KONSEP TEORI
a. Pengertian
b. Etiologi
2. Faktor genetik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Kongenital
c. Klasifikasi
1. Jinak
a) Coustic neuroma
b) Meningioma
c) Pituitary adenoma
d) Astrocytoma (grade 1)
2. Malignan
b) Oligodendroglioma
c) Apendymoma
1. Tumor Intradural
a) Ekstramedular
b) Cleurofibroma
c) Meningioma intramedural
d) Apendimoma
e) Astrocytoma
f) Oligodendroglioma
g) Hemangioblastoma
2. Tumor Ekstradural
Gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-tanda lokal,
tanda-tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu. Gejala yang timbul tiba-tiba sering
menandakan lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi lain menimbulkan gejala secara
perlahan-lahan.
a. Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang kemudian
berkembang menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga diperberat dengan oleh perubahan
posisi, batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak
80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher.
b. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas dengan efek
massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak.
e. Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan temporal. Gejala
epilepsi yang muncul pertama kali pada usia pertengahan mengindikasikan adanya
suatu SOL.
f. Papil edema, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak
menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang berkelanjutan
dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
a. Lobus temporalis
aphasia, dan lesi pada bahagian kanan menggangu persepsi pada nada dan melodi.
b. Lobus frontalis
c. Lobus parietal
d. Lobus occipital
Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan menyebabkan gangguan pada satu
mata sahaja. Lesi pada chiasma optic tersebut akan menyebabkan gangguan kedua
mata. Lesi di belakang chiasma optic akan menyebabkan gangguan pada mata yang
berlawanan.
e. Sudut serebellopontin
Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang mungkin terjadi
untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada
mekanisme reflek vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak
dihilangkan, maka denyut nadi akan menjadi lambat dan ireguler dan akhirnya
berhenti.
2). Pernafasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks cerebri akan lebih tertekan daripada
batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ininormalnya akan diikuti
dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pada pola pernafasan adalah hasil
dari tekanan langsung pada batang otak.Pada anaki, pernafasan irregular dan
meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara gejala-gejala awal dari
peningkatan ICP yang cepat dan dapat berkembang dengan cepat ke respiratory
arrest.
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan ICP,
tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi; Sebagai hasil dari
respon Cushing, dengan meningkatnya tekanan darah, akan terjadi penurunan dari
denyut nadi disertai dengan perubahan pada pola pernafasan. Apabila kondisi ini
terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun .
5) Reaksi Pupil
b) Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus optikus atau
atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap lanjut.
c) Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks fisiologi, reflek
patologis, dan klonus.
d) Pemeriksaan sensibilitas.
e) Pemeriksaan Penunjang
f) Elektroensefalografi (EEG)
7) Arteriografi
f. Penatalaksanaan Medis
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan kearah kematian, salah satu
akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.Pasien
dengan kemungkinan tumor otak harus di evaluasi dan di obati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat di ubah.Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
meningkatkan penurunan neurologic (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-
gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi). MenurutSmeltzer, 2013
penatalaksanaan SOL ada tiga yaitu:
2. Pendekatan kemoterapi
Untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai
akibat dosis tinggi radiasi.Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja.
Hal ini bisa digunakan pada klien:
3. Stereotaktik
g. Komplikasi
1. Kehilangan memori
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehianagan/kerusakan verbal/berbicara
6. Mental confusion
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot/paralisis
5. Perubahan pernafasan
2. Gangguan kognitif
4. Disfungsi seksual
1.1 Definisi
Otak adalah bagian dari Susunan Saraf Pusat (SSP) atau Central Nervous System
(CNS) yang terletak di dalam rongga kranial. Otak memegang kontrol pusat pada
banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari Susunan Saraf Pusat (SSP), otak memiliki
komponen penting yaitu gray matter dan white matter. Gray matter terdiri dari badan
sel saraf, neuropil (dendrits dan unmyelinated axons), sel glial (astrocytes dan
oligodendrocytes), sinapsis, dan capilarries. Sedangkan white matter terdiri dari
serabut saraf yang dilapisi oleh substansi lemak berwarna putih yang disebut
myelin(Applegate, 2010). Menurut Rizzo (2015), otak dilindungi oleh tulang cranium
dan membran meninges. Membran meninges tersebut adalah dura mater, arachnoid
mater, dan pia mater. Sama dengan spinal cord, selanjutnya otak dilindungi oleh
Cerebrospinal Fluid (CSF) yang bersirkulasi melalui subarachnoid pada otak dan
sumsum tulang belakang serta melalui ventrikel otak.
Perkembangan otak awalnya menunjukkan tiga gejala pembesaran yaitu otak depan
(hemisphere cerebri, corpus striatum, thalamus, dan hypothalamus), dan otak
belakang (pons varoli, medulla oblongata, dan cerebellum) (Sherwood, 2011). Otak
terdiri dari empat bagian utama yaitu, cerebrum (otak besar), brainstem (batang otak),
diencephalon, dan cerebellum (otak kecil) (Seeley dkk., 2017).
1. Cerebrum (Otak Besar) Bagian terbesar dari otak manusia adalah cerebrum.
Permukaanya terlapisi oleh gray matter yang disebut sebagai korteks cerebral
dan di bawahnya terdapat white matter. Cerebrum terdiri dari dua hemisphere
yaitu hemisphere kanan dan hemisphere kiri. Pada permukaan setiap
hemisphere terdapat banyak lipatan yang disebut gyri dan alur lipatannya
yang disebut sulci. Di dalam hemisphere terdapat bagian dari white matter
yang merupakan jembatan saraf penghubungkedua hemisphere yaitu corpus
callosum. Ujung anterior dari corpus callosum disebut genu dan ujung
posteriornya disebut splenium (Rizzo, 2015).
Korteks cerebral dibagi menjadi empat lobus yang memiliki nama yang sama
dengan tulang cranium di atasnya, yaitu :
a. Lobus Frontalis Lobus frontalis membentuk bagian anterior pada
setiap hemisphere. Lobus ini merupakan area motorik yang
menghasilkan impuls untuk gerakan. Pada lobus frontal tepat di
belakang mata terdapat korteks prefrontal atau orbitofrontal. Daerah
ini mengatur kondisi emosional dan strandar perilaku seseorang
(Scanlon dan Sanders, 2015).
b. Lobus Parietalis Lobus parietalis terletak di belakang lobus frontalis
dan dipisahkan oleh sulcus central. Lobus parietalis merupakan area
sensorik yang berfungsi sebagai pusat kontrol untuk mengevalusi
sensorik informasi sentuhan, rasa sakit, keseimbangan, rasa, dan suhu
(Scanlon dan Sanders, 2015).
c. Lobus Temporalis Lobus temporalis terletak di bawah lobus frontalis
dan parietalis dan dipisahkan oleh lateral fissure. Lobus temporalis
merupakan area olfactory dan auditory, dimana lobus ini menerima
impuls dari reseptor di rongga hidung untuk membaui dan menerima
impuls dari reseptor di telinga bagian dalam untuk mendengarkan.
Lobus temporalis juga berfungsi sebagai pusat penting untukpemikiran
abstrak dan kemampuan berbicara (Scanlon dan Sanders, 2015).
d. Lobus Occipitalis Lobus occipitalis terbentuk di bagian belakang
setiap hemisphere. Lobus ini berfungsi untuk menerima dan
menafsirkan input visual. Bagian lain pada lobus occipitalis memiliki
fungsi hubungan spatial seperti menilai jarak, meilhat dalam tiga
dimensi, dan kemampuan membaca peta (Scanlon dan Sanders, 2015).
2. Brainstem (Batang Otak) Batang otak menghubungkan pangkal otak dengan
sumsum tulang belakang. Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu, midbrain
(otak tengah), pons varoli, dan medulla oblongata. Selain itu, pada batang otak
juga terdapat reticular formation yaitu suatu unit fungsional yang mencakup
semua bagian batang otak. Brainstem bertanggung jawab terhadap banyak
fungsi esensial. Kerusakan pada area brainstem sering menyebabkan kematian
karena banyak saraf penting yang terintegrasi pada daerah tersebut. Bagian-
bagian pada batang otak yaitu, (Seeley dkk., 2017) :
a. Midbrain (Otak Tengah) Midbrain (otak tengah) atau mesencephalon
adalah wilayah terkecil dari batang otak. Letaknya lebih superior dari
pons varoli. Midbrain mengandung saraf kranial III
(occulomotor),IV(trochlear),dan V (trigeminal). Pada midbrain
terdapat bagian tectum yang terdiri dari empat nuklei yang menonjol
pada permukaan dorsal yang disebut corpus kuadrigeminus. Setiap
tonjolan tersebut disebut colliculus. Dua tonjolan di atas disebut
colliculi superior dan dua tonjolan di bawah disebut coliculli inferior.
Midbrain berfungsi dalam manyampaikan impuls dari korteks cerebral
ke pons varoli dan sumsum tulang belakang. Bagian tectum dari
midbrain merupakan pusat refleks yang mengontrol pergerakan bola
mata dan kepala dalam menanggapi rangsangan visual, serta
pergerakan kepala sebagai respon terhadap rangsangan pendengaran.
b. Pons Varoli Bagian batang otak yang terletak pada superior dari
medulla oblongata adalah pons varoli. Pons varoli adalah jembatan
yang menghubungkan bagian otak satu dengan bagian otak lain. Pons
varoli berisi traktus ascending dan descending serta beberapa
nuklei.Pons memiliki dua komponen utama yaitu yaitu ventral region
dan dorsal region. Bagian ini memiliki pontine nuklei yang terletak di
bagian anterior pons yang berfungsi menyampaikan informasi dari
cerebrum ke cerebellum. Pada bagian posteriornya mengandung saraf
kranial V (trigeminal), VI (abducens), VII (wajah), dan VIII
(vestibulocochlear). Daerah pontine lain yang penting adalah sleep
center yang mengatur gerakan mata saat tidur dan daerah pontine pada
respiratory center yang berfungsi untuk mengendalikan gerakan
pernapasan.
c. Medulla Oblongata Medulla oblongata atau medulla memiliki panjang
kurang lebih tiga sentimeter. Medulla merupakan bagian paling
inferior dari batang otak yang memanjang dari sumsum tulang
belakang menuju pons dan anterior cerebellum. Medulla oblongata
mengandung traktus sensorik dan motorik, serta saraf-saraf kranial.
Beberapa nukleus pada medulla oblongata berfungsi sebagai pusat
refleks vital seperti mengatur detak jantung, vasomotor yang mengatur
diameter pembuluh darah, dan mengatur pernapasan serta pusat refleks
untuk batuk, bersin, menelan, dan muntah. Saraf-saraf kranial pada
medulla oblongata yaitu saraf kranial V (trigeminal), VII (wajah), IX
(glossopharyngeal), X (vagus), XI (aksesori), dan XII (hypoglosal).
d. Reticular Formation Reticular formation merupakan sistem difusi
yang saling berhubungan dan terdapat di seluruh bagian batang otak.
Bagian ini tersebar oleh gray matter yang mengandung serat berwarna
putih. Reticular formation menerima akson dari sebagian besar saraf
wajah. Sistem reticular ini berperan dalam mempertahankan kesadaran
dan gairah tubuh. Di dalam medulla oblongata terdapat tiga pusat
refleks vital dari sistem reticular yaitu pusat vasomotor yang mengatur
diameter pembuluh darah, pusat jantung yang mengatur kekuatan
kontraksi dan detak jantung, serta medullary.
3. Diencephalon Diencephalon adalah bagian otak yang terletak di antara batang
otak dan cerebrum, posisinya berada di superior dari midbrain. Diencephalon
memanjang dari batang otak ke cerebrum dan mengelilingi ventrikel ketiga.
Bagian otak ini mengandung traktus dan chiasma optik yang merupakan
tempat persilangan saraf optik, infundilum yang melekat pada kelenjar
pituitary, badan millary, kelenjar pineal, dan kelenjar endokrin (Seeley dkk.,
2017).
Diencephalon memiliki tiga komponen utama, yaitu :
a. Thalamus
Talamus adalah bagian superior dari diencephalon yang berperan
sebagai sensorik impuls untuk mencapai korteks cerebral yang berasal
dari tulang belakang, batang otak, dan cerebrum. Talamus memiliki
peran sebagai pusat interpretasi sentuhan kasar, rasa sakit, dan perasa
suhu.
b. Epithalamus
Epitalamus adalah area kecil yang berada di superior dan posterior dari
talamus. Bagian ini terdiri dari habenula dan kelenjar pineal.Habenula
memengaruhi indra penciuman yang terlibat dalam respon emosional
dan respon visceral terhadap indra penciuman. Kelenjar pineal
memiliki bentuk seperti biji pinus yang terlibat sebagai modulasi
siklus tidur dan bioritme lainnya.
c. Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian paling inferior dari diencephalon.
Hipotalamus berisi sekelompok nuklei dan traktus. Nuklei yang paling
terlihat adalah badan mamillari yang menonjol pada permukaan
ventral dari diencephalon. Bagian ini terlibat dalam refleks penciuman
dan respon emosional serta memori. Hipotalamus merupakan
pengontrol sistem endokrin, pengatur sekresi hormon pada kelenjar
pituitari, memengaruhi fungsi metabolisme, dan reproduksi.
4. Cerebellum (Otak Kecil) Cerebellum (otak kecil) adalah bagian dari otak yang
bentuknya seperti kupu-kupu. Terletak di inferior lobus oksipitalis dan
posterior dari pons dan medulla oblongata. Cerebellum terdiri dari dua
belahan yang dipisahkan oleh hemisphere dan dihubungkan oleh suatu
struktur yang disebut vermis.
Otak kecil terbentuk dari white matter dengan lapisan tipis dari gray
matter yang disebut korteks cerebral. Otak kecil memiliki fungsi antara lain,
sebagai pusat refleks dalam mengkoordinasikan gerakan otot rangka yang
kompleks, mempertahankan postur tubuh, dan menjaga keseimbangan tubuh
(Rizzo, 2015).
5. Arterial Blood Supply Darah disuplai ke otak oleh dua pasang pembuluh
darah arteri yaitu, internal carotid arteries (arteri karotis interna) dan vertebral
arteries (arteri vertebralis). Pada bagian ini juga terdapat circulus arteriosus
arteries yang memiliki fungsi penting (Applegate, 2010).
a. Internal Carotid Artery (Arteri Karotis Interna)
Arteri karotis interna meluas hingga ujung medial fisura cerebral lateralis.
Lalu terbagi menjadi arteri cerebral dan arteri middle cerebral. Dua arteri
cerebral anterior melewati dan pada medial menuju fisura longitudinal
yang dihubungkan oleh arteri communicating anterior. Kedua arteri
tersebut berjalan paralel dalam fisura longitudinal dan memiliki banyak
cabang untuk mensuplai darah pada lobus frontalis dan lobus parietalis.
Arteri middle cerebral melewati celah pada sisi lateralis untuk mensuplai
darah ke permukaan lateral otak. Cabang ketiga dari arteri carotis
internayaitu arteri communicating posterior yang berjalan menuju ke
anastomosis dengan arteri cerebral posterior.
b. Vertebral Arteries (Arteri Vertebralis)
Arteri vertebralis kanan dan kiri merupakan cabang dari arteri subclavia,
melewati foramen transverse superior dari vertebrae cervical yang dimulai
dari cervical keenam. Saat melewati foramenmagnum, kedua arteri
tersebut menembus dura mater untuk memasuki cisterna
cerebellomedularis pada ruang subarachnoid. Arteri vertebralis kanan dan
kiri bergabung membentuk arteri basilaris yang melewati permukaan
anterior pons. Arteri basilaris kemudian membelah dan membentuk dua
arteri cerebral posterior untuk mensuplai darah menuju lobus oksipitalis.
c. Circulus Arterious Cerebri
Terdapat konfigurasi khas pada dasar otak yang menunjukkan anastomose
pembuluh darah membentuk lingkaran yang disebut circle of willis. Circle
of willis dibentuk oleh arteri carotis interna, arteri cerebral anterior, arteri
communicating anterior, arteri cerebral posterior, dan arteri
communicating posterior.
Menurut( Junaidi, 2011 Dalam Putri 2017), klasifikasi stroke hemoragik dibagi
menjadi 2 yaitu :
Hemoragik serebral
Penambahan massa
Kompresi
Edema TIK ↑
Defisit motorik (ggn. perfusi serebral) Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
Kelemahan otot
mengunyah motorik bicara sensori
Metabolisme anaerob↑
Gerakan inkoordinasi Kesadaran Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
menurun anggota
Asam laktat ↑
Ggn. mobilitas fisik gerak
Disfasia
Hemiplegi
Nyeri disartria
Ggn. ADL Tirah
baring lama Resiko
Gg mobilitas Ggn.
perubahan
Ggn. rasa nyaman fisik komunikasi
Resiko Dekubitus nutrisi: kurang
verbal
dari kebutuhan
Resiko Ggn. integritas
kulit
2.1.7 Manifestasi Klinis
mendadak.
3. Penurunan kesadaran.
terlihat ganda.
7. Disfagia
adalah :
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral decubitus
3. Penatalaksanaan medis
iskhemia infark.
adanya ruptur.
c. Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal dan
perdarahan intrakranial.
artemovena
perdarahan subarachnoid.
a. Infeksi pernafasan
c. Konstipasi
d. Tombroflebitis
2. Berhubungan dengan mobilisasi
b. Dislokasi sendi
a. Epilepsi
b. Sakit kepala
c. Kraniotomi
4. Hidrosefalus
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen dalam
arteri, saturasi oksigen normal antara 95 – 100%. Dalam Kedokteran, oksigen
saturasi (SO2), sering disebut sebagai “SATS”, untuk mengukur presentase oksigen
yang diikat oleh hemoglobin didalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang
rendah, sebagaian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses
pendistribusian darah hemoglobin dari arterike jaringan tubuh (Hidayat,2007).
Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis) saturasi oksigen
meningkat menurut kurva disosisasi hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada
tekanan parsial oksigen> 10 kPa. Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah
ukuran relatif dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu.
Hal ini dapat diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode
dalam media cair.
2.2.2 Pengukuran saturasi Oksigen
a. Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai dibawah 90% menunjukkan keadaan
hipoksemia (yang dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO2 rendah
ditandai dengan sianosis. Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non invasif
secara kontiyu terhadap saturasi okssigen hemoglobin (Sao2).
Meski oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas dalam arteri, oksimetri
oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan
dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit perawatan umum, dan
area diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen
selama prosedur.
b. Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi
oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, Sv O2 dibawah 60%, menunjukkan bahwa
tubuh adalah dalam kekurangan oksigen dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini
sering digunakan pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal sirkulasi),
dan dapat memberikan gambaran tentang banyak aliran darah pasien yang diperlukan
agar tetap sehat.
c. Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi inframerah
dekata. Tissue oksigen saturrasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan
dalam berbagai kondisi.
d. Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat kejauhan oksigen
yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.
Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah menggunakan oksimetri nadi yang secara
luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Guiliano
& Higgins, 2005).
alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode
pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya infra merah) pada satu sisi
probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati
pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju foto detektor
pada sisi lain probe (Welch, 2005).
2.3.1 Pengertian
Posis elevasi kepala adalah posisi berbaring dengan bagian kepala pada
tempat tidur di tinggikan 30o dengan indikasi tidak melakukan manuver pada daerah
leher dan ekstremitas bawah dalam posisi lurus tanpa adanya fleksi. Posisi elevasi
kepala hampir sama dengan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan kepala 15
derajat – 30 derajat dapat memakai atau menggunakan tempat tidur fungsional yang
dapat diatur secara otomatis (Bahrudin, 2008).
2.3.2 Tujuan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan posisi head up 30 derajat
adalah fleksi, ekstensi dan rotasi kepala akan menghambat venous return
sehingga akan mmeningkatkan tekanan perfusi serebral yang akan
berpengaruh pada peningkatan TIK (Dimitrios dan alfread,2002)
a. Pengkajian
Adapun Fokus Pengkajian pada klien dengan Stroke Hemoragik menurut
Tarwoto (2013) yaitu :
1) Identitas Klien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajian di ambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur,
pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitu klien mengalami
kelemahan anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami
bicara pelo, biasanya klien kesulitan dalam berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan
aktivitas ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang
muncul sepperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsii otak
yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu memiliki riwayat hipertensi, riwayat
DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
riwayat kontrasepsi oral yang lama, riwayat penggunaan obat – obatan
anti koagulasi, aspirin, vasodilatr, obat – obat adiktif, kegemukan.
5) Riway Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan
adanya riwayat anggota keluarga keluarga yang menderita stroke.
6) Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk
pengobatan secara koomprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran
Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan parameter utama
yang sangat penting pada penderita stroke. Perlu dikaji secara
teliti dan secara komprehensif untuk mengetahui tingkat
kesadaran dari klien dengan stroke. Macam – macam tingkat
kesadaran terbagi atas : Metoda Tingkat Responsivitas
1. Composmentis : kondisi seseorang yang sadar
sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang
dinyatakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan
acuh tak acuh terhadap lingkungan
3. Derilium : yaitu kondisi seseorang yang mengalami
kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu
dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta
meronta-ronta
4. Somnollen : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk
namun masih dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti akan tidur kembali
5. Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang
dalam, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan
yang kuat, misalnya nyeri, tetapi tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan
baik.
6. Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terrhadap pertanyaan, tidak dapat
dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang
nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupuil
masih baik
7. Coma : yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam,
tidak memberikan respons terhadap pernyataan, tidak
ada gerakan dan tidak ada respons terhadap rangsang
nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari
skor yang didapat dari penilaian GCS klien :
- Nilai GCS Composmentis : 15 - 14
- Nilai GCS Apatis : 13 - 12
- Nilai GCS Derilium : 11 - 10
- Nilai GCS Somnolen : 9 -7
- Nilai GCS Semi Coma : 4
- Nilai GCS Coma :3
Tabel
Tabel
Skala peringkat untuk kekuatan otot
1. Reflek
Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi
melalui stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak
dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Respon abnormal
(babinski) adalah ibu jari dorso atau gerakan ke atas ibu jarri
dengan atau tanpa melibatkan jari – jari kaki yang lain.
2. Perubahan pupil
Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam milimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang
jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari
dari salah satu tanganya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan
cahaya yang terang kedalam salah satu mata dan perhatikan
adanya kontriksi pupil yang cepat (respon langsung).
Perhatikan bahwa pupil yang lain juga ikut kontriksi (respon
konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat normal
pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi
inndikasi adanya disfungsi neural.
3. Tanda – tanda vital
Tanda – tanda vital dari peningkatan tekanan intra cranial
meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan tekanan
nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan
tidak teratur.
4. Saraf kranial
I. Olfaktorius : saraf cranial 1 berisi serabut sensorik
untuk indera penghidu. Mata pasien terpejam dan
letakkan bahan – bahan aromatic dekat hidung untuk di
identifikasi
II. Optikus : akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh
pasien membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan
kkacamata sebelum pasien sakit harus diperhatikan
III. Okulomotoris : menggerakkan sebagaian besar otot
mata
IV. Troklear : menggerakkan beberapa otot mata
V. Trigeminal : saraf trigeminal mempunyai 3 bagian :
optalmikus, maksilaris, dan madibularis. Bagian sensori
dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan
kornea. Bagian motorik mengontrol otot mengunyah.
Saraf ini secara parsial dinilai dengan menilai reflek
kornea, jika itu baik pasien akan berkedip ketika kornea
diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk
mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.
VI. Abdusen : saraf kranial ini dinilai secara bersamaan
karena ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf
ini dinilai dengan menyuruh pasien mengikuti gerakan
jari pemeriksa ke segala arah
VII. Fasial : bagian sensori saraf ini berkenaan dengan
pengecepan pada dua pertiga anterior lidah. Bagian
motorik saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe
yang paling umum dan paralisis fasial perifer bell’s
palsi
VIII. Akustikus : saraf ini dibagi menjadi cabang-cabang
koklearis dan vestibular, yang secara berurutan
mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf
koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan udara.
Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin
namun perawat waspada, terhadap keluhan pusing atau
vertigo dari pasien
IX. Glosofaringeal : sensori : menerima rangsang dari
bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai
sensasi rasa. Motorik : mengendalikan ordan – organ
dalam
X. Vagus : saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama.
Saraf Glosofaringeus mempersarafi serabbut sensori
pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula dan
langit – langit lunak serta memperlihatkan respon
otonom pada jantung, lambung, paruparu dan usus
halus. Ketidakmampuan untuk batuk yang kuat,
kesulitan menelan dan suara serak dapat pertanda
adanya kerusakan saraf ini.
XI. Asesoris spinal : saraf ini mengontrol otot- otot
sternokliedomostoid dan otot trapesius. Pemeriksa
menilai saraf ini dengan menyuruuh pasien mengangkat
bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi yang
lain terhadap tahanan, biasa juga dibagian kaki dan
tangan.
XII. Hipoglosus : saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf
ini dinilai dengan menyuruh pasien menjulurkan lidah.
Nilai adanya deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf,
maka akan mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
b. Diagnosa Keperawatan
a. resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kir,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi, dan
hiperkolesteronemia
b. pola nafas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis
c. bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan
d. gangguan mobilitas fisik b/d neuromuskuler dan kelemahan anggota gerak
e. gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral dan gangguan
neuromuskuler
f. gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan dan hipoksia serebral
g. defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
h. resiko gangguan integritas kulit/jaringan b/d penurunan mobilitas
i. defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
(SDKI, Edisi 1)
No Diagnosa Keperawatan Standar luaran keperawatan indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Resiko perfusi selebral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen peningkatan tekanan
efektif b/d hipertensi 3x24 jam diharapkan perfusi selebral intrakranial
pasien menjadi efektif dengan kriteria Observasi
hasil : 1. identifikasi penyebab TIK
a. tingkat kesadaran kognitif meningkat 2. monitor tanda gejala peningkatan TIK
b. gelisah menurun 3. monitor MAP, CVP, PAWP, PAP,ICP, dan
c. tekanan intrakranial menurun CPP, jika perlu
d. kesadaran membaik 4. monitor gelombang ICP
5. monitor status pernapasan
6. monitor intake dan output cairan
7. monitor cairan serebro dan spinal
Terapeutik
1. minimalkan stimulus dengan menyiapkan
lingkungan yang tenang
2. berikan posisi semi fowler
3. hindari manuver valsava
4. cegah terjadinya kejang
5. hindari penggunaan PEEP
6. atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. pertahankan suhu tubuh
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. kolaborasi pemberian diuretik osmosis
3. kolaborasi pemberian pelunak tinja
Pemantauan Neurologis
Observasi
1. monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil
2. monitor tanda kesadaran
3. monitor tanda – tanda vital
4. monitor status pernafasan : analisa gas darah,
oksimetri nadi, kedalaman pernafasan, pola
nafas dan usaha napas
5. monitor reflek kornea
6. monitor kesimetrisan wajah
7. monitor respon babinski
8. monitor respon terhadap pengobatan
Terapeutik
1. tingkatan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
4. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan
2 Pola nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas
hambatan upaya napas 3x24 jam diharapkan pola nafas pasien Observasi
menjadi efektiif dengan kriteria hasil : 1. monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
1. frekuensi nafas membaik usaha nafas)
2. kedalaman nafas membaik 2. monitor bunyi nafas tambahan (mis:
3. ekskursi dada membaik wheezing)
Terapeutik
1. posisikan semi fowler atau fowler
2. pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
headlilt dan chinlift
3. berikan minum hangat
4. lakukan fisioterapi dada
5. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. berikan oksigen
Edukasi
1. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik
Dukungan ventilasi
Observasi
1. identifikasi adanya kelelahan otot bantu
nafas
2. identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status
3. monitor status respirasi dan oksigenasi
( frekuensi, dan kedalaman nnafas, penggunaan
otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan,
saturasi opksigen)
Terapeutik
1. pertahankan kepatenan jalan nafas
2. berikan posisi semi fowler atau fowler
3. fasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
4. nerikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Edukasi
1. ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas
dalam
2. ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
3 bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi
b/d spasme jalan napas, 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas Observasi
disfungsi neuromuskuler dan tetap paten dengan kriteria hasil : 1. monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
sekresi yang tertahan 1. batuk efektif meningkat upaya nafas
2. produksi sputum menurun 2. monitor pola nafas
3. frekuensi nafas dan pola nafas 3. monitor kemampuan batuk efektif
membaik 4. monitor adanya produksi sputum
5. monitor adanya sumbatan jalan napas
6. monitor saturasi oksigen
7. monitor nilai AGD
8. monitor hasil X-Ray toraks
Terapeutik
1. atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan jika perlu
Penghisapan jalan nafas
Observasi
1. identifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
2. monitor status oksigenasi, status neurologis,
dan status hemodinamik sebelum, selama, dan
setelah tindakan
3. monitor dan catat warna, jemlah dan
konsistensi
Terapeutik
1. gunakan tindakan aseptik
2. gunakan prosedural steril dan disposibel
3. gunakan teknik penghisapan tertutup, sesuai
indikasi
4. berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
5. lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
6. hentikan penghisapan dan berikan terapi
oksigen jika mengalami kondisi – kondisi
seperti bradikardi, penurunan saturasi
Edukasi
1. anjurkan melakukan teknik nafas dalam,
sebelum melakukan penghisapan
2. anjurkan bernafas dalam dan pelan selama
insers kateter suction
4. gangguan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan asuhan Dukungan mobilisasi
neuromuskuler dan kelemahan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
anggota gerak mobilitas fisik tidak terganggu dengan 1. identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
kriteria hasil : lainnya
1. pergerakan ekstremitas meningkat 2. identifikasi toleransi fisik melakukan
2. kekuatan otot meningkat pergerakan
3. rentang gerak (ROM) meningkat 3. monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
4. kelemahan fisik menurun sebelum mobilisasi
4. monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
1. fasilitasi aktivitas mobilitasi dengan alat
bnatu (mis duduk di atas tempat tidur)
2. fasilitasi melakukan pergerakan
3. libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. ajarkan mobilisasi sederhana yang harus di
lakukan (mis : duduk di tempat tidur)
Pemantauan neurologis
Observasi
1. monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan
reaktifitas pupil
2. monitor tingkat kesadaran
3. monitor tanda tanda vital
4. monitor status pernafasan : analisa gas
darah, oksimetri nadi, kedalaman nafas, pola
nafas dan usaha nafas
Terapeutik
1. tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
4. dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan
5. gangguan komunikasi verbal b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Promosi komunikasi defisit bicara membaik
penurunan sirkulasi serebral dan 3x24 jam diharapkan komunikasi verbal Observasi
gangguan neuromuskuler meningkat dengan kriteria hasil : 1. monitor frustasi, marah,depresi atau hal lain
1. kemampuan berbicara meningkat yang menganggu bicara
2. kemampuan mendengar meningkat 2. identifikasi perilaku emosional dan fisik
3. kesesuaian ekspresi wajah/tubuh sebagai bentuk komunikasi
meningkat Terapeutik
4. pelo menurun 1. gunakan komunikasi alternatif (mis menulis
5. komunikasi membaik mata berkedip, isyarat tangan)
2. berikan dukungan psikologis
3. ulangin apa yang disampaikan pasien
4. gunakan juru bicara
Edukasi
1. anjurkan berbicara perlahan
2. ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
6. gangguan persepsi sensori b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Minimalisasi rangsangan
gangguan penglihatan, 3x24 jam diharapkan gangguan persepsi Observasi
pendengaran, penghiduan dan sensori membaik, dengan kriteria hasil : 1. periksa status mental, status sensori, dan
hipoksia serebral 1. respon sesuai stimulus membaik tingkat kenyamanan
2. konsentrasi membaik Terapeutik
3. oreintasi membaik 1. diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
sensori (bising, terlalu terang)
2. batasi stimulus lingkungan ( cahaya,
aktivitas, suara)
3. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
Edukasi
1. ajarkan cara meminimalisasi stimulus
( mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
1. kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan)
2. kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi sensori
Manajemen delirium
Observasi
1. identifikasi faktor resiko delirium (gangguan
penglihatan/pendengeran, penurunan,
kemampuan fungsional, dll)
2. identifikasi tipe delirium
3. monitor status neurologis dan tingkat
delirium
Terapeutik
1. berikan pencahayaan yang baik
2. sediakan kalender yang mudah dibaca
3. sediakan informasi tentang apa yang terjadi
dan apa yang terjadi selanjutnya
4. batasi pembuatan keputusan
5. nyatakan persepsi dengan cara tenang,
menyakinkann dan tidak argumentatif
6. fokus pada apa yang dikenali dan bermakna
saat interaksi interpersonal
7. lakukan reorientasi
8. sediakan lingkungan fisik dan rutinitas
harian yang konsisten
9. gunakan isyarat lingkungan untuk stimulus
memori, reorientasi, dan meningkatkan
perilaku yang sesuai
Edukasi
1. anjurkan kunjungan keluarga
2. anjurkan penggunaan alat bantu sensorik
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian obat ansietas atau
agitasi
Terapi menelan
Observasi
1. monitor tanda dan gejala aspirasi
2. monitor gerakan lidah saat menelan
3. monitor tanda kelelahan saat makan, minum,
dan menelan
Terapeutik
1. berikan lingkungan yang nyaman
2. jaga privasi pasien
3. gunakan alat bantu, jika perlu
4. hindari penggunaan sedotan
5. posisikan duduk
6. berikan permen lolipop untuk meningkatkan
kekuatan lidah
7. fasilitasi meletakkan makanan yang
dibelakang lidah
8. berikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. informasikan manfaat terapi menelan kepada
pasien dan keluarga
2. anjurkan membuka dan menutup mulut saat
memberikan makanan
3. anjurkan tidak bicara saat makan
Kolaborasi
1. kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
dalam memberikan terapi
8 defisit perawatan diri b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan pperawatan diri
gangguan neuromuskuler dan 3x24 jam diharapkan perawatan diri pada Observasi
kelemahan pasien meningkat dengan kriteria hasil : 1. monitor tingkat kemandirian
1. kemampuan mandi meningkat 2. identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
2. kemampuan mengenakan pakaian diri, berpakaian, berhias, dan makan
meningkat Terapeutik
3. kemampuan makan meningkat 1. sediakan lingkungan yang terapeutik (mis;
4. verbalisasi keinginan malukan suasana rileks, privasi
perawatan diri meningkat 2. siapkan keperuan pribadi (mis; sikat mandi,
sabun mandi)
3. dampingi dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
4. fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
5. jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. anjurkan melakukan petrawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Tinjuan Kasus
A. Pengkajian
Ruangan : Neurologi
No.MR : 729450
Pengkajian Identitas
Nama : Tn. y
Agama : islam
Suku : minang
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama : Ny R
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
a. Alasan Masuk
klien masuk rs tanggal 12 januari 2020 jam 21.30 wib melalui IGD RSAM dengan Keadaan tidak
sadarkan diri, keluarga juga Mengatakan klien mengalami penurunan kesadaran 5 jam sebelum
masuk rumah sakit dan klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan, keluarga juga
mengatakan sebelum dibawah ke rumah sakit pasien mengalami jatuh dikamar mandi.
saat pengkajian tanggal 13 januari 2020 jam 09.30 wib diruangan neurologi dengan keluhan
keluarga mmengatakan klien tidak sadarkan diri 5 jam SMRS, sebelum pasien mengeluh sakit
kepala hebat pada pagi hari dan disertai muntah-muntah, klien mmengalami kelemahan anggota
gerak sebelah kanan, dan keluarga klien mengatakan semua aktivitas dibantu oleh keluarga. Dari
data objektif didapatkan, klien tidak sadarkan diri, klien tampak terpasang NGT dan O2 NRM
9L/menit, KU lemah, kesadaran semi-coma, TD 170/100, HR 129x/menit,suhu 37 oC, RR 26x/menit,
GCS 4:E2M2vafasia, SPO 90%, kekuatan otot ektremitas atas 0000/1111 dan ektremitas bawah
0000/1111, dan tampak terpasang infus rl 20tpm. Tampak klien bedrest total
keluarga mengatakan klien dulu juga pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit hernia, klien
juga mempunyai riwayat pernah operasi hernia, keluarga mengatakan klien juga memiliki riwayat
penyakit hipertensi 1 tahun terakhir dan pernah dirawat dirumah sakit karna penyakit hipertensi
Keluarga mengatakan ada dari ayah klien juga mengalami hipertensi dan juga mengalami stroke
hemoragik yang sudah cukup lama seperti yang dialami klien saat ini.
E. Fakktor Pencetus
Keluarga mengatakan klien sebagai seorang perokok aktif dan suka minum kopi dan jarang
mengontrol kesehatan, keluarga juga mengatakan klien pernah dirawat karena hipertensi tinggi
Keluarag mengatakan klien mengalami hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, keluarga mengatakan
klien mengalami lemah ektremitas sebelah kanan, dan tidak sadarkan diri 5 jam yang lalu secara
mendadak dikamar mandi.
Keluarga mengatakan klien biasanya mengkonsumsi obat dari bidan jika ada keluhan sakit
I.Kebiasaan
Keluarga mengatakan klien memiliki kebiasaan merokok dan suka minum kopi dan tidak
mengontrol makanan dan juga kesehatan
Genogram
keluarga mengatakan Tn.Y Sebelum sakit yaitu bekerja dan sosialisasi dengan masyarakat sekitar
b. Olahraga
keluarga juga mengatakan kegiatan diwaktu luang biasanya berkumpul bersama anak-anak dan
menonton televisi
d. Pola Bekerja
Tn. Y memiliki kesulitan dalam beraktivitas karena skit stroke, klien bekerja sebagai wiraswasta dan
bekerja setiap hari
Data Lingkungan
a. Kebersihan
keluarga klien mengatakkan lingkungan tempat tinggal klien tinggal cukup bersih dan tidak ada
ancaman pada lingkungan tempat tinggal klien
b.Polusi
keluarga klien mengatakan udara tempat tinggal klien cukup baik dan tidak tercemar oleh polusi
udara
Data Psikososial
a. Kognitif – Persepsi
keluarga mengatakan tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan dan pendengaran
Kelien berperan sebagai kepala rumah tangga pada saat ini tidak bisa berberan karena sedang
mengalami sakit, tetapi peran terrhadap keluarag masih baik
Keluarga klien selalu menberikan dukungan kepada klien agar mengurangi stress
Pada saat dilakukan pengkajian pola aktivitas berdasarkan indeks ADL Barthel didapatkan klien
mengalami ketergantungan total dengan skor 0 (ketergantungan Total)
Pengkajian Fisik
Fisik Umum
d. BB / TB : BB 66 Kg, TB 172 CM
1. Kepala
Inspeksi : kepala tampak berbentu simetris, tidak ada tampak pembengkakan, luka/lesi
dikepala, rambut berwarna, kulit kepala bersih dan tidak berbau
Palpasi : tidak terdapat pembengkakan luka/lesi dikepala
2. Mata
Inspeksi : mata tampak simetris kiri dan kanan, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya baik,
kongjungtiva tidak anemis, sklera berwarna putih, tidak ada tampak pembengkakakan,
luka/lesi
Palpasi : saat diraba tidak terasa pembengkakan
3. Hidung
Inspeksi : mulut tampak simetris, Tn. Y mengalami kesulitan menelan, tidak ada
pembengkekan, luka/lesi, gigi tampak lengkap, bibir kering, mulut tampak bersih, Tn.Y
mengalami gangguan berbicara
Palpasi : saat diraba tidak terdapat pembengkekan/ massa pada mulut
5. Leher
Inspeksi : leher tamoak simetri, tidakk tampak pembengkekan/massa pada leher, tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid,
Palpasi : saat diraba tidak terdapat pembengkekan atau massa, tidak teraba pembesaran
kelenjar tiroid, arteri karotis teraba
6. Dada
Inspeksi : bentuk dada simetri kanan dan kiri, tidak tampak pembengkekan, luka/lesi,
pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan, frekuensi nafas 26x/menit
Palpasi :Saat dipalpasi tidak teraba pembengkekan, tidak ada nyeri tekan/lepas, traktif
fremitus teraba dan sama antara kiri dan kana
Auskultasi : ketika dilakukan auskultasi terdengar suara seperti berkumur (gurgling)
Perkusi : saat perkusi terdengar bunyi sonor diseluruh lapang paruh
7. Jantung
8. Abdomen
Inspeksi : bentuk perut flat dan simetris, tidak ada tampak pembengkekan/massa di abdomen,
tidak terdapat distensii abdomen
Auskultasi : saat diauskultasi terdengar bising usus ±4x/menit
Palpasi : palpasi dilakukan pada daerah abdomen baik pada kuadran kanan atas dan bawah
maupun pada kuadran kiri atas dan bawah, pada saat dilakukan palpasi sekitar 1-3 cm tidak
terdappat nyeri maupun penegangan yang abnormal, dan saat dilakukan palpasi sekitar 3-5
cm tidak teraba adanya massa yang abnormal
Perkusi : perkusi dilakukan pada daerah empat kuadran abdomen. Perkusi pada kuadran
kanan dan kuadran kiri atas hasil perkusi berbunyi pekak dan perkusi pada kuadran kanan
bawah dan kuadran kiri bawah hasil perkusi berupa suara tympani
9.Genitourinaria
Pasien tampak menggunakan kateter, kondisi kateter baik, output 500 cc, klien terpasang
kateter karena klien mengalami penurunan kesadaran
10.Ekstremitas
Ektremintas atas kanan dan kiri tampak lengkap, tangan kanan mengalami kelemahan
mengalami kelemahan, tidak terdapat pembengkekan, Tn. Y terpasang NGT dan terpasang
O2 sebanyak 9 liter dengan NRM, terpasang elektroda pada bagian dada, Tn. Y terpasang
IVFD RL 20 tpm di ekstremitas atas bagian tangan sebelah kiri, dan Tn.Y terpasang manset
tensi di ekstremitas atas pada tangan sebelah kanan. Akral teraba hangat, CRT (Capila Refil
Time) <2 detik. Tidak terdapat hemiparesis pada bagian anggota gerak bagiian atas sebelah
kiri.
Ektremitas bawah kanan dan kiri tampak lengkap kaki kanan mengalami kelemahan, tidak
terdapat pembengkekan, Tn. Y terpasang kateter dengan jumlah urin 500 cc, akral teraba
hangat, CRT (Capila Refil Time) < 2detik. Tidak terdapat hemiparesis pada anggota gerak
bagian bawah sebelah kiri.
Kekuatan otot:
0000 1111
0000 1111
11. Kulit
Inspeksi : warna kulit Tn.Y sawo matang, turgor kulit normal, tidak terjadi sianosis dan
terdapat bekas operasi hernia
Palpasi setelah di lakukan palpasi tidak terdapat nyeri tekan, dan palpasi capillary refil time
sekitar ±3 detik
Pemeriksaan Penunjang
Keterangan :
Hasil pemeriksan AGD di dappatkan nilai pH 7,29 PaCO2 48 mmHg. Dimana pH 7,29 rendah yang
berarti asidosis dan PaCO2 48 mmHg tinggi yang berarti respiratorik. Maka ini disebut asidosis
respiratorik.
b. CT-Scan kepala
c. Thorax AP
kesimpulan : berdasarkan hasil Rontgen foto Thorak AP/PA, terdapat kesan yang menyatakan bahwa
scholiosis toracalis. Iga dan jaringan lunak dinding dada tak tampak kelainan sinus kana normal.
Sinus co stophreenicus kiri tumpul. Diafragma normal cor membesa. CTI lebih 50%
mediasternumatas tak meleba, trakea relatif di tengah. Pulmo hili noormal corak bronkhovaskuler
bertambahinfiltrat bilateral paru.
d. Pengobatan
Data Subjektif
4. keluarga klien mengatakan klien minum dan makan melalui selang NGT
9. keluarga klien mengatakan selama klien sakit tiap pagi dimandikan hanya di lap saja
10. keluarga klien mengatakan selama klien sakit jarang membersihkan gigi klien
Data Objektif
6. SPO2 90%
11. pengkajian tingkat ketergantungan klien mengalami ketergantungan total pada saat dilakukan
pengkajian pola aktivitas berdasarkan indeks ADL didapatkan klien mengalami ketergantungan total
12. klien tidak dapat melakukan personall hygiene sendiri karena mengalami kelemahan anggota
ggerak dan penurunan kesadaran
0000 1111
0000 1111
16. CT-Scan : perdarahan parietal sinistra ± 10,3 cc 17. Thorax-AP : pembesaran jantung, susp
edema paru
pH : 7,29 mmol/L
PCO2 : 48 mEq/L
PO2 : 86 mmHg
HCO3 : 24 mEq/L
I. Nervus Olfaktorius : Saraf Sensori Untuk penghiduan : Kemampuan penciuman tidak dapat
di kaji karena pasien tidak sadarkan diri
II. Nervus Optikus : saraf sensori : Visus dan lapang pandang klien tidak dapat di kaji karena
pasien tidak sadarkan diri
III. Nervus Okulomotorius : Mengkaji ukuran kedua pupil ; Diameter pupil 2 mm sama kiri dan
kanan, bentuk bulat, reflek terrhadap cahaya ada +/+
IV. Nervus Trochlearis : pergerakkan mata ke arah inferior dan medial : Bola mata tidak dapat
bergerak kebawah dan kemedial
V. Nervus Trigeminus : Devisi sensorik dan motorik : Pasien tidak dapat mengerakan rahang
karena pasien tidak sadarkan diri
VI. Nervus Abdusen : mengontrol pergerakan mata : Bola mata tidak dapat diputarkan, pasien
tidak dapat menggerak-gerakan kongjungtiva karena pasien tidak sadarkan diri
VII. Nervus fasialis : devisi sensorik dan motorik ; Pasien tidak dapat mengerutkan dahi, menutup
mata, meringis memperlihatkan gigi dan bersiul karena pasien tidak sadarkan diri
VIII. Nervus Akustikus : Pendengaran : Test webber dan rinne tidak bisa dilakukan karena pasien
tidak sadarkan diri
IX. Nervus Glosofaringeus : saraf sensorik dan motorik :Pasien tidak bisa menbedakan manis
dan asam karena pasien tidak sadarkan diri dan makan melalui NGT
X. Nervus Vagus : saraf sensorik dan motorik : Pasien tidak bisa bersuara dan pasien tidak bisa
menelan karena pasien tidak sadarkan diri
XI. Nervus Aksesorius : saraf motorik yang mempersarafi otot : Pasien tidak bisa mengerakkan
bahu dan kekuatan ootot pasien ada kontraksi otot namun tidak ada gerakan sendi
XII. Nervus Hipoglosus : Saraf motorik yang mempersarafi lidah Pasien tidak dapat menjulurkan
lidah dan mengerakkan kesemua arah karena pasien tidak sadarkan diri
ANALISA DATA
DO :
- klien tampak penurunan
kesadaran
- tingkat kesadaran semi
coma
- GCS 4 : E2M2 Vafasia
- KU : Lemah
- Klien bedrest total
- TD : 170/100 mmHg, Nadi :
129x/menit, respirasi :
26x/menit, suhu : 37oC
- CT-Scan : perdarahan
parietal sinistra ±10,3 cc
- nervus yang terganggu :
I. Nervus Olfaktorius :
Saraf Sensori Untuk
penghiduan :
Kemampuan
penciuman tidak dapat
di kaji karena pasien
tidak sadarkan diri
II. Nervus Optikus : saraf
sensori : Visus dan
lapang pandang klien
tidak dapat di kaji
karena pasien tidak
sadarkan diri
III. Nervus
Okulomotorius :
Mengkaji ukuran
kedua pupil ;
Diameter pupil 2 mm
sama kiri dan kanan,
bentuk bulat, reflek
terrhadap cahaya ada
+/+
IV. Nervus Trochlearis :
pergerakkan mata ke
arah inferior dan
medial : Bola mata
tidak dapat bergerak
kebawah dan
kemedial
V. Nervus Trigeminus :
Devisi sensorik dan
motorik : Pasien tidak
dapat mengerakan
rahang karena pasien
tidak sadarkan diri
VI. Nervus Abdusen :
mengontrol
pergerakan mata :
Bola mata tidak dapat
diputarkan, pasien
tidak dapat
menggerak-gerakan
kongjungtiva karena
pasien tidak sadarkan
diri
VII. Nervus fasialis :
devisi sensorik dan
motorik ; Pasien tidak
dapat mengerutkan
dahi, menutup mata,
meringis
memperlihatkan gigi
dan bersiul karena
pasien tidak sadarkan
diri
VIII. Nervus Akustikus :
Pendengaran : Test
webber dan rinne
tidak bisa dilakukan
karena pasien tidak
sadarkan diri
IX. Nervus
Glosofaringeus : saraf
sensorik dan
motorik :Pasien tidak
bisa menbedakan
manis dan asam
karena pasien tidak
sadarkan diri dan
makan melalui NGT
X. Nervus Vagus : saraf
sensorik dan motorik :
Pasien tidak bisa
bersuara dan pasien
tidak bisa menelan
karena pasien tidak
sadarkan diri
XI. Nervus Aksesorius :
saraf motorik yang
mempersarafi otot :
Pasien tidak bisa
mengerakkan bahu
dan kekuatan ootot
pasien ada kontraksi
otot namun tidak ada
gerakan sendi
XII. Nervus Hipoglosus :
Saraf motorik yang
mempersarafi lidah
Pasien tidak dapat
menjulurkan lidah dan
mengerakkan
kesemua arah karena
pasien tidak sadarkan
diri
DO :
-Klien tampak kesulitan
menelan
-Klien tampak terpasang
NGT
-Saraf yang bermasalah :
a.Nervus Trigeminus : Devisi
sensorik dan motorik : Pasien
tidak dapat mengerakan
rahang karena pasien tidak
sadarkan diri
b. Nervus Glosofaringeus :
saraf sensorik dan
motorik :Pasien tidak bisa
menbedakan manis dan asam
karena pasien tidak sadarkan
diri dan makan melalui NGT
c. Nervus Vagus : saraf
sensorik dan motorik : Pasien
tidak bisa bersuara dan pasien
tidak bisa menelan karena
pasien tidak sadarkan diri
d. Nervus Hipoglosus : Saraf
motorik yang mempersarafi
lidah Pasien tidak dapat
menjulurkan lidah dan
mengerakkan kesemua arah
karena pasien tidak sadarkan
diri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. resiko perfusi serebral tidak efektif b/d infark pada jaringan otak dan hipertensi
Intervensi Keperawatan
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Biodata Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 46 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Kristen
Pekerjaan : Nelayan
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Pati
Tanggal Masuk : 18 Mei 2018
Tanggal Pengkajian : 30 Mei 2018
Diagnosa medis : SOL (Space Occupying Lesion)
2. Penanggungjawab Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 45 tahun
Alamat : Pati
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen
Hubungan dengan pasien : Isteri
Hasil Analisis :
Data pengkajian pasien dan penanggungjawab sudah di cantumkan dengan jelas.
B. STATUS KESEHATAN
1. STATUS KESEHATAN SAAT INI
Keluhan utama
Klien mengeluh tangan dan kaki lemah sehingga susah untuk bergerak.
Hasil Analisis
Sudah sesuai, keluhan utama berfokus pada satu masalah atau keluhan pasien.
Riwayat penyakit sekarang
Pada 14 Mei 2018 klien dibawa ke rumah sakit KSH pati karena keluhan mual,
muntah, pusing, dan pandangan kabur sejak 1 mgg sebelum masuk RS di Pati dan
mengalami penurunan kesadaran, GCS E3M1V2. Klien dirawat di rumah sakit
selama 2 hari, keluarga klien mengatakan selama menjalani rawat inap klien telah
mendapat terapi obat-obatan oral dan injeksi intravena namun keluarga klien tidak
ingat jenis obat-obatan yang diberikan saat di rumah sakit, selain itu klien juga telah
dilakukan pemeriksaan ct-scan, setelah itu klien direncanakan untuk dilakukan
operasi VP Shunt, namun karena keterbatasan pada rumah sakit tersebut sehingga
klien dirujuk ke RSUP DR Kariadi Semarang pada 18 Mei 2018 dilakukan tindakan
Cito pemasangan VP shunt dan masuk ke bangsal Rajawali 1B pada 18 Mei 2018.
Keluarga klien mengatakan selama di rumah sakit kesadaran klien berangsur
membaik. kelemahan pada ektremitas berangsur membaik namun masih sering
dirasakan oleh klien.
Saat pengkajian pada 30 Mei 2018 keluarga klien mengatakan pandangan kabur,
klien mengeluh tidak bisa melihat sesuatu didepannya secara jelas, klien juga
mengeluh terdapat kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah terutama pada
ekstremitas atas bagian kanan, hal tersebut menyebabkan klien harus dibantu untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan didapatkan TD: 110/70 mmHg, nadi:
86 x/menit, pernapasan: 20 x/menit, SpO2: 95%.
Hasil Analisis :
Riwayat penyakit sekarang sudah cukup lengkap, sudah tercanyum PGRST.
2. STATUS KESEHATAN MASA LALU
Keluarga klien mengatakan baru pertama kali dirawat di rumah sakit.
Hasil Analisis:
Kesehatan masa lalu sudah cukup jelas di cantumkan.
C. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. PERSEPSI DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Keluarga dan Klien tampak kurang memahami secara detail terkait penyakitnya
bahwa penyakit yang dialaminya memerlukan proses perawatan yang cukup lama.
Keluarga klien hanya mengira bahwa keluhan yang dirasakannya selama satu bulan
terkahir disebabkan karena kelelahan dan masuk angin.
Hasil Analisis:
Input Output
Infus : 1200 cc BAK : 1000 cc
Minum : 1200 BAB : 375 cc
Obat :- IWL : 15 x bb
Jumlah : 2200 cc = 15 x 52
= 780
*BC: Input – Output Jumlah: 2155 cc
: 2200 - 2155= 45 cc
Hasil Analisis :
Nutrisi cairan dan metabolik sudah di cantumkan dengan jelas.
LATIHAN Pernafasan
a. Gejala (Subyektif)
Keluarga klien mengatakan sekarang tidak sesak atau kesulitan dalam bernafas.
b. Tanda
(obyektif)
Inspeksi :
Retraksi dada (+), jejas (-) pergerakan dada kanan dan kiri sama, bentuk dan
postur normal, warna kulit sama dengan kulit yang lain.
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan, pergerakan dada kanan dan kiri sama saat inspirasi
dan ekspirasi, taktil fremitus seimbang.
Perkusi :
Terdengar bunyi sonor
Auskultasi :
Suara napas vesikuler (+), bronkial (-), ronkhi basah kasar (-), wheezing (-)
4. AKTIVITAS (TERMASUK KEBERSIHAN DIRI) DAN LATIHAN
1) Gejala (Subyektif)
2) Keluarga Klien mengatakan Klien sudah tidak bekerja karena sakitnya.
Sebelum sakit pasien masih mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri.
3) Selama sakit keperluan sehari-hari seperti mandi, makan, berpakaian,
toileting dibantu oleh keluarga karena pasien mengalami kelemahan
anggota gerak.
a. Tanda (obyektif)
1) Pasien tidak dapat berjalan dan tidak mampu duduk dengan tegak.
2) Pasien terlihat gelisah, sering berganti posisi tidur.
3) Tangan kanan tidak bisa diluruskan (kaku sendi), kekuatan otot 3
4) Tangan kiri : kekuatan otot 4
5) Ekstremitas bawah (kiri) : kekuatan otot 4
6) Ekstremitas bawah (kanan) : kekuatan otot 4
7) index barthel = 3 ( ketergantungan total)
Hasil Analisis :
5. ISTIRAHAT
Keluarga klien mengatakan baik saat sebelum sakit ataupun selama dirawat pasien
tidak mengalami gangguan tidur. Pola tidur malam jam 22.00 – 06.00. Sedangkan
saaat siang hari pasien juga dapat tidur dengan baik, hanya saja disaat terjaga pasien
sering terlihat gelisah dansering berganti-ganti posisi tidur.
Hasil Analisis :
7. ELIMINASI
a. Gejala (Subyektif)
Pola BAB : sehari 1 kali, konsistensi lembek, warna kuning, bau khas
BAB terakhir 2 hari yang lalu
Pasien mendapatkan terapi Laxadyn IIC/24 jam
Pasien terpasang DC no. 16. Urin berwarna
b. Tanda (obyektif)
1) Abdomen
Inspeksi : Simetris, warna kulit sama dengan kulit yang lain, tidak terdapat
jejas, distensi abdomen (-), jaringan parut (-), pengeluaran cairan umbilikus
(-).
Auskultasi : Bising usus 10 x/m
Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan luka nyeri tekan
Perkusi : Pekak
2) Pola Eliminasi
a) Pola BAB : Klien mengatakan hanya minum air putih sebanyak 2 gelas
(400 – 500 ml)/ hari dan susu sedikit2. Klien mengatakan bisa BAB 5
hari setelah dirawat di RSUP DR Kariadi. Klien mengeluh kesulitan
mengeluarkan feses karena keras. Klien mengatakan biasanya BAB
rutin 1-2 hari sekali.BAB 1x/ 2-3 hari, konsistensi lembek, warna
kuning kecoklatan
a) Pola BAK : terpasang DC Produksi 1000 ml/24 jam, warna kuning,
jernih
hasil Analisis :
9. KEAMANAN
a. Gejala (Subyektif)
1) Alergi : tidak ada alergi makanan atau obat-obatan
2) Tidak ada riwayat cidera/jatuh dalam 6 bln terakhir
3) Fungsi penglihatan kabur.
4) Fungsi indera yang lain masih baik
b. Tanda (obyektif)
1) Suhu : 36,8°C, tidak ada jaringan parut, tidak ada luka tekan, terpasang IV
line, DC.
2) Pasien belum mampududuk dengan tegak, belum seimbang.
3) Skreening Resiko jatuh 45
Hasil Analisis :
sudah di cantumkan dengan jelas.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Tanggal 24 Mei 2018, Pukul
16.34 WIB
Hematologi Paket Hb : 15,9 gr/dL 13 – 16 gr/dl
Ht : 45,9 % 40 – 54 %
Leukosit : 16,7 103 / µL 5.000 – 10.000 / µL
Trombosit : 113 103 / µL 150.000 – 400.000 / µL
GDS : 179 mg/dL 80 – 160 mg/dL
Ureum : 32 mg/dL 15 – 39 mg/dL
Kreatinin : 1,3 mg/dL 0,60 – 1,30 mg/dL
Na :135 mmol/L 136 – 145 mmol/L
K : 4,8 mmol/L 3,5 – 5,1 mmol/L
Cl : 108 mmol/L 98 – 107 mmol/L
Tanggal 24 Mei 2018, Pukul Plasma Prothrombin Time
16.34 WIB (PPT) 9,4 – 11,3 detik
Koagulasi Waktu prothrombin : 10,9
detik
PPT control : 10,9 detik
Partial Thromboplastin Time 27,7 – 40,2 detik
(PTTK)
Waktu thromboplastin: 35,6
detik
Kontrol PTTK: 31,4 detik
Hasil Analisis :
Data penunjang laboratorium sudah d cantumkan dan sudah lengkap dan sudah di tabel.
II. ANALISIS DATA
A. PENGELOMPOKAN DATA
Hasil Analisis :
pada bagian diagnosa keperawatan sudah lengkap namun tidak di bikin tabel dan tidak
mencantumkan paraf
C. RENCANA KEPERAWATAN
TGL No. Dx. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN
30 Mei 1 Eliminasi usus Manajemen konstipasi
2018 Keseimbangan cairan 1. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi
Status nutrisi: asupan makanan dan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi diet tinggi serat dan cairan
cairan 3. Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan serat) terhadap
Setelah dilakukan tindakan keperawatan eliminasi
selama 3x24 jam diharapkan masalah 4. Dorong peningkatan aktivitas yang optimal
konstipasi klien teratasi dengan kriteria hasil: 5. Sediakan privasi dan keamanan selama BAB
Klien BAB dengan lancar dengan
konsistensi feses lunak
Klien mampu meningkatkan intake cairan
Klien mampu meningkatkan intake
makanan berserat
30 Mei 2 Kemampuan berpindah 1. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
2018 Motivasi 2. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif
Cara berjalan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketahanan otot
selama 3 x 24 jam diharapkan masalah 3. Berikan penguatan positif selama aktivitas
hambatan mobilitas klien dapat teratasi 4. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika
dengan kriteria hasil : tubuh yang benar pada saat melakukan aktivitas
Klien mampu melakukan aktivitas sehari-
92
hari secara mandiri
Klien termotivasi untuk meningkatkan
aktivitas fisik ringan
Skala kekuatan otot 5
30 Mei 3 Sensory function : hearing & vision Communication Enhancement : Speech Deficit
2018 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan penerjemah, jika diperlukan
selama 3 x 24 jam diharapkan masalah 2. Beri satu kalimat simple setiap bertemu, jika diperlukan
hambatan komunikasi verbal dapat teratasi 3. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
Dengan kriteria hasil: 4. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan
Komunikasi ekspresif (kesulitan untuk mengulangi permintaan
berbicara) : ekspresi pesan verbal 5. Dengarkan dengan penuh perhatian
dan atau non verbal yang bermakna 6. Berdiri didepan pasien ketika berbicara
Mampu mengkomunikasikan kebutuhan 7. Berikan pujian positive, jika diperlukan
dengan lingkungan sosial
Hasil Analisis :
93
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
TGL N0. Dx JAM TINDAKAN KEPERAWATAN DAN HASIL (Evaluasi Formatif) PARAF
94
O : klien tampak mengangguk tanda mengerti
95
1 19.15 Menyediakan privasi dan keamanan selama BAB
S : keluarga Klien mengatakan bahwa klien sudah bisa BAB namun keras.
O:-
3 20.00 Mengusulkan kepada tim untuk konsul kepada terapi
wicara S : -
O:-
1 Juni 2 16.00 Mengajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
2018 mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
S : Keluarga klien mengatakan mampu melakukannya secara mandiri namun tetap diawasi
O : Kekuatan otot 3-4. Klien mampu berlatih duduk dengan sandaran dengan bantuan
2 16.45 minimal.
Memberikan penguatan positif selama aktivitas
S : Klien mengatakan sudah bisa berjalan tanpa bantuan
O : Klien tampak antusis
1 17.30 Mengidentifikasi masih adakah faktor penyebab konstipasi
S : keluarga klien mengatakan klien masih tidak mau menghabiskan susu dari RS
O:-
1 17.40 Memotivasi klien untuk meningkatkan intake cairan, sayur, dan buah
S : Keluarga berjanji akan terus memotivasi klien
O:-
96
2 19.00 Memonitor bagaimana klien menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar pada
saat melakukan aktivitas
S : klien dan keluarga paham bahwa postur tubuh dapat mempengaruhi kekuatan otot
O : Klien tampak sudah bisa duduk dengan sandaran dan bantuan minimal.
3 19.20 Memberikan anjuran kepada pasien dan keluarga untuk menggunakan alat bantu seperti
papan komunikasi yang berisi huruf jika perlu.
S : Keluarga mengatakan sekarang bisa berkomunikasi dengan pasien meski perlahan
O:-
Hasil Analisis :
Pada implementasi sudah lengkap, namun tidak mencantumkan nama dan paraf
E. EVALUASI KEPERAWATAN
97
3 S : Keluarga klien mengatakan klien mampu berkomunikasi perlahan meski masih pelo. Keluarga mampu
memahami kemauan klien.
O : Bicara klien masih pelo
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
hasil Analisis :
98
99
10
0
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, dkk. (2018). Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan
Penurunan Kesadaran Pada Pasien Stroke Hemoragik Setelah Di Berikan
Posisi Kepala Elevasi 30 Derajat. Poltekkes Kemenkes Pangkal Pinang
Mcphee S.J & Ganong W.F. 2011. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis, Edisi 5. Jakarta: EGC
Rosjid, C. H., & Nurhidayat, S. (2014). Buku Ajar Peningkatan Intrakranial &
Gangguan peredaran Darah Otak. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Sumirah, dkk. 2019. Pengaruh Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Saturasi
Oksigen Dan Kualitas Tidur Pasien Stroke. Poltekkes Kemenkes Malang :
http://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP di akses pada tanggal 2
Desember 2019
Soeharto, I. (2015). Serangan Jantung Dan Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan
Kolesterol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Perry & Potter. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
Praktek Volume 2, Edisi $. Jakarta : EGC
10
2