Anda di halaman 1dari 21

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST OP CRANIOTOMY

DI RUANG SYARAF (L)

RSUD Dr SOEDARSO PONTIANAK

Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan (PKK) 11

Semester : VII (Tujuh)

Prodi : D-IV Keperawatan Pontianak

Poltekkes Kemenkes Pontianak

Mengetahui, Pontianak,...............2019

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Pembimbing Akademik

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

LAPORAN PENDAHULUAN................................................................................1

A. Definisi ...............................................................................................1

B. Anatomi dan Fisiologi ........................................................................1

C. Etiologi ...............................................................................................2

D. Patofisiologi .......................................................................................3

Pathway Post Op Craniotomy ...............................................................................5

E. Manifestasi Klinik ..............................................................................6

F. Pemeriksan Penunjang .......................................................................6

G. Komplikasi .........................................................................................8

H. Penatalaksanaan Keperawatan ...........................................................9

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...............................................................11

A. Pengkajian ........................................................................................12

B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................13

C. Intervensi Keperawatan....................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................19

ii
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN POST OP CRANIOTOMY

A. Definisi
Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui
pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur
ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi
bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy adalah Operasi untuk
membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui
dan memperbaiki kerusakan otak.
Menurut Morton (2012), trauma capitis merupakan cedera yang
meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Trauma Capitis adalah cedera kepala yang menyebabkan kerusakan
pada kulit kepala, tulang tengkorak dan pada otak. (Brunner and Suddarth
Medikal Surgical Nursing).

B. Anatomi dan Fisiologi


Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut
sebagai tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang
yang berhubungan membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal,
temporal dan oksipital.
1. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus
tersebut adalah:
a. Lobus frontal
merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior. Fungsinya
untuk mengontrol prilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian dan menahan diri.

1
b. Lobus parietal: lobus sensasi.
Fungsinya: Menginterpretasikan sensasi. Mengatur individu mampu
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
c. Lobus temporal
Fungsinya: mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran.
Ingatan jangka pendek sangat berpengaruh dengan daerah ini.
d. Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Fungsinya: bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
2. Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini
terdiri dari otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah
(midbrasia) menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer
cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan motorik dan sebagai pusat
refleks pendengaran dan penglihatan.
3. Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral,
lipatan dura meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi
yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas
terhadap koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan
yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik.

C. Etiologi
Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:
1. Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)
2. Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura
(kecelakaan lalu lintas, jatuh, tumor, cedera olahraga).
3. Kombinasi keduanya.
Etiologi trauma capitis berat : Trauma tidak langsung disebabkan karena
tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala
akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka.
Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan
rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya.

2
Kekuatan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh
kompresi, goresan atau tekanan.

D. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera
kulit kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai
berikut:.
1. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2. Kecepatan kekuatan yang datang
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
4. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak.
Luka terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan
merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera
kepala dari tingkat ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit
sensori dan motorik, peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul
herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak
langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya
tahanan atau keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik
leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat
terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas,
dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak). Trauma langsung juga
menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh kompresi,
goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang
bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari
kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal,
batang, otak dan cerebelum dapat terjadi.

3
Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-
lokasi tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral,
intraventricular. Hematom subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.
2. Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.
3. Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya
cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau
temporal. Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang
disebabkan oleh kerusakan dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema
otak merupakan penyebab utama peningkatan TIC. Klasifikasi cedera
kepala:
1. Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya
kesadaran, perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala,
pusing, disorientasi.
2. Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat
terlihat pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal
berdarah.
3. Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak
sarah/pingsan, hemiphagia, dilatasi pupil.

4
Post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi
pembukaan tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,
mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau
PATHWAY POST OP CRANIOTOMY menghentikan perdarahan.
Pembedahan Craniotomy

Prosedur operasi perdarahan otak prosedur anastesi


invasive

Penekanan pada susunan


Luka insisi trauma Kerusakan Aliran darah saraf pusat
buruk(stimulasi jaringan neomuskular ke otak
nyeri)

Penurunan
Penurunan suplai O2 ke Penekanan pusat Penekanan pada
Mengaktivasi kelembaban Gangguan
Penurunan otak pernafasan system
reseptor nyeri luka paralisis metabolism
tonus otot cardiovaskuler
e
sensori
Hipoksia
Melalui sister Kelemahan Penurunan kerja
Infaksi bakteri jaringan
saraf ascenden pergerakan Asam organ pernafasan Penurunan
sendi DX: laktat↑ cardiac output
perubahan
persepsi Penurunan RR Penurunan ekspansi
sensori paru dan secret
Merangsang DX: resiko Kontraktur Odema otak Suplai darah
thalamus & infeksi berkurang
koteks serebri Ketidakadekuatan
suplai O2
DX:hambatan DX: gangguan
mobilisasi fisik Penurunan aliran
Muncul sensasi perfusi jaringan darah
nyeri DX: ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
DX: gangguan
perfusi jaringan
DX: Nyeri

5
E. Manifestasi Klinik
1. Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.
2. Gangguan penglihatan dan berbicara.
3. Mual dan muntah.
4. Pusing.
5. Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.
6. Hemiparese.
7. Terjadi peningkatan intrakranial.

F. Pemeriksan Penunjang
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :

1. Tomografi komputer (pemindaian CT)

Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak

sekitarnya, ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran

jaringan otak, hemoragik.

Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada

iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.

2. Pencitraan resonans magnetik (MRI)

Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi

di potongan lain.

3. Electroencephalogram (EEG)

Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis.

4. Angiografy Serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan

otak akibat edema, perdarahan trauma

5. Sinar-X

6
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran

struktur dari garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen

tulang.

6. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks

dan batang otak

7. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan

aktivitas metabolisme pada otak

8. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan

subarakhnoid

9. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK

10. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan

dalam meningkatkan TIK/perubahan mental

11. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadap penurunan kesadaran

12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat

terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

7
G. Komplikasi
1. Edema cerebral
2. Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut
dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.
3. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang
disebut perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan
sangat besar (subdural kronik).
4. Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera
kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka.
Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik.
Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan
vaskuler tertekan.
5. Hypovolemik syok
6. Hydrocephalus
7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes
Insipidus)
8. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah
operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah
tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran
darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
9. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus,
organism garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk
menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka
dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.

8
10. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka
atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien
5. Mempersiapkan pasien pulang

Perawatan pasca pembedahan


1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out
put
b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati
– hati jangan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak
diperkenankan menelan makanan sesudah pembedahan,
makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan v itamin
C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan
daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:

9
a. Perut tidak kembung
b. Peristaltik usus normal
c. Flatus positif
d. Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus
tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien
yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan
ambulasi dini
4. P e m e n u h a n k e b u t u h a n e l i m i n a s i
a. Sistem Perkemihan
1) Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam
post anesthesia inhalasi, IV, spinal Anesthesia, infus IV,
manipulasi operasi → retensio urine.
2) Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah
(distensi buli – buli)
3) Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30
ml/jam → komplikasi ginjal
b. System Gastrointestinal
1) Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama
dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat
meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO
meningkat
2) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
3) Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak
flatus
4) Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
5) Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif
dengan decompresi dan drainase lambung
6) Meningkatkan istirahat.
7) Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

10
8) Memonitor perdarahan.
9) Mencegah obstruksi usus.
10) Irigasi atau pemberian obat.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

11
A. Pengkajian
1. Pengkajian Identitas
a. Identitas
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan
terasa kaku.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
f. Genogram
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan TTV dan Keadaan Umum
b. Pemeriksaan Head To Toe
c. Sistem Tubuh
1). Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit
tindakan yang dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
2). Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis
makanan, dan volume minuman perhari, makanan kesukaan.
3). Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat
BAB/BAK dan warna
4). Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan
mandiri, dibantu atau menggunakan alat
5). Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu
kaji penyebabnya

6). Pola kognitif-perseptual

12
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab),
Qualitas 9nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah mana yang
nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa
bertambah berat).
7). Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri,
identitas diri, gambaran diri.
8). Pola seksual dan reproduksi
Kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
9). Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Pengobatan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post
operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi
7. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret
8. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah.

13
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Criteria Hasil / Intervensi


No Rasionalisasi
Keperawatan Tujuan Keperatan
1. Gangguan rasa Tujuan: 1. Kaji nyeri, 1. Berguna dalam
nyaman Setelah dilakukan catat lokasi, pengawasan
nyeri berhubun tindakan karakteristik, keefektifan
gan dengan keperawatan skala (0-10). obat,
luka insisi diharapkan rasa Selidiki dan kemajuan peny
nyeri dapat teratasi laporkan peru embuhan. Peru
dengan bahan nyeri bahan pada
Kriteria hasil: dengan tepat. karakteristik
- Melaporkan rasa nyeri
nyeri hilang atau 2. Pertahankan
terkontrol. posisi istirahat 2. Mengurangi
- Mengungkap kan semi fowler. tegangan abdo
metode pemberi men
an menghilang yang bertamba
rasa nyeri. h dengan posisi
- Mendemonstrasi telentang.
kan penggunaan 3. Ajarkan
teknik relaksasi teknik 3. Membantu
dan aktivitas relaksasi nafas dalam
hiburan dalam mengontrol
sebagi penghilan nyeri
g rasa nyeri 4. Berikan
kantong es 4. Menghilangkan
pada abdomen dan
mengurangi
nyeri melelui
penghilangan
ujung saraf

14
catatan: jangan
lakukan
kompres panas
karena dapat
menyebabkan
kongesti jaring
an.
5. Berikan
analgesic 5. Menghilangkan
sesuain nyeri
indikasi mempermudah
kerja sama
dengan
intervensi terapi
lain.

2. Kerusakan Tujuan:Setelah di 1. Kaji dan catat 1. Mengidentifi


integritas berikan tindakan ukuran, kasi terjadinya
kulit berhubun pasien tidak warna, keada komplikasi.
gan dengan mengalami gangguan an luka, dan
luka insisi integritas kulit. kondisi sekitar
Kriteria hasil: luka.
- Menunjukkan pe 2. Lakukan pera 2. Memungkin
nyembuhan luka watan luka kan pasien
- Tidak terjadi dan hygiene lebih bebas
infeksi sesudah bergerak dan
- Pasien mandi, lalu meningkatkan
menunjukkan keringkan kenyamanan
perilaku kulit dengan pasien.
untuk meningkat hati - hati.

15
kan penyembuha
n dan mencegah 3. Berikan prior 3. Mempercepat
komplikasi. itas proses penye
untuk mening mbuhan dan
katkan rehabilitasi
kenyamanan pasien,
pasien.
3. Resiko tinggi Tujuan: 1. Awasi tanda - 1. Deteksi dini
infeksi berhub Setelah dilakukan tanda adanya
ungan dengan tindakan vital, perhatik infeksi.
higiene luka keperawatan. Pasien an demam,
yang buruk diharapkan tidak menggigil, be
mengalami infeksi. rkeringat
Kriteria hasil: dan perubahan
- Tidak menunju mental dan
kkan adanya peningkatan
tanda infeksi. nyeri
- Tidak terjadi abdomen.
infeksi. 2. Lihat luka 2. Memberikan
insisi dan deteksi dini
balutan. Catat terjadinya pro
karakteristik, ses infeksi.
drainase luka.
3. Lakukan cuci 3. Menurunkan
tangan penyebaran
yang baik dan bakteri
lakukan peraw
atan luka
aseptic.
4. Berikan 4. Mungkin
antibiotik diberikan
secara profila

16
sesuai ktif
indikasi. untuk menuru
nkan jumlah
organism, dan
untuk menuru
nkan penyeba
ran nya

4. Gangguan per Tujuan: 1. Observasi 1. Tirah baring


fusi jaringan · Setelah ekstermitas lama dapat
berhubungan dilakukan perawatan terhadap pem mencetuskan st
dengan tidak terjadi bengkakan, atis vena dan
perdarahan gangguan dan eritema. meningkatkan
perfusi jaringan. resiko pembent
Kriteria hasil: ukan trombosis.
- Tanda-tanda 2. Indikasiyang
vital stabil. 2. Evaluasi menunjukkane
- Kulit klien status mbolisasi
hangat dan mental. Perhat sistemik pada
kering ikan otak
- Nadi perifer ada terjadinya
dan kuat. hemaparalis,
- Masukan atau afasia, kejang
haluaran , muntah dan
seimbang peningkatan
TD

17
5. Kekurangan Tujuan: 1. Awasi intake 1. Memberikan
volume cairan· Setelah dilakukan dan out informasi
berhubungan tindakan put cairan. tentang pengga
dengan keperawatan pasien ntian kebutuhan
perdarahan po menunjukkan dan fungsi
st operasi. keseimbangan cairan organ.
yang adekuat dengan 2. Awasi TTV, 2. Indicator
kriteria hasil : kaji keadekuat volu
- Tanda - tanda membrane me sirkulasi
vital stabil. mukosa, / perfusi.
- Mukosa lembab turgor kulit,
- Turgor kulit membrane
/ pengisian mukosa, nadi
kapiler baik. perifer
- Haluaran dan pengisian
urine baik. kapiler. 3. Memberikan
3. Awasi pemeri informasi
ksaan laborat tentang volume
orium. sirkulasi,
keseimbangan
cairan dan
elektrolit.
4. Mempertahan
4. Berikan cairan kan volume
IV sirkulasi
atau produk
darah sesuai
indikasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Amin. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis


dan NANDA NIC NOC. Penerbit : Mediaction.

A.K. Muda, Ahmad. 2003. Kamus Lengkap Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta :
Gitamedia Press.

Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta : EGC

Nurarif,Amin huda.2015. aplikasi asuhan keperawatan nanda nic-noc jilid 2.


Yogyakarta : Media Action

19

Anda mungkin juga menyukai