Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRITIS DENGAN CKD

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni S.kep, M.kep

Disusun Oleh :
Jesica Rachel Meliala 1710711098
Arlia Fika Damayanti 1710711099
Rismayanti Saleha 1710711100
Farha Farhana 1710711101
Christin Maria 1710711102
Anggia Nur ‘Ardhia Safitri 1710711104

PROGRAM STUDI S.1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2020
I. PENGERTIAN

Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah penurunan fungsi ginjal yang lambat, progresif,
selama 3 bulan atau lebih dengan atau tanpa penurunan GFR atau GFR kurang dari 60
mL / menit / 1,73 m2. (Morton & Fontaine, 2013)

Penanda kerusakan termasuk temuan abnormal pada tes darah atau urin atau studi
pencitraan. Contohnya adalah proteinuria, kelainan pada sedimen urin, peningkatan
kreatinin serum, dan beberapa kista ginjal yang terdeteksi pada USG pada pasien dengan
riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik.

Gagal ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium berdasarkan laju penyaringan (filtrasi)
glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73 m2.
GFR
Stadium Deskripsi
(ml/menit/1.73m2)

1 90 atau lebih Kerusakan ginjal dengan normal atau peningkatan GFR

2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan


3 30-59 Penurunan GFR sedang/agak menurun
4 15-29 Penurunan GFR berat/menurun drastis
5 Kurang dari 15 Kegagalan ginjal
(Morton & Fontaine, 2013)

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :

II. Etiologi CKD


Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1. Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat disebabkan
oleh :
a. Hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang hebat.
b. Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare,
berkeringat banyak dan demam.
c. Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
d. Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan
berlebihan berupa urin.
e. Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah
ginjal.
2. Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.
a. Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga menyebabkan
peradangan dan merusak ginjal.
b. Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
c. Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot yang
rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau luka
bakar yang hebat.
d. Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik, Wegener's
granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.
3. Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.
a. Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin
berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
b. Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari
saluran kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
c. Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
d. Batu ginjal.

Penyebab gagal ginjal kronik antara lain:

1. Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan nefropati
diabetikum.
2. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
3. Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena
penyakit lupus atau pasca infeksi.
4. Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista
multipel.
5. Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang
bersifat toksik terhadap ginjal.
6. Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis) menyebabkan
aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi rusak (iskemia).
7. Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
8. Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai
macam keganasan pada ginjal.

III. PATOFISIOLOGI CKD


Pada gagal ginjal kronik, terjadi banyak nephron-nephron yang rusak sehingga nephron
yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal. Dalam keadaan normal,
sepertiga jumlah nephron dapat mengeliminasi sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk
mencegah penumpukan di cairan tubuh. Tiap pengurangan nephron berikutnya,
bagaimanapun juga akan menyebabkan retensi produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan
nephron progresif maka gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik hampir selalu
berhubungan dengan anemi berat.
Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi
dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan
sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik
memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan
mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain
terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat
status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh
ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi
eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina,
dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya terjadi
retensi air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi akan
berlanjut bila salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi
mengeluarkan sejumlah besar renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan
seterusnya terjadi vasokonstriksi dan hipertensi.

IV. MANIFESTASI KLINIS CKD


Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Kardiovaskuler :
a. Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron)
b. Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c. Edema periorbital
d. Gagal jantung kongestif
e. Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
f. Pembesaran vena leher
g. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial
oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
h. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan kalsifikasi
metastatic.
2. Dermatologi/integument :
a. Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom.
c. Kulit kering, bersisik
d. Kuku tipis dan rapuh
e. Rambut tipis dan kasar
3. Gastrointestinal :
a) Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
b) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
c) Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di dalam
usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti ammonia
dan metil guanidine, serta sembabnya mukosa usus
d) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
e) Konstipasi dan diare
f) Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)
4. Neurologi :
a. Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kelemahan pada tungkai
e. Rasa panas pada telapak kaki
f. Perubahan perilaku
g. Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak
kaki.
5. Muskuloskleletal :
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
e. Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan
f. Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.
6. Reproduksi :
a. Atrofi testikuler
b. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore
7. Hematologi :
a. Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
- Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum
tulang menurun.
- Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik.
- Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang.
- Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
b. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
c. Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan akibat
agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya factor trombosit III
dan ADP (adenosine difosfat).
d. Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun.
8. Endokrin :
a. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan
berkurang.
b. Gangguan metabolisme lemak
c. Gangguan metabolisme vitamin D
9. Sistem lain :
a. Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan
kalsifikasi metastatic
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolisme.
c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

V. KOMPLIKASI CKD
a. Asidosis metabolik
b. Hiperkalemi
c. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung
d. Hipertensi
e. Anemia
f. Penyakit tulang
( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1449)
Etiologi

Infeksi Kurang asupan cairan Tidak patuh diet dan DM Hipertensi Tumor Obstruksi traktus
terpapar obat-obatan urinamus (BPH)
Glomerulonefritis, Cairan tubuh yang Kadar glukosa dalam darah meningkat Pembuluh darah kontriksi Pertumbuhan sel
nefritis, lupus disaring lebih pekat Nefrotoksik berlebihan di ginjal Refluks urine
Glukosa menempel pada protein Sedikit darah yang disaring ke ginjal
Merusak fungsi nefron Kerja ginjal meningkat
Aterosklerosis
Suplai darah dan oksigen sedikit Merusak
Obstruksi pd sebagian ginjal
darah sulit keluar dari Iskemik injuri pada nefron ginjal
glomerulus

Tekanan pd glomerulus meningkat

Hiperfiltrasi

PROSES INFLAMASI

Makrofag foam cell mensekresi transforming Growth Factor (TGFB1)

TGFB1 mensekresi struktur ekstraseluler matrix

Glomerulosklerosis

Nefron jadi rusak dan keras

GFR menurun

BUN dan kreatinin >

GAGAL GINJAL

Fungsi filtrasi menurun Fungsi keseimbangan Fungsi Konsentrasi Fungsi Fungsi sisa metabolik Retensi cairan Sekresi Hormon
air dan elektrolit osmolalitas cairan keseimbangan dan natrium
BUN dan kreatinin asam dan basa
meningkat Retensi cairan Kemampuan Sekresi Penyerapan kalsium <
dan elektrolit Ion H menumpuk Ureum konsentrasi /
Produksi Asam ↗ entroprotein
mengencerkan urine < ginjal
Produksi renin < Kristalisasi Urea hiperfostemia
Penyerapan kembali
Na bikarbonat < Asam di GI ↗ Retensi Produksi sel
Angiotensin 1 Akumulasi toksik Kalsium fosfat >
Na+H2O darah merah <
Sekresi aldosteron Tumbuh menjadi asam
KETIDAKEFEKTIFAN Edema
Anemia Ca dalam Merangsang
NUTRISI KURANG
Asidosis metabolik Muncul dikulit Toksik GI tulang mudah tiroid untuk
Reabsorbsi Na+H2O DARI KEB. TUBUH
Kelebihan fraktur mengeluarkan
Vol. Darah di arterial > Kompensasi pada Kulit kering, bersisik, gatal Tertahannya Nafas bau volume hormon tiroid
Ulserasi
laju pernafasan pigmen amonia cairan Resiko cedera
Curah jantung > Paru-paru
Pruritus Untuk mensekresi
Pendarahan ekstremitas
Pernafasan Hormon fosfat
Hipertrofi ventrikel kiri Beban kerja jantung > Kulit GI Abdomen Cairan keparu
Kusmaul kortisol > meningkatkan
Resiko orange/abu-abu
Pitting serum kalsium
Gagal jantung kiri Hipertensi kerusakan Asites Edema paru
HCl > edema
integritas kulit Gg. Rasa Menyerap kembali
Suplai O2 ke jar turun nyaman hiperkalsemia
Bendungan diatrium kiri COP turun Ketidakefektifan Ca ditulang
Metabolisme anaerob Intoleransi pola nafas
Suplai O2 ke otak turun Asam laktat naik Fatigue, nyeri sendi Osteoplasma Resiko cedera
Edema paru aktivitas
Gangguan
pertukaran gas Resiko cedera
Alveoli terisi cairan Synchope (Kehilangan kesadaran)
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan Farmakologis
✢ Pengobatan gagal ginjal tergantung pada penyebab gagal ginjal. Misalnya, pada
beberapa penyakit autoimun, zat imunosupresif mungkin diresepkan. Umumnya,
pengobatan berdasarkan pada manifestasi. Dosis rendah (1 sampai 5 mcg kg / menit)
dopamin hidroklorida (intropin) mungkin diberikan untuk mengaktifkan reseptor
dopamin dalam ginjal. Dopamin, sebuah simpatomimetik, dapat memperbesar
pembuluh darah ginjal , yang meningkatkan fungsi ginjal, meningkatkan aliran urin,
dan meningkatkan pengeluaran natrium untuk meningkatkan fungsi ginjal.
✢ Asidosis metabolik umum terjadi dan biasanya diatasi dengan natrium bikarbonat.
Hipertensi juga manifestasi Gagal Ginjal yang umum. Di mana hipertensi adalah akibat
dari kelebihan volume cairan, pengeluaran cairan melalui terapi pengganti biasanya
lebih disukai sebagai obat antihipertensi. Dalam kasus lainnya, hipertensi disebabkan
oleh kelebihan produksi renin oleh ginjal (memulai sislen renin-angiotensin), terapi
antihipertensi yang agresif kemudian diperlukan untuk mengontrol kontrol darah
dengan elektif. Terapi diuretik harus digunakan dengan hati-hati. Furosemide dan
mannitol.adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi furosemide bisa menjadi
nefrotik, meningkatkan risiko kerusakan ginial lebih jauh. Diuretik, khususnya tidak
terlalu efektif pada klien dengan gagal ginjal lanjut.
✢ Hiperkalemia berpotensi mengancam karena berisiko terjadinya henti jantung, kondisi
ini harus segera diobati dan dilakukan dengan cepat dan tepat, Pengobatan dapat
mencakup pemberian kalsium.yang melawan aksi membran. Kation pengganti resin
dapat diberikan secara oral atan secara rektal untuk memfasilitasi perigeluaran kalium
melalui saluran gastrointestinal. Kation resin (misalnya Kavexalate) yang mengganti
kalium, untuk elektrolit lain dapat diberikan secara oral atau rektal. Zat-zat tersebut
mulai beraksi dalam 2 sampai 3 jam. Sorbitol, sebuah osmotik katartik, diberikan
sebagai kation pengganti resin untuk mendorong diare sehingga menghilangkan ion
kalium yang diganti dengan ion natrium dalam resin. Sorbitol dapat diberikan secara
oral, sebagai enema, atau dengan selang nasogatrik. Makanan dan obat yang
mengandung kalium harus dihindari. Dalam keadaan darurat, pemberian 50% glukosa
dan insulin reguler, dengan natrium bikarbonat jika perlu, sementara dapat mencegah
berhentinya jantung dengan menggerakkan kalium ke dalam sel dan menurunkan kadar
serum kalium, Insulin dan glukosa (agonis beta,-adrenergik) dan natrium bikarbonat
memaksa kalium ke dalam sel: ketiga jenis obat ini bekerja dalam 30 sampai 60 menit
dan berlangsung selama beberapa jam.
✢ Infeksi adalah salah satu komplikasi gagal ginjal yang paling sering terjadi sebanyak
70% kasus. Penggunaan profilaksis antibiotik kadang kala diindikasikan dan
pengobatan infeksi didasarkan pada laporan kultur dan sensitivitas.
✢ Dalam gagal ginjal, perawatan khusus harus dilakukan untuk mencegah nefrotoksik
dan mencegah cedera lebih lanjut pada ginjal yang telah rusak. Absorpsi, distribusi,
metabolisme,dan eliminasi obat harus dipertimbangkan sebelum obat diresepkan atau
diberikan. lika ginjal tikdak berfungsi, obat yang normalnya dikeluarkan oleh ginjal
dapat diakumulasi menjadi toksin. Beberapa obat dihilangkan dengan dialisis; yang
lainnya tidak. Seluruh factor - faktor ini harus dipertimbangkan ketika menentukan
dosis, rute, dan waktu pemberian. Juga obat- obar yang netrotoksik (misalnya,
aminoglikosida, pewarna pielogram intravena [intravenous pyelogram-IVP) mungkin
mengakibatkan kerusakan lebih jauh pada organ yang tidak berfungsi dan harus
dihindari.
2. Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
✢ Penggantian cairan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kelebihan
cairan. penggantian volume cairan bisanya dihitung berdasarkan beberapa fraksi
keluaran urin hari sebelumnya ditambah sebuah jumlah (biasanya 400ml) untuk
menghitung kehilangan yang tidak disadari yang terjadi selama periode 24jam.
✢ Jumlah kehilangan cairan dengan cara yang lain, seperti muntah dan diare ditambahkan
nkedalam pembagian harian. Kecuali klien menerima nutrisi parenteral total (TPN),
beberapa dokter menggunakan penurunan berat badan harian 0.2-0.5kg/hari sebagai
ukuran keberhasilan program penggantian cairan. Jumlah ini menunjukan penurunan
BB harian melalui katabolisme dan kehilangan massa otot tubuh.
✢ Monitor elektrokardiografi umumnya digunakan untuk memeriksa efek hipokalemia
atau hiperkalemia.
✢ Hyponatremia biasanya diakibatkan oleh dilusi ketimbang kekurangan natrium. Oleh
karena itu intervensinya adalah masalah penggantian cairan yang tepat (mis.
pembatasan cairan dan perbaikan mandiri)
✢ Syuran hijau tua, biji mentah, biji-bijian, kacang-kacangan, kacang polong, serta
antacida dan laksatif osomotik yang berisi magnesium harus dihindari karena dapat
meningkatkan kadar serum Magnesium
3. Menjaga Status Nutrisi
✢ Intervensi diet perlu dilakukan (tinggi kalori, rendah protein, natrium, magnesium,
fosfat, kalium)
✢ Pembatasan protein; protein yang diperbolehkan harus mengandung nilai biologis yang
tinggi (produk susu, keju, telur, daging) dan berisi asam amino yang penting untuk
mengurangi sisa nitrogen.
✢ Diet cairan adalah sebesar 500 hingga 600 mL cairan atau lebih dari jumlah haluaran
urine 24 jam pada hari sebelumnya.
✢ Pemberian suplemen vitamin.
4. Mengganti Fungsi Ginjal
Dialisis ginjal merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan untuk membuang
hasil metabolik atau kelebihan cairan tubuh dan memperbaiki asam basa tubuh. Dialisis
ginjal bisa dilakukan baik pada gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis.
Dialisis ginjal adalah prosedur untuk menggantikan fungsi normal ginjal. Dialisis
membuat pasien dengan gagal ginjal memiliki kesempatan untuk hidup dalam kehidupan
yang produktif. Terdapat dua jenis dialisis: hemodialisis dan peritoneal dialisis. Masing-
masing jenis dialisis memliki keuntungan dan kerugian. Pasien dapat sering memilih jenis
dialisis jangka panjang berdasarkan kebutuhan individu pasien masing-masing.
Pada hemodialisis, darah Anda dialirkan beberapa banyak dalam satu waktu ke suatu
filter spesial yang membuang sampah dan cairan berlebih dalam tubuh. Darah bersih lalu
dikembalikan ke dalam tubuh. Memindahkan limbah dalam tubuh yang membahayakan
dan garam serta cairan yang berlebihan membantu penderita menjaga tekanan darah dan
menjaga keseimbangan zat kimia di dalam tubuh seperti potasium dan sodium di dalam
tubuh.
CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) adalah metode cuci darah yang
dilakukan lewat perut. Metode ini memanfaatkan selaput dalam rongga perut (peritoneum)
yang memiliki permukaan luas dan banyak jaringan pembuluh darah sebagai filter alami
ketika dilewati oleh zat sisa.
CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis) diawali dengan pembuatan sebuah
lubang kecil di dekat pusar pasien oleh dokter bedah. Lubang kecil ini berguna untuk
memasukkan selang (kateter) ke dalam rongga perut (rongga peritoneum). Kateter akan
dibiarkan berada di rongga perut agar pasien dapat melakukan proses dialisis sendiri.
Begini alurnya:
• Setiap kali hendak melakukan cuci darah, pasien gagal ginjal harus menghubungkan
kantong berisi cairan dialisat baru ke kateter dan menunggu sampai cairan tersebut
mengisi rongga perutnya.
• Cairan dialisat kemudian dibiarkan di dalam rongga perut selama beberapa jam. Ketika
darah melewati pembuluh darah di peritoneum, zat-zat sisa dari darah tersebut akan
diserap oleh cairan dialisat ini.
• Cairan dialisat yang sudah tercampur dengan zat-zat sisa akan dialirkan keluar melalui
perut ke kantong lain yang kosong.
• Proses ini harus dilakukan oleh pasien sekitar 4 kali per hari. Masing-masing proses
pertukaran cairan biasanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Ginjal bertanggung jawab untuk menyaring produk limbah dari darah. Dialisis adalah
prosedur yang merupakan pengganti banyak fungsi normal ginjal. Ginjal adalah dua organ
yang terletak di kedua sisi di belakang rongga perut. Dialisis dapat memungkinkan individu
untuk hidup produktif dan bermanfaat, meskipun ginjal mereka tidak lagi bekerja secara
memadai. Statistik dari 2010 menunjukkan sekitar 414.000 pasien menjalani dialisis di
Amerika Serikat. Lebih dari tambahan 179.000 pasien menjalani transplantasi ginjal
berfungsi untuk penyakit ginjal tahap akhir.
5. Mencegah Infeksi
Infeksi sekunder adalah penyebab nyata kematian pada klien dengan gagal ginjal. Klien
harus dipantau dengan hati-hati terhadap proses infeksi; jika hal ini terjadi maka harus
dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat. Selain untuk memantau keluaran urin pada
klien gagal ginjal, pemasangan kateter uretra biasanya dihindari karena besarnya potensi
terjadinya infeksi. Jika dilakukan pemasangan kateter, perawatan kateter yang sangat
cermat penting untuk dilakukan

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Suyono, S., (2001) untuk memperkuat diagnosis diperlukan pemeriksaan
penunjang, diantaranya :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal
kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik,
menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan
ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan
praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus (GFR)

GFR (Glomerulo Filtration Rate)


Nilai laju GFR dapat menentukan derajat gagal ginjal yang diderita seseorang.
Gagal ginjal dibagi dua yaitu akut dan kronik. Gagal ginjal akut terjadi secara tiba tiba
yang seringkali disebabkan dan dipicu oleh beberapa faktor misalnya kelaianan dasar
penyakit yang diderita, dehidrasi, dll. Sedangkan gagal ginjal kronik merupakan
penurunan fungsi dan struktur ginjal yang terjadi secara perlahan (minimal 3 bulan).
National Kidney Foundation telah membagi beberapa jenis gagal ginjal berdasarkan
nilai GFR nya, yaitu :

1. Normal
2. Stage 1 : terindikasi adanya kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal (>
90)
3. Stage 2 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 60 - 89
4. Stage 3 : penurunan fungsi ginjal dengan GFR 30 - 59. Penurunan tingkat
lanjut ini seringkali ditemui gejala anemia dan gangguan pada tulang
akibat kerusakan ginjal
5. Stage 4 : penurunan derajat berat dengan GFR 15 - 29. Upaya pengobatan
untuk mengurangi resiko komplikasi dan pencegahan ke arah kegagalan
ginjal
6. Stage 5 (kegagalan ginjal) : ginjal telah tak mampu lagi menjalankan
fungsinya dengan nilai GFR dibawah 15. Penanganan yang sesuai adalah
transplantasi ginjal atau hemodialisis rutin.
Uji GFR dapat diperkirakan menggunakan kadar kreatinin dalam darah, yang
dokter Anda akan masukkan ke dalam sebuah formula. Formula yang digunakan akan
berbeda berdasarkan umur, jenis kelamin, kadang berat badan, dan etnis seseorang.
Semakin tinggi kadar kreatinin dalam darah, akan semakin rendah laju filtrasi ginjal
dan pembersihan kreatinin.
Rumus GFR :

GFR pada ginjal normal umumnya di atas nilai 60. GFR yang berada di antara nilai
15-60 menunjukkan adanya penyakit ginjal atau gagal ginjal. Sedangkan GFR yang
berada di bawah 15 menunjukkan gagal ginjal tahap akhir yang membutuhkan terapi
pengganti ginjal

a. Urine
• Volume urine
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau tidak ada urine (anuria,
yaitu kurang dari 100 ml). Kurangnya produksi urin (Oliguria) terjadi akibat efek
hormon antidiuretik dan aldosteron, yang keduanya disekresi sebagai respon
terhadap penurunan volume cairan tubuh. Respon ginjal terhadap penurunan
volume cairan tubuh adalah menahan Natrium dan air. Akibatnya, diekskresikan
urin yang pekat dalam jumlah yang sedikit.
• Warna urine
Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus (nanah), bakteri,
lemak, partikel koloid, pospat atau asam urat, sedimen kotor. Warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah.
• Berat jenis urine
Berat jenis urin memberi informasi tentang kemampuan ginjal dalam
mengonsentrasikan urin. nilai normal berat jenis urin pagi 1006 - 1022. nilai normal
berat jenis sewaktu 1003 - 1030. Komponen yang dapat mempemgaruhi berat jenis
urin antara lain molekul berukuran besar seperti protein dan glukosa. Pada pasien
dengan gagal ginjal, karena produksi urin mengalami penurunan maka berat jenis
urin kurang dari kisaran nilai normal. Pada pasien dengan gagal ginjal berat jenis
urin kurang dari 1.015 (menetap pada satu titik menunjukkan kerusakan ginjal
berat).
• Osmolalitas urine
Tes osmolalitas dikategorikan normal bila hasilnya ada pada rentang 275-295
miliosmol/kilogram. Sementara itu, hasil dikatakan abnormal bila osmolaliltas
darah berada di luar rentang 275-295 miliosmol/kilogram. Keadaan hipo-
osmolalitas sebenarnya menggambarkan keadaan hiponatremia, sebaliknya
hiperosmolalitas menggambarkan keadaan hypernatremia. (CKD kayaknya
hiponatremi) kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular.
• Protein dalam urine
Kadar protein dalam urin lebih dari 150mg/24jam. Derajat tinggi proteinuria
(3+ s/d 4+)
b. Darah
• Albumin
Albumin merupakan protein yang seharusnya diserap kembali oleh ginjal,
tidak seluruhnya dibuang melalui urine. Keluarnya albumin melalui urin karena
peningkatan permeabilitas di tingkat glomerulus menyebabkan protein lolos ke
dalam filtrat glomerulus. Bila fungsi penyerapan kembali ginjal menurun,
kandungan albumin dalam darah juga akan menurun.
Sebaliknya, kreatinin dan Urea merupakan zat yang seharusnya dibuang
melalui urine, sehingga bila terdapat penurunan fungsi ginjal, kadar kreatinin dalam
darah akan meningkat. Kandungan albumin dan kreatinin dapat diketahui secara
kuantitatif, dan dapat dihitung rasionya untuk mengetahui kondisi ginjal. Rasio
yang tinggi menandakan awal mula bocornya albumin melalui urine.
• Kreatinin serum
Kreatinin adalah produk limbah kimia hasil metabolisme otot yang
digunakan selama kontraksi. Kreatinin dihasilkan oleh kreatin, yakni sebuah
molekul penting dalam otot yang bertugas dalam memproduksi energi. Nilai
normal kadar kreatinin serum pada pria adalah 0,7-1,3 mg/dL sedangkan pada
wanita 0,6-1,1 mg/dL. Kreatinin plasma disintesis di otot rangka sehingga kadarnya
bergantung pada massa otot dan berat badan.
Sebelum dikeluarkan dari tubuh melalui urine, kreatin harus disaring
terlebih dahulu oleh ginjal. Namun, ginjal tidak selalu dalam kondisi prima untuk
melaksanakan tugasnya. Jika ini terjadi, maka lama-lama kadar kreatinin bisa
meningkat dan menumpuk dalam darah yang memicu munculnya berbagai masalah
dalam tubuh
Jika hasil uji kreatinin tergolong tinggi, tidak selalu berarti bahwa fungsi
ginjal sedang terganggu. Pasalnya, ada beberapa kondisi yang bisa meningkatkan
jumlah kreatinin dalam tubuh untuk sementara waktu. Misalnya saat mengalami
dehidrasi, volume darah sedang rendah, terlalu banyak makan protein daging, dan
sedang rutin minum jenis obat tertentu.
Namun, jika kadar kreatinin yang tinggi berlangsung dalam waktu lama
hingga mencapai 5 mg/dL atau lebih. Itu artinya ada yang tidak beres dengan organ
ginjal Anda.
• Kreatinin Klirens (Ccr atau CrCl)
Digunakan untuk mengukur berapa banyak kreatinin yang dibersihkan
oleh tubuh, atau seberapa baik fungsi penyaringan filter. Kreatinin Klirens adalah
kombinasi dari pemeriksaan urin dan darah. Nilai kreatinin klirens normal untuk
pria adalah antara 97-137 mililiter per menit, dan nilai normal pada wanita adalah
88-128 mililiter per menit.
• BUN (Blood Urea Nitogen)
Urea adalah produk buangan dari hasil pencernaan protein makanan yang kita
makan. Protein mengandung nitrogen yang tidak bisa dicerna tubuh dan harus
dikeluarkan. Sebelum dikeluarkan, nitrogen akan diubah bentuknya menjadi urea
atau yang juga disebut sebagai nitrogen urea. Normalnya, urea akan disaring oleh
ginjal untuk kemudian dikeluarkan bersama urin.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit urea yang tertinggal dalam darah bisa
mencerminkan kondisi ginjal. Kadar urea dalam darah bisa diukur lewat tes blood
urea nitrogen (BUN), yaitu tes untuk menentukan kadar urea nitrogen dalam darah
yang merupakan zat sisa dari metabolisme protein dan seharusnya dibuang melalui
ginjal. Secara umum, kadar BUN yang normal adalah antara 7-20 mg/dL.
Jika BUN dan kreatinin tinggi, maka rasio ini biasanya menunjukkan kerusakan
ginjal. Jika BUN tinggi tapi kreatinin normal, maka ginjal umumnya tidak rusak
tetapi tidak mendapatkan pasokan darah yang cukup karena masalah lain seperti
dehidrasi atau gagal jantung.
• Haemoglobin (Hb)
Pada penderita gagal ginjal mengalami anemia atau kadar Hb-nya menurun,
biasanya Hb kurang dari 7 -8 g/dl.
Hemoglobin berisi zat besi yang terdapat di dalam eritrosit dan bertugas dalam
pengangkutan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Hemoglobin yang berkurang pada
penderita gagal ginjal disebabkan oleh gangguan eritropoetin yang berfungsi
mengontrol produksi eritrosit. Eritropoetin merupakan hormon yang dihasilkan
oleh ginjal.
• Kalium
Hiperkalemia sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, hal ini
diakibatkan karena efek dari disfungsi homeostasis kalium pada ginjal yang terjadi
pada pasien dengan penyakit ginjal kronik (Kovesdy, 2014). Bila K + serum
mencapai kadar > 5,5 mEq/L itu sudah merupakan hiperkalemia, dan jika sudah
mencapai > 6,0 mEq/L dapat terjadi aritmia yang serius atau terhentinya denyut
jantung. Karena alasan ini, jantung penderita harus dipantau terus untuk mendeteksi
efek hiperkalemia terhadap konduksi jantung (Roberson, 2006).
• Kalsium dan Fosfat
Ketika Glomerulus Filtration Rate (GFR) menurun, konsentrasi fosfat di plasma
akan meningkat dan akan bergabung dengan Ca2+ untuk membentuk kalsium
fosfat sehingga konsentrasi Ca2+ menurun. Keadaan hipokalsemia merangsang
pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium dari tulang.
Pada gagal ginjal kronik, akibat terhambatnya ekskresi fosfat, akan terjadi
hiperfosfatemia (normalnya, kadar fosfat darah dalam tubuh orang berusia 18 tahun
ke atas adalah 2.5-4.5 mg/dL). yang secara fisikokimiawi akan mengakibatkan
terjadinya hipokalsemia (Kadar normal kalsium darah adalah sebesar 8,8-10,4
mg/dL). Selanjutnya, hiperfosfatemia dan hipokalsemia akan merangsang
peningkatan sekresi hormon paratiroid (HPT). Kondisi hiperfosfatemia dan
hipokalsemia ini pada umumnya terjadi pada kliren kreatinin kurang dari 50
ml/menit.

2. Pemeriksaan radiologi
• Foto Polos Abdomen
Sebaiknya dilakukan tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk
fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi
lain. Biasanya pemeriksaan penderita gagal ginjal dapat terlihat batu radioopak
(batu kalsium).
• Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses
sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan
yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus. Biasanya penderita
gagal ginjal dengan USG dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
klasifikasi. Keuntungan usg pada ginjal : dapat membedakan massa kistik ataukah
solid dan ukurannya. Kerugian usg pada ginjal : tidak bisa deteksi kelainan ureter,
sulit pada orang gemuk, banyak gas di usus.
• CT - Scan
Computed Tomography (CT) scanning dapat lebih baik menentukan massa
ginjal dan kista, sebagaimana juga tercatat pada ultrasonografi. CT scan adalah tes
yang paling sensitif untuk mengidentifikasi suatu batu ginjal. CT scan dengan
kontras intravena harus dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal untuk
menghindari gagal ginjal akut. Risiko ini secara signifikan meningkat pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis sedang atau berat. Dehidrasi juga meningkatkan
risiko ini.
• MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangat berguna pada pasien yang
dinyatakan perlu menjalani CT scan, tetapi tidak bisa menerima kontras intravena.
Modalitas pencitraan ini dapat diandalkan dalam diagnosis trombosis vena ginjal,
sebagaimana CT scan dan venografi ginjal.

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 78 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Supir Bus
Alamat : Jl. Perumpung
Suku/ Bangsa : Batak
Tanggal Masuk RS : 23/09/2020
Tanggal Pengkajian : 25/09/2020
No. Rekam Medis : 989795
Diagnosa Medis : CKD Pro HD, Asidosis metabolic, Ketosis DM, Anemia.

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Nn.A
Umur : 35 Tahun
Hub. Dengan Pasien : Anak Klien

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien tidak mau makan, mual, nyeri ulu hati, demam hilang timbul sejak 3 hari
sebelum masuk RS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ketosis DM, Anemia
c. Keluhan Penyakit dahulu
-
d. Riwayat Penyakit Keluarga
-

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran Apatis, GCS : E4M5V4, Diameter pupil : 2mm/2mm, Refleks cahaya:
+/+
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah
Sistolik : 101 mmHg
Diastolik : 51 mmHg
MAP : 67
Herat Rate : 78 x/menit
Respirasi : 17 kali/menit,
2) Suhu : 36,5 ⁰C
c. Pemeriksaan Sistem Tubuh
1) Sistem Pernapasan
Hipoventilasi dengan, RR : 17 x/menit, dan terpasang oksigen 8lpm dengan
rebreathing mask
2) Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada suara jantung tambahan, HR 78x/menit, TD : 101/51 mmhg; N 78
x/menit, MAP : 67
3) Sistem Pencernaan
Tidak ada pembesaran pada hati ginjal dan limfa, namun ada nyeri di ulu hati
dan mual
4) Sistem Neurologis
Kesadaran pasien Apatis dengan GCS : E4M5V4 dan Diameter pupil :
2mm/2mm, Refleks cahaya: +/+
5) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
6) Sistem Muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi bebas
7) Sistem Integumen
Kulit dan mukosa bibir dalam keadaan normal
d. Aspek Sosial
Kurang aktif dalam kegiatan masyarakat karena jadwal kerja yang tidak
menentu
e. Asek Spiritual
Beragama Kristen, rajin beribadah di Gereja

4. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Anilisis gas daraharteri, dll)
Tanggal dan Jam Pemeriksaan
No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal Interpretasi
1 Hb (Laki – laki) 10,4 g/dl 14-18 Anemia
2 Hematokrit 33% % 35 – 47 Abnormal
3 Leukosit 10,7 x103 ribu/uL 5 - 10 Normal
4 Trombosit 204 x10 3
ribu/uL 150 – 400 Normal
5 Eritrosit (Laki – 4,12 x10 6
juta/uL 4,5 – 5,5 Abnormal
laki)
6 GDS 120 mg/dl 70 – 100 Hiperglikemi
7 SGOT 12 U/L < 30 Normal
8 SGPT 9 U/L <25 Normal
9 Ureum 293 mg/dl 8 – 20 Abnormal
10 Kreatinin 10, 66 mg/dl 0, 6 – 1,2 Abnormal
11 Natrium 151 mmol/L 135 - 145 Abnormal
12 Kalium 4,70 mmol/L 3,5 – 5,0 Normal
13 PT 16,2 detik 12 – 17 Normal
14 APTT 35, 6 detik 20 - 40 Normal
15 PH 7,35 7,35 – 7,45 Normal
16 PCO2 30 mmHg 35-45 Abormal
17 HCO3 13,9 mmol/L 22-26 Abnormal
18 PO2 81,5 mmHg 80-100 Normal
19 SpO2 98 % ➢ 95% Normal

b. Pemeriksaan penunjang
Hasil Rontgen : Cardiomegali dengan konfigurasi RVH pneumonia.

5. Penatalaksanaan Medis
Pasien mendapatkan terapi : IVFD NaCl 0,9% 500cc, Omeprazol 2x4 mg,
Ceftriaxone : 1x2 gr, Ondancentron 3x4 mg, Furosemide 2x40 mg, Novorapud 5 unit.
Oral : Asam folat 3x1 tab, Bicnat 2x1 tab, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x1,25 mg.
B. Analisa Data
NO HARI/TANGGAL DATA MASALAH ETOLOGI
1 25 sep 2020 DS :
• Pasien mengeluh tidak nafsu
makan

DO :
TTV :
• TD : 101/51 mmHg
• MAP :67
• RR: 17x/menit

Hasil Pemeriksaan Hematologis: Kelebihan Volume Gangguan Mekanisme


Cairan Regulasi
• Ureum : 293 mg/dL
• Kreatinin: 10,66 mg/dL
• Natrium : 151 mmol/L
• Hb : 10,4 g/dl
• Hematokrit : 33%
Hasil AGD : Asidosis Metabolic
• PH : 7,35
• PCO2 : 30 mmHg
• HCO3: 13,9 mmol/L

2 25 sep 2020 DS :
• Pasien mengeluh tidak nafsu
makan Ketidakseimbangan
• Pasien mengeluh nyeri ulu hati nutrisi : kurang dari Faktor Biologis
• Pasien mengeluh mual kebutuhan tubuh
DO :
• Pasien tampak mual mual
• Saat ingin diberi makan pasien
menolak karena tidak nafsu

Hasil Pemeriksaan Hematologis:


• Ureum : 293 mg/dL
• Kreatinin: 10,66 mg/dL
Hasil AGD : Asidosis Metabolic
• PH : 7,35
• PCO2 : 30 mmHg
• HCO3: 13,9 mmol/L

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan Elektrolit b.d Disfungsi Ginjal
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Faktor Biologis

D. Intervention
No.Dx Hari / Tanggal Nursing Outcomes Classification (NOC) Nursing Interventions Classification (NIC)
25 sep 2020 Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Manajemen Cairan - 4120
masalah kelebihan volume cairan teratasi dengan
• Berikan cairan dengan tepat
kriteria hasil :
• Monitor hasil lab yang relevan dengan retensi cairan
(peningkatan BUN, penurunan HT)
Keseimbangan Cairan - (0601)
• Monitor tanda-tanda vital
• Tekanan Darah menjadi 120/80
00026 • Jaga intake cairan yang akurat dan catat output
• MAP menjadi > 90
• Berikan produk darah (PRC)
• Hematokrit menjadi > 35%
• Hemoglobin > 13g/dl
Manajemen Asam Basa : Asidosis Metabolik – 1911
• Pertahankan kepatenan jalan napas
Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa –
(0600) • Monitor pola pernafasan
• Pco2 : 7,35 – 7,45 • Monitor ketidakseimbangan elektrolit yang
• HCO3 : 22 – 26 berhubungan dengan asidosis metabolik
• BUN : 8-20mg/dl • Berikan HCO3 oral atau parenteral sesuai
• Kreatinin : 0. 6 – 1,2 mg/dl kebutuhan
• GCS : 15 • Monitor intake dan output
• Tidak mual – mual • Monitor indikator pengiriman oksigen jaringan
(PaO2 & Hb) sesuai kebutuhan
Status Jantung Paru – (0414) • Monitor penurunan bikarbonat dan asam
• RR : 20X/menit • Persiapkan dialisis untuk pasien gagal ginjal
• Monitor hasil lab hematologi
• Monitor status hemodinamik
• Monitor integritas kulit pasien
• Cegah komplikasi kelebihan pemberian HCO3

Intervensi Kolaborasi
• Pemberian kalium untuk ketoasidosis diabetikum
sesuai petunjuk
• Berikan obat sesuai yang diresepkan
• Berikan terapi obat Furosemide 2x40 mg,
Novorapud 5 unit. Oral : Asam folat 3x1 tab, Bicnat
2x1 tab, Simvastatin 1x20 mg, Bisoprolol 1x1,25
mg.

25 sep 2020 Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan Manajemen Gangguan Makan - 1030
masalah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari • Monitor tanda tanda fisiologis
kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil : • Diskusikan kepada keluarga makanan yang disukai
pasien
00002 Tingkat ketidaknyamanan – (2109) • Monitor intake/asupan kalori dan asupan cairan
• Pasien tidak merasakan nyeri ulu hati secara tepat
• Pasien tidak mengalami mual • Monitor kadar glukosa darah
• Bertambah nafsu makan
Manajemen Nutrisi – 1100
Nafsu makan – (1014) • Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet
• Pasien memiliki keinginan untuk makan untuk kondisi sakit (gagal ginjal)
• Intake makanan, nutrisi, dan cairan terpenuhi • Monitor kecenderungan terjadinya penurunan atau
peningkatan berat badan

Intervensi kolaborasi
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemenuhan gizi
pasien yang sesuai
• Berikan terapi cairan IVFD NaCl 0,9% 500c dan
Omeprazol 2x4 mg, Ceftriaxone : 1x2 gr,
Ondancentron 3x4 mg,

Anda mungkin juga menyukai