Anda di halaman 1dari 102

A.

KONSEP TEORI

1. SOL ( SPACE OCCUPYING LESION)

a. Pengertian

SOL (Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang ada


lesi pada ruang intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak
dan tumor intracranial karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume
yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. (Cross,
2014). Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial dan menempati ruang di dalam otak. Space occupying lesion
intrakranial meliputi tumor, hematoma, dan abses (Simamora&janariah, 2017).

b. Etiologi

Space-occupying lesion (SOL) intrakranial mempunyai beberapa etiologi,


dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial yang
kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Pembengkakan pada ot ak
dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal (Khoirinnisa, 2010) Pembengkakan diffuse
sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di otak diakibatkan oleh vasodilatasi
atau edema. Gangguan sistem vasomotor dapat menyebabkan vasodilatasi yang
kemudian meningkatan aliran darah di serebrum.Hal ini terjadi sebagai respons
terhadap hypercapnia dan hipoksia, dan juga terjadi akibat head injury.Selain itu,
edema dapat terjadi dari tiga mekanisme yaitu vasogenik, sitotoksik dan
interstisial.Pada edema vasogenik terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah
serebral akibat disfungsi sawar otak.Pada edema sitotoksik terjadi jejas terhadap sel
endotel, sel glia dan neuron pada otak.Pada edema interstisial terjadi kerusakan pada
ventrikel-ventrikel otak, sering ditemukan pada kasus hidrosefalus (Utina,
2013).Fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau neoplasma.Lesi
menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan meningioma juga meningkatkan
tekanan pada kavitas otak dan disebut sebagai space-occupying lesion (Utina, 2013).

Pada neoplasma dapat ditemukan faktor-faktor resiko berikut Utina, 2013):

1. Riwayat trauma kepala

2. Faktor genetik

3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik

4. Virus tertentu

5. Defisiensi imunologi

6. Kongenital

c. Klasifikasi

Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi (Satyanegara, 2010):

1. Jinak

a) Coustic neuroma

b) Meningioma

c) Pituitary adenoma

d) Astrocytoma (grade 1)

2. Malignan

a) Astrocytoma (grade 2,3,4)

b) Oligodendroglioma
c) Apendymoma

Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi (satyanegara, 2010):

1. Tumor Intradural

a) Ekstramedular

b) Cleurofibroma

c) Meningioma intramedural

d) Apendimoma

e) Astrocytoma

f) Oligodendroglioma

g) Hemangioblastoma

2. Tumor Ekstradural

a) Merupakan metastase dari lesi pertama

d. Gejala dan Tanda Klinis

Gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-tanda lokal,
tanda-tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu. Gejala yang timbul tiba-tiba sering
menandakan lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi lain menimbulkan gejala secara
perlahan-lahan.

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK(Syaiful Saanin, 2012) :

a. Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang kemudian
berkembang menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga diperberat dengan oleh perubahan
posisi, batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak
80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher.

b. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas dengan efek
massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak.

c. Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan


kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif yang terletak pada lobus
frontal atau temporal.

d. Ataksia dan gangguan keseimbangan.

e. Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan temporal. Gejala
epilepsi yang muncul pertama kali pada usia pertengahan mengindikasikan adanya
suatu SOL.

f. Papil edema, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak
menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang berkelanjutan
dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.

2. Tanda-tanda melokalisir, (Syaiful Saanin, 2012):

a. Lobus temporalis

Lesi pada lobus temporalis sering menimbulkan gangguan psikologis yang


umum seperti perubahan perilaku dan emosi.Selain itu pasien juga dapat mengalami
halusinasi dan déjà vu.Lesi pada lobus temporalis juga dapat menyebabkan afasia.
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi deria bau
dangustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran eksternal tanpa penurunan
kesadran yang benar. Lesi lobus temporalis dapat mengarah kepada depersonalisasi,
gangguan emosi, gangguan sikap, sensasi déjà vu atau jamais vu, mikropsia atau
makropsia (objek kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya),
gangguan lapangan pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik atau
halusinasi audotorik, Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan dysnomia dan receptive

aphasia, dan lesi pada bahagian kanan menggangu persepsi pada nada dan melodi.

b. Lobus frontalis

Lesi pada lobus frontalis dapat menyebabkan terjadinya anosmia.Gangguan


perilaku juga dapat terjadi dimana pasien itu cenderung berperilaku tidak sopan dan
tidak jujur.Afasia dapat terjadi apabila area Broca terlibat. Tumor pada lobus frontalis
seringkali mengarah kepada penurunan progresif intelektual, perlambatan aktivitas
mental, gangguan personality dan reflex grasping kontralateral. Pasien mungkin
mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior daripada gyrus
frontalis inferior sinistra.Anosmia dapat terjadi karena tekanan pada saraf
olfaktorius.Lesi presentral dapat mengakibatkan kejang motoric fokal atau defisit
piramidalis kontralateral.

c. Lobus parietal

Lesi pada lobus parietal dapat menyebabkan terjadinya astereognosis dan


disfasia.Selain itu dapat juga terjadi kehilangan hemisensorik.

d. Lobus occipital

Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan menyebabkan gangguan pada satu
mata sahaja. Lesi pada chiasma optic tersebut akan menyebabkan gangguan kedua
mata. Lesi di belakang chiasma optic akan menyebabkan gangguan pada mata yang
berlawanan.

e. Sudut serebellopontin

Lesi pada sudut serebellopontin dapat menyebabkan tuli ipsilateral, tinnitus,


nystagmus, penurunan refleks kornea, palsi dari sarat kranial fasialis dan trigeminus.
f. Mesensefalon

Tanda-tanda seperti pupil anisokor, inabilities menggerakkan mata ke atas


atau ke bawah, amnesia, dan kesadaran somnolen sering timbul apabila terdapat lesi
pada mesensefalon.

e. Penegakan diagnostik SOL intracranial

Perubahan tanda vital, Lombardo (2006) dalam Thamburaj (2014):

1). Denyut nadi

Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang mungkin terjadi
untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada
mekanisme reflek vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak
dihilangkan, maka denyut nadi akan menjadi lambat dan ireguler dan akhirnya
berhenti.

2). Pernafasan

Pada saat kesadaran menurun, korteks cerebri akan lebih tertekan daripada
batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ininormalnya akan diikuti
dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pada pola pernafasan adalah hasil
dari tekanan langsung pada batang otak.Pada anaki, pernafasan irregular dan
meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara gejala-gejala awal dari
peningkatan ICP yang cepat dan dapat berkembang dengan cepat ke respiratory
arrest.

3). Tekanan Darah

Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan ICP,
tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari
respon Cushing, dengan meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari
denyut nadi disertai dengan perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini
terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun .

4). Suhu Tubuh

Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP berlangsung, suhu


tubuh akan tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningktan suhu
tubuh akan muncul akibta dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus
yang menghubungkannya.

5) Reaksi Pupil

Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi.Reaksi pupil yang


lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan
penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.
Penekanan pada n. Oklulomotorius menyebabkan penekanan ke bawah, menjepit
n.Okkulomotorius di antara tentorium dan herniasi dari lobus temporal yang
mengakibatkan dilatasi pupil yang permanen. N. okulomotorius (III) berfungsi untuk
mengendalikan fungsi pupil. Pupil harus diperiksa ukuran, bentuk dan
kesimetrisannya dimana ketika dibandingkan antara kiri dan kanan, kedua pupil harus
memiliki ukuran yang sama. Normalnya, konstriksi pupil akan terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis yaitu:

a) Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya dan reaksinya terhadap


cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan serta pemeriksaan
gerakan bola mata.

b) Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus optikus atau
atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap lanjut.

c) Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks fisiologi, reflek
patologis, dan klonus.

d) Pemeriksaan sensibilitas.
e) Pemeriksaan Penunjang

f) Elektroensefalografi (EEG)

6) Foto polos kepala

7) Arteriografi

8) Computerized Tomografi (CT Scan)

9) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

f. Penatalaksanaan Medis

Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan kearah kematian, salah satu
akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.Pasien
dengan kemungkinan tumor otak harus di evaluasi dan di obati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat di ubah.Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatkan penurunan neurologic (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-
gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi). MenurutSmeltzer, 2013
penatalaksanaan SOL ada tiga yaitu:

1. Pendekatan pembedahan (Craniotomy)

Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada


serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan
beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor
secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan
yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat
bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal
atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.

2. Pendekatan kemoterapi
Untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai
akibat dosis tinggi radiasi.Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja.
Hal ini bisa digunakan pada klien:

a. Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi.

b. Setelah tumor recurance

3. Stereotaktik

Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula di masukkan hingga titik


tertentu di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk
menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sclerosis
dan epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT,
sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil meminimalkan
pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan radiosotop (III)
dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.

g. Komplikasi

Menurut ( Smeltzer, 2013) komplikasi dari SOL yaitu:

1. Kehilangan memori

2. Paralisis

3. Peningkatan ICP

4. Kehianagan/kerusakan verbal/berbicara

5. Kehilangan/kerusakan sensasi khusus

6. Mental confusion

Peningkatan TIK yang di sebabkan edema cerebral/perdarahan adalah komplikasi


mayor pembedahan intracranial, dengan manifestasi
klinik:

1. Perubahan visual dan verbal

2. Perubahan kesadaran (Level of conciousnes/LOC) berhubungan

dengan sakit kepala

3. Perubahan pupil

4. Kelemahan otot/paralisis

5. Perubahan pernafasan

Di samping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan

gangguan yang terjadi yaitu:

1. Gangguan fungsi neurologis

2. Gangguan kognitif

3. Gangguan tidur dan mood

4. Disfungsi seksual
1.1 Definisi

Stroke hemoragik adalah perdarahan ke dalam jaringan otak atau perdarahan


subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak. Stroke ini merupakan jenis stroke yang paling mematikan dan
merupakan sebagian kecil dari keseluruhan stroke yaitu sebesar 10-15% untuk
perdarahn intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subarachnoid (Felgin, V.,
2017).

2.1.2 Anatomi Fisiologi Otak

Otak adalah bagian dari Susunan Saraf Pusat (SSP) atau Central Nervous System
(CNS) yang terletak di dalam rongga kranial. Otak memegang kontrol pusat pada
banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari Susunan Saraf Pusat (SSP), otak memiliki
komponen penting yaitu gray matter dan white matter. Gray matter terdiri dari badan
sel saraf, neuropil (dendrits dan unmyelinated axons), sel glial (astrocytes dan
oligodendrocytes), sinapsis, dan capilarries. Sedangkan white matter terdiri dari
serabut saraf yang dilapisi oleh substansi lemak berwarna putih yang disebut
myelin(Applegate, 2010). Menurut Rizzo (2015), otak dilindungi oleh tulang cranium
dan membran meninges. Membran meninges tersebut adalah dura mater, arachnoid
mater, dan pia mater. Sama dengan spinal cord, selanjutnya otak dilindungi oleh
Cerebrospinal Fluid (CSF) yang bersirkulasi melalui subarachnoid pada otak dan
sumsum tulang belakang serta melalui ventrikel otak.

Perkembangan otak awalnya menunjukkan tiga gejala pembesaran yaitu otak depan
(hemisphere cerebri, corpus striatum, thalamus, dan hypothalamus), dan otak
belakang (pons varoli, medulla oblongata, dan cerebellum) (Sherwood, 2011). Otak
terdiri dari empat bagian utama yaitu, cerebrum (otak besar), brainstem (batang otak),
diencephalon, dan cerebellum (otak kecil) (Seeley dkk., 2017).

1. Cerebrum (Otak Besar) Bagian terbesar dari otak manusia adalah cerebrum.
Permukaanya terlapisi oleh gray matter yang disebut sebagai korteks cerebral
dan di bawahnya terdapat white matter. Cerebrum terdiri dari dua hemisphere
yaitu hemisphere kanan dan hemisphere kiri. Pada permukaan setiap
hemisphere terdapat banyak lipatan yang disebut gyri dan alur lipatannya
yang disebut sulci. Di dalam hemisphere terdapat bagian dari white matter
yang merupakan jembatan saraf penghubungkedua hemisphere yaitu corpus
callosum. Ujung anterior dari corpus callosum disebut genu dan ujung
posteriornya disebut splenium (Rizzo, 2015).
Korteks cerebral dibagi menjadi empat lobus yang memiliki nama yang sama
dengan tulang cranium di atasnya, yaitu :
a. Lobus Frontalis Lobus frontalis membentuk bagian anterior pada
setiap hemisphere. Lobus ini merupakan area motorik yang
menghasilkan impuls untuk gerakan. Pada lobus frontal tepat di
belakang mata terdapat korteks prefrontal atau orbitofrontal. Daerah
ini mengatur kondisi emosional dan strandar perilaku seseorang
(Scanlon dan Sanders, 2015).
b. Lobus Parietalis Lobus parietalis terletak di belakang lobus frontalis
dan dipisahkan oleh sulcus central. Lobus parietalis merupakan area
sensorik yang berfungsi sebagai pusat kontrol untuk mengevalusi
sensorik informasi sentuhan, rasa sakit, keseimbangan, rasa, dan suhu
(Scanlon dan Sanders, 2015).
c. Lobus Temporalis Lobus temporalis terletak di bawah lobus frontalis
dan parietalis dan dipisahkan oleh lateral fissure. Lobus temporalis
merupakan area olfactory dan auditory, dimana lobus ini menerima
impuls dari reseptor di rongga hidung untuk membaui dan menerima
impuls dari reseptor di telinga bagian dalam untuk mendengarkan.
Lobus temporalis juga berfungsi sebagai pusat penting untukpemikiran
abstrak dan kemampuan berbicara (Scanlon dan Sanders, 2015).
d. Lobus Occipitalis Lobus occipitalis terbentuk di bagian belakang
setiap hemisphere. Lobus ini berfungsi untuk menerima dan
menafsirkan input visual. Bagian lain pada lobus occipitalis memiliki
fungsi hubungan spatial seperti menilai jarak, meilhat dalam tiga
dimensi, dan kemampuan membaca peta (Scanlon dan Sanders, 2015).
2. Brainstem (Batang Otak) Batang otak menghubungkan pangkal otak dengan
sumsum tulang belakang. Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu, midbrain
(otak tengah), pons varoli, dan medulla oblongata. Selain itu, pada batang otak
juga terdapat reticular formation yaitu suatu unit fungsional yang mencakup
semua bagian batang otak. Brainstem bertanggung jawab terhadap banyak
fungsi esensial. Kerusakan pada area brainstem sering menyebabkan kematian
karena banyak saraf penting yang terintegrasi pada daerah tersebut. Bagian-
bagian pada batang otak yaitu, (Seeley dkk., 2017) :
a. Midbrain (Otak Tengah) Midbrain (otak tengah) atau mesencephalon
adalah wilayah terkecil dari batang otak. Letaknya lebih superior dari
pons varoli. Midbrain mengandung saraf kranial III
(occulomotor),IV(trochlear),dan V (trigeminal). Pada midbrain
terdapat bagian tectum yang terdiri dari empat nuklei yang menonjol
pada permukaan dorsal yang disebut corpus kuadrigeminus. Setiap
tonjolan tersebut disebut colliculus. Dua tonjolan di atas disebut
colliculi superior dan dua tonjolan di bawah disebut coliculli inferior.
Midbrain berfungsi dalam manyampaikan impuls dari korteks cerebral
ke pons varoli dan sumsum tulang belakang. Bagian tectum dari
midbrain merupakan pusat refleks yang mengontrol pergerakan bola
mata dan kepala dalam menanggapi rangsangan visual, serta
pergerakan kepala sebagai respon terhadap rangsangan pendengaran.
b. Pons Varoli Bagian batang otak yang terletak pada superior dari
medulla oblongata adalah pons varoli. Pons varoli adalah jembatan
yang menghubungkan bagian otak satu dengan bagian otak lain. Pons
varoli berisi traktus ascending dan descending serta beberapa
nuklei.Pons memiliki dua komponen utama yaitu yaitu ventral region
dan dorsal region. Bagian ini memiliki pontine nuklei yang terletak di
bagian anterior pons yang berfungsi menyampaikan informasi dari
cerebrum ke cerebellum. Pada bagian posteriornya mengandung saraf
kranial V (trigeminal), VI (abducens), VII (wajah), dan VIII
(vestibulocochlear). Daerah pontine lain yang penting adalah sleep
center yang mengatur gerakan mata saat tidur dan daerah pontine pada
respiratory center yang berfungsi untuk mengendalikan gerakan
pernapasan.
c. Medulla Oblongata Medulla oblongata atau medulla memiliki panjang
kurang lebih tiga sentimeter. Medulla merupakan bagian paling
inferior dari batang otak yang memanjang dari sumsum tulang
belakang menuju pons dan anterior cerebellum. Medulla oblongata
mengandung traktus sensorik dan motorik, serta saraf-saraf kranial.
Beberapa nukleus pada medulla oblongata berfungsi sebagai pusat
refleks vital seperti mengatur detak jantung, vasomotor yang mengatur
diameter pembuluh darah, dan mengatur pernapasan serta pusat refleks
untuk batuk, bersin, menelan, dan muntah. Saraf-saraf kranial pada
medulla oblongata yaitu saraf kranial V (trigeminal), VII (wajah), IX
(glossopharyngeal), X (vagus), XI (aksesori), dan XII (hypoglosal).
d. Reticular Formation Reticular formation merupakan sistem difusi
yang saling berhubungan dan terdapat di seluruh bagian batang otak.
Bagian ini tersebar oleh gray matter yang mengandung serat berwarna
putih. Reticular formation menerima akson dari sebagian besar saraf
wajah. Sistem reticular ini berperan dalam mempertahankan kesadaran
dan gairah tubuh. Di dalam medulla oblongata terdapat tiga pusat
refleks vital dari sistem reticular yaitu pusat vasomotor yang mengatur
diameter pembuluh darah, pusat jantung yang mengatur kekuatan
kontraksi dan detak jantung, serta medullary.
3. Diencephalon Diencephalon adalah bagian otak yang terletak di antara batang
otak dan cerebrum, posisinya berada di superior dari midbrain. Diencephalon
memanjang dari batang otak ke cerebrum dan mengelilingi ventrikel ketiga.
Bagian otak ini mengandung traktus dan chiasma optik yang merupakan
tempat persilangan saraf optik, infundilum yang melekat pada kelenjar
pituitary, badan millary, kelenjar pineal, dan kelenjar endokrin (Seeley dkk.,
2017).
Diencephalon memiliki tiga komponen utama, yaitu :
a. Thalamus
Talamus adalah bagian superior dari diencephalon yang berperan
sebagai sensorik impuls untuk mencapai korteks cerebral yang berasal
dari tulang belakang, batang otak, dan cerebrum. Talamus memiliki
peran sebagai pusat interpretasi sentuhan kasar, rasa sakit, dan perasa
suhu.
b. Epithalamus
Epitalamus adalah area kecil yang berada di superior dan posterior dari
talamus. Bagian ini terdiri dari habenula dan kelenjar pineal.Habenula
memengaruhi indra penciuman yang terlibat dalam respon emosional
dan respon visceral terhadap indra penciuman. Kelenjar pineal
memiliki bentuk seperti biji pinus yang terlibat sebagai modulasi
siklus tidur dan bioritme lainnya.
c. Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian paling inferior dari diencephalon.
Hipotalamus berisi sekelompok nuklei dan traktus. Nuklei yang paling
terlihat adalah badan mamillari yang menonjol pada permukaan
ventral dari diencephalon. Bagian ini terlibat dalam refleks penciuman
dan respon emosional serta memori. Hipotalamus merupakan
pengontrol sistem endokrin, pengatur sekresi hormon pada kelenjar
pituitari, memengaruhi fungsi metabolisme, dan reproduksi.
4. Cerebellum (Otak Kecil) Cerebellum (otak kecil) adalah bagian dari otak yang
bentuknya seperti kupu-kupu. Terletak di inferior lobus oksipitalis dan
posterior dari pons dan medulla oblongata. Cerebellum terdiri dari dua
belahan yang dipisahkan oleh hemisphere dan dihubungkan oleh suatu
struktur yang disebut vermis.
Otak kecil terbentuk dari white matter dengan lapisan tipis dari gray
matter yang disebut korteks cerebral. Otak kecil memiliki fungsi antara lain,
sebagai pusat refleks dalam mengkoordinasikan gerakan otot rangka yang
kompleks, mempertahankan postur tubuh, dan menjaga keseimbangan tubuh
(Rizzo, 2015).
5. Arterial Blood Supply Darah disuplai ke otak oleh dua pasang pembuluh
darah arteri yaitu, internal carotid arteries (arteri karotis interna) dan vertebral
arteries (arteri vertebralis). Pada bagian ini juga terdapat circulus arteriosus
arteries yang memiliki fungsi penting (Applegate, 2010).
a. Internal Carotid Artery (Arteri Karotis Interna)
Arteri karotis interna meluas hingga ujung medial fisura cerebral lateralis.
Lalu terbagi menjadi arteri cerebral dan arteri middle cerebral. Dua arteri
cerebral anterior melewati dan pada medial menuju fisura longitudinal
yang dihubungkan oleh arteri communicating anterior. Kedua arteri
tersebut berjalan paralel dalam fisura longitudinal dan memiliki banyak
cabang untuk mensuplai darah pada lobus frontalis dan lobus parietalis.
Arteri middle cerebral melewati celah pada sisi lateralis untuk mensuplai
darah ke permukaan lateral otak. Cabang ketiga dari arteri carotis
internayaitu arteri communicating posterior yang berjalan menuju ke
anastomosis dengan arteri cerebral posterior.
b. Vertebral Arteries (Arteri Vertebralis)
Arteri vertebralis kanan dan kiri merupakan cabang dari arteri subclavia,
melewati foramen transverse superior dari vertebrae cervical yang dimulai
dari cervical keenam. Saat melewati foramenmagnum, kedua arteri
tersebut menembus dura mater untuk memasuki cisterna
cerebellomedularis pada ruang subarachnoid. Arteri vertebralis kanan dan
kiri bergabung membentuk arteri basilaris yang melewati permukaan
anterior pons. Arteri basilaris kemudian membelah dan membentuk dua
arteri cerebral posterior untuk mensuplai darah menuju lobus oksipitalis.
c. Circulus Arterious Cerebri
Terdapat konfigurasi khas pada dasar otak yang menunjukkan anastomose
pembuluh darah membentuk lingkaran yang disebut circle of willis. Circle
of willis dibentuk oleh arteri carotis interna, arteri cerebral anterior, arteri
communicating anterior, arteri cerebral posterior, dan arteri
communicating posterior.

2.1.3 Klasifikasi Stroke Hemoragik

Menurut( Junaidi, 2011 Dalam Putri 2017), klasifikasi stroke hemoragik dibagi
menjadi 2 yaitu :

1. Perdarahan Intraserebral (PIS)


Perdarahan Intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk
ke dalam jaringan otak. Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang
berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah
satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah
stresfisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi.
Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan
koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya
luas (masif) ( Junaidi, 2011).
2. Perdarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid adalah masuknya darah keruang subarachnoid baik
dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan
berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid
primer). Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga
kasus terkait dengan stres mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol
seperti :mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras,
mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi,
2011).
2.1.4 Etiologi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak
pecah. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding
tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas
plakaterosklerotik. Penyebabnya terjadi peningkatan tekanan darah yang
mendadak tinggi dan atau oleh strespsikis berat. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak tinggi juga disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan lainnya seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban
dan sebagainya. (Junaidi, 2011 Dalam Putri, 2017)
a. Faktor Resiko Menurut
Widyanto & Tribowo (2013) factor resiko stroke yaitu :
1. Faktor resiko stroke yang dapat dirubah, seperti : Hipertensi, diabetes
melitus, kadar hematokrit tinggi, kebiasaan sehari-hari (merokok,
penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, kontrasepsi oral).
2. Faktor resiko stroke yang tidak dapat dirubah, seperti : usia, jenis kelamin,
riwayat keluarga/keturunan, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan
beterozigot atau homosisturia.( Widyanto & Tribowo, 2013 Dalam Winda
2019)

2.1.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah didalam otak
sehingga darah menutupi atau menggenangi ruang – ruang pada jaringan sel
otak, dengan adanya darah yang menggenangi dan menutupi ruang – ruang
pada jaringan sel otak tersebut maka akan menyebabkan kerusakan jaringan
sel otak dan menyebabkan fungsi control pada otak. Genangan darah bisa
terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral
hemoragie) atau juga dapat terjadi genangan darah masuk kedalam ruang
disekitar otak (subarachnoid hemoragie) dan bila terjadi stroke bisa sangat
luas dan fatal dan bahkan sampai berujung kematian. Pada umumnya stroke
hemoragik terjadi pada lanjut usia, dikarenakan penyumbatan terjadi pada
dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma), pembuluh darah yang
rapuh disebabkan oleh factor usia (degenerativf), tetapi juga disebabkan oleh
factor keturunan (genetik). Biasanya keadaan yang sering terjadi adalah
kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak
atau arteriosclerosis bisa akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala
tekanan darah tinggi (Feigin, 2007 Dalam Putri 2017).

2.1.6 Pathway stroke Hemoragik


Hipertensi

Lipophyalinosis/Hilangnya struktur pemb. Darah arteri


normal

Ruptur pembuluh darah serebral

Hemoragik serebral

Penambahan massa

Kompresi
Edema TIK ↑

Menekan jar. otak

Pada serebrum terjadi disfungsi


Pada cerebelum
Iskemia-hipoksia jar. serebral otak

Defisit motorik (ggn. perfusi serebral) Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
Kelemahan otot
mengunyah motorik bicara sensori
Metabolisme anaerob↑
Gerakan inkoordinasi Kesadaran Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
menurun anggota
Asam laktat ↑
Ggn. mobilitas fisik gerak
Disfasia
Hemiplegi
Nyeri disartria
Ggn. ADL Tirah
baring lama Resiko
Gg mobilitas Ggn.
perubahan
Ggn. rasa nyaman fisik komunikasi
Resiko Dekubitus nutrisi: kurang
verbal
dari kebutuhan
Resiko Ggn. integritas
kulit
2.1.7 Manifestasi Klinis

Menurut (Tarwoto, 2013 Dalam Putri, 2017 ) manifestasi klinis Stroke:

1. Kelumpuhan pada wajah atau separuh anggota tubuh

(hemiparise) atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara

mendadak.

2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

3. Penurunan kesadaran.

4. Afasia (kesulitan berbicara).

5. Disatria (bicara cadel atau pelo).

6. Gangguan penglihatan. Sulit melihat dengan sebelah mata

maupun kedua mata. Berbagai objek menjadi kabur atau

terlihat ganda.

7. Disfagia

Kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.

8. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena

peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Menurut (Wijaya& Putri, 2013 DalamZulfiana 2019) penatalaksaan stroke

adalah :

1. Penatalaksanaan umum stroke fase akut

a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral decubitus

bila disertai muntah.


b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu

berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.

c. Memasang kateter untuk jalan buang air kecil

d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.

2. Penatalaksanaan setelah Fase Akut

a. Berikan nutrisi per oral hanya boleh

diberikan setelah tes fungsi menelan

baik, bila terdapat gangguan menelan

atau pasien yang kesadaran menurun,

dianjurkan menggunakan NGT.

b. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika ada

kontraindikasi. Boleh dimulai latihan

mobilisasi bila kondisi hemodinamik

stabil atau fase rehabilitasi.

3. Penatalaksanaan medis

a. Obat anti hipertensi. Pada penderita

stroke baru, biasanya tekanan darah tidak

diturunkan terlalu rendah untuk menjaga

suplai darah keotak.

b. Anti platelet untuk mencegah

pembekuan darah, digunakan obat anti

platelet, seperti aspirin.

c. Anti koagulan untuk mencegah


pembekuan darah, pasien dapat diberikan

obat-obatan tikoagulan seperti heparin

yang bekerja dengan cara mengubah

komposisi factor pembekuan dalam

darah. Obatan tikoagulan biasanya

diberikan pada penderita stroke dengan

gangguan irama jantung.

4. Penatalaksanaan khusus komplikasi

a. Atasi kejang (anti konvulan)

b. Atasi tekanan intracranial yang tinggi

menggunakan manitol, gliserol,

furosemide, intubasi, streroid dll.

c. Atasi dekompresi (kraniotonomi)

d. Untuk penatalaksaan factor resiko :

i. Atasi hipertensi (anti hipertensi)

ii. Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)

iii. Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)

2.1.9 pemeriksaan penunjang

a. CT-scan, memperlihatkan adanya cidera, hematoma,

iskhemia infark.

b. Angiografi cerebral, membantu menentukan penyebab

stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi, arteri

adanya ruptur.
c. Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal dan

biasanya ada thrombosis embolis serebral dan TIK.

Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah

menunjukkan adanya haemorragic subarachnoid,

perdarahan intrakranial.

d. MRI, menunjukan ada yang mengalami infark.

e. Ultrasonografi dopler, mengidentifikasi penyakit

artemovena

f. Elektroencefalogram atau EEG, mengidentifikasi masalah

didasarkan pada gelombang otak dan mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

g. Sinar-X kranium, menggambarkan perubahan kelenjar

lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang

meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis

cerebral, kalsifikasi parsial dinding aneurysma pada

perdarahan subarachnoid.

2.1.10 Komplikasi Komplikasi stroke menurut

(Wijaya&Yessie, 2013 Dalam Nur Ainun 2019):

1. Berhubungan dengan imobilitas

a. Infeksi pernafasan

b. Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan

c. Konstipasi

d. Tombroflebitis
2. Berhubungan dengan mobilisasi

a. Nyeri pada daerah punggung

b. Dislokasi sendi

3. Berhubungan dengan kerusakan otak

a. Epilepsi

b. Sakit kepala

c. Kraniotomi

4. Hidrosefalus

2.2 Saturasi Oksigen

2.2.1 Pengertian Saturasi Oksigen

Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen dalam
arteri, saturasi oksigen normal antara 95 – 100%. Dalam Kedokteran, oksigen
saturasi (SO2), sering disebut sebagai “SATS”, untuk mengukur presentase oksigen
yang diikat oleh hemoglobin didalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang
rendah, sebagaian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses
pendistribusian darah hemoglobin dari arterike jaringan tubuh (Hidayat,2007).

Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis) saturasi oksigen
meningkat menurut kurva disosisasi hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada
tekanan parsial oksigen> 10 kPa. Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah
ukuran relatif dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu.
Hal ini dapat diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode
dalam media cair.
2.2.2 Pengukuran saturasi Oksigen

Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Penggunaan


oksimetri nadi merupakan teknik yang efektif atau memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto,2006)

Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain:

a. Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai dibawah 90% menunjukkan keadaan
hipoksemia (yang dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO2 rendah
ditandai dengan sianosis. Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non invasif
secara kontiyu terhadap saturasi okssigen hemoglobin (Sao2).

Meski oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas dalam arteri, oksimetri
oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan
dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit perawatan umum, dan
area diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen
selama prosedur.

b. Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi
oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, Sv O2 dibawah 60%, menunjukkan bahwa
tubuh adalah dalam kekurangan oksigen dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini
sering digunakan pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal sirkulasi),
dan dapat memberikan gambaran tentang banyak aliran darah pasien yang diperlukan
agar tetap sehat.

c. Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi inframerah
dekata. Tissue oksigen saturrasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan
dalam berbagai kondisi.

d. Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat kejauhan oksigen
yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.

Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah menggunakan oksimetri nadi yang secara
luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Guiliano
& Higgins, 2005).

2.2.3 Alat Yang Di Gunakan Dan Tempat Pengukuran

alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode
pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya infra merah) pada satu sisi
probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati
pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju foto detektor
pada sisi lain probe (Welch, 2005).

2.3 Posisi Elevasi Kepala

2.3.1 Pengertian

Posis elevasi kepala adalah posisi berbaring dengan bagian kepala pada
tempat tidur di tinggikan 30o dengan indikasi tidak melakukan manuver pada daerah
leher dan ekstremitas bawah dalam posisi lurus tanpa adanya fleksi. Posisi elevasi
kepala hampir sama dengan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan kepala 15
derajat – 30 derajat dapat memakai atau menggunakan tempat tidur fungsional yang
dapat diatur secara otomatis (Bahrudin, 2008).

2.3.2 Tujuan

Pengaturan posisi kepala bertujuan untuk meningkatkan perfusi selebral dalam


keadaan adekuat, menurun TIK pada kasus trauma kepala, lesi otak atau gangguan
neurology dan memfasilitasi venous drainage dari kepala (Perry & Potter, 2006).

2.3.3 Prosedur Elevasi Kepala

Prosedur pengaturan elevasi kepala pada pasien dengan ketidakefektifan perfusi


serebral khususnya pasien struktur hemoragik adalah sebagai berikut ( Perry & Potter,
2006).

a. Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang


b. Atur posisi kepala lebih tinggi dalam keadaan datar tanpa fleksi, ekstensi atau
rotasi
c. Selanjutnya atur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 15 derajat dan
kemudian setinggi 30 derajat.
d. Luruskan ekstermitas bawah, hindari dari fleksi dimana posisi fleksi akan
meningkatkan tekanan intra abdomen.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan posisi head up 30 derajat
adalah fleksi, ekstensi dan rotasi kepala akan menghambat venous return
sehingga akan mmeningkatkan tekanan perfusi serebral yang akan
berpengaruh pada peningkatan TIK (Dimitrios dan alfread,2002)

2.4 Asuhan Keperawatan Teori

a. Pengkajian
Adapun Fokus Pengkajian pada klien dengan Stroke Hemoragik menurut
Tarwoto (2013) yaitu :
1) Identitas Klien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajian di ambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur,
pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitu klien mengalami
kelemahan anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami
bicara pelo, biasanya klien kesulitan dalam berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan
aktivitas ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang
muncul sepperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsii otak
yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu memiliki riwayat hipertensi, riwayat
DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
riwayat kontrasepsi oral yang lama, riwayat penggunaan obat – obatan
anti koagulasi, aspirin, vasodilatr, obat – obat adiktif, kegemukan.
5) Riway Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan
adanya riwayat anggota keluarga keluarga yang menderita stroke.
6) Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk
pengobatan secara koomprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran
Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan parameter utama
yang sangat penting pada penderita stroke. Perlu dikaji secara
teliti dan secara komprehensif untuk mengetahui tingkat
kesadaran dari klien dengan stroke. Macam – macam tingkat
kesadaran terbagi atas : Metoda Tingkat Responsivitas
1. Composmentis : kondisi seseorang yang sadar
sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang
dinyatakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan
acuh tak acuh terhadap lingkungan
3. Derilium : yaitu kondisi seseorang yang mengalami
kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu
dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta
meronta-ronta
4. Somnollen : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk
namun masih dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti akan tidur kembali
5. Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang
dalam, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan
yang kuat, misalnya nyeri, tetapi tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan
baik.
6. Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terrhadap pertanyaan, tidak dapat
dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang
nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupuil
masih baik
7. Coma : yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam,
tidak memberikan respons terhadap pernyataan, tidak
ada gerakan dan tidak ada respons terhadap rangsang
nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari
skor yang didapat dari penilaian GCS klien :
- Nilai GCS Composmentis : 15 - 14
- Nilai GCS Apatis : 13 - 12
- Nilai GCS Derilium : 11 - 10
- Nilai GCS Somnolen : 9 -7
- Nilai GCS Semi Coma : 4
- Nilai GCS Coma :3

Skala koma glasgow

Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu


untuk mengumpulkan data sangat terbatas, skala koma
glasgow dapat memberikan jalan pintas yang sangat
berguna.

Tabel

Skala Koma Glasgow

Respon Membuka Mata Nilai


Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata kata yang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat ransangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1

b) Gerakan, Kekuatan dan Koordinasi


Tanda dari terjadinya gangguan neurologis yaitu terjadinya
kelemahan otot yang menjadi tanda penting dalam stroke.
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan oleh perawat
dengan menilai ekstremitas dengan memberikan tekanan bagi
otot dan juga perawat bisa menggunakan gaya gravitasi.

Tabel
Skala peringkat untuk kekuatan otot

0 Tidak tampak ada kontraksi otot


1 Adanya tanda – tanda dari konstraksi
2 Dapat bergerak tapi tak mampu menahan gaya
gravitasi
3 Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat
melawan tahanan otot pemeriksa
4 Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot
pemeriksa
5 Kekuatan dan regangan yang normal

1. Reflek
Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi
melalui stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak
dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Respon abnormal
(babinski) adalah ibu jari dorso atau gerakan ke atas ibu jarri
dengan atau tanpa melibatkan jari – jari kaki yang lain.
2. Perubahan pupil
Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam milimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang
jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari
dari salah satu tanganya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan
cahaya yang terang kedalam salah satu mata dan perhatikan
adanya kontriksi pupil yang cepat (respon langsung).
Perhatikan bahwa pupil yang lain juga ikut kontriksi (respon
konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat normal
pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi
inndikasi adanya disfungsi neural.
3. Tanda – tanda vital
Tanda – tanda vital dari peningkatan tekanan intra cranial
meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan tekanan
nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan
tidak teratur.
4. Saraf kranial
I. Olfaktorius : saraf cranial 1 berisi serabut sensorik
untuk indera penghidu. Mata pasien terpejam dan
letakkan bahan – bahan aromatic dekat hidung untuk di
identifikasi
II. Optikus : akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh
pasien membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan
kkacamata sebelum pasien sakit harus diperhatikan
III. Okulomotoris : menggerakkan sebagaian besar otot
mata
IV. Troklear : menggerakkan beberapa otot mata
V. Trigeminal : saraf trigeminal mempunyai 3 bagian :
optalmikus, maksilaris, dan madibularis. Bagian sensori
dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan
kornea. Bagian motorik mengontrol otot mengunyah.
Saraf ini secara parsial dinilai dengan menilai reflek
kornea, jika itu baik pasien akan berkedip ketika kornea
diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk
mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.
VI. Abdusen : saraf kranial ini dinilai secara bersamaan
karena ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf
ini dinilai dengan menyuruh pasien mengikuti gerakan
jari pemeriksa ke segala arah
VII. Fasial : bagian sensori saraf ini berkenaan dengan
pengecepan pada dua pertiga anterior lidah. Bagian
motorik saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe
yang paling umum dan paralisis fasial perifer bell’s
palsi
VIII. Akustikus : saraf ini dibagi menjadi cabang-cabang
koklearis dan vestibular, yang secara berurutan
mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf
koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan udara.
Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin
namun perawat waspada, terhadap keluhan pusing atau
vertigo dari pasien
IX. Glosofaringeal : sensori : menerima rangsang dari
bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai
sensasi rasa. Motorik : mengendalikan ordan – organ
dalam
X. Vagus : saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama.
Saraf Glosofaringeus mempersarafi serabbut sensori
pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula dan
langit – langit lunak serta memperlihatkan respon
otonom pada jantung, lambung, paruparu dan usus
halus. Ketidakmampuan untuk batuk yang kuat,
kesulitan menelan dan suara serak dapat pertanda
adanya kerusakan saraf ini.
XI. Asesoris spinal : saraf ini mengontrol otot- otot
sternokliedomostoid dan otot trapesius. Pemeriksa
menilai saraf ini dengan menyuruuh pasien mengangkat
bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi yang
lain terhadap tahanan, biasa juga dibagian kaki dan
tangan.
XII. Hipoglosus : saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf
ini dinilai dengan menyuruh pasien menjulurkan lidah.
Nilai adanya deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf,
maka akan mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
b. Diagnosa Keperawatan
a. resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kir,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi, dan
hiperkolesteronemia
b. pola nafas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis
c. bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan
d. gangguan mobilitas fisik b/d neuromuskuler dan kelemahan anggota gerak
e. gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral dan gangguan
neuromuskuler
f. gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan dan hipoksia serebral
g. defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
h. resiko gangguan integritas kulit/jaringan b/d penurunan mobilitas
i. defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
(SDKI, Edisi 1)
No Diagnosa Keperawatan Standar luaran keperawatan indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Resiko perfusi selebral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen peningkatan tekanan
efektif b/d hipertensi 3x24 jam diharapkan perfusi selebral intrakranial
pasien menjadi efektif dengan kriteria Observasi
hasil : 1. identifikasi penyebab TIK
a. tingkat kesadaran kognitif meningkat 2. monitor tanda gejala peningkatan TIK
b. gelisah menurun 3. monitor MAP, CVP, PAWP, PAP,ICP, dan
c. tekanan intrakranial menurun CPP, jika perlu
d. kesadaran membaik 4. monitor gelombang ICP
5. monitor status pernapasan
6. monitor intake dan output cairan
7. monitor cairan serebro dan spinal
Terapeutik
1. minimalkan stimulus dengan menyiapkan
lingkungan yang tenang
2. berikan posisi semi fowler
3. hindari manuver valsava
4. cegah terjadinya kejang
5. hindari penggunaan PEEP
6. atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. pertahankan suhu tubuh
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. kolaborasi pemberian diuretik osmosis
3. kolaborasi pemberian pelunak tinja

Pemantauan Neurologis
Observasi
1. monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil
2. monitor tanda kesadaran
3. monitor tanda – tanda vital
4. monitor status pernafasan : analisa gas darah,
oksimetri nadi, kedalaman pernafasan, pola
nafas dan usaha napas
5. monitor reflek kornea
6. monitor kesimetrisan wajah
7. monitor respon babinski
8. monitor respon terhadap pengobatan
Terapeutik
1. tingkatan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
4. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan

2 Pola nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas
hambatan upaya napas 3x24 jam diharapkan pola nafas pasien Observasi
menjadi efektiif dengan kriteria hasil : 1. monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
1. frekuensi nafas membaik usaha nafas)
2. kedalaman nafas membaik 2. monitor bunyi nafas tambahan (mis:
3. ekskursi dada membaik wheezing)
Terapeutik
1. posisikan semi fowler atau fowler
2. pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
headlilt dan chinlift
3. berikan minum hangat
4. lakukan fisioterapi dada
5. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. berikan oksigen
Edukasi
1. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik

Dukungan ventilasi
Observasi
1. identifikasi adanya kelelahan otot bantu
nafas
2. identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status
3. monitor status respirasi dan oksigenasi
( frekuensi, dan kedalaman nnafas, penggunaan
otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan,
saturasi opksigen)
Terapeutik
1. pertahankan kepatenan jalan nafas
2. berikan posisi semi fowler atau fowler
3. fasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
4. nerikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Edukasi
1. ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas
dalam
2. ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
3 bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi
b/d spasme jalan napas, 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas Observasi
disfungsi neuromuskuler dan tetap paten dengan kriteria hasil : 1. monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
sekresi yang tertahan 1. batuk efektif meningkat upaya nafas
2. produksi sputum menurun 2. monitor pola nafas
3. frekuensi nafas dan pola nafas 3. monitor kemampuan batuk efektif
membaik 4. monitor adanya produksi sputum
5. monitor adanya sumbatan jalan napas
6. monitor saturasi oksigen
7. monitor nilai AGD
8. monitor hasil X-Ray toraks
Terapeutik
1. atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan jika perlu
Penghisapan jalan nafas
Observasi
1. identifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
2. monitor status oksigenasi, status neurologis,
dan status hemodinamik sebelum, selama, dan
setelah tindakan
3. monitor dan catat warna, jemlah dan
konsistensi
Terapeutik
1. gunakan tindakan aseptik
2. gunakan prosedural steril dan disposibel
3. gunakan teknik penghisapan tertutup, sesuai
indikasi
4. berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
5. lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
6. hentikan penghisapan dan berikan terapi
oksigen jika mengalami kondisi – kondisi
seperti bradikardi, penurunan saturasi
Edukasi
1. anjurkan melakukan teknik nafas dalam,
sebelum melakukan penghisapan
2. anjurkan bernafas dalam dan pelan selama
insers kateter suction

4. gangguan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan asuhan Dukungan mobilisasi
neuromuskuler dan kelemahan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
anggota gerak mobilitas fisik tidak terganggu dengan 1. identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
kriteria hasil : lainnya
1. pergerakan ekstremitas meningkat 2. identifikasi toleransi fisik melakukan
2. kekuatan otot meningkat pergerakan
3. rentang gerak (ROM) meningkat 3. monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
4. kelemahan fisik menurun sebelum mobilisasi
4. monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
1. fasilitasi aktivitas mobilitasi dengan alat
bnatu (mis duduk di atas tempat tidur)
2. fasilitasi melakukan pergerakan
3. libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. ajarkan mobilisasi sederhana yang harus di
lakukan (mis : duduk di tempat tidur)

Pemantauan neurologis
Observasi
1. monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan
reaktifitas pupil
2. monitor tingkat kesadaran
3. monitor tanda tanda vital
4. monitor status pernafasan : analisa gas
darah, oksimetri nadi, kedalaman nafas, pola
nafas dan usaha nafas
Terapeutik
1. tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
4. dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan
5. gangguan komunikasi verbal b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Promosi komunikasi defisit bicara membaik
penurunan sirkulasi serebral dan 3x24 jam diharapkan komunikasi verbal Observasi
gangguan neuromuskuler meningkat dengan kriteria hasil : 1. monitor frustasi, marah,depresi atau hal lain
1. kemampuan berbicara meningkat yang menganggu bicara
2. kemampuan mendengar meningkat 2. identifikasi perilaku emosional dan fisik
3. kesesuaian ekspresi wajah/tubuh sebagai bentuk komunikasi
meningkat Terapeutik
4. pelo menurun 1. gunakan komunikasi alternatif (mis menulis
5. komunikasi membaik mata berkedip, isyarat tangan)
2. berikan dukungan psikologis
3. ulangin apa yang disampaikan pasien
4. gunakan juru bicara
Edukasi
1. anjurkan berbicara perlahan
2. ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
6. gangguan persepsi sensori b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Minimalisasi rangsangan
gangguan penglihatan, 3x24 jam diharapkan gangguan persepsi Observasi
pendengaran, penghiduan dan sensori membaik, dengan kriteria hasil : 1. periksa status mental, status sensori, dan
hipoksia serebral 1. respon sesuai stimulus membaik tingkat kenyamanan
2. konsentrasi membaik Terapeutik
3. oreintasi membaik 1. diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
sensori (bising, terlalu terang)
2. batasi stimulus lingkungan ( cahaya,
aktivitas, suara)
3. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
Edukasi
1. ajarkan cara meminimalisasi stimulus
( mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
1. kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan)
2. kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi sensori

Manajemen delirium
Observasi
1. identifikasi faktor resiko delirium (gangguan
penglihatan/pendengeran, penurunan,
kemampuan fungsional, dll)
2. identifikasi tipe delirium
3. monitor status neurologis dan tingkat
delirium
Terapeutik
1. berikan pencahayaan yang baik
2. sediakan kalender yang mudah dibaca
3. sediakan informasi tentang apa yang terjadi
dan apa yang terjadi selanjutnya
4. batasi pembuatan keputusan
5. nyatakan persepsi dengan cara tenang,
menyakinkann dan tidak argumentatif
6. fokus pada apa yang dikenali dan bermakna
saat interaksi interpersonal
7. lakukan reorientasi
8. sediakan lingkungan fisik dan rutinitas
harian yang konsisten
9. gunakan isyarat lingkungan untuk stimulus
memori, reorientasi, dan meningkatkan
perilaku yang sesuai
Edukasi
1. anjurkan kunjungan keluarga
2. anjurkan penggunaan alat bantu sensorik
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian obat ansietas atau
agitasi

7 defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen nutrisi


ketidakmampuan menelan keperawatan 3x24 jam diharapkan defisit Observasi
makanan nutrisi terpenuhi dengan Kriteria hasil : 1. identifikasi status nutrisi
1. porsi makanan yang dihabiskan 2. identifikasi alergi dan toleransi makanan
meningkat 3. identifikasi makanan yang disukai
2. kekuatan otot mengunyah meningkat 4. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
3. kekuatan otot menelen meningkat 5. monitor asupan makanan
4. berat badan membaik 6. monitor berat badan
5. frekuensi makan membaik Terapeutik
6. nafsu makan membaik 1. lakukan oral hygiene
7. membran mukosa membaik 2. berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
3. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
4. berikan suplemen makanan
Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat di toleransi
Edukasi
1. anjurkan posisi duduk
2. anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis: pereda nyeri, antiemetik)
2. kolaborasi dengan ahli gizi

Terapi menelan
Observasi
1. monitor tanda dan gejala aspirasi
2. monitor gerakan lidah saat menelan
3. monitor tanda kelelahan saat makan, minum,
dan menelan
Terapeutik
1. berikan lingkungan yang nyaman
2. jaga privasi pasien
3. gunakan alat bantu, jika perlu
4. hindari penggunaan sedotan
5. posisikan duduk
6. berikan permen lolipop untuk meningkatkan
kekuatan lidah
7. fasilitasi meletakkan makanan yang
dibelakang lidah
8. berikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. informasikan manfaat terapi menelan kepada
pasien dan keluarga
2. anjurkan membuka dan menutup mulut saat
memberikan makanan
3. anjurkan tidak bicara saat makan
Kolaborasi
1. kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
dalam memberikan terapi
8 defisit perawatan diri b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan pperawatan diri
gangguan neuromuskuler dan 3x24 jam diharapkan perawatan diri pada Observasi
kelemahan pasien meningkat dengan kriteria hasil : 1. monitor tingkat kemandirian
1. kemampuan mandi meningkat 2. identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
2. kemampuan mengenakan pakaian diri, berpakaian, berhias, dan makan
meningkat Terapeutik
3. kemampuan makan meningkat 1. sediakan lingkungan yang terapeutik (mis;
4. verbalisasi keinginan malukan suasana rileks, privasi
perawatan diri meningkat 2. siapkan keperuan pribadi (mis; sikat mandi,
sabun mandi)
3. dampingi dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
4. fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
5. jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. anjurkan melakukan petrawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Tinjuan Kasus

A. Pengkajian

Tanggal masuk : 12 Januari 2020

Jam masuk : 21.30 WIB

Ruangan : Neurologi

No.MR : 729450

Diagnosa Medis : stroke hemoragik

Tanggal Pengkajian : Selasa, 13 Januari 2020

Pengkajian Identitas

Nama : Tn. y

Tempat/tanggal lahir : Bukit tinggi, 02-05-1978

Jenis Kelamin : laki - laki

Agama : islam

Suku : minang

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Tigo Kampung, Bukit Tinggi

Sumber Informasi : Keluarga

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi

Nama : Ny R

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Status Kesehatan Saat Ini

a. Alasan Masuk

klien masuk rs tanggal 12 januari 2020 jam 21.30 wib melalui IGD RSAM dengan Keadaan tidak
sadarkan diri, keluarga juga Mengatakan klien mengalami penurunan kesadaran 5 jam sebelum
masuk rumah sakit dan klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan, keluarga juga
mengatakan sebelum dibawah ke rumah sakit pasien mengalami jatuh dikamar mandi.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

saat pengkajian tanggal 13 januari 2020 jam 09.30 wib diruangan neurologi dengan keluhan
keluarga mmengatakan klien tidak sadarkan diri 5 jam SMRS, sebelum pasien mengeluh sakit
kepala hebat pada pagi hari dan disertai muntah-muntah, klien mmengalami kelemahan anggota
gerak sebelah kanan, dan keluarga klien mengatakan semua aktivitas dibantu oleh keluarga. Dari
data objektif didapatkan, klien tidak sadarkan diri, klien tampak terpasang NGT dan O2 NRM
9L/menit, KU lemah, kesadaran semi-coma, TD 170/100, HR 129x/menit,suhu 37 oC, RR 26x/menit,
GCS 4:E2M2vafasia, SPO 90%, kekuatan otot ektremitas atas 0000/1111 dan ektremitas bawah
0000/1111, dan tampak terpasang infus rl 20tpm. Tampak klien bedrest total

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

keluarga mengatakan klien dulu juga pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit hernia, klien
juga mempunyai riwayat pernah operasi hernia, keluarga mengatakan klien juga memiliki riwayat
penyakit hipertensi 1 tahun terakhir dan pernah dirawat dirumah sakit karna penyakit hipertensi

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan ada dari ayah klien juga mengalami hipertensi dan juga mengalami stroke
hemoragik yang sudah cukup lama seperti yang dialami klien saat ini.

E. Fakktor Pencetus

Keluarga mengatakan klien sebagai seorang perokok aktif dan suka minum kopi dan jarang
mengontrol kesehatan, keluarga juga mengatakan klien pernah dirawat karena hipertensi tinggi

F. Timbulnya Keluhan Dan Faktor Pemberat

Keluarag mengatakan klien mengalami hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, keluarga mengatakan
klien mengalami lemah ektremitas sebelah kanan, dan tidak sadarkan diri 5 jam yang lalu secara
mendadak dikamar mandi.

G. Riwayat Alergi (Obat Dan Makanan)

Tidak ada riwayat alergi pada obat dan makanan

H. Obat-Obatan Yang Pernah Dikonsumsi

Keluarga mengatakan klien biasanya mengkonsumsi obat dari bidan jika ada keluhan sakit

I.Kebiasaan
Keluarga mengatakan klien memiliki kebiasaan merokok dan suka minum kopi dan tidak
mengontrol makanan dan juga kesehatan

Genogram

Data Aktivitas Sehari-hari

No Aktiivitas Dirumah Dirumah sakit


1 Pola nutrisi dan Frekuensi makan 3 kali Frekuensi makan 3 kali
cairan sehari, dengan minum 6-7 sehari melalui NGT
gelas sehari, Tn. Y kuranglebih sebnayak
menyyukai semua jenis 300cc/hari, dirumah
makanan dan tidak ada yang sakit Tn.Y hanya
tidak disukai, Tn. Y memiliki makanan dari RS yaitu
makanan pantangan yang MC (makanan cair). Tn.
tinggi garam dan berlemak. Y minum air putih
Nafsu makan Tn. Y baik, kurang lebih 50 cc/hari
terdapat perubahan BB 3 melalui NGT dan
beulan terakhir yaitu 2 kg kadang – kadang
diberikan sedikit sedikit
lewat mulut Tn. Y
2 Pola Eliminasi BAB : frekuensi BAB Tn.Y 2 BAB : keluarga
kali sehari tanpa mengatakan Tn.Y
menggunakan obat pencahar jarang BAB semenjak
pada waktu pagi hari dan dirawat di Rumah sakit,
kadang sore hari dengan tidak ada menggunakan
konsistensi padat obat pencahar, waktu
BAB Tn.Y tidak
BAK : frekuensi BAK Tn.Y menentu dengan
kurang lebih 56kali sehari, konsistem lunak.
urine bberwarna kuning dan
berbau khas BAK : Klien terpasang
selang kateter dan
karakteristik urine
berwarna kuning pekat
dan berbau khas dengan
jumlah urine kurang
lebih 500 cc/hari
3 Pola tidur dan Waktu tidur Tn. Y tidak Keluarga mengatakan
istirahat tertentu, lama tidur klien mengalami
kuranglebih 4-5 jam sehari, penurunan kesadaran
keluarga mengatakan Tn.Y sehingga hanya tidur
tidak ada mempunyai saja di bed
kebiasaan pengantar tidur dan
kesulitan tidur

Pola Aktivitas Dan Latihan

a. Kegiatan Dalam Pekerjaan

keluarga mengatakan Tn.Y Sebelum sakit yaitu bekerja dan sosialisasi dengan masyarakat sekitar

b. Olahraga

Tn. Y biasanya mengukuti olahraga pagi tapi tidak sering

c. Kegiatan Diwaktu Luang

keluarga juga mengatakan kegiatan diwaktu luang biasanya berkumpul bersama anak-anak dan
menonton televisi

d. Pola Bekerja
Tn. Y memiliki kesulitan dalam beraktivitas karena skit stroke, klien bekerja sebagai wiraswasta dan
bekerja setiap hari

Data Lingkungan

a. Kebersihan

keluarga klien mengatakkan lingkungan tempat tinggal klien tinggal cukup bersih dan tidak ada
ancaman pada lingkungan tempat tinggal klien

b.Polusi

keluarga klien mengatakan udara tempat tinggal klien cukup baik dan tidak tercemar oleh polusi
udara

Data Psikososial

a. Kognitif – Persepsi

keluarga mengatakan tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan dan pendengaran

b. persepsi diri – konsepsi Diri

pasien tidak sadarkan diri

c. Peran Dan Hubungan

Kelien berperan sebagai kepala rumah tangga pada saat ini tidak bisa berberan karena sedang
mengalami sakit, tetapi peran terrhadap keluarag masih baik

d. Seksualitas Dan Reproduksi

Klien tidak bisa melakukan hubungan suami istri selama sakit

e. Koping Toleransi Stress

Keluarga klien selalu menberikan dukungan kepada klien agar mengurangi stress

f. Pola Aktivitas Berdasarkan Indeks ADL Barthel

Pada saat dilakukan pengkajian pola aktivitas berdasarkan indeks ADL Barthel didapatkan klien
mengalami ketergantungan total dengan skor 0 (ketergantungan Total)

Pengkajian Fisik

Fisik Umum

a. Tingkat Kesadaran : Semi Coma (GCS 4 : E2M2Vafasia)


b. Keadaan Umum : Lemah

c. Tanda – Tanda Vital : TD : 170/100, N: 129x/menit, S: 37oC

d. BB / TB : BB 66 Kg, TB 172 CM

Pemeriksaan Head to toe

1. Kepala

 Inspeksi : kepala tampak berbentu simetris, tidak ada tampak pembengkakan, luka/lesi
dikepala, rambut berwarna, kulit kepala bersih dan tidak berbau
 Palpasi : tidak terdapat pembengkakan luka/lesi dikepala

2. Mata

 Inspeksi : mata tampak simetris kiri dan kanan, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya baik,
kongjungtiva tidak anemis, sklera berwarna putih, tidak ada tampak pembengkakakan,
luka/lesi
 Palpasi : saat diraba tidak terasa pembengkakan

3. Hidung

 Inspeksi : Hidung tampak simetris, tidak terdapat pendarahan, pembengkekan/massa, hidung


tampak bersih, tampak terpasang NGT dan terrpasang O2 NRM 9 Liter
 Palpasi :Tidak teraba pembengkekan pada hitung (sinus) atau yang lainnya, tidak ada nyeri
tekan atau lepas didaerah hidung

4. Mulut dan Tenggorokan

 Inspeksi : mulut tampak simetris, Tn. Y mengalami kesulitan menelan, tidak ada
pembengkekan, luka/lesi, gigi tampak lengkap, bibir kering, mulut tampak bersih, Tn.Y
mengalami gangguan berbicara
 Palpasi : saat diraba tidak terdapat pembengkekan/ massa pada mulut

5. Leher

 Inspeksi : leher tamoak simetri, tidakk tampak pembengkekan/massa pada leher, tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid,
 Palpasi : saat diraba tidak terdapat pembengkekan atau massa, tidak teraba pembesaran
kelenjar tiroid, arteri karotis teraba

6. Dada

 Inspeksi : bentuk dada simetri kanan dan kiri, tidak tampak pembengkekan, luka/lesi,
pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan, frekuensi nafas 26x/menit
 Palpasi :Saat dipalpasi tidak teraba pembengkekan, tidak ada nyeri tekan/lepas, traktif
fremitus teraba dan sama antara kiri dan kana
 Auskultasi : ketika dilakukan auskultasi terdengar suara seperti berkumur (gurgling)
 Perkusi : saat perkusi terdengar bunyi sonor diseluruh lapang paruh

7. Jantung

 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : pada saat palpasi dengan klien posisi terlentang teraba ictus cordis pada ruang
intrercosta (ICS) IV
 Perkusi : saat perkusi dilakukan untuk menentukan batas-batas kardio, setelah dilakukan
perkusi latak batas kardio sinistra klien terletak pada ICS II jantung kiri dann ICS V jantung
kiri bawah yang ditandai dengan timbulnya perubahan bunyi sonor ke redup, begitu pula
bunyi yang timbul untuk mengetahui batas cardio dekstra, dimana batas kanan jantung klien
terletak di ICS II pada jantung kanan atas, dan ICS III pada jantung kanan bawah
 Auskultasi : pada saat dilakukan auskultasi terdengar suara irama jantung reguler ( lup dup)
dan tidak ada bunyi tambahan

8. Abdomen

 Inspeksi : bentuk perut flat dan simetris, tidak ada tampak pembengkekan/massa di abdomen,
tidak terdapat distensii abdomen
 Auskultasi : saat diauskultasi terdengar bising usus ±4x/menit
 Palpasi : palpasi dilakukan pada daerah abdomen baik pada kuadran kanan atas dan bawah
maupun pada kuadran kiri atas dan bawah, pada saat dilakukan palpasi sekitar 1-3 cm tidak
terdappat nyeri maupun penegangan yang abnormal, dan saat dilakukan palpasi sekitar 3-5
cm tidak teraba adanya massa yang abnormal
 Perkusi : perkusi dilakukan pada daerah empat kuadran abdomen. Perkusi pada kuadran
kanan dan kuadran kiri atas hasil perkusi berbunyi pekak dan perkusi pada kuadran kanan
bawah dan kuadran kiri bawah hasil perkusi berupa suara tympani

9.Genitourinaria

Pasien tampak menggunakan kateter, kondisi kateter baik, output 500 cc, klien terpasang
kateter karena klien mengalami penurunan kesadaran

10.Ekstremitas

 Ektremintas atas kanan dan kiri tampak lengkap, tangan kanan mengalami kelemahan
mengalami kelemahan, tidak terdapat pembengkekan, Tn. Y terpasang NGT dan terpasang
O2 sebanyak 9 liter dengan NRM, terpasang elektroda pada bagian dada, Tn. Y terpasang
IVFD RL 20 tpm di ekstremitas atas bagian tangan sebelah kiri, dan Tn.Y terpasang manset
tensi di ekstremitas atas pada tangan sebelah kanan. Akral teraba hangat, CRT (Capila Refil
Time) <2 detik. Tidak terdapat hemiparesis pada bagian anggota gerak bagiian atas sebelah
kiri.
 Ektremitas bawah kanan dan kiri tampak lengkap kaki kanan mengalami kelemahan, tidak
terdapat pembengkekan, Tn. Y terpasang kateter dengan jumlah urin 500 cc, akral teraba
hangat, CRT (Capila Refil Time) < 2detik. Tidak terdapat hemiparesis pada anggota gerak
bagian bawah sebelah kiri.
Kekuatan otot:
0000 1111
0000 1111

11. Kulit

 Inspeksi : warna kulit Tn.Y sawo matang, turgor kulit normal, tidak terjadi sianosis dan
terdapat bekas operasi hernia
 Palpasi setelah di lakukan palpasi tidak terdapat nyeri tekan, dan palpasi capillary refil time
sekitar ±3 detik

Pemeriksaan saraf kranial GCS : 4 : E2M2Vafasia

I Nervus Olfaktorius : Saraf Sensori Untuk penghiduan


Penciuman Kemampuan penciuman tidak dapat di
kaji karena pasien tidak sadarkan diri
II Nervus Optikus : saraf sensori
Tajam penglihatan dan lapang Visus dan lapang pandang klien tidak
pandang dapat di kaji karena pasien tidak
sadarkan diri
III Nervus Okulomotorius : Mengkaji ukuran kedua pupil
Pupil : Diameter pupil 2 mm sama kiri dan
Diameter kanan, bentuk bulat, reflek terrhadap
Bentuk cahaya ada +/+
Reflek cahaya
IV Nervus Trochlearis : pergerakkan mata ke arah inferior dan medial
Gerak mata ke lateral Bola mata tidak dapat bergerak
kebawah dan kemedial
V Nervus Trigeminus : Devisi sensorik dan motorik
Membuka mulut Pasien tidak dapat mengerakan rahang
karena pasien tidak sadarkan diri
VI Nervus Abdusen : mengontrol pergerakan mata
Strabismus Bola mata tidak dapat diputarkan,
Konvergen pasien tidak dapat menggerak-gerakan
Diplopia kongjungtiva karena pasien tidak
sadarkan diri
VII Nervus fasialis : devisi sensorik dan motorik
Mengerutkan dahi Pasien tidak dapat mengerutkan dahi,
Menutup mata menutup mata, meringis
Meringis memperlihatkan gigi dan bersiul
Memperlihatkan gigi karena pasien tidak sadarkan diri
bersiul
VII Nervus Akustikus : Pendengaran
I Mendengar suara Test webber dan rinne tidak bisa
dilakukan karena pasien tidak
sadarkan diri
IX Nervus Glosofaringeus : saraf sensorik dan motorik
Daya mengecap Pasien tidak bisa menbedakan manis
Reflek muntah dan asam karena pasien tidak sadarkan
diri dan makan melalui NGT
X Nervus Vagus : saraf sensorik dan motorik
Bersuara Pasien tidak bisa bersuara dan pasien
menelan tidak bisa menelan karena pasien tidak
sadarkan diri
XI Nervus Aksesorius : saraf motorik yang mempersarafi otot
Menoleh Pasien tidak bisa mengerakkan bahu
kekuatan ototo dan kekuatan ootot pasien ada
kontraksi otot namun tidak ada
gerakan sendi
XII Nervus Hipoglosus : Saraf motorik yang mempersarafi lidah
Mengeluarkan lidah Pasien tidak dapat menjulurkan lidah
tremor dan mengerakkan kesemua arah
karena pasien tidak sadarkan diri

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium tanggal 12 januari 2020

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal


1 Hemoglobin 13,2 g/dl 13,8-17,2 gr/dl
2 Hematokrit 35,2 % 34,9-44,5 %
3 Leukosit 16.430/mm 4500-10.000 sel/mm3
4 Trombo 347.000/mm 4,7-6,1 juta
5 Ph 7,29 7,35 – 7,45 mmol/L
6 PaCO2 48 mmHg 35 – 45 mmHg
7 PaO2 86 mmHg 85 95 mmHg
8 HCO3 24 mmol/L 22 – 26 mEq/L
9 SPO2 80% 85 – 100 %

Keterangan :
Hasil pemeriksan AGD di dappatkan nilai pH 7,29 PaCO2 48 mmHg. Dimana pH 7,29 rendah yang
berarti asidosis dan PaCO2 48 mmHg tinggi yang berarti respiratorik. Maka ini disebut asidosis
respiratorik.

b. CT-Scan kepala

kesan : perdarahan parietal sinistra ±9,3 cc

c. Thorax AP

kesimpulan : berdasarkan hasil Rontgen foto Thorak AP/PA, terdapat kesan yang menyatakan bahwa
scholiosis toracalis. Iga dan jaringan lunak dinding dada tak tampak kelainan sinus kana normal.
Sinus co stophreenicus kiri tumpul. Diafragma normal cor membesa. CTI lebih 50%
mediasternumatas tak meleba, trakea relatif di tengah. Pulmo hili noormal corak bronkhovaskuler
bertambahinfiltrat bilateral paru.

Kesan : pembesaran jantung, susp edema paru

d. Pengobatan

Nama obat Dosis Fungsi


Cairan Infus RL 20 tpm Sebagai penambah cairan
dan elektrolit tubuh untuk
mengembalikan
keseimbangan
Citicolin 2x500 mg Mempertahankan fungsi
otak secara normal, serta
mengurangi jaringan otak
yang rusak akibat cedera
Mecobalamin 1x500 mg Bentukk vitamin B12 yang
berfungsi untuk membantu
tubuh memproduksi sel
darah merah
Kalnex 4x1 gr Membantu menghentikan
perdarahan
Manitol 250 cc Mengurangi tekanan
dalam kepala (intrakranial)
akibat pembengkekan otak
serta menurunkan tekanan
bola mata akibat glaukoma
OMZ 2x1 ampul Membantu
menyembuhkan
kerusakkan asam dipperut
dan kerongkongan dan
dapat mencegah luka
lambung
DATA FOKUS

Data Subjektif

1. keluarga klien mengatakan klien mengalami penurunan kesadaran

2. keluarga mengatakan klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan

3. keluarga klien mengatakan klien kesulitan menelan

4. keluarga klien mengatakan klien minum dan makan melalui selang NGT

5. keluarga klien mengatakan klien tidak bisa berbicara

6. keluarga klien mengatakan semua aktivitas klien di bantu oleh keluarga

7. keluarga klien mengatakan klien terbaring lemah

8. keluarga klien mengatakan klien terpasang kateter

9. keluarga klien mengatakan selama klien sakit tiap pagi dimandikan hanya di lap saja

10. keluarga klien mengatakan selama klien sakit jarang membersihkan gigi klien

Data Objektif

1. klien tampak penurunan kesadaran (GCS 4, E; 2, M;2, Vafasia)

2. keadaan umum : lemah

3. tingkat kesadaran : semi coma

4. klien tampak mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan

5. tampak terpasang O2 NRM 9 liter/menit

6. SPO2 90%

7. suara nafas Gurgling

8. klien tampak kesulitan dalam menelan

9. klien tampak terpasang NGT


10. klien bedrest total

11. pengkajian tingkat ketergantungan klien mengalami ketergantungan total pada saat dilakukan
pengkajian pola aktivitas berdasarkan indeks ADL didapatkan klien mengalami ketergantungan total

12. klien tidak dapat melakukan personall hygiene sendiri karena mengalami kelemahan anggota
ggerak dan penurunan kesadaran

13. semua aktivitas kliien dibantu keluarga

14. TD : 170/100 mmHg, Nadi : 129x/menit, respirasi : 26x/menit, suhu : 37oC

15. kekuatan otot

0000 1111

0000 1111

16. CT-Scan : perdarahan parietal sinistra ± 10,3 cc 17. Thorax-AP : pembesaran jantung, susp
edema paru

17. hasil laboratorium

 pH : 7,29 mmol/L
 PCO2 : 48 mEq/L
 PO2 : 86 mmHg
 HCO3 : 24 mEq/L

18. Gangguan Neurologis

I. Nervus Olfaktorius : Saraf Sensori Untuk penghiduan : Kemampuan penciuman tidak dapat
di kaji karena pasien tidak sadarkan diri
II. Nervus Optikus : saraf sensori : Visus dan lapang pandang klien tidak dapat di kaji karena
pasien tidak sadarkan diri
III. Nervus Okulomotorius : Mengkaji ukuran kedua pupil ; Diameter pupil 2 mm sama kiri dan
kanan, bentuk bulat, reflek terrhadap cahaya ada +/+
IV. Nervus Trochlearis : pergerakkan mata ke arah inferior dan medial : Bola mata tidak dapat
bergerak kebawah dan kemedial
V. Nervus Trigeminus : Devisi sensorik dan motorik : Pasien tidak dapat mengerakan rahang
karena pasien tidak sadarkan diri
VI. Nervus Abdusen : mengontrol pergerakan mata : Bola mata tidak dapat diputarkan, pasien
tidak dapat menggerak-gerakan kongjungtiva karena pasien tidak sadarkan diri
VII. Nervus fasialis : devisi sensorik dan motorik ; Pasien tidak dapat mengerutkan dahi, menutup
mata, meringis memperlihatkan gigi dan bersiul karena pasien tidak sadarkan diri
VIII. Nervus Akustikus : Pendengaran : Test webber dan rinne tidak bisa dilakukan karena pasien
tidak sadarkan diri
IX. Nervus Glosofaringeus : saraf sensorik dan motorik :Pasien tidak bisa menbedakan manis
dan asam karena pasien tidak sadarkan diri dan makan melalui NGT
X. Nervus Vagus : saraf sensorik dan motorik : Pasien tidak bisa bersuara dan pasien tidak bisa
menelan karena pasien tidak sadarkan diri
XI. Nervus Aksesorius : saraf motorik yang mempersarafi otot : Pasien tidak bisa mengerakkan
bahu dan kekuatan ootot pasien ada kontraksi otot namun tidak ada gerakan sendi
XII. Nervus Hipoglosus : Saraf motorik yang mempersarafi lidah Pasien tidak dapat menjulurkan
lidah dan mengerakkan kesemua arah karena pasien tidak sadarkan diri

ANALISA DATA

No Data fokus etilogi Problem


1 DS: Infark pada jaringan Resiko Perfusi serebral
- keluarga klien mengatakan Hipertensi tidak efektif
klien mengalami penurunan
kesadaran

DO :
- klien tampak penurunan
kesadaran
- tingkat kesadaran semi
coma
- GCS 4 : E2M2 Vafasia
- KU : Lemah
- Klien bedrest total
- TD : 170/100 mmHg, Nadi :
129x/menit, respirasi :
26x/menit, suhu : 37oC
- CT-Scan : perdarahan
parietal sinistra ±10,3 cc
- nervus yang terganggu :
I. Nervus Olfaktorius :
Saraf Sensori Untuk
penghiduan :
Kemampuan
penciuman tidak dapat
di kaji karena pasien
tidak sadarkan diri
II. Nervus Optikus : saraf
sensori : Visus dan
lapang pandang klien
tidak dapat di kaji
karena pasien tidak
sadarkan diri
III. Nervus
Okulomotorius :
Mengkaji ukuran
kedua pupil ;
Diameter pupil 2 mm
sama kiri dan kanan,
bentuk bulat, reflek
terrhadap cahaya ada
+/+
IV. Nervus Trochlearis :
pergerakkan mata ke
arah inferior dan
medial : Bola mata
tidak dapat bergerak
kebawah dan
kemedial
V. Nervus Trigeminus :
Devisi sensorik dan
motorik : Pasien tidak
dapat mengerakan
rahang karena pasien
tidak sadarkan diri
VI. Nervus Abdusen :
mengontrol
pergerakan mata :
Bola mata tidak dapat
diputarkan, pasien
tidak dapat
menggerak-gerakan
kongjungtiva karena
pasien tidak sadarkan
diri
VII. Nervus fasialis :
devisi sensorik dan
motorik ; Pasien tidak
dapat mengerutkan
dahi, menutup mata,
meringis
memperlihatkan gigi
dan bersiul karena
pasien tidak sadarkan
diri
VIII. Nervus Akustikus :
Pendengaran : Test
webber dan rinne
tidak bisa dilakukan
karena pasien tidak
sadarkan diri
IX. Nervus
Glosofaringeus : saraf
sensorik dan
motorik :Pasien tidak
bisa menbedakan
manis dan asam
karena pasien tidak
sadarkan diri dan
makan melalui NGT
X. Nervus Vagus : saraf
sensorik dan motorik :
Pasien tidak bisa
bersuara dan pasien
tidak bisa menelan
karena pasien tidak
sadarkan diri
XI. Nervus Aksesorius :
saraf motorik yang
mempersarafi otot :
Pasien tidak bisa
mengerakkan bahu
dan kekuatan ootot
pasien ada kontraksi
otot namun tidak ada
gerakan sendi
XII. Nervus Hipoglosus :
Saraf motorik yang
mempersarafi lidah
Pasien tidak dapat
menjulurkan lidah dan
mengerakkan
kesemua arah karena
pasien tidak sadarkan
diri

2 DS : - Hambatan upaya nafas Pola nafas tidak efektif


DO :
-tampak terpasang O2 NRM
9 liter/menit
-RR : 26x/menit
-SPO2 : 90%
-suara nafas gurgling
-hasil laboratorium :
 pH : 7,29 mmol/L
 PCO2 : 48 mEq/L
 PO2 : 86 mmHg
 HCO3 : 24 mEq/L
-Thorax-AP : Pembesaran
jantung, susp edema paru

3 DS : Ketidakmampuan Defisit Nutrisi


- keluarga klien mengatakan menelan makanan
klien kesulitan menelan
- keluarga klien mengatakan
klien minum dan makan
melalui selang NGT
- keluarga klien mengatakan
klien tidak bisa berbicara

DO :
-Klien tampak kesulitan
menelan
-Klien tampak terpasang
NGT
-Saraf yang bermasalah :
a.Nervus Trigeminus : Devisi
sensorik dan motorik : Pasien
tidak dapat mengerakan
rahang karena pasien tidak
sadarkan diri
b. Nervus Glosofaringeus :
saraf sensorik dan
motorik :Pasien tidak bisa
menbedakan manis dan asam
karena pasien tidak sadarkan
diri dan makan melalui NGT
c. Nervus Vagus : saraf
sensorik dan motorik : Pasien
tidak bisa bersuara dan pasien
tidak bisa menelan karena
pasien tidak sadarkan diri
d. Nervus Hipoglosus : Saraf
motorik yang mempersarafi
lidah Pasien tidak dapat
menjulurkan lidah dan
mengerakkan kesemua arah
karena pasien tidak sadarkan
diri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. resiko perfusi serebral tidak efektif b/d infark pada jaringan otak dan hipertensi

2. pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas


3.defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1 Resiko perfusi Krieria hasil : Manajemen peningkatan n
serebral tidak efektif a. Tingkat kesadaran tekana intracranial
b/d hipertensi kognitif observasi
meningkat 1. Idektifikasi
b. Gelisah menurun penyebab
c. Tekanan peningkatan TIK
intrakarnial 2. Monitor tanda dan
menurun gelajala pengkiatan
d. Kesadaran TIK
membaik 3. Monitor MAP,
CVP, PAWP, PAP,
ICP, dan CP, jika
perlu
4. Monitor gelombang
ICP
5. Monitor status
pernapasan
6. Monitor intake dan
output cairan
7. Monitor cairan
serebro-spinal
Terapeutik
1. Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Mencegah
terjadinya kejang
4. Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian sedasi
dan konvulsan, jika
perlu
2. Kolabirasi
pemberian diuretic
osmosis
Pemantauan Neurologis
Observasi :
1. Monitor ukuran,
bentuk,
kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil.
2. Monitor tingkat
kesadaran
3. Monitor tanda tanda
vital
4. Monitor reflex
kornea
5. Monitor
kesimetrisan wajah
6. Monitor respons
Babinski
7. Monitor respon
terhadap
pengobatan
Teurapetik
1. Ingatkan frekuensi
pemantauan
neurologis jika perlu
2. Hindari akyivitas
yang dapat
meningkatkan
tekanan intrakarnial
3. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien
4. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
2 Pola nafas tidak Kriteria hasil: Manajemen jalan napas
efektif b/d hambatan 1. Frekuensi napas Obeservasi
upaya napas membaik 1. Monitor pola napas
2. Kedalaman napas (frekuensi,
membaik kedalaman, usaha
3. Ekskursi dada napas)
membaik 2. Monitor bunyi
napas tambahan
3. Monitor sputum
Teurapeutik
1. Posisikan semi
fowler/ fowler
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan
headlit dan chin-lift
3. Berikan minuman
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada
5. Lakukan pengisapan
lender kurang dari
15 detik
6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Ajukan asupan
cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
mukolitik
Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor frekuensi,
irama, kedalaman
dan upaya napas
2. Monitor adanya
sputum
3. Monitor bunya
napas tambahan
Terapeutik
1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
2. Berikan posisi semi
fowler atau fowler
3. Berikan minuman
hangat
4. Lakukan pengisapan
lender kurang dari
15 detik
5. Berikan oksigenasi
3 Defisit Nutrisi b/d Kriteria hasil : Manajeman nutrisi
ketidak mampuan Mempertahankan Observasi
menelan makanan makanan dimulut 1. Identifikasi status
meningkat nutrisi
Reflek menelan 2. Identifikasi alergi
meningkat dan toleransi
Kemampuan mengunyah makanan
meningkat 3. Identifikasi
Usaha menelan makanan yang
meningkat disukasai
4. Identifikasi
perlunya
penggunaan selang
nasogatrik
5. Monitor berat badan
6. Monitor hasil
pemeriksaan lab
Terapeutik
1. Lakukan oral
haygine sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menetukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan
secara menrik dan
suhu yang sesuai
4. Berikanan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikana makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Hentikan makanan
melalui selang NGT
jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk
2. Ajarkan diet yang
deprogram
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
natrium yang
dibutuhkan
Terapi menelan
Observasi
1. Monitor tanda dan
gelaja aspirasi
2. Monitor gerakan
lidah saat makan
3. Monitor tanda
kelelahan saat
makan, minum dan
meludah
Terapeutik
1. Berikan lingkungan
yang nyaman
2. Jaga privasi pasien
3. Gunakan alat bantu
jika perlu
4. Hindari penggunaan
sedotan
5. Posisikan duduk
6. Fasilitasi letakan
makanan dibelakang
mulut
7. Berikan perawatan
mulut sesuai
kebutuna
Edukasi
1. Informasikan
manfaat terapi
menelan pada
pasien dan keluarga
2. Ajarkan membuka
dan menutup mulut
saat memberikan
makanan
3. Anjurkan tidak
bicara saat makan
Kolaborasi
1. Kolaborasikan
dengan tenaga
kesehatan lain
dalam memberikan
terapi (ahli gizi)
dalam mengatur
program rehabilitasi
pasien

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Selasa, 13 Januari 2020

n Diagnosa Hari/tgl Implementasi Jam Evaluasi Para


o Keperawata /tahun/ f
n jam
1 Resiko selasa, 1. Mengidektifikasi 10.1 S:
perfusi 13/01/202 penyebab 5 Keluarga klien
serebral 0 peningkatan TIK mengatakan belum sadar
tidak efektif jam: 08.20 (mis. Lesi, edema O:
b/d infark serebral) 1. Klien tampak
pada 2. Memonitor tanda penurunan
jaringan otak dan gejala kesadaran
dan peningkatan TIK 2. Terdapat
hipertensi (Tekanan darah pendarahn di
meningkat, pariental
bradikardi, pola 3. GCS 4,
napas ireguler, M2E2Vafasia
kesadran 4. Klien bedrest total
menurun) 5. TTV
3. Memonitor TD :170/100 mmHg
pernapasan Nadi : 129x/mnt
4. Memonitor intake RR : 26X/mnt
dan output cairan Suhu : 37C
5. Meminimalkan Saturasi oksigen 90%
stimulus dengan MAP : 123mmHg
menyediakan Intake : 750 cc
lingkungan tenang Output : 500 cc
6. Mengevaluasi 6. Klien terpasang
kepala 30 derajat oksigen
7. Mencegah A:
terjadinya kejang Resiko perfusi serebral
8. Mempertahankan tidak efektif
suhu tubuh normal P:
9. Berkolaborasi Intervensi di lanjutkan
dalam pemberian
obat
2 Pola nafas Selasa 1. Memonitor 10.1 S: -
tidak efektif 13/01/202 frekuensi, irama, 5 O:
b/d 0 kedalam dan 1. Tampak terpasang
hambatan Jam : upaya napas O2 NRM 9
upaya napas 08.30 2. Memonitor adanya liter/mnt
sputum 2. Posisi kepala
3. Memonitor bunyi tampak elevasi 30
napas tambahan derajat
4. Mempertahankan 3. Tampak pasien
kepatenan jalan penurunan
napas kesadaran
5. Mengevaluasi 4. RR : 26x/mnt
kepala 30 derajat 5. Saturasi oksigen
6. Memberi 90%
minuman hangat 6. Suara apas
7. Melakukan gurgling
pengisapan lender 7. Suction dilakukan
kurang dari 15 mnt secara bertahap
8. Memberikan 8. Tampak mukosa
oksigenasi bibir kering
9. Hasil laboratorium
pH : 7,29 mmol/L
PCO2: 48 mEq/L
PO2 : 86 mmHg
HCO3 : 24 mEq/L
10. Thorax-AP :
pembesaran
jantung, sups
edema paru
A:
Pola napas tidak efektif
P:
1. Memonitor
frekuensi, irama,
kedalam dan
upaya napas
2. Memonitor adanya
sputum
3. Memonitor bunyi
napas tambahan
4. Mempertahankan
kepatenan jalan
napas
5. Mengevaluasi
kepala 30 derajat
6. Memberi
minuman hangat
7. Melakukan
pengisapan lender
kurang dari 15 mnt
8. Memberikan
oksigenasi

3 Defisit Selasa 1. Memantai tingkat 13.0 S:


Nutrisi b/d 13/01/202 kesadaran 0 Keluarga klien
ketidak 0 2. Memberikan mengatakan klien masih
mampuan Jam : makanan dan makan dan minum
menelan 09.00 minuman melalui melalui NGT
makanan NGT O:
3. Mengajarkan 1. GCS 4 :
keluarga E2M2Vafasia
memberikan 2. Reflek muntah (-)
makanan dan 3. Klien masih
minuman melalui kesulitan dalam
NGT menelan
4. Memberikan 4. Klien makan dan
minum melalui minum melalui
oral kepada klien 2 NGT
sendok 5. Tidak ada BAB
5. Mengajarkan 6. Intake : 750 cc
kepada keluarga 7. Output : 500 cc
memberikan 8. Memberikan air
minum melalui minum sedikit
oral kepada klien demi sedikit
6. Meberikan inj. A:
OMZ Defisit Nutrisi
7. Memberikan infus P: Intervensi dilanjutkan
RL 20tpm 1. Memantai tingkat
kesadaran
2. Memberikan
makanan dan
minuman melalui
NGT
3. Mengajarkan
keluarga
memberikan
makanan dan
minuman melalui
NGT
4. Memberikan
minum melalui
oral kepada klien 2
sendok
5. Mengajarkan
kepada keluarga
memberikan
minum melalui
oral kepada klien
6. Meberikan inj.
OMZ
7. Memberikan infus
RL 20tpm

Rabu, 14 januari 2020

n Diagnosa Hari/tgl Implementasi Jam Evaluasi Para


o Keperawat /tahun/ f
an jam
1 Resiko Rabu, 1. Mengidektifikasi 10.1 S :-
perfusi 14/01/202 penyebab 5 O:
serebral 0 peningkatan TIK 1. Klien tampak belum
tidak efektif jam: (mis. Lesi, edema sadar
b/d infark 08.20 serebral) 2. GCS 4,
pada 2. Memonitor tanda M2E2Vafasia
jaringan dan gejala 3. Klien bedrest total
otak dan peningkatan TIK 4. TTV
hipertensi (Tekanan darah TD :170/100 mmHg
meningkat, Nadi : 100x/mnt
bradikardi, pola RR : 23x/mnt
napas ireguler, Suhu : 36,7C
kesadran Saturasi oksigen 94%
menurun) MAP : 117mmHg
3. Memonitor Intake : 400 cc
pernapasan Output : 250 cc
4. Memonitor intake 5. Klien terpasang
dan output cairan oksigen
5. Meminimalkan A:
stimulus dengan Resiko perfusi serebral
menyediakan tidak efektif
lingkungan P:
tenang Intervensi di lanjutkan
6. Mengevaluasi
kepala 30 derajat
7. Mencegah
terjadinya kejang
8. Mempertahankan
suhu tubuh
normal
9. Berkolaborasi
dalam pemberian
obat
2 Pola nafas Rabu 1. Memonitor 10.1 S: -
tidak efektif 14/01/202 frekuensi, irama, 5 O:
b/d 0 kedalam dan 1. Tampak terpasang
hambatan Jam : upaya napas O2 NRM 9 liter/mnt
upaya napas 08.30 2. Memonitor 2. Posisi kepala tampak
adanya sputum elevasi 30 derajat
3. Memonitor bunyi 3. Tampak pasien
napas tambahan penurunan
4. Mempertahankan kesadaran
kepatenan jalan 4. RR : 23x/mnt
napas 5. Saturasi oksigen
5. Mengevaluasi 94%
kepala 30 derajat 6. Tidak terdapat Suara
6. Memberi apas gurgling
minuman hangat 7. Tampak mukosa
7. Melakukan bibir kering
pengisapan lender 8. Hasil laboratorium
kurang dari 15 pH : 7,29 mmol/L
mnt PCO2: 48 mEq/L
8. Memberikan PO2 : 86 mmHg
oksigenasi HCO3 : 24 mEq/L
NRM 9 L/mnt A:
Pola napas tidak efektif
P:
1. Memonitor
frekuensi, irama,
kedalam dan upaya
napas
2. Memonitor adanya
sputum
3. Memonitor bunyi
napas tambahan
4. Mempertahankan
kepatenan jalan
napas
5. Mengevaluasi
kepala 30 derajat
6. Memberi minuman
hangat
7. Melakukan
pengisapan lender
kurang dari 15 mnt
8. Memberikan
oksigenasi

3 Defisit Rabu 1. Memantai tingkat 13.0 S:


Nutrisi b/d 14/01/202 kesadaran 0 Keluarga klien mengatakan
ketidak 0 2. Memberikan klien masih makan dan
mampuan Jam : makanan dan minum melalui NGT
menelan 09.00 minuman melalui O:
makanan NGT 1. GCS 4 :
3. Mengajarkan E2M2Vafasia
keluarga 2. Reflek muntah (-)
memberikan 3. Klien masih
makanan dan kesulitan dalam
minuman melalui menelan
NGT 4. Klien makan dan
4. Memberikan minum melalui NGT
minum melalui 5. BAB 1x konsistensi
oral kepada klien cair : 100cc
2 sendok 6. Intake : 400 cc
5. Mengajarkan 7. Output : 250 cc
kepada keluarga 8. Memberikan air
memberikan minum sedikit demi
minum melalui sedikit
oral kepada klien A:
6. Meberikan inj. Defisit Nutrisi
OMZ P: Intervensi dilanjutkan
7. Memberikan 1. Memantai
infus RL 20tpm tingkat
kesadaran
2. Memberikan
makanan dan
minuman
melalui NGT
3. Mengajarkan
keluarga
memberikan
makanan dan
minuman
melalui NGT
4. Memberikan
minum melalui
oral kepada klien
2 sendok
5. Mengajarkan
kepada keluarga
memberikan
minum melalui
oral kepada klien
6. Meberikan inj.
OMZ
7. Memberikan
infus RL 20tpm
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN

SPACE OCCUPYING LESION (SOL)

DI RUANG RAJAWALI 1B RSUP DR. KARIADI SEMARANG

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Biodata Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 46 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Kristen
Pekerjaan : Nelayan
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Pati
Tanggal Masuk : 18 Mei 2018
Tanggal Pengkajian : 30 Mei 2018
Diagnosa medis : SOL (Space Occupying Lesion)
2. Penanggungjawab Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 45 tahun
Alamat : Pati
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen
Hubungan dengan pasien : Isteri
Hasil Analisis :
Data pengkajian pasien dan penanggungjawab sudah di cantumkan dengan jelas.
B. STATUS KESEHATAN
1. STATUS KESEHATAN SAAT INI
Keluhan utama
Klien mengeluh tangan dan kaki lemah sehingga susah untuk bergerak.
Hasil Analisis
Sudah sesuai, keluhan utama berfokus pada satu masalah atau keluhan pasien.
Riwayat penyakit sekarang
Pada 14 Mei 2018 klien dibawa ke rumah sakit KSH pati karena keluhan mual,
muntah, pusing, dan pandangan kabur sejak 1 mgg sebelum masuk RS di Pati dan
mengalami penurunan kesadaran, GCS E3M1V2. Klien dirawat di rumah sakit
selama 2 hari, keluarga klien mengatakan selama menjalani rawat inap klien telah
mendapat terapi obat-obatan oral dan injeksi intravena namun keluarga klien tidak
ingat jenis obat-obatan yang diberikan saat di rumah sakit, selain itu klien juga telah
dilakukan pemeriksaan ct-scan, setelah itu klien direncanakan untuk dilakukan
operasi VP Shunt, namun karena keterbatasan pada rumah sakit tersebut sehingga
klien dirujuk ke RSUP DR Kariadi Semarang pada 18 Mei 2018 dilakukan tindakan
Cito pemasangan VP shunt dan masuk ke bangsal Rajawali 1B pada 18 Mei 2018.
Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit kesadaran klien berangsur
membaik. kelemahan pada ektremitas berangsur membaik namun masih sering
dirasakan oleh klien.
Saat pengkajian pada 30 Mei 2018 keluarga klien mengatakan pandangan kabur,
klien mengeluh tidak bisa melihat sesuatu didepannya secara jelas, klien juga
mengeluh terdapat kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah terutama pada
ekstremitas atas bagian kanan, hal tersebut menyebabkan klien harus dibantu untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan didapatkan TD: 110/70 mmHg, nadi:
86 x/menit, pernapasan: 20 x/menit, SpO2: 95%.
Hasil Analisis :
Riwayat penyakit sekarang sudah cukup lengkap, sudah tercanyum PGRST.
2. STATUS KESEHATAN MASA LALU
Keluarga klien mengatakan baru pertama kali dirawat di rumah sakit.

Hasil Analisis:
Kesehatan masa lalu sudah cukup jelas di cantumkan.
C. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. PERSEPSI DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Keluarga dan Klien tampak kurang memahami secara detail terkait penyakitnya
bahwa penyakit yang dialaminya memerlukan proses perawatan yang cukup lama.
Keluarga klien hanya mengira bahwa keluhan yang dirasakannya selama satu bulan
terkahir disebabkan karena kelelahan dan masuk angin.

Hasil Analisis:

Persepsi dan pemeliharaan sudah di cantumkan dengan jelas


2. NUTRISI, CAIRAN DAN METABOLIK
a. Gejala (Subyektif)
Sebelum sakit :
Keluarga klien mengatakan biasa makan 3 kali sehari dan menghabiskan setiap
porsinya yang terdiri dari nasi, sayur, tanpa keluhan. Klien biasa minum
sebanyak 1000 – 1500 ml air putih per hari.
Selama sakit :
Keluarga klien mengatakan makan mendapatkan formula cair susu. Keluarga
klien mengatakan klien susah dalam menelan makanan padat.
Nutrisi
Saat Pengkajian
A (Antropometri) BB: 52 Kg, TB: 167 cm
Perhitungan :
BB normal : TB – 110
: 167 – 110
: 57 kg
BB ideal(Rumus Brocha) : ( TB – 100 ) -10 % (TB – 100 )
: ( 167 – 100 ) - 10 % ( 167 – 100 )
: 67 – 6,7 kg
: 60,3 kg
Indeks Masa Tubuh ( IMT )
IMT saat sakit : BB / TB (m2)
: 52 / ( 1,67) 2 = 18,6 (normal)
B (Biokimia)
C (Clinic) Sesak (-) edema ekstremitas bawah (-) sianosis (-), nyeri di
ekstremitas bawah (-)
D (Diet) 2500 kalori/hari
Cairan

Input Output
Infus : 1200 cc BAK : 1000 cc
Minum : 1200 BAB : 375 cc
Obat :- IWL : 15 x bb
Jumlah : 2200 cc = 15 x 52
= 780
*BC: Input – Output Jumlah: 2155 cc
: 2200 - 2155= 45 cc

Hasil Analisis :
Nutrisi cairan dan metabolik sudah di cantumkan dengan jelas.

3. PERNAFASAN, AKTIVITAS DAN

LATIHAN Pernafasan
a. Gejala (Subyektif)
Keluarga klien mengatakan sekarang tidak sesak atau kesulitan dalam bernafas.
b. Tanda

(obyektif)
Inspeksi :
Retraksi dada (+), jejas (-) pergerakan dada kanan dan kiri sama, bentuk dan
postur normal, warna kulit sama dengan kulit yang lain.
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan, pergerakan dada kanan dan kiri sama saat inspirasi
dan ekspirasi, taktil fremitus seimbang.
Perkusi :
Terdengar bunyi sonor
Auskultasi :
Suara napas vesikuler (+), bronkial (-), ronkhi basah kasar (-), wheezing (-)
4. AKTIVITAS (TERMASUK KEBERSIHAN DIRI) DAN LATIHAN
1) Gejala (Subyektif)
2) Keluarga Klien mengatakan Klien sudah tidak bekerja karena sakitnya.
Sebelum sakit pasien masih mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri.
3) Selama sakit keperluan sehari-hari seperti mandi, makan, berpakaian,
toileting dibantu oleh keluarga karena pasien mengalami kelemahan
anggota gerak.
a. Tanda (obyektif)
1) Pasien tidak dapat berjalan dan tidak mampu duduk dengan tegak.
2) Pasien terlihat gelisah, sering berganti posisi tidur.
3) Tangan kanan tidak bisa diluruskan (kaku sendi), kekuatan otot 3
4) Tangan kiri : kekuatan otot 4
5) Ekstremitas bawah (kiri) : kekuatan otot 4
6) Ekstremitas bawah (kanan) : kekuatan otot 4
7) index barthel = 3 ( ketergantungan total)
Hasil Analisis :

Pernafasan, aktifitas dan latihan sudah di cantumkan dengan jelas.

5. ISTIRAHAT
Keluarga klien mengatakan baik saat sebelum sakit ataupun selama dirawat pasien
tidak mengalami gangguan tidur. Pola tidur malam jam 22.00 – 06.00. Sedangkan
saaat siang hari pasien juga dapat tidur dengan baik, hanya saja disaat terjaga pasien
sering terlihat gelisah dansering berganti-ganti posisi tidur.

Hasil Analisis :

Sudah di cantumkan, namun tida di buat tabel.


6. SIRKULASI
a. Gejala (Subyektif)
Keluarga klien mengatakan klien tidak punya riwayat Hipertensi sebelumnya.
b. Tanda (obyektif)
TD : 110/70 mmHg Nadi : 86 x/m RR : 20 x/m Suhu : 36,5°C SpO2: 97%
Jantung
1) Inspeksi : Ictus kordis tidak nampak
2) Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan luka nyeri tekan (-) ictus kordis teraba
pada IC 5 mid klavikula sinistra
3) Perkusi : Tidak ada pembesaran jantung, batas kanan atas SIC II Linea Para
Sternalis Dextra. Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra. Kiri atas:
SIC II Linea Para Sternalis Sinistra. Kiri bawah: SIC IV Linea Medio
Clavicularis Sinistra
4) Auskultasi : Terdengar bunyi jantung S1 dan S2, tidak terdapat bunyi
jantung tambahan
5) Warna mukosa: merah muda, Bibir tidak sianosis, Konjungtiva tidak
anemis.
Hasil Analisis:
Sirkulasi sudah di cantumkan dengan jelas.

7. ELIMINASI
a. Gejala (Subyektif)
Pola BAB : sehari 1 kali, konsistensi lembek, warna kuning, bau khas
BAB terakhir 2 hari yang lalu
Pasien mendapatkan terapi Laxadyn IIC/24 jam
Pasien terpasang DC no. 16. Urin berwarna
b. Tanda (obyektif)
1) Abdomen
Inspeksi : Simetris, warna kulit sama dengan kulit yang lain, tidak terdapat
jejas, distensi abdomen (-), jaringan parut (-), pengeluaran cairan umbilikus
(-).
Auskultasi : Bising usus 10 x/m
Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan luka nyeri tekan
Perkusi : Pekak

2) Pola Eliminasi
a) Pola BAB : Klien mengatakan hanya minum air putih sebanyak 2 gelas
(400 – 500 ml)/ hari dan susu sedikit2. Klien mengatakan bisa BAB 5
hari setelah dirawat di RSUP DR Kariadi. Klien mengeluh kesulitan
mengeluarkan feses karena keras. Klien mengatakan biasanya BAB
rutin 1-2 hari sekali.BAB 1x/ 2-3 hari, konsistensi lembek, warna
kuning kecoklatan
a) Pola BAK : terpasang DC Produksi 1000 ml/24 jam, warna kuning,
jernih
hasil Analisis :

eliminasi sudah di cantumkan, namun tidak di buat tabel.


8. NEURO SENSORI DAN KOGNITIF
a. Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan nyeri, tidak kejang, pendengaran masih baik. Klien
mengatakan mata masih kabur untuk melihat.
b. Tanda (obyektif)
1) Kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
2) Tidak disorientasi terhadap orang, waktu dan tempat
3) Reaksi Pupil ka +2/kr +2
Hasil Analisis :

Hasil neurosensori dan kognitif sudah di cantumkan dengan jelas.

9. KEAMANAN
a. Gejala (Subyektif)
1) Alergi : tidak ada alergi makanan atau obat-obatan
2) Tidak ada riwayat cidera/jatuh dalam 6 bln terakhir
3) Fungsi penglihatan kabur.
4) Fungsi indera yang lain masih baik
b. Tanda (obyektif)
1) Suhu : 36,8°C, tidak ada jaringan parut, tidak ada luka tekan, terpasang IV
line, DC.
2) Pasien belum mampududuk dengan tegak, belum seimbang.
3) Skreening Resiko jatuh 45
Hasil Analisis :
sudah di cantumkan dengan jelas.

10. PERSEPSI DIRI, KONSEP DIRI DAN MEKANISME KOPING


a. Gejala (Subyektif)
Keluarga pasien mengatakan jika sedang sakit atau marah, pasien cenderung
diam.
b. Tanda (obyektif)
Pasien tampak gelisah dengan posisi tidurnya, tampak sering mengganti posisi
tidur miring kanan dan kiri.
11. INTERAKSI SOSIAL
a. Gejala (Subyektif)
Klien dapat berinteraksi dan berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dengan
keluarga maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya.
b. Tanda (obyektif)
Klien masih dapat berinteraksi dan berkomunikasi meski bicara pelo dengan
keluarga, perawat, dokter, maupun lingkungan sekitarnya. Pasien tampak masih
lemah, tidak ada tanda-tanda perilaku menarik diri.
12. POLA NILAI KEPERCAYAAN DAN SPIRITUAL
a. Gejala (Subyektif)
Keluarga pasien mengatakan meski sakit pasien masih tetap mau berdoa dan
minta selalu mendenngarkan lagu-lagu rohani.
Tanda (obyektif)
Pasien terlihat selalu mendengarkan lagu-lagu rohani di atas tempat tidur. Tidak
ada tanda penolakan pengobatan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Tanggal 24 Mei 2018, Pukul
16.34 WIB
Hematologi Paket Hb : 15,9 gr/dL 13 – 16 gr/dl
Ht : 45,9 % 40 – 54 %
Leukosit : 16,7 103 / µL 5.000 – 10.000 / µL
Trombosit : 113 103 / µL 150.000 – 400.000 / µL
GDS : 179 mg/dL 80 – 160 mg/dL
Ureum : 32 mg/dL 15 – 39 mg/dL
Kreatinin : 1,3 mg/dL 0,60 – 1,30 mg/dL
Na :135 mmol/L 136 – 145 mmol/L
K : 4,8 mmol/L 3,5 – 5,1 mmol/L
Cl : 108 mmol/L 98 – 107 mmol/L
Tanggal 24 Mei 2018, Pukul Plasma Prothrombin Time
16.34 WIB (PPT) 9,4 – 11,3 detik
Koagulasi Waktu prothrombin : 10,9
detik
PPT control : 10,9 detik
Partial Thromboplastin Time 27,7 – 40,2 detik
(PTTK)
Waktu thromboplastin: 35,6
detik
Kontrol PTTK: 31,4 detik

Jenis Terapi Dosis Rute


Ringer Laktat 20 tpm Intra Vena
Ranitidine 50 mg/ 12 jam Intra Vena
Dexamethasone 1 mg / 8 jam Intra Vena

Hasil Analisis :
Data penunjang laboratorium sudah d cantumkan dan sudah lengkap dan sudah di tabel.
II. ANALISIS DATA
A. PENGELOMPOKAN DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1 DO: Hambatan mobilitas fisik Gangguan
a. Tangan kanan tidak bisa muskuloskeletal
diluruskan (kaku sendi),
kekuatan otot 3
b. Tangan kiri : kekuatan otot 4
c. Ekstremitas bawah (kiri) :
kekuatan otot 4
d. Ekstremitas bawah (kanan) :
kekuatan otot 4
e. index barthel = 3
(ketergantungan total)
f. Vital Sign :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/m RR : 20 x/m
Suhu : 36,5°C SpO2: 97%
DS:
Klien mengeluh terdapat kelemahan
pada ekstremitas atas terutama pada
ekstremitas atas bagian kanan.
Keluarga Klien mengatakan Klien
tidak bisa berjalan ataupun duduk
tegak tanpa bantuan. klien
mengeluh pandangan kabur.
2 DO : Konstipasi Kurangnya asupan
Bising usus 10x/menit intake makanan tinggi
Klien tampak kurang beraktivitas serat
DS :
Klien mengatakan hanya minum air
putih sebanyak 2 gelas (400 – 500
ml)/ hari. Klien mengatakan bisa
BAB 5 hari setelah dirawat di
RSUP DR Kariadi. Klien mengeluh
kesulitan mengeluarkan feses
karena keras. Klien mengatakan
biasanya BAB rutin 1-2 hari sekali.
3 DO : Hambatan komunikasi Bicara terganggu
Pasien berbicara pelo dan susah verbal
untuk dimengerti.
DS :
Keluarga pasien mengatakan sejak 1
mgg sebelum masuk RS pasien
bicara pelo.
Hasil Analisis :
Data subyektif dan obyektif pada analisa sudah sudah cukup lengkap.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi berhubungan dengan asupan intake makanan tinggi serat
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan bicara terganggu

Hasil Analisis :

pada bagian diagnosa keperawatan sudah lengkap namun tidak di bikin tabel dan tidak
mencantumkan paraf
C. RENCANA KEPERAWATAN
TGL No. Dx. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN
30 Mei 1 Eliminasi usus Manajemen konstipasi
2018 Keseimbangan cairan 1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
Status nutrisi: asupan makanan dan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
cairan 3. Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap
Setelah dilakukan tindakan keperawatan eliminasi
selama 3x24 jam diharapkan masalah 4. Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
konstipasi klien teratasi dengan kriteria hasil: 5. Sediakan privasi dan keamanan selama BAB
 Klien BAB dengan lancar dengan
konsistensi feses lunak
 Klien mampu meningkatkan intake cairan
 Klien mampu meningkatkan intake
makanan berserat
30 Mei 2 Kemampuan berpindah 1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
2018 Motivasi 2. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif
Cara berjalan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketahanan otot
selama 3 x 24 jam diharapkan masalah 3. Berikan penguatan positif selama aktivitas
hambatan mobilitas klien dapat teratasi 4. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika
dengan kriteria hasil : tubuh yang benar pada saat melakukan aktivitas
 Klien mampu melakukan aktivitas sehari-

92
hari secara mandiri
 Klien termotivasi untuk meningkatkan
aktivitas fisik ringan
 Skala kekuatan otot 5
30 Mei 3 Sensory function : hearing & vision Communication Enhancement : Speech Deficit
2018 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan penerjemah, jika diperlukan
selama 3 x 24 jam diharapkan masalah 2. Beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika diperlukan
hambatan komunikasi verbal dapat teratasi 3. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
Dengan kriteria hasil: 4. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan
 Komunikasi ekspresif (kesulitan untuk mengulangi permintaan
berbicara) : ekspresi pesan verbal 5. Dengarkan dengan penuh perhatian
dan atau non verbal yang bermakna 6. Berdiri didepan pasien ketika berbicara
 Mampu mengkomunikasikan kebutuhan 7. Berikan pujian positive, jika diperlukan
dengan lingkungan sosial

Hasil Analisis :

Pada intervensi sudah di cantumkan cukup lengkap.

93
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

TGL N0. Dx JAM TINDAKAN KEPERAWATAN DAN HASIL (Evaluasi Formatif) PARAF

30 Mei 1 10.00  Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi


2018 S : Keluarga mengatakan pasien hanya mengkonsumsi air putih dan susu dari RS sedikit-
sedikit.
O : Balance cairan -55
1 11.00  Mengkolaborasikan dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
S:-
O : Klien masih mendapat diit susu
1 11.30  Menjelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap eliminasi
S : keluarga Klien mengatakan paham bahwa serat dan cairan dapat membantu
meringankan saat BAB.
O : keluarga dan Klien tampak memahami informasi yag diberikan
2 11.45  Mendorong peningkatan aktivitas yang optimal
S : Keluarga Klien mengatakan lebih sering tiduran di tempat tidur karena kaki pasien
lemas dan belum punya keseimbangan tubuh.
O : terdapat penurunan kekuatan otot klien yaitu kekuatan otot 3-4
3 12.45  Memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.
 Anjurkan kepada keluarga untuk berdiri didepan klien saat berkomunikasi, dengarkan
secara seksama keinginan klien
S : klien dan keluarga mengatakan akan mencoba

94
O : klien tampak mengangguk tanda mengerti

31 Mei 2 16.00  Mengajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah


2018 S : Klien mengatakan tidak bisa duduk sendiri
O : Pasien tidakkuat menopang tubuhnyasaat diberikan posisi duduk.
2 16.15  Mengajarkan dan dukung pasien dan keluarga dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
S : keluarga Klien mengatakan mampu melakukannya secara mandiri setelah diberikan
penjelasan dan latihan
O : Kekuatan otot 3-4
2 16.45  Memberikan penguatan positif selama aktivitas
S:-
O : Klien dan keluarga tampak antusias
2 17.00  Mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh
yang benar pada saat melakukan aktivitas
S : keluarga paham bahwa postur tubuh dapat mempengaruhi kekuatan otot
O : Klien dan keluarga tampak memahami informasi yang diberikan. Klien mau duduk
bersandar dengan bantuan penuh dari keluraga.
1 17.30  Memberikan diit susu sesuai program dan menjelaskan pada pasien manfaat diet (cairan
dan serat) terhadap eliminasi
S : Keluarga Klien mengatakan klien tidak terlalu suka susu
O: klien tampak tidak menghabiskan makanan (susu) yang disediakan

95
1 19.15  Menyediakan privasi dan keamanan selama BAB
S : keluarga Klien mengatakan bahwa klien sudah bisa BAB namun keras.
O:-
3 20.00  Mengusulkan kepada tim untuk konsul kepada terapi
wicara S : -
O:-
1 Juni 2 16.00  Mengajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
2018 mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
S : Keluarga klien mengatakan mampu melakukannya secara mandiri namun tetap diawasi
O : Kekuatan otot 3-4. Klien mampu berlatih duduk dengan sandaran dengan bantuan
2 16.45 minimal.
 Memberikan penguatan positif selama aktivitas
S : Klien mengatakan sudah bisa berjalan tanpa bantuan
O : Klien tampak antusis
1 17.30  Mengidentifikasi masih adakah faktor penyebab konstipasi
S : keluarga klien mengatakan klien masih tidak mau menghabiskan susu dari RS
O:-
1 17.40  Memotivasi klien untuk meningkatkan intake cairan, sayur, dan buah
S : Keluarga berjanji akan terus memotivasi klien
O:-

96
2 19.00  Memonitor bagaimana klien menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar pada
saat melakukan aktivitas
S : klien dan keluarga paham bahwa postur tubuh dapat mempengaruhi kekuatan otot
O : Klien tampak sudah bisa duduk dengan sandaran dan bantuan minimal.
3 19.20 Memberikan anjuran kepada pasien dan keluarga untuk menggunakan alat bantu seperti
papan komunikasi yang berisi huruf jika perlu.
S : Keluarga mengatakan sekarang bisa berkomunikasi dengan pasien meski perlahan
O:-

Hasil Analisis :
Pada implementasi sudah lengkap, namun tidak mencantumkan nama dan paraf

E. EVALUASI KEPERAWATAN

TGL No. Dx EVALUASI SUMATIF / SOAP


1 Juni 1 S : Keluarga pasien mengatakan kemarin sudah bisa BAB meski agak keras
2018 O : Bising usus 18 x/mnt
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Motivasi klien untuk meningkatkan asupan cairan dan aktivitas
2 S : Keluarga klien mengatakan tangan dan kaki kanan masih lemas. Siku tangan kanan masih kaku.
O : Tangan kanan masih terlihat kaku. Kekuatan otot 4. Klien mampu duduk bersandar dengan bantuan minimal.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

97
3 S : Keluarga klien mengatakan klien mampu berkomunikasi perlahan meski masih pelo. Keluarga mampu
memahami kemauan klien.
O : Bicara klien masih pelo
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
hasil Analisis :

evaluasi keperawatan yang dilakukan kepada pasien sudah jelas

98
99
10
0
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2009). Konsep dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Cahyati, Y. (2011). Perbandingan Latihan Rom Unilateral Dan Latihan Rom


Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemipparase Akibat Stroke Iskemik
Di Rsud Tasikmalaya Dan Rsud Kab. Ciamis.

Dewi, Fuji. P. (2017) Efeksifitas Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap


Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke Di IGD Rumah Sakit Pusat
Otak Nasional. Universitas Muhammadiyah. Jakarta

Fatkhurrohman, M. (2011). Pengaruh latihan motor imagery terhadap kekuatan otot


ektremitas pada pasien stroke dengan himeparesis di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bekasi.

Gonce, P. (2002). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Hasan, dkk. (2018). Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan
Penurunan Kesadaran Pada Pasien Stroke Hemoragik Setelah Di Berikan
Posisi Kepala Elevasi 30 Derajat. Poltekkes Kemenkes Pangkal Pinang

Hermawati. (2017). Analisis Praktik Keperawatan Pada Stroke Dengan Intervensi


Pemberian Posisi Elevasi Kepala Untuk Meningkatkan Nilai Saturasi Oksigen
Di Ruang Unit Stroke RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2017.
Stikes Muhammadiyah Samarinda : (https://dspace.umtk.ac.id) diakses pada 4
Oktober 2018

Jusuf Misbach.2011.Stroke.Jakarta.Badan Penerbit FKUI.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Keputusan Mentri Kesehatan Nomor :


10
1778/Menkes/SK/XII/2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di RS Jakarta. 1

Mcphee S.J & Ganong W.F. 2011. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis, Edisi 5. Jakarta: EGC

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Rosjid, C. H., & Nurhidayat, S. (2014). Buku Ajar Peningkatan Intrakranial &
Gangguan peredaran Darah Otak. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Sumirah, dkk. 2019. Pengaruh Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Saturasi
Oksigen Dan Kualitas Tidur Pasien Stroke. Poltekkes Kemenkes Malang :
http://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP di akses pada tanggal 2
Desember 2019

Soeharto, I. (2015). Serangan Jantung Dan Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan
Kolesterol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Perry & Potter. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Perry & Potter. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
Praktek Volume 2, Edisi $. Jakarta : EGC

Price, A.,Wilson. (2012). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

10
2

Anda mungkin juga menyukai