Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SOP (SPACE OCCUPAYING PROCCES) CEREBRY


Disusun untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Anak
Di Ruang 15 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

TIM MURNI
190070300111047

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
SOP (SPACE OCCUPAYING PROCCES) CEREBRY

1. DEFINISI
SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark,
abses otak dan tumor intracranial (Long C , 1996 : 130). Tumor otak adalah sebuah lesi
terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak (Ejaz Butt, 2005).
Cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium.
Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan
serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-
tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan
serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-tanda dan gejala
memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung pada terjadinya gangguan
dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang ditimbulkan oleh lesi. Nyeri
kepala hebat, kemungkinan akibat peregangan durameter dan muntah-muntah akibat
tekanan pada batang otak merupakan keluhan yang umum.

2. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit ini belum dapat diketahui secara pasti, namun faktor resiko
terjadinya tumor otak antara lain:
a. Genetik
Tumor susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk sklerasis
tuberose, neurofibromatosis.
b. Kimia dan Virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan
terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan
tumor pada manusia masih belum jelas.
c. Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebabkan
terbentuknya neoplasma setelah dewasa.
d. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput
otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum
diketahui.
Menurut Cancer Research UK (2013), tumor otak tidak memiliki etiologi yang pasti,
namun melibatkan faktor-faktor risiko seperti:
 Umur
Umur memegang peran penting karena sebagian besar tumor otak terjadi pada
anak-anak dan orang dewasa tua meskipun setiap kelompok usia memiliki peluang
yang sama untuk mengidap tumor otak (American Society of Clinical Oncology,
2013; Cancer Research UK, 2013).
 Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih mungkin menderita tumor otak daripada
perempuan, namun beberapa jenis tumor otak yang spesifik seperti meningioma
lebih umum terjadi pada perempuan (American Society of Clinical Oncology, 2013).
 Industri dan pekerjaan
Zat-zat karsinogenik dan neurotoksik seperti pelarut organik, minyak pelumas,
akrilonitril, formaldehida, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan fenol dapat
menginduksi tumor otak pada hewan coba. Pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan
dengan operasi mesin kendaraan bermotor, pengolahan karet, dan penggunaan
pestisida berkaitan dengan insidensi tumor otak (El-Zein, 2013).
 Radiasi ionisasi
Radiasi ionisasi dosis tinggi diketahui dapat meningkatkan risiko meningioma,
glioma, dan nerve sheath tumor (Deangelis dan Rosenfeld, 2009; El-Zein, 2013).
 Makanan dan diet
Konsumsi senyawa N-nitrosourea diduga berperan sebagai neurokarsinogen dengan
mekanisme-mekanisme yang melibatkan kerusakan pada DNA (deoxyribonucleic
acid) (El-Zein, 2013).
 Pemakaian telepon selular
Telepon selular memiliki sebuah transmiter kecil yang memancarkan radiasi
frekuensi radio berenergi rendah tepat di samping kepala sehingga memunculkan
kekhawatiran bahwa individu yang terpapar radiasi memiliki risiko untuk mengidap
tumor otak. Namun, penelitian-penelitian yang sudah ada belum menunjukkan
adanya hubungan antara pemakaian telepon dengan tumor otak atau tumor lainnya
(El-Zein, 2013).
 Supresi imun
Supresi sistem imun yang didapat seperti pada infeksi HIV (human immunodeficiency
virus) atau terapi imunosupresif kronis setelah transplantasi organ meningkatkan
risiko limfoma SSP primer. Risiko glioma juga meningkat pada individu yang
terinfeksi HIV (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).
 Obat-obatan dan bahan kimia lainnya
Beberapa penelitian telah menemukan adanya hubungan antara tumor otak pada
anak-anak dengan paparan prenatal terhadap obat fertilitas, kontrasepsi oral, obat
tidur, obat antinyeri, antihistamin, dan diuretik. Pada orang dewasa, obat sakit
kepala, antinyeri, dan obat tidur memiliki efek protektif yang tidak signifikan terhadap
tumor otak (El-Zein, 2013).
 Sindrom genetik
Menurut Deangelis dan Rosenfeld (2009), sejumlah sindrom herediter berhubungan
dengan peningkatan risiko tumor otak. Misalnya, neurofibromatosis tipe 1
meningkatkan risiko glioma, neurofibromatosis tipe 2 meningkatkan risiko
schwannoma vestibular dan meningioma, dan sindrom Li-Fraumeni yang berkaitan
dengan mutasi pada gen supresor tumor p53 menyebabkan glioma dan
meduloblastoma.

3. KLASIFIKASI
Tumor otak ada bermacam-macam menurut Price, Sylvia Ardeson,2000, yaitu:
a. Glioma adalah tumor jaringan glia (jaringan penunjang dalam system saraf pusat
(misalnya euroligis), bertanggung jawab atas kira-kira 40 sampai 50 % tumor otak.
b. Tumor meningen (meningioma) merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesofel
dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura dari paling penting.
c. Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil dari hipofisis
anterior
d. Tumor saraf pendengaran (neurilemoma) merupakan 3 sampai 10 % tumor
intrakranial. Tumor ini berasal dari sel schawan selubung saraf.
e. Tumor metastatis adalah lesi-lesi metastasis merupakan kira-kira 5-10 % dari
seluruh tumor otak dan dapat berasal dari sembarang tempat primer.
f. Tumor pembuluh darah antara lain :
1) Angioma adalah pembesaran massa pada pembuluh darah abnormal yang
didapat didalam atau diluar daerah otak. Tumor ini diderita sejak lahir yang
lambat laun membesar.
2) Hemangiomablastoma adalah neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur
vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum
3) Sindrom non hippel-lindan adalah gabungan antara hemagioblastoma
serebelum, angiosmatosis retina dan kista ginjal serta pancreas.
g. Tumor congenital (gangguan perkembangan). Tumor kongenital yang jarang
antara lain kondoma, terdiri atas sel-sel yang berasal dari sisa-sisa horokoida
embrional dan dijumpai pada dasar tengkorak.
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi (Barbara L. Bullock 2000):
a. Jinak
 Acoustic neuroma
 Meningioma
 Pituitary adenoma
 Astrocytoma ( grade I )
b. Malignant
 Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
 Oligodendroglioma
 Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a. Tumor intradural
 Ekstramedular
 Cleurofibroma
 Meningioma intramedural
 Apendimoma
 Astrocytoma
 Oligodendroglioma
 Hemangioblastoma
b. Tumor ekstradural
 Merupakan metastase dari lesi primer.

4. MANIFESTASI KLINIS
Triad nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai
karakteristik peninggian tekanan intrakranial. Namun demikian, dua pertiga pasien
dengan lesi desak ruang memiliki semua gambaran tersebut, sedang kebanyakan
sisanya umumnya dua. Simtomatologi peninggian tekanan intrakranial tergantung pada
penyebab daripada tingkat tekanan yang terjadi. Tak ada korelasi yang konsisten
antara tinggi tekanan dengan beratnya gejala (Syaiful Saanin, 2012).
 Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada
pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi
(rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam.
Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri
kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau mengejan
(misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat
waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga
akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh darah
atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang
berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
 Muntah
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil
(menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri
kepala.
 Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan
oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah
menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang
tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita
sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Penyebab edema papil ini
masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae.
Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan aliran
likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocepallus.
 Kejang
kejang terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks
motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak
lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan
kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari
kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.
Berdasarkan letak anatomisnya yang mengalami gangguan, SOP cerebri memiliki
gejala sebagai berikut (Schiff, 2008) :
1) Lobus frontal
 Menimbulkan gejala perubahan kepribadian seperti depresi.
 Menimbulkan masalah psychiatric.
 Bila jaras motorik ditekan oleh tumor hemiparese kontra lateral, kejang fokal
dapat timbul. Gejala kejang biasanya ditemukan pada stadium lanjut
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia.
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia.
2) Lobus temporal
 Dapat menimbulkan gejala hemianopsia.
 Gejala neuropsychiatric seperti amnesia, hypergraphia dan Déjà vu juga
dapat timbul.
 Lesi pada lopus yang dominan bisa menyebabkan aphasia.
3) Lobus parietalis
 Akan menimbulkan gangguan sensori dan motor yang kontralateral.
 Gejala homonymous hemianopia juga bisa timbul.
 Bila ada lesi pada lobus yang dominant gejala disfasia.
 Lesi yang tidak dominan bisa menimbulkan geographic agnosia dan
dressing apraxia.
4) Lobus oksipital
 Menimbulkan homonymous hemianopia yang kontralateral
 Gangguan penglihatan yang berkembang menjadi object agnosia.
5) Tumor di cerebello pontin angle
 Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma.
 Dapat dibedakan karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran.
6) Glioma batang otak
 Biasanya menimbulkan neuropati cranial dengan gejala-gejala seperti
diplopia, facial weakness dan dysarthria.
7) Tumor di cerebelum
 Didapati gangguan berjalan dan gejala tekanan intrakranial yang tinggi
seperti mual, muntah dan nyeri kepala. Hal ini juga disebabkan oleh odem
yang terbentuk.
 Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme
dari otot-otot servikal.

5. PATHOFISIOLOGI
(terlampir)
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT Scan, memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah ukuran dan
kepadatan jejas tumor dan meluasnya tumor serebral sekunder, selain itu alat ini
juga member informasi tentang system ventrikuler.
b. MRI, digunakan untuk menghasilkan deteksi jejas yang kecil, membantu dalam
mendeteksi tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis.

Gambar : MRI Anaplastik Astrositoma

c. Biopsi stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk


mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan
dasadasarpengobatan dan informasi prognosis.
d. Angiografi serebral, memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak
tumor serebral.
e. EEG, dapat mendekati gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati
tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang.
f. Penelitian sitologis pada CSF, untuk mendekati sel-sel ganas, karena tumor-
tumor pada system saraf pusat mampu menggusur sel-sel ke dalam cairan
serebrospinal.
g. Ventriculogram / Arteriografi, apabila diagnose yang diduga sedemikian rumitnya
sehingga pungsi spinal atau pungsi lumbal tidak bias dilakukan karena kontra
indikasi peningkatan TIK.
Pemeriksaan Tanda - Tanda Vital
Perubahan Tanda Vital (Lombardo,2006, Thamburaj, 2008, Eccher,2004 ):
a. Denyut Nadi
Denyaut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan ICP, terutama
pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme kompensasi yang mungkin
terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan
pada mekanisme reflex vagal yang terdapat di medulla. Apabila tekanan ini tidak
dihilangkan, maka denut nadi akan menjadi lambat dan irregular dan akhirnya
berhenti.
b. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada
batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ini normalnya
akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran.Perubahan pada pola
pernafasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak. Pada bayi,
pernafasan irregular dan meningkatnya serangan apneu sering terjadiantara
gejala-gejala awal dari peningkatan ICP yang cepat dan dapat berkembang
dengan cepat ke respiratory arrest.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan
ICP, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi; Sebagai
hasil dari respon Cushing, dengan meningkatnya tekanan darah, akan terjadi
penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pada pola pernafasan.
Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun .
d. Suhu Tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP berlangsung, suhu tubuh
akan tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningktan suhu
tubuh akan muncul akibta dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada
traktus yang menghubungkannya.
e. Reaksi Pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang
lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan
penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak.
Penekanan pada n. Oklulomotorius menyebabkan penekanan ke bawah,
menjepit n.Okkulomotorius di antara tentorium dan herniasi dari lobus temporal
yang mengakibatkan dilatasi pupil yang permanen. N. okulomotorius (III)
berfungsi untuk mengendalikan fungsi pupil. Pupil harus diperiksa ukuran,
bentuk dan kesimetrisannya dimana ketika dibandingkan antara kiri dan kanan,
kedua pupil harus memiliki ukuran yang sama. Normalnya, konstriksi pupil akan
terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis
a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya dan reaksinya terhadap
cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan serta pemeriksaan
gerakan bola mata
b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil nervus optikus
atau atrofi papil nervus optikus et causa papil odema tahap lanjut.
c. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks fisiologi, reflek
patologis, dan klonus.
d. Pemeriksaan sensibilitas.

7. PENATALAKSANAAN
Menurut National Cancer Institute (2014), penatalaksanaan tumor otak bervariasi
menurut histopatologi dan lokasi anatomis. Bahkan untuk tumor-tumor seperti
meningioma low-grade yang asimtomatis, observasi saja sudah cukup dan terapi
dilakukan apabila telah terdeteksi pertumbuhan tumor atau munculnya gejala. Adapun
pilihan penatalaksanaan tumor otak secara umum mencakup:
1) Pembedahan
Untuk sebagian besar tumor otak, usaha pembedahan komplit atau hampir komplit
umumnya direkomendasikan, apabila mungkin, dengan pemeliharaan fungsi
neurologis dan kesehatan pasien. Tujuan pembedahan adalah untuk menegakkan
diagnosis histopatologi dan mengurangi TIK (National Cancer Institute, 2014).
2) Terapi radiasi
Pasien yang menjalani terapi radiasi pascaoperasi baik tumor low-grade maupun
high-grade dinilai dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan yang tidak
menjalani terapi radiasi. Terapi radiasi yang berulang harus diberikan dengan hati-
hati karena adanya risiko defisit neurokognitif dan nekrosis yang timbul akibat
radiasi (National Cancer Institute, 2014).
3) Kemoterapi
Selama beberapa tahun, kemoterapi sistemik yang digunakan adalah nitrosourea
carmustine (BCNU) yang merupakan kemoterapi standar sekaligus dengan
pembedahan dan radiasi untuk glioma maligna. Namun saat ini, temozolomide
sudah menggantikan carmustine sebagai kemoterapi standar. Kemoterapi bukan
terapi utama bagi kebanyakan pasien, namun dapat bermanfaat bagi pasien
dengan metastasis tumor yang kemosensitif (National Cancer Institute, 2014).
4) Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat meredakan gejala tumor otak dengan cepat dengan cara
mengurangi edema di sekitar tumor dan mengurangi TIK. Obat standar yang
digunakan adalah deksametason. Deksametason dapat memperbaiki sawar darah
otak yang terganggu pada tumor otak yang ganas. Kortikosteroid diindikasikan
pada seluruh pasien tumor otak yang simtomatis, khususnya pasien dengan edema
peritumoral yang terlihat pada pencitraan, kecuali pada pasien dengan limfoma
SSP primer di mana kortikosteroid dapat meregresi tumor sehingga menyulitkan
penegakan diagnosis apabila diberikan sebelum tumor dibiopsi. Meskipun
bermanfaat, pemberian kortikosteroid jangka panjang dapat mengakibatkan
toksisitas klinis, sehingga apabila gejala yang dialami pasien sudah terkontrol dan
terapi yang spesifik untuk tumor telah dilakukan, dosis kortikosteroid harus
dikurangi (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).
5) Antikonvulsan
Antikonvulsan diberikan pada seluruh pasien tumor otak yang mengalami kejang.
Namun, kebanyakan pasien tumor otak tidak mengalami kejang sebagai gejala
awal. Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak dianjurkan bagi pasien tumor otak
yang belum mengalami kejang karena diteliti tidak bermanfaat. Yang lebih penting,
banyak antikonvulsan berinteraksi dengan obat-obatan yang lain, misalnya dapat
meningkatkan metabolisme agen kemoterapi sehingga kadarnya menurun ke level
subterapetik (Deangelis dan Rosenfeld, 2009).

8. KOMPLIKASI
a. Ganguan Fungsi Luhur
Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah
gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan
kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area
otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.
Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi /
lesi tertentu di otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik
neurologist, gangguan kognitif, gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual
serta fatique.
Gangguan kognitif yang dialami pasien tumor otak bisa dievaluasi
dengan berbagai tes. Di antaranya adalah Sickness Impact Profile, Minesota
Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan Mini mental State Examination
(MMSE). Komponen kognitif yang dievaluasi adalah kesadaran, orientasi
lingkungan, level aktivitas, kemampuan bicara dan bahasa, memori dan
kemampuan berpikir, emosional afeksi serta persepsi.
b. Ganguan Wicara
Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam
hal ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia. Disartria adalah gangguan
wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang
bertanggung jawab dalam proses bicara. Tiga langkah yang menjadi prinsip
dalam terapi disartria adalah meningkatkan kemampuan verbal,
mengoptimalkan fonasi, serta memperbaiki suara normal.
Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik
atau sensorik tergantung dari area pusat bahasa di otak yang mengalami
kerusakan. Fungsi bahasa yang terlibat adalah kelancaran (fluency),
keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif). Pendekatan terapi
untuk afasia meliputi perbaikan fungsi dalam berkomunikasi, mengurangi
ketergantungan pada lingkungan dan memastikan sinyal-sinyal komunikasi
serta menyediakan peralatan yang mendukung terapi dan metode alternatif.
Terapi wicara terdiri atas dua komponen yaitu bicara prefocal dan latihan
menelan.
c. Gangguan Pola Makan
Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu
ketidakmampuan menelan makanan karena hilangnya refleks menelan.
Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi
ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta
berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru. Etiologi yang
mungkin adalah parese nervus glossopharynx dan nervus vagus. Bisa juga
karena komplikasi radioterapi.
Diagnosis ditegakkan dengan videofluoroscopy. Gejala ini sering
bersamaan dengan dispepsia karena space occupying process dan
kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera makan serta iritasi
lambung. Terapi untuk gejala ini adalah dengan sonde lambung untuk
pemberian nutrisi enteral, stimulasi, dan modifikasi kepadatan makanan
(makanan yang dipilih lebih cair/lunak).
d. Kelemahan Otot
Kelemahan otot pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai
saraf khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis.
Pendekatan terapi yang dilakukan menggunakan prinsip stimulasi
neuromusculer dan inhibisi spastisitas. Cara lain adalah dengan EMG
biofeedback, latihan kekuatan otot, koordinasi endurasi dan pergerakan
sendi.
e. Ganguan Penglihatan Dan Pendengaran
Tumor otak yang merusak saraf yang terhubung ke mata atau bagian
dari otak yang memproses informasi visual (visual korteks) dapat
menyebabkan masalah penglihatan, seperti penglihatan ganda atau
penurunan lapang pandang. Tumor otak yang mempengaruhi saraf
pendengaran - terutama neuromas akustik - dapat menyebabkan gangguan
pendengaran di telinga pada sisi yang terlibat otak.
f. Stroke
Seseorang dengan stroke memiliki gangguan dalam suplai darah ke
area otak, yang menyebabkan otak tidak berfungsi. Otak sangat sensitif
terhadap setiap gangguan dalam aliran darah. Sel-sel otak mulai mati dalam
beberapa menit kehilangan pasokan oksigen dan glukosa.
Para gangguan aliran darah dapat terjadi oleh salah satu dari dua
mekanisme, yaitu hemorrhagic stroke disebabkan oleh perdarahan dari
pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak dan Stroke iskemik
disebabkan oleh bekuan darah yang menghalangi aliran darah melalui arteri
yang memasok darah ke otak. Ada dua jenis stroke iskemik: Stroke trombotik
stroke dan emboli. stroke trombotik disebabkan oleh gumpalan darah yang
terbentuk di dalam arteri otak. stroke emboli disebabkan oleh gumpalan
darah yang terbentuk di luar pembuluh darah otak, kemudian gumpalan
darah itu berjalan melaui aliran darah dan sampai pada pembuluh darah
otak, gumpalan darah ini selanjutnya menyumbat suplay darah ke otak. Pada
tumor otak, komplikasi stroke yang timbul dapat berupa Hemorrhagic stroke
yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak yang tertekan akibat
pembesaran tumor.
g. Epilepsi
Kejadian sekitar 30% dari tumor otak. Alasannya sebagian besar
disebabkan karena rangsangan langsung atau represi dari tumor yang
menyebabkan ganguan listrik pada otak dan juga tumor otak dapat
menyebabkan iritasi pada otak yang dapat menyebabkan kejang
h. Depresi
Depresi dapat disebabkan karena tumor pada pusat emosi (system
limbic) atau karena keadaan klinis yang disebabkan oleh tumor tersebut,
Gejala yang timbul dapat berupa menangis terus-menerus, kesedihan yang
mendalam, social withdrawal, Mudah marah, kecemasan, penurunan libido,
gangguan tidur, tingkah laku yang tidak wajar. Dapat juga karena efek
steroid: mood and sleep changes, ganguan bipolar (manicdepression).
i. Hidrosephalus
Hidrosephalus terjadi apabila tumor yang terbentuk menghalangi aliran
LCS, akibatnya aliran LCS akan terhambat dan mengakibatkan terbentuknya
hidrosephalus. Selain itu peningkatan tekanan intrakranial juga dapat
menghambat aliran LCS.
j. Cerebral Hernia
Cerebral hernia adalah kondisi, progresif fatal di mana otak terpaksa
melalui pembukaan dalam tengkorak. Tumor otak akan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, yang kemudian menyebabkan
penggeseran parenkim otak ke foramen Magnum atau transtentorial
k. Ganguan Seksualitas
Tumor otak sendiri dapat mempengaruhi seksualitas, terutama jika
tumor melibatkan daerah otak yang mengontrol pelepasan hormon yang
mempengaruhi libido, termasuk estrogen, progesteron testosteron, dan.
Daerah-daerah yang sama dari otak dapat rusak oleh terapi radiasi, yang
yang dapat juga mengurangi kesuburan dan libido selain itu dapat pula
menyababkan menopouse dini.
l. Terbentuknya Gumpalan Darah
Adanya Tumor otak mempunyai resiko tinggi terjadinya pembekuan
darah. Pembekuan ini disebut "trombosis vena dalam" (DVT) dan terjadi di
pembuluh darah kaki. Gejala yang DVT meliputi nyeri betis, bengkak, dan
perubahan warna kaki, meskipun itu DVT juga bisa terjadi tanpa gejala.
Bahaya itu DVT adalah bahwa mereka dapat pecah dan dibawa oleh aliran
darah ke paru-paru, di mana mereka menyebabkan "thromboemboli paru"
(PTE) pembekuan darah di arteri paru.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
 Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat,
golongan darah, penghasilan
 Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu,
riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis
TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
 Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang
keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola
istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
 Sirkulasi, gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan :
perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
 Integritas Ego, Gejal : faktor stres, perubahan tingkah laku atau
kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan impulsif.
 Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan
fungsi. makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami
perubahan selera. Tanda : muntah ( mungkin proyektil ), gangguan
menelan ( batuk, air liur keluar, disfagia )
 Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan
pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan
dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan
status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan
mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman
lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese,
quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
 Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang
berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik
dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
 Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat,
dispnea, potensial obstruksi.
 Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
 Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan,
keamanan, Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen,
pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit,
ulserasi, seksualitas, gejala: masalah pada seksual (dampak pada
hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
 Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan
(kepuasan rumah tangga, dudkungan ), fungsi peran.

Pemeriksaan fisik :
a. BI (Breathing)
Inspeksi : pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula
oblongata didapatkan adanya kegagalan pernapasan. Pada klien tanpa
kompresi medula oblongata pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak di dapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medula oblongata
didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Pada klien tanpa kompresi medula
oblongata pada pengkajian tidak ada kelainan. Tekanan darah biasanya normal,
dan tidak ada peningkatan heart rate.
c. B3 (Brain)
Tumor intrakranial sering menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada gangguan fokal dan adanya peningkatan intrakranial . pengkajian B3
(Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap di bandingkan
pengkajian pada sistem lainnya. Trias Klasik tumor otak adalan nyeri kepala,
muntah, dan papiledema. Pengkajian tingkat kesadaran. Kualitas kesadaran
klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien tmor intrakranial biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dann semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma, penilaian
GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, dan lobus frontal:
 Status mental. Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intarkranial tahap lanjut
biasanya status mental klien menglami perubahan.
 Fungsi intelektual. Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami ‘brain damage’ yaitu kesulitan
untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
 Lobus Frontal. Tumor lobus frontalis memberi gejala perubahan menta,
hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara. Perubahan mental bermanifestasi
sebagai perubahan ringan daam kepribadian. Beberapa klien mengalami
periode depresi, bingung, atau periode ketika tingkah laku klien menjadi aneh.
Perubahan yang paling sering adalah perubahan dalam memberi argumentasi
yang sulit dari perubahan dalam memberi penilaian tentang benar dan salah.
Hemiparesis disebabkan oleh tekanan pada area dan lintasan motorik di dekat
tumor.
Jika area motorik terlibat, akan terjadi epilepsi Jackson dan kelemahan motorik
yang jelas. Tumor yang menyerang ujung bawah korteks prasentalis
menyebabka kelemahan pada wajah, lidah, dan ibu jari, sedangkan tumor pada
lobulus parasentralis menyebabkan kelemahan pada kaki dan ekstermitas
bawah. Tumor pada lobus frontalis dapat mengakibatkan gaya berjalan yang
tidak mantap, sering menyerupai ataksia serebelum. Jika lobus frontalis kiri atau
yang dominan terkena, akan terihat adanya afasia dan aparaksia.
Pengkajian saraf kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII.
 Saraf I. Pada klien dengan tumor intrakranial yang tidak mengalami kompresi
saraf ini tidak memiliki kelainan pada fungsi penciuman.
 Saraf II. Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari
lintasan visual. Papiledema disebabkan oleh stasis vena yang menimbulkan
pembengkakan papila saraf optikus.
 Saraf III, IV, dan VI. Adanya kelumpuhan unilateral atau b V. Pada ilateral dari
saraf VI memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma
multiformis.
 Saraf V. Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak menekan saraf trigeminus,
tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neorolema yang menekan saraf ini
akan di dapatkan adanya paralisis wajah ulilateral.
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi sehat.
 Saraf VIII. Pada neorolema di dapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkiin
diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang
berbatasan.
 Saraf XI dan X. Kemampuan menelan kurang baik, dan terdapat kesulitan
membuka mulut.
 Saraf XI. Tidk ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapesiuz.
 Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada suatu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecap normal.

Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan obstruksi
ventrikel
2. nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum (otak
kecil)
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan

Rencana asuhan Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan obstruksi
ventrikel
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan perfusi jaringan kembali
normal dengan KH :
TTV normal
Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
Gelisah hilang
Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
1. KIE pasien dan keluarga tentang sakit dan proses sakit pasien
2. Pantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan
normalnya seperti GCS
3. Pantau frekuensi dan irama jantung
4Pantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan
selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam
5. Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan
keadaan membrane mukosa
6. Kolaborasi pemberian terapi farmakaologi dengan dokter sesuai indikasi.
Rasional :
1. Untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan pada pasien dan keluarga
2. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi
TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas,dan
perkembangan dari kerusakan
3. Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan
trauma atau tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit
4. Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin
merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus
5. Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu
6. untuk mempercepat proses penyembuhan

2. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam nyeri hilang dengan KH :
Nyeri berkurang dan hilang
Pasien tenang
Tidak terjadi mual muntah
Pasien dapat beristirahat dengan tenang
Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang nyaman
2. Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien
3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
4. Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman
5. ajarkan teknik nafas dalam dan relaksasi
6. Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai advise dokter seperti asetaminofen,
kodein sesuai indikasi.
Rasional :
1. Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat
2. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
3. Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori akan menurunkan
nyeri
4. membantu pasien untuk mendapat istirahat
5. membantu mengurangi nyeri dan membantu merelaksasi ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi nyeri
6. menurunkan rasa sakit, menghilangkan nyeri yang hebat dan mempercepat
proses penyembuhan

3. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada serebelum


(otak kecil)
Tujuan : klien dapat menunjukkan cara mobilisasi secara optimal.
KH :
Klien dapat mempertahankan meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,
mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi :
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan
yang terjadi.
2. Kaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0 – 4)
3. Letakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara teratur dan buat
sedikit perubahan posisi antara waktu
Rasional :
1. Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2. Seseorang dalam semua kategori sama – sama mempunyai risiko kecelakaan
namun katagori 2 – 4 mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya bahaya tsb
sehubungan dengan imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan
dan meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.

4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan penglihatan pasien
kembali normal dengan KH :
Pasien dapat melihat dengan jelas dan mengerti apa yang pasien lihat
Intervensi :
1. Pastikan persepsi pasien dan berikan umpan balik, orientasikan kembali pasien
secara teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan dilakukan terutama jika
penglihatannya terganggu
2. anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas disaat waktu istirahat tidur
3. Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam melakukan
aktivitas
4. Rujuk pada ahli fisioterapi
Rasional :
1. Membantu pasien untuk memberitahu perubahan persepsi, gangguan fungsi
kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat menjadi potensi timbulnya
disorientasi dan ansietas.
2. Mengurangi kelelahan,mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk
tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi
sensori)
3. Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan respon
4. Mempercepat proses penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk. 2000. Perawatan Medikal Bedah. EGC.

Jakarta.

Barbara L. Bullock 2000. Patofisiology. Adaptasi and alterations infeksius function. Fourth

edition. Lipincott, Philadelpia.

Brunner & Sudarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3. EGC. Jakarta.

Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih. 2002. Diagnosa Keperawatan.ed 6.

EGC.Jakarta.

Marilyn E. Doenges, et al. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma. 2004. Patofisiologi, konsep klinik proses- proses

penyakit ed. 4. EGC. Jakarta.

Butt, Ejaz. 2005. Intracranial Space Occupying Lesions A Morphological

Analyis: http://www.thebiomedicapk.com/articles/31.pdf

Zein, MI. 2013. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) Pada Atlet Berusia Muda. Jurnal

Medikor. VOL XI. No. 2 Oktober:111-121

Anda mungkin juga menyukai