Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

SPACE OCCUPYING LESION (SOL)

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah kritis

Dosen pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :
Thalia Elisabeth 1710711105
Ni Luh Gede Vidya G. 1710711106
Mutiara Zahira F. 1710711107
Ega Shafira P. 1710711108
Kiki Audilah 1710711109
Feny Ditya Hanifah 1710711110

S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2020
A. Pengertian
Space Occupying Lesion (SOL) (lesi desak ruang intracranial) merupakan
neoplasma bisa berupa jinak atau ganas dan primer atau sekunder, serta setiap
inflamasi yang berada di dalam ronggak tengkorak yang menempati ruang di dalam
otak menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Space Occupying Lesion (SOL)
meliputi tumor, hematoma, dan abses (Ejaz Butt, 2005)

SOL merupakan generalisasi masalah yang mengenai otak serta adanya lesi
pada tuang intrakranial. Kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor
intrakranial merupakan beberapa penyebab yang bisa menimbulkan lesi pada otak.
(Long, C, 2000)

B. Etiologi
Penyebab dari SOL menurut Ejaz butt (2005) berupa :
a. Malignansi
1) 95% dari seluruh tumor meliputi metastase, meningioma, neuroma akustik,
glioma dan adenoma pituitary
2) Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial, tetapi pada anak-
anak 2/3 tumor terletak infratentorial.
3) 30% tumor otak merupakan tumor metastasis sedangkan tumor primer
umumnya tidak melakukan metastasis dan 50% diantaranya adalah tumor
multipel.
b. Hematoma
Hematoma adalah kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh darah. Kondisi
ini dapat terjadi saat dinding pembuluh darah arteri, vena, atau kapiler mengalami
kerusakan sehinggal darah keluar menuju jaringan yang bukan tempatnya.
c. Abses serebral
Sekumpulan nanah yang berkembang di otak akibat adanya infeksi.
Penyebabnya yaitu infeksi di bagian lain dari tubuh atau sistem kekebalan tubuh
yang tidak berfungsi dengan benar.
d. Infeksi HIV yang menyebabkan limfoma
e. Granuloma dan tuberculoma
Granuloma adalah kelainan pada jaringan tubuh yang muncul akibat
peradangan. Kelainan ini bisa terlihat sebagai kumpulan sel-sel radang pada
jaringan dalam pemeriksaan mikroskopik. Granuloma dapat muncul sebagai
reaksi terhadap infeksi, peradangan, iritasi atau paparan benda asing.
Granuloma terbentuk ketika sistem kekebalan tubuh menangkap zat atau
benda yang dianggap asing oleh tubuh, baik yang sifatnya kimiawi, biologis,
maupun fisik. Granuloma dapat terbentuk di macam-macam bagian tubuh, seperti
paru-paru, hati, mata, atau kulit.
Jenis-jenis granuloma :
1) Granuloma hati
Granuloma yang muncul di hati biasanya tidak disebabkan oleh penyakit
pada jaringan hati, melainkan penyakit yang menyebabkan peradangan di
seluruh tubuh, misalnya tuberkulosis dan sarkoidosis.
2) Granuloma kulit
Granuloma pada kulit dapat terjadi karena adanya kerusakan atau
peradangan pada kulit, konsumsi obat tertentu, atau adanya penyakit lain,
seperti penyakit autoimun, diabetes, kusta, atau kanker. Bentukan
granuloma pada kulit bisa bermacam-macam, sehingga butuh pemeriksaan
oleh dokter untuk menentukannya.
3) Granulomatous lymphadenitis (GLA)
Granuloma pada kelenjar getah bening ini terbagi menjadi GLA menular
dan tidak menular. Sarkoidosis termasuk jenis GLA yang tidak menular
namun penyebabnya masih belum diketahui. GLA menular dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri seperti pada tularemia dan penyakit cakar
kucing atau cat scratch disease.
4) Granulomatous interstitial nephritis (GIN)
GIN adalah granuloma yang terbentuk pada ginjal. Biasanya kondisi ini
disebabkan oleh konsumsi obat-obatan tertentu, namun bisa juga
disebabkan oleh infeksi tuberkulosis dan reaksi sistem kekebalan tubuh.
GIN tergolong kasus granuloma yang jarang ditemukan.
5) Penyakit granuloma kronik
Penyakit ini merupakan penyakit turunan yang disebabkan oleh kerusakan
fagosit, yakni sel imun yang bekerja dengan memakan kuman. Penderita
penyakit granuloma kronik menjadi rentan terhadap berbagai jenis infeksi
jamur maupun bakteri, misalnya pneumonia. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan infeksi kulit seperti bisul, abses, dan eksim yang sulit
disembuhkan.
Tuberkuloma adalah proses inflamasi lambat berupa massa yang sering
disertai edema perifokal. Sebagian besar lesi terletak intraparenkim dengan lokasi
bisa di mana saja di otak, tetapi lebih sering di hemisfer serebri. Tuberkuloma
juga dapat ditemukan di medula spinalis.

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi :

1. Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang kemudian
berkembang menjadi 60%. Nyeri kepala berat juga diperberat dengan oleh
perubahan posisi, batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan
bersama nyeri kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor
supratentorial sebanyak 80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa
posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
2. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas dengan
efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak.
3. Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan
kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif yang terletak pada lobus
frontal atau temporal.
4. Ataksia dan gangguan keseimbangan.
5. Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan temporal. Gejala
epilepsi yang muncul pertama kali pada usia pertengahan mengindikasikan adanya
suatu SOL.
6. Papil edem, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak
menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang berkelanjutan
dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer
dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
Gejala terlokalisasi (spesifik sesuai dengan daerah otak yang terkena):
1. Tumor korteks motorik; gerakan seperti kejang-kejang yang terletak pada satu sisi
tubuh (kejang jaksonian)
2. Tumor lobus oksipital; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
pengelihatan pada setengah lapang pandang, pada sisiyang berlawanan dengan
tumor) dan halusinasi pengelihatan
3. Tumor serebelum; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kesenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan nystagmus
(gerakan mata berirama dan tidak disengaja)
4. Tumor lobus frontal; gangguan kepribadian, perubahan status emoisonal dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur
5. Tumor sudut serebelopontin; tinnitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan sarafv
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah, (saraf ke lima),
kelemahan atau paralisis, abnormalitas fungsi motoric
6. Tumor intracranial bisa menimbulkan gangguan kepribadia, konfusi, gangguan
bicara dan gangguan gaya berjalan terutama pada lansia (Brunner & Sudarth,
2003; 2170)

D. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi
berurutan hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan
dengan kompersi invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Peningkatan
intrakranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor : bertambahnya masa dalam
tengkorak , terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi serebrospinal.
Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan
mengambilkan ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum
sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan
pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinal dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrosephalus.
Peningkatan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat
akibat salah satu penyebab yang telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanisme
kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan
oleh karena itu tidak berguna bila apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel
parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus/
serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser keinterior
melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemister otak. Herniasi menekan
ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf ke tiga.
Pada herniasi serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa poterior, ( Suddart, Brunner. 2001 ).
E. Pathway

Etiologi

Trauma kepala, factor genetic, paparan zat kimia


yang bersifat karsinogenik, defisiensi imunologi

Pertumbuhan sel otak abnormal

Tumor otak

Massa dalam tengkorak bertambag

Menekan jaringan Mendesak ruang


Nyeri Akut
otak tengkorak

Gg. Suplai darah Peningkatan TIK Nyeri kepala

Suplai O2 ke otak
Rangsangan Stasis vena Bergesernya girus Darah ke
pusat muntah cerebral medialis lobus otak
Hipoksia jaringan
serebral temporal ke
Muntah Pembengkak inferior melalui Iskemia jaringan
proyektil an papilla insura tentorial otak
Gg. Perfusi
saraf optikus oleh massa dalam
jaringan serebral Risiko volume Merangsang pusat
otak
cairan vasomotor
Kompresi Hernia unkus
saraf optikus Hipertensi sistemik
Penekanan
mesensefalon Rangsangan pada
pusat inhibisi
Gg. Hilangnya jantung
penglihatan kesadaran
bradikardia
Aktivasi silia
Ketidakefektifan
Pernafasan menjadi
bersihan jalan Obstruksi jalan
Produksi sekret lambat
nafas nafas
Retensi CO2
Ketidakefektifan
pola nafas dispnea
F. Komplikasi
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi
narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah
pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial
tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :
1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion

Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi


mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :

1. Perubahan visual dan verbal


2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit
kepala
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot / paralysis
5. Perubahan pernafasan

Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan yang terjadi
yaitu :

1. Gangguan fungsi neurologis.


Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan)
atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu,
otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak
disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan
sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga
hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan
malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
Memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan
meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler.
2. MRI
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan
CT Scan.
3. Biopsi Stereotaktik bantuan komputer (tiga dimensi)
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan serta informasi prognosis.
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor.
5. Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
H. Algoritma
I. Trend Issue

Judul
Lokasi Jumlah Desain
(Author dan Intrevensi Hasil Penelitian
Penelitian Sampel Penelitian
tahun)
CLINICAL Urun- Total 50 Studi Riwayat klinis Manifestasi mata tinggi
STUDY OF Islampur, kasus Kasus rinci diambil dan pada kelompok usia dewasa
OCULAR Maharasht manifesta pemeriksaan (11 tahun sampai 40 tahun),
MANIFEST ra. India si mata klinis dilakukan
Insidennya sama pada kedua
ATIONS OF dari SOL pada setiap kasus.
INTRACRA intrakrani Investigasi jenis kelamin, insiden tumor
NIAL al radiologi otak paling banyak (50%)
SPACE dipelajari dilakukan pada diikuti oleh abses otak
OCCUPYIN dari semua kasus. (20%), hematoma
G LESIONS Januari Investigasi intrakranial (14%), deposit
(Nalawade V 2015 laboratorium yang metastasis di otak (2%) dan
& Dileep hingga relevan dilakukan
ICSOL lain (14%), Gejala
Javadekar, Januari di semua kasus.
2017) 2017. Semua yang paling umum adalah
manifestasi mata Diplopia (26%) dan tanda
dicatat dalam yang paling umum adalah
bentuk tabel dan kelumpuhan saraf kranial
berhubungan (22%), umumnya saraf yang
dengan diagnosis sering terkena adalah
klinis.
abdusen.

Kesimpulan

Penyebab paling banyak ICSOL adalah tumor otak diikuti oleh abses otak,
hematoma intrakranial, deposit metastasis dan lesi lainnya. ICSOL lebih sering terjadi
pada kelompok usia dewasa.. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf abdusen.
Penglihatan terpengaruh pada ICSOL, terutama pada tumor. Gangguan lapang
pandang sering terjadi di ICSOL.
Judul
Lokasi Jumlah Desain
(Author dan Intervensi Hasil Penelitian
Penelitian Sampel Penelitian
tahun)
STUDI Ruang N= 2 Studi Menggunakan Durasi mulai sakit yang di
KASUS : azalea Kasus lembaran ceklis alami kedua pasien lebih
STATUS RSHS Observasi yang merupakan dari 3 bulan dengan lama
NEUROLO Bandung kriteria status
hari perawatan lebih dari 7
GI PASIEN neurologis
SPACE berdasarkan hari. Kedua pasien
OCCUPYIN Nanda, lembar mempunyai riwayat
G LESION observasi dan penyakit penyerta yang
DENGAN MMSE sama dan baru mendapatkan
HIV dan terapi Atiretroviral setelah
TOXOPLAS dirawat di rumah sakit.
MOSIS
Gangguan status neurologis
CEREBRI
(Ade Iwan yang paling dominan
Mutiudin, tampak pada pasien Space
Ridal Sagala, Occupying Lesion dengan
Tuti Pahria, HIV dan Toxoplasmosis
Yusshy Cerebri diantaranya :
Kurnia Keluhan sakit kepala,
Herliani,
gangguan kognitif dan
Hasniatisari
Harun, 2020) gangguan berbicara serta
kelemahan otot.

Kesimpulan

Space Occupying Lesion merupakan penyakit dengan masalah umum


mengenai adanya lesi pada ruang intrakranial khususnya yang mengenai otak. Lesi
pada otak seperti, hematoma, kontusio serebri, infark, adanya abses otak dan tumor
pada intrakranial.

Karakteristik demograpi pasien dalam studi ini adalah mengenai durasi mulai
sakit yang di alami kedua pasien lebih dari 3 bulan dengan lama hari perawatan lebih
dari 7 hari. Kedua pasien mempunyai riwayat penyakit penyerta yang sama yaitu HIV
dan toxoplasmosis cerebri dan baru mendapatkan terapi Atiretroviral setelah dirawat
di rumah sakit.

Gangguan status neurologis yang paling dominan tampak pada pasien space
occupying lesion dengan HIV dan toxoplasmosis cerebri diantaranya : Keluhan sakit
kepala, gangguan kognitif dan gangguan berbicara serta kelemahan otot.
J. Prinsip Pendidikan
Family Centered Care (FCC) :
1. Orientasi keluarga: Mengorentasikan keluarga di lingkungan tatanan klinis
atau ICU baik lingkungannya, peralatan-peralatannya, dan tindakan medisnya.
2. Terbentuknya Family Care Specialist (FCS): Perawat yang tergabung dalam
FCS ini yang mengkoordinasi dan bertanggungjawab dalam menerapkan
strategi supaya keluarga juga terlibat dalam perawatan pasien kritis
3. Mengijinkan keluarga untuk ada didekat pasien selama pasien dilakukan
tindakan/prosedur

Inti dari FCC adalah melibatkan keluarga dalam perawatan pasien di ICU.
Keluarga harus berpartisipasi secara tepat dalam keterlibatannya merawat anggota
keluarganya yang sedang sakit. Keluarga tidak hanya terlibat tetapi juga
membutuhkan informasi. Informasi yang disediakan oleh tim medis dan keperawatan
akan mengurangi kecemasan yang dialami oleh keluarga. Perawat juga harus mampu
memelihara keutuhan dan dukungan keluarga selama fase stress yang dialami oleh
keluarga tersebut. Dukungan keluarga adalah hal yang sangat berarti bagi pasien
kondisi kritis..

K. Diagnose Keperawatan
1. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak ditandai dengan neoplasma otak
3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
L. Asuhan Keperawatan
a. Data Fokus

DS DO
1. Pasien mengatakan selalu 1. Tanda-tanda vital:
merasakan sakit kepala berat - TD : 160/100 mmHg
2. Pasien mengatakan gangguan - MAP : 120 mmHg
lapang pandang - HR : 95x/menit
- Suhu : 36,4oC
- RR : 32x/menit on ventilator
dengan mode SIMV +PS
- PEEP : 5
- Peak Airway Pressure : 6-10
- FiO2 : 50%
2. Hasil pengkajian :
- Diameter pupil : 3mm/3mm
- Refleks pupil : +/-
- GCS : E4M6VETT
- CVP : 10,5 cmH2O
3. Hasil pemeriksaan hematologis :
- Hb : 12,6 g/dl
- Hematokrit : 36%
- Leukosit : 20,8 x 103/uL
- Trombosit : 212 x 103/uL
- Eritrosit : 4,12 x106/uL
- GDS : 120 mg/dL
- SGOT : 12 U/L
- SGPT : 9 U/L
- Ureum : 18 mg/dL
- Kreatinin : 1,0 mg/dL
- Albumin : 3,7 g/dL
4. Hasil AGD
- pH : 7,60
- PCO2 : 20,7 mmHg
- HCO3 : 20,3 mmol/L
- PO2 : 190,2 mmHg
- SpO2 : 99,7%
5. Hasil CT-Brain
Sellar meningioma Han I
6. Rontgen
Cord an pulmo tidak tampak
kelainan
7. Pasien mendapatkan terapi :
- Ceftriaxone 2x2 gr
- Ketorolac 3x30 mg
- Dexametason 3x4 mg
- Manitol 4x125 cc
- Omeprazole 2x40 mg
- Vit.K 3x20 mg
- Tranexamat 3x500 mg
- Citicollin 2x500 mg
- Fenitoin 3x100 mg
- Ondansentron 4 mg

b. Analisa Data

No Masalah
Data Etiologi
. Keperawatan
1. DS : Ketidakseimbangan Hambatan
- ventilasi perfusi pertukaran gas
DO :
1. Tanda-tanda vital:
- MAP : 120 mmHg
- RR : 32x/menit on
ventilator dengan
mode SIMV +PS
- PEEP : 5
- Peak Airway
Pressure : 6-10
- FiO2 : 50%
2. Hasil AGD :
- pH : 7,60
- PCO2 : 20,7 mmHg
- HCO3 :20,3
mmol/L
- PO2 : 190,2 mmHg
- SpO2 : 99,7%
2. DS : Neoplasma Otak Risiko
Ketidakefektifan
1. Pasien selalu
Perfusi Jaringan
merasakan sakit kepala
Otak
berat dan gangguan
lapang pandang.

DO :
1. Tanda – tanda vital :
TD: 160/100 mmHg,
MAP: 120 mmHg, HR:
95x/menit, Suhu:
36,4oC,
RR: 32x/menit on
ventilator dengan mode
SIMV +PS, PEEP: 5,
Peak airway Pressure :
6-10, FiO2: 50%.
SpO2 :99,7 %
2. Diameter pupil :
3mm/3mm, Refleks
pupil : +/-. GCS :
E4M6VETT.
3. Hasil CT-brain : Sellar
Meningioma Han I
4. Pasien Post op. Sellar
meningioma, Post
Craniotomi
3. DS : Peningkatan TIK Nyeri
1. Pasien selalu
merasakan sakit kepala
berat dan gangguan
lapang pandang.

DO :
1. TTV :
TD: 160/100 mmHg,
MAP: 120 mmHg
HR: 95x/menit
Suhu: 36,4oC
RR: 32x/menit on
ventilator dengan mode
SIMV +PS, PEEP: 5
Peak airway Pressure :
6-10, FiO2: 50%.
2. Hasil pengkajian :
Diameter pupil :
3mm/3mm,
Refleks pupil : +/-.
GCS : E4M6VETT.
CVP : 10,5 cmH2O.

c. Intervensi

No Diagnosa
NOC NIC
. Keperawatan
1 Hambatan Setelah dilakukan Tindakan 1. Manajemen
pertukaran gas keperawatan 1x24 jam Asam Basa :
berhubungan diharapkan : Alkalosis
dengan 1. Status Pernafasan : Metabolik
ketidakseimbanga Pertukaran Gas a. Pertahankan
n ventilasi perfusi a. Tekanan parsial kepatenan
oksigen di darah jalan nafas
arteri (PaO2) dari b. Monitor
deviasi yang yang pola nafas
cukup berat dari c. Monitor
kisaran normal kemungkina
ditingkatkan ke n penyebab
tidak ada deviasi alkalosis
dari kisaran normal metabolic
b. Tekanan parsial sebelum
karbondioksida di memberikan
darah arteri penanganan
(PaCO2) dari keseimbang
deviasi berat dari an asam
kisaran normal basa
ditingkatkan ke d. Ketahui
tidak ada deviasi kerusakan di
dari kisaran normal bagian apa
c. pH arteri dari yang
deviasi yang sedang membutuhk
dari kisaran normal an intervensi
ditingkatkan ke langsung
tidak ada deviasi dan mana
dari kisaran normal yang
membutuhk
2. respon Ventilasi an
Mekanik : Dewasa perawatan
a. tingkat pernapasan pendukung
dipertahankan dari e. Monitor
deviasi yang cukup penyebab
besar dari kisaran pembentuka
normal ditingkatkan n HCO3 atau
ke tidak ada deviasi kehilangan
dari kisaran normal ion
b. kedalaman hydrogen
pernapasan f. Dapatkan
dipertahankan dari kolaborasi
deviasi yang cukup pemeriksaan
besar dari kisaran specimen
normal ditingkatkan keseimbang
ke tidak ada deviasi an asam
dari kisaran normal basa secara
c. FiO2 memenuhi tepat
kebutuhan oksigen g. Monitor
dipertahan dari hasil
deviasi sedang dari Analisa gas
kisaran normal darah,
ditingkatkan ke elektrolit
tidak ada deviasi serum dan
dari kisaran normal. elektrolit
d. PaO2 dalam darah urin secara
arteri dipertahankan tepat
dari deviasi yang h. Berikan
cukup besar dari cairan asam
kisaran normal
ditingkatkan ke 2. Monitor
tidak ada deviasi Pernafasan
dari kisaran normal a. Monitor
e. PaCO2 (tekanan kecepatan,
parsial karbon irama,
dioksida dalam kedalaman
darah arteri) dan
dipertahankan dari kesulitan
deviasi yang cukup bernafas
besar dari kisaran b. Monitor
normal ditingkatkan suara nafas
ke tidak ada deviasi tambahan
dari kisaran normal seperti
f. Arteri pH ngorok atau
dipertahankan dari mengi
deviasi yang sedang c. Monitor
dari kisaran normal pola nafas
ditingkatkan ke d. Monitor
tidak ada deviasi saturasi
dari kisaran normal oksigen
pada pasien
yang
tersedasi
sesuai
protocol
yang ada
e. Pasang
sensor
pemantauan
oksigen
non-invasif
(pasang alat
pada jari)
f. Monitor
hasil
pemeriksaan
ventilasi
mekanik,
catat
peningkatan
tekanan
inspirasi dan
penurunan
volume tidal
g. Catat
perubahan
pada
saturasi O2,
volume tidal
akhir CO2,
dan
perubahan
nilai Analisa
gas darah
dengan tepat
2 Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Edema
Ketidakefektifan keperawatan diharapkan
Serebral
Perfusi Jaringan masalah risiko ketidakefektifan
Otak ditandai perfusi jaringan serebral a. Monitor TTV
teratasi dengan kriteria hasil:
dengan b. Monitor TIK
1. Status Sirkulasi
Neoplasma Otak a. TD Sistol dan Disto dan respon
dalam rentang normal
neurologis
b. TD rata-rata dalam
rentang normal (70-99 pasien
mmHg)
c. Posisikan
c. Saturasi oksigen dalam
rentang normal (85 % - kepala klien
100 % )
head up 30
d. Suhu dalam rentang
normal derajat
d. Kolaborasi
2. Status Neurologi
a. Ukuran pupil dalam pemberian
rentang normal
farmakologis :
b. Reaktifitas pupil tidak
terganggu Terapi manitol
c. Sakit kepala tidak ada
dan terapi
citicollin

2. Monitor Neurologi
a. Monitor ukuran,
bentuk,
kesimetrisan
dan reaktifitas
pupil
b. Monitor level
kesadaran, level
orientasi dan
GCS
c. Monitor
memory jangka
pendek,
perhatian,
memory masa
lalu, mood,
perasaan, dan
perilaku
d. Monitor tonus
otot, pergerakan
motorik, tremor,
kesimetrisan
wajah
e. Catat keluhan
sakit kepala

3 Nyeri Tujuan : setelah dilakukan Observasi secara


berhubungan tindakan keperawatan dalam subjektiv skala nyeri
dengan waktu 1X24 jam diharapkan yang dirasakan pasien
rasa nyeri yang dirasak pasien a. Beri posisi yang
peningkatan TIK
dapat berkurang atau bahkan nyaman
hilang b. Ajari metode
Kriteria Hasil : relaksasi seperti
a. Wajah distraksi, nafas
tidak  mengurung  dan dalam, dan bila
menahan  kesakitan  emosi ajarkan
b. Skala nyeri   turun imajinasi
Pasien terpimpin
tidak  memegangi  bagi c.  Anjurkan
an yang  sakit pasien untuk
melakukan
pemeriksaan
CT-Scan
d. Kolaborasikan
dengan pihak
medis untuk
terapi obat 
e.  Observasi
penurunan skala
nyeri yang
dirasakan 

Anda mungkin juga menyukai