Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN SOL (SPACE OCCUPYING LESION)

Disusun Oleh:

NAMA : Khilwiyatul ula


NIM : 72020040001
PRODI : Profesi Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2019/ 2020
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id
Email: sekretariat@umkudus.ac.id
A. PENGERTIAN

SOL (Space Occupying lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.Terdapat beberapa penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti contusio cerebri, hematoma, infark, abses otak dan
tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013).
SOL (Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang ada lesi pada
ruang intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi
pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial karena
cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan
meningkatkan tekanan intracranial. (Cross, 2014).
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan sebagai
neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di dalam
rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang
di
dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses
(Simamora&janariah, 2017).

B. ETIOLOGI
Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena.
Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan local, seperti pada ketidaknormalan sensori dan
motoric. Perubahan penglihatan dan kejang karena fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda
dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada bagianya dengan mengidentifikasi fungsi yang
dipengaruhi oleh adanya tumor.
1. Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah
laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur
dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
2. Tumor cerebellum (atur sikap badan/ aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan/ berjalan sempoyongan
dengan kecendrungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius (gerakan mata berirama
tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.
3. Tumor korteks motoric
Menimbulkan menifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang
terletak pada satu sisi.
4. Tumor intra cranial
Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan
gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansi. Tipe tumor yang paling sering
adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan metastase
serebral dari bagian luar.
5. Tumor sudut cerebelopointin
Biasanya diawali pada jarring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala yang
timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Gejala pertama:
 Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yang
mempengaruhi terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII/
vestibulochorlearis / oktavus).
 Kesemtan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan cranial ke V
/ trigemirus).
 Terjadi kelemahan atau peralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis).
 Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi
motoric (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan).

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-tanda lokal, tanda-
tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu.Gejala yang timbul tiba-tiba sering menandakan
lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi lain menimbulkan gejala secara perlahan-lahan.
1. Tanda dan gejala peningkatan TIK(Syaiful Saanin, 2012) :
a. Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang kemudian
berkembang menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga diperberat dengan oleh perubahan
posisi, batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak
80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior memberikan nyeri alih ke
oksiput dan leher.
b. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang
luas dengan efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak.
c. Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan
kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif yang terletak pada lobus
frontal atau temporal.
d. Ataksia dan gangguan keseimbangan.
e. Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering terjadi pada tumor
di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan temporal. Gejala epilepsi
yang muncul pertama kali pada usia pertengahan mengindikasikan adanya suatu SOL.
f. Papil edema, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak
menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
Tanda-tanda melokalisir, (Syaiful Saanin, 2012):
a. Lobus temporalis
Lesi pada lobus temporalis sering menimbulkan gangguan psikologis yang
umum seperti perubahan perilaku dan emosi.Selain itu pasien juga dapat mengalami
halusinasi dan déjà vu.Lesi pada lobus temporalis juga dapat menyebabkan afasia.
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi deria bau
dangustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran eksternal tanpa penurunan
kesadran yang benar. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi,
gangguan emosi, gangguan sikap, sensasi déjà vu atau jamais vu, mikropsia atau
makropsia (objek kelihatan lebih kecil atau lebih besar aripada seharusnya), gangguan
lapangan pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau halusinasi
audotorik, Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive aphasia,
dan lesi pada bahagian kanan menggangu persepsi pada nada dan melodi.
b. Lobus frontalis
Lesi pada lobus frontalis dapat menyebabkan terjadinya anosmia.Gangguan
perilaku juga dapat terjadi dimana pasien itu cenderung berperilaku tidak sopan dan
tidak jujur.Afasia dapat terjadi apabila area Broca terlibat. Tumor pada lobus frontalis
seringkali mengarah kepada penurunan progresif intelektual, perlambatan aktivitas
mental, gangguan personality dan reflex grasping kontralateral. Pasien mungkin
mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior daripada gyrus
frontalis inferior sinistra.Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf
olfaktorius.Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motoric fokal atau defisit
piramidalis kontralateral.
c. Lobus parietal
Lesi pada lobus parietal dapat menyebabkan terjadinya astereognosis dan
disfasia.Selain itu dapat juga terjadi kehilangan hemisensorik.
d. Lobus occipital
Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan menyebabkan gangguan pada satu
mata sahaja. Lesi pada chiasma optic tersebut akan menyebabkan gangguan kedua
mata. Lesi di belakang chiasma optic akan menyebabkan gangguan pada mata yang
berlawanan.
e. Sudut serebellopontin
Lesi pada sudut serebellopontin dapat menyebabkan tuli ipsilateral, tinnitus,
nystagmus, penurunan refleks kornea, palsi dari sarat kranial fasialis dan trigeminus.
f. Mesensefalon
Tanda-tanda seperti pupil anisokor, inabilities menggerakkan mata ke atas atau
ke bawah, amnesia, dan kesadaran somnolen sering timbul apabila terdapat lesi pada
mesensefalon.

D. PATHOFISIOLOGI
SOL merupakan adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Salah satu penatalaksanaan yang dilakukan yaitu pembedahan seperti craniotomy. Setelah
dilakukan pembedahan terdapat perlukaan pada kulit kepala yang bisa menyebabkan
resiko infeksi karena masuknya mikroorganisme. Terputusnya jaringan kontinuitas
jaringan akibat proses pembedahan bisa merangsapng reseptor nyeri sehingga bisa
menyebabkan kelemahan fisik dan pasien akan mengalami intoleransi aktifitas.
Terjadinya edema pada otak karena dari proses inflamasi bisa menyebabkan gangguan
pada perfusi jaringan serebral. Akibat proses pembedahan juga bisa menyebabkan resiko
tinggi kekurangan cairan dan nutrisi karena efek dari anestesi selama proses pembedahan.
Prosedur anestesi dan penggunaan ETT pada proses pembedahan akan menimbulkan
iritasi pada saluran pernafasan yang akan memungkinkan terjadinya jalan nafas tidak
efektif (Price, 2018)

E. PATHWAY
Maligna Hematoma Abses Serebral Amubiasi Limfoma

Bertambahnya masa di otak

Penekanan jaringan di otak

SOL

Inuasi jaringan otak Nekrosis jaringan otak penyerapan cairan otak

Kerusakan jaringan Gangguan suplai darah hipoksia jaringan Ostruksi Vena di Otak
Neuron

Nyeri Kejang Gangguan Fungsi Gangguan Perfusi Edema


Otak Jaringan

Disorientasi Mual dan Muntah Peningkatan TIK


Resiko Cidera

Hermalis Ulkus
Ketidakseimbangan nutrisi
Perubahan Proses Fikir
kurang dari kebutuhan
tubuh Menisefalon
Tekanan

Hilangnya Kesadaran
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan: memberi informasi spesifik mengenai jumlah, jejas tumor, dan meluasnya
edema serebral sekunder serta memberi infirmasi tentang system vaskuler.
2. MRI: Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak
dan daerah hiposisis, dimana tulang mengganggu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan.
3. Biopsi Stereootaktik: dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan serta informasi prognosi.
4. Angiografi: memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor.
5. Elektroensefalografi (EEG): Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada
waktu kejang (Doennges,2017).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan kearah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.Pasien dengan
kemungkinan tumor otak harus di evaluasi dan di obati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat di ubah.Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatkan penurunan neurologic (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala
dengan mengangkat sebagian (dekompresi). Menurut Smeltzer, 2013 penatalaksanaan
SOL yaitu:
1) Pembedahan
a) Craniotomy
Craniotomy merupakan tindakan pembedahan yang membuka tengkorak
(tempurung kepala) bertujuan untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan pada
otak. Untuk pengangkatan tumor pada otak, operasi ini yang umum dilakukan. Selain
itu pembedahan craniotomy ini juga bertujuan untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, menghilangkan bekuan darah (hematoma) memperbaiki malformasi
arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), darah lemah bocor (aneurisma
serebral), menguras abses otak, melakukan biopsi, mengurangi tekanan di dalam
tengkorak dan melakukan pemeriksaan pada otak.
2) Radiotherapi
Radioterapi merupakan penggunaan sebuah mesin X-ray untuk membunuh sel-sel
tumor yang diarahkan pada tumor dan jaringan didekatnya kadang diarahkan pada
seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang menempatkan mikroelektroda dalam
jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan pengkajian fisiologis aktivasi serebral.
b. Ekoensefalogram
Pergeseran kandungan intra kranial bisa diketahui dari pemeriksaan
ekoensefalogram.
c. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan dalam
penatalaksanaan trauma akut seperti untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang,
adanya fraktur dan dislokasi. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi
diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil
foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya space occupying lesion
(SOL).

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / istirahat
Gejala: malaise
Tanda: Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
2.  Eliminasi
Gejala: Tidak ada
Tanda: adanya inkonteninsia dan atau retensi.
3. Nutrisi
Gejala: Kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut).
Tanda: Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
4.    Nyeri / kenyamanan
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher/ punggung
kaku.
Tanda: Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
6. Keamanan
Gejala: Adanya riwayat ISPA/ infeksi lain meliputi: mastoiditis, telinga tengah, sinus
abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan,
fraktur pada tengkorak/ cedera kepala.
7. Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endocarditis.
Tanda: TD: meningkat,Nadi: menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan
pengaruh pada vasomotor).
8. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
keputusan, afasia, mata: pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang
umum local.
9. Hygiene
Gejala: tidak ada
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut).
10. Pernafasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: peningkatan kerja pernafasan (episode awal). Perubahan mental (letargi
sampai koma) dan gelisah.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
- Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan fungsi otak
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah
- Resiko cidera berhubungan dengan kejang
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
N DX Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
O Kep
1 1 Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x24 O : Lakukan pengkajian nyeri secara
jam diharapkan nyeri dapat komprehensif PQRST.
terkontrol dengan KH: N : Ajarkan tentang teknik non
1. Nyeri yang dilaporkan farmakologi : relaksasi nafas dalam.
berkurang dari 5 E : Berikan informasi tentang nyeri
menjadi 3. seperti penyebab nyeri, berapa lama
2. Ekspresi wajah tenang, nyeri akan berkurang dan antisipasi
tidak menunjukkan ketidaknyamanan prosedur.
kesakitan. C : Kolaborasi dengan tim medis
lainnya untuk pemberian obat
analgesic
2 2 Setelah dilakukan tindakan O: Kaji secar teratur perubahan
keperawatan selama 2x24 orientasi, kemampuan bicara, afektif,
jam pasien tidak mengalami sensoris dan proses piker
perubahan persepsi sensori N: Hilangkan suara bising/ stimulus
dengan kriteria hasil: yang berlebihan
a) Dapat dipertahankan E: Berikan stimulus yang berlebihan
tingkat kesadaran dan seperti verbal, penghidu, taktil,
fungsi persepsinya pendengaran, hindari isolasi secara
b) Mengakui perubahan fisik dan psikologis
dalam kemampuan dan C: Konsultasi dengan ahli fisioterapi /
adanya keterlibatan okupasi.
residu.
3 3 Setelah dilakukan tindakan  Monitor Nutrisi
keperawatan selama 2x24 O : Monitor adanya mual dan muntah
jam diharapkan status N : memantau kecendrungan naik dan
nutrisi terpenuhi dengan turunya BB.
KH: E: lakukan pengukuran status
1. Asupan makanan : 5 atropometri/nutrisi A,B,C,D.
2. Asupan nutrisi : 5 C : Kolaborasikan obat apa yang
diperlukan dan makanan yang
sesuai.
4 4 Setelah dilakukan O: Indentifikasi deficit kognitif dan
tinfakan keperawatan fisik yang dapat mengakibatkan
selama 2x24 jam Pasien jatuh
tidak mengalami cidera N: Atur tempat tidur klien seaman
dengan kriteria hasil: mungkin, pasang sel
a) Mengenal tanda dan E: Ajarkan pasien dan keluarga
gejala cidera. mengenai menghindari cidera.
b) Perlengkapan bantuan C: kolaborasi dengan tim medis lainya
pribadi untuk memberikan alat bantu.
c) Pemasangan penghalang
tempat tidur

4. REFERENSI
- Nanda 2018-2020. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
- Sue Moorhead, Marion Johson Merideon 1. Mass. Elizabeth Swanson 2016. Nursing
Outcame Classification, Elseiver. Singapore.
- Gloria M. Bluchek, Howard K. Butcher, Joane M . Dochterman. Cherly .M. Wagner.
2016. Nursing Interventions Classivication. Elseiver .Singapore.
- Print, Sylvia.,A. (2018). Pathofisiologi: Konsep Klinis Dasar Edisi Ke 5. Jakarta: EGC
- Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (20017). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasi Perawatan Pasien. Edisi 3 Penerbit:
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai