam membentuk kata
4. Disfagia
Kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
1. Afasia ekspresif
Ketidakmampuan menggunakan simbol berbicara
2. Afasia reseptif
Tidak mampu menyusun kata-kata yang diucapkan
3. Afasia global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
d. Defisit Kognitif
1. Kehilangan memori jangka pendek dan jangka menengah
2. Penurunan lapang perhatian
3. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
4. Alasan abstrak buruk
5. Perubahan penilaian
e. Defisit Emosional
1. Kehilangan control diri
2. Labilitas emosional
3. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
4. Menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah
5. Perasaan isolasi
I. Pemeriksaan Penunjang Monoparesis
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
a) Menunjukan adanya tekanan normal
b) Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya  perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X kepala : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)
J. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2. Anti koagulan: mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
o Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
o Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
o Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat.
1) Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis.
- Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
2) Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran.
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
(monoplegia), kelemahan umum.
- Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
1) Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
2) Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c. Integritas ego
1) Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
2) Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan.
- Kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara
usus(ileus paralitik)
e. Makan/ minum
1) Data Subyektif:
- Nafsu makanberkurang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
2) Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring)
f. Sensori Neural
1) Data Subyektif:
- Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
- Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati.
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
2) Data obyektif:
- Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya
reflek tendon dalam (kontralateral).
- Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
- Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil.
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri / kenyamanan
1) Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
2) Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h. Respirasi
Data Subyektif: Perokok (factor resiko).
i. Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali.
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh.
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri.
j. Interaksi sosial
Data obyektif: Problem berbicara,

B. Diagnosa Keperawatan.
1. Kerusakan mobilitas fisik Berhubungan dengan Monoparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cedera otak.
2. Nyeri Berhubungan dengan monoplegia dan disuse.
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit Berhubungan dengan
Monoparesis, penurunan mobilitas.
4. Kurang pengetahuan Berhubungan dengan kondisi penyakitnya dan
pengobatan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik yang Berhubungan dengan Monoparesis,
kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas, dan cedera otak
Tujuan: Memperbaiki mobilitas

Kriteria Hasil: Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya


kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang
sakit/kompensasi, mendemonstrasikan teknik/perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktifitas.
Intervensi:
a. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam.
R: Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.
b. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan memperhatikan kestabilan
tubuh dan kenyamanan pasien.
R: Mencegah terjadinya dekubitus
c. Beri papan penahan pada kaki
R: Mencegah terjadinya foodrop.
d. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits
R: Mencegah terjadinya kontraktur.
e. Lakukan ROM Pasif.
R: Meningkatkan stimulasi dan mencegah kontraktur
f. Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.
R: Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan
g. Konsultasikan kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot
seperti splints
R: Memberikan pancingan yang sesuai.

2. Nyeri Berhubungan dengan monoplegia dan disuse.


Tujuan : pengendalian skala nyeri
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman,
mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri, mendemonstrasikan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai kebutuhan
individu.
Intervensi;
a. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan
menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 –
1.
R: Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera misalnya
dada / punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer.
b. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase,
kompres hangat / dingin sesuai indikasi.
R: Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan
emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak
diinginkan pada fungsi pernafasan.
c. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi
visualisasi, latihan nafas dalam.
R: Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan
dapat meningkatkan kemampuan koping
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya
dontren (dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
R: Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk
menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istirahat
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit Berhubungan dengan
Monoparesis, penurunan mobilitas.
Tujuan : Mempertahankan Intergritas kulit

Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien tetap baik, bebas dari kemerahan,
bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.
Intervensi:
a. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit
R: Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia
bladder /bowel.
b. Kaji keadaan pasien setiap 8 jam
R: Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.
c. Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)
R: Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko
dekubitus.
d. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis.
R: Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan
posisi meningkatkan sirkulasi darah
e. Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh pasien.
R: Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah terjadinya
kerusakan kulit.
f. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang yang
menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.
R: Meningkatkan sirkulasi darah.
g. Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein
R: Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan.
h. Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari.
R: mempercepat proses penyembuhan
4. Kurang pengetahuan Berhubungan dengan kondisi penyakitnya dan
pengobatan
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan klien/orangterdekat dankemampuan/
kesiapan  belajar klien
R: Proses pembelajaran sangat di pengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien
b. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (tanya
jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitaskelompok).
R : Meningkatkan Penyerapan materi pembelajaran
c. Berikan penekanan penjelasantentang faktor risiko, pembatasandiet/
aktivitas, obat dan gejala yangmemerlukan perhatian cepat/darurat
R: Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat dari pada
penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal pemting yang
signifikan bagi kesehatan klien
d. Jelaskan program peningkatanaktivitas bertahap (contoh
duduk,berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
e. R: Meningkatkan aktifitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan
mencegah aktivitas yang berlebihan, di samping itu juga dapat
meniongkatkan sirkulasi lateral dan memungkinkan kembalinya pola
hidup normal.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 2007, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses


keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC,
Jakarta.
Carpenito, L.J., 2011, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih
bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Corwin, 2010, Hand Book Of Pathofisiologi, EGC, Jakarta.
Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. 1999, Penatalaksanaan Pada
Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang
bedah, Tidak dipublikasikan.
Long, B.C., 2013, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Kperawatan), Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Bandung.
Mansjoer, Arif, 2011, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI,
Jakarta.
McCloskey&Bulechek, 2013, Nursing Interventions Classifications, Second edisi,
By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2015, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia,
USA
Reksoprodjo, S. dkk, 2015, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina rupa Aksara,
Jakarta.
University IOWA., NIC and NOC Project., 2015, Nursing outcome
Classifications, Philadelphia, USA
Wilkinson, Judith, 2016, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai