Anda di halaman 1dari 16

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

Space Occupying Lesion (SOL)

A. PENGERTIAN

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah


mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial
(Smeltzer & Bare, 2013).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas
yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah
satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas
disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam
intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh
sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di
meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang
(Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, 2008: 84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi
maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang
meluas pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga
cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah
otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik.
Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi
cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal
seperti diatas.

B. ETIOLOGI

Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang


terkena. Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada
ketidaknormalan sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang
karena fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat
ditentukan pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi
oleh adanya tumor.
1. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional
dan tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang
sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan
nigtatius (gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak
horizontal.
3. Tumor korteks motorik
Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian
dimana kejang terletak pada satu sisi.
4. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional
dan tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5. Tumor intra cranial
Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi
bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang
paling sering adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna)
dan metastase serebral dari bagian luar.
6. Tumor sudut cerebelopointin
Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala
yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Gejala pertama :
a) Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yanga
mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII /
vestibulochorlearis / oktavus)
b) Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan
cranial ke V/trigemirus)
c) Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis)
Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas
pada fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :


a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada
satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan
tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri.
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan
saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas
fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner
& Sudarth, 2003 ; 2170 )
D. PATOFISIOLOGI

1. Penjelasan Secara Naratif


 Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral
 Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
 Hidrosefalus
 Gangguan fungsi hipofisis
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia,
infiltrasi leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa
hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction ataudinding kista
berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa
timbul meningitis.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi
berurutan Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien.
Gejala neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor
dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin
dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang
sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Peningkatan intracranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor :
bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang relative dari
ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme
belum sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik yang
menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan
sawar darah otak semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial.
Observasi sirkulasi cairan serebro spinal dari vantrikel laseral keruang sub
arachnoid menimbulkan hidrosephalus.
Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara
cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.
Mekanisme kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk
menjadi efektif dan oleh karena itu tidak bergun apabila tekanan intracranial
timbulcepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah
intrakranial, volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intra sel dan
mengurangi sel-selparenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasiulkus/ serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus
temporalis bergeser ke interior melalui insisuratentorial oleh massa dalam
hemisterotak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran
da nmenekan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum tonsil sebelum bergeser
kebawah melalui foramen magnum oleh suatu massa poterior,( Suddart,
Brunner. 2001).

2. Pathway
E. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi


narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi
setelah pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan
intrakranial tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan,
misalnya :
1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah
komplikasi mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :
1. Perubahan visual dan verbal
2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit
kepala
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot / paralysis
5. Perubahan pernafasan
Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan
yang terjadi yaitu :
1. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan)
atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu,
otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak
disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan
sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan
menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga
hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan
malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas
prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea
(kelebihan atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme.
c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan
tingkat kepuasan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,


jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentang sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah
yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang (Doenges, 2000).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah


satu akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh
tumor. Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati
dengan segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat
diubah. Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau
banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis,
kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian
(dekompresi).
1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan
beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor
secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan
tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan
mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel
yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
2. Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak,
juga menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi
sumsum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan
menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk
menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat
dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa
digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi
3. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik
tertentu di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau
untuk menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple
sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar
X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil
meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan
Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Survey Primer (Primary Survey)
a. Jalan Nafas + Kontrol Servikal (Airway + Cervical Control)
b. Pernafasan + Kontrol Ventilasi (Breathing + Ventilation Control)
c. Sirkulasi + Kontrol Perdarahan (Circulation + Bleeding Control)
d. Kesadaran (Disability)
e. Cek Semua Bagian Tubuh (Exposure)
f. Foley Cathether
g. Gastric Tube
h. Heart Monitor

2. Survey Sekunder (Secondary Survey)


a. Pemeriksaan Fisik dari Kepala sampai Kaki (Head to Toe Examination)
Uraikan pada Setiap Bagian Tubuh dengan Indikator Sebagai Berikut :
1) Bentuk
2) Tumor / Pembengkakan
3) Lesi / Luka Lecet / Jejas
4) Sakit / Nyeri

b. PemeriksaanTanda – Tanda Vital (Vital Sign Examination)


1) Tekanan Darah (Blood Pressure)
2) Frekuensi Denyut Nadi / Jantung (Heart Rate)
3) Frekuensi Pernafasan (Respiration Rate)
4) Suhu (Temperatur)
5) Saturasi Oksigen / SaO2 (Oxygen Saturation)

c. Cek Semua Lubang Menggunakan Jari (Finger in Every Orifice)

d. Pengkajian Riwayat (Anamnesis)


1) Keluhan
2) Riwayat Pengunaan Obat – Obatan
3) Riwayat Konsumsi Makanan
4) Riwayat Penyakit
5) Riwayat Alergi
6) Riwayat Kejadian

e. Pemeriksaan Diagnostik
1) X Ray
2) USG
3) CT Scan
4) MRI
5) Elektrokardiogram (EKG)
6) Echocardiography (ECG)
7) Pemeriksaan Laboratorium
8) Dll

f. Persiapan Rujukan

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL
2. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK.
3. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan
TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, (anoreksia, iritasi,
penyimpangan rasa mual).
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat
tekanan pada serebelum (otak kecil)
5. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis).

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi
jaringan kembali normal dengan kriteria hasil :
a. TTV normal
b. Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
c. Gelisah hilang
d. Ingatanya kembali seperti sebelum sakit

Intervensi :
1) Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya seperti GCS
Rasional :Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat
kesadaran dan potensi TIK adalah sangat berguna dalam menentukan
lokasi, penyebaran, luas dan perkembangan dari kerusakan
2) Pantau frekuensi dan irama jantung
Rasional :Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang
mencerminkan trauma atau tekanan batang otak tentang ada tidaknya
penyakit
3) Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi
penggunaan selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam
Rasional :Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi
tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus
4) Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit
dan keadaan membrane mukosa
Rasional :Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan
resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun
5) Gunakan selimut hipotermia
Rasional :Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti steroid, klorpomasin,
asetaminofen
Rasional :Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi
pembentukan edema, mengatasi menggigil yang dapat meningkatkan
TIK, menurunkan metabolisme seluler / menurunkan konsumsi oksigen

2. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan
kriteria hasil : 
a. Nyeri hilang
b. Pasien tenang
c. Tidak terjadi mual muntah
d. Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1) Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar
dan meningkatkan istirahat
2) Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien
Rasional :Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3) Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
Rasional :Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori
akan menurunkan nyeri
4) Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman
Rasional : Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidak nyamanan
lebih lanjut
5) Berikan ROM aktif/pasif
Rasional : Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi nyeri
6) Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang
tidak ada demam
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit
7) Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein
sesuai indikasi
Rasional :. Untuk menghilangkan nyeri yang hebatpenurunan curah
jantung tidak sensitif terhadap isu keperawatan.

3. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan


TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan, (anoreksia, iritasi,
penyimpangan rasa mual).
Tujuan:
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan
pasien menjadi adekuat dengan kriteria hasil :
a. Mual muntah hilang
b. Napsu makan meningkat
c. BB kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
Rasional : Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga
pasien terlindungi dari aspirasi
2) Beri makanan dalam jumlah kecil dan sering
Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama
pasien saat makan
3) Timbang berat badan
Rasional : Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi
4) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk  mengidentifikasi
kebutuhan kalori /nutrisi

4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat


tekanan pada serebelum (otak kecil)
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien
dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal dengan kriteria hasil :
a. Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh
yang sakit,mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan
fungsi usus.

Intervensi :
1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi
Rasional : Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional
dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan
2) Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4)
Rasional : Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai
risiko kecelakaan namun katagori 2-4 mempunyai resiko terbesar untuk
terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi
3) Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur
dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu
Rasional : Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran
terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.

5. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis).
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
penglihatan pasien kembali normal dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat melihat dengan jelas

Intervensi :
1) Pastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik,
orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan
tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu
Rasional : Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari
perubahan persepsi, gangguan fungsi kognitif dan atau penurunan
penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas.
2) Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan
Rasional : Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan
kesempatan untuk tidur REM (ketidak adaan tidur REM ini dapat
meningkatkan gangguan persepsi sensori
3) Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan
melakukan aktivitas
Rasional : Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan
kemampuan /polarespon yang memanjang
4) Rujuk pada ahli fisioterapi
Rasional ; Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana
penatalaksanaan berintegrasi yang didasarkan atas kombinasi
kemampuan / ketidakmampuan secara individu yang unik
dengan berfokus pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif,
dan perseptual
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit :


Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar


menuju kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G.
(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _


Proses Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan
(Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai