Anda di halaman 1dari 12

KONSEP DASAR CIDERA KEPALA RINGAN

A. Pengertian
Cidera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa
tumpul/ tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar disebabkan karena kecelakaan
lalu lintas (CDC, 2010).
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patologis yang dapat melibatkan
kulit kepala, tulang dan jaringan otak sebagai akibat dari pukulan yang menyebabkan
kerusakan langsung atau gerakan intraserebral akibat percepatan atau perlambatan
yang terjadi secara cepat (Mansjoer, 2009).
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 14 – 15 (sadar penuh)
tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri akut, hematoma,
laserasi dan abrasi (Soertidewi, 2006).

B. Etiologi
1. Trauma tumpul : Ada dua macam yaitu kecepatan tinggi akibat tabrakan
kendaraan (mobil,motor) dan kecepatan rendah akibat terjatuh/dipukul
2. Trauma tembus : Dapat disebabkan karena tembus peluru/cedera tembus
lainnya.

C. Faktor Risiko
 Faktor resiko pada anak usia 6-24 bulan, individu 15-24th, serta lansia merupakan
kelompok yang beresiko tinggi mengalami trauma kepala. Risiko pada laki-laki
2xlipat resiko pada wanita.
 Hipertensi, penyakit jantung, lipid abnormalitas, dan obesitas
 Kebiasaan hidup : diet, kebiasaan merokok, alkoholik dan aktivitas , pengendara
kendaraan bermotor yang ceroboh tidak menggunakan sabuk pengaman,
penggunaan senjata yang tidak tepat.
 Perilaku pengemudi
Faktor risiko yang mempengaruhi tingkat keparahan cedera akibat kecelakaan
lalu lintas sepeda motor yang paling dominan di Kabupaten Karanganyar adalah
mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar 50%, tidak memakai helm dengan
benar sebesar 35%, mengkonsumsi alkohol saat mengemudi sebesar 15%.
 Lawan tabrakan
Bentuk lawan tabrakan yang berisiko tinggi terhadap tingkat keparahan cedera
berupa kendaraan lain seperti sepeda ontel, sepeda motor, kendaraan roda 4
atau lebih lainnya dan benda statis seperti tumpukan tanah, pohon, benda diam
selain kendaraan. Berat ringannya cedera kepala tergantung pada besar dan
kekuatan benturan (kecepatan lawan tabrakan), arah tabrakan, tempat benturan
dan keadaan kepala pada saat mendapat benturan.

D. Klasifikasi

E. Tanda dan Gejala


Manifesatasi cedera otak sendiri meliputi gangguan kesadaran, konfusi
(bingung), abnormalotas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, dan perubahan
TTV. Selain itu, adanya gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensori,
kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan, kejang, dan efek lainnya
kemungkinana juga aka muncul (Nasution, 2010). Tanda cidera otak ringan meliputi:
a. Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, otentif dan orientatif)
b. Tidak ada kehilangan kesadaran
c. Tidak ada Intoxicasi alcohol / obat terlarang
d. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi / hematom kulit kepala

F. Patofisiologi
(Terlampir)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT- Scan ( dengan tanpa kontras ). Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
2. MRI. Digunakan sama dengan CT – Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography. Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG. Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. X – Ray. Mendeteksi perubahan struktur tulang ( fraktur ) perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
6. BAER. Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET. Mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.
8. CFS. Lumbal punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid
9. ABGs. Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan
( oksigenisasi ) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial.
10. Kadar elektrolit. Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial.
11. Screen Toxicologi.
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.

H. Penatalaksanaan
Prioritas tindakan trauma kepala ditentukan atas dalamnya penurunan kesadaran
pada saat diperiksa. pasien dalam keadaan sadar (gcs: 15)
1) Simple Head Injury (SHI) Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan
kesadaran sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, serta tidak ada muntah.
Tindakan hanya perawatan luka.
2) Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kepala, dan
saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami trauma
kepala ringan.
Manajemen trauma kepala ringan:
Trauma kepala ringan (GCS: 13-15). Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan
luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan
kondisi pasien disertai terapi simptomatis.
Tindakan di unit gawat dan ruang gawat
 Resusitasi dengan tindakan A=Airway, B=Breathing dan C=Circulation
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan radiologi
 Pemeriksaan laboratorium
 Nutrisi
 Neurorestorasi/rehabilitas
 Proteksi serebral (neuroproteksi)
Menurut Pokanda 2013, penatalaksanaan pada cedera kepala dibedak menjadi dua
tindakan yaitu, tidakan medis dan perawatan. Beriktu ini adalah penjelasan dan apa
saja yang dimaksud penatalaksanaan dalam tindakan medis dan perawatan :
a. Tindakan medis
- Bedrest total

- Pemberian obat-obatan

- Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran

- Konkusio biasanya diterapi dengan observasi dan tirah baring

- Kraniotomi

- Ventrikulustomi

- Kranioplasti

- Oksigenasi

- Pengobatan : Antikonvulsan, Diuretik, Analgetik, Barbiturat, Kortikosteroid.


b. Perawatan
- Memaksimalkan perfusi/fungsi otak

- Mencegah komplikasi

- Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.

- Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga

- Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana


pengobatan, dan rehabilita

I. Komplikasi
1. Edema subdural dan herniasi otak
2. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
limfosis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.
3. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut.
4. Infeksi sistemik (pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia).
5. Kebocoran cairan serebrospinal. hal ini dapat terjadi mulai saat cedera, tapi jika
hubungan antara rongga subaraknoid dan telingan tengah atau sinus paranasal
akibat fraktur basis hanya kecil dan tertutup jaringan otak, maka hal ini tidak akan
terjadi dan pasien mungkin mengalami meningitis di kemudian hari. selain terapi
injeksi, komplikasi ini membutuhkan reparasi bedah untuk robekan dura.
eksplorasi bedah juga diperlukan jika terjadi kebocoran cairan serebrospinal
persisten.
6. Epilepsi pascatrauma. terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal,
amnesia pasca trauma yang lama (lebih dari 24 jam), fraktur depresi kranium,
atau hematoma intrakranial.
7. Sindrom pascakonkusi. nyeri kepala, vertigo, depresi dan gangguan konsentrasi
dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. vertigo dapat terjadi akibat
cedera vestibular (konkusi labitintin)
8. Komplikasi pada GI tract : sering ditemukan gastritis erosive/lesi GI 10-14%.
kelainan fokal karena kelainan akut mukosa GI atau karena kelainan patologis
dengan hiperkolesterolemia.
9. Kelainan hematologis : anemia, trombositopenia, hiperagregasi trombosit,
hiperkoagulitas, disseminated intrakoagulopati (DIC) sifatnya sementara tetapi
perlu penanganan segera. gelisah yang dapat disebabkan oleh kandung kemih
yang penuh, usus halus yang pecah, fraktur, TIK meningkat, emboli paru.
10. Anosmia : tidakdapatmenciumbau-bauan
11. Afasia : kebutaan
12. Abnormalitasgerakmata
13. Pneumonia
14. Sepsis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
2. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
3. Pemeriksaan Fisik
- Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana
timpani, cedera jaringan lunak periorbital
- Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
- Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
- Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
- Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
- Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera
yang lain
4. Pengkajian ABCDE
 Airway
Kaji jalan nafas, apakah terdapat sumbatan atau tidak
 Breathing
Sesak nafas, RR meningkat
 Circulation
akral hangat, CRT < 2 detik
 Dissability
GCS 456
 Exposure
turgor kulit baik, ada luka lecet pada wajah klien, terjadi oedema pada wajah klien,
capillary refill kembali dalam 3 detik.
5. Riwayat SAMPLE
A. sign and sypmtoms: pasien mengalami penurunan kesadaran dan terdapat
hematoma di wajah.klien pingsan,tidak muntah, dan tidak kejang.
B. Alergi: kaji adanya alergi makanan, obat atau minuman
C. Medikasi lain : pengobatan yang rutin dikonsumsi oleh pasien
D. Pertinent medical history: riwayat penyakit atau pembedahan yang berhubungan
dengan penyakit pasien
E. Last meal: makan dan minum yang terakhir dikonsumsi oleh pasien
F. Events: kejadian dari trauma yang mengakibatkan cidera seperti kepala klien
terbentur plang dan terjatuh ke aspal dengan kepala terbentur terlebih dahulu.

Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b/d trauma kepala.
Tujuan : klien akan merasa nyaman Dg k/h klien tidak mengeluh nyeri, & tanda2
vital dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji keluhan nyeri dg Mengkaji skala nyeri u/
menggunakan skala nyeri. mengeahui seberapa nyeri yg
Mengatur posisi sesuai kebutuhan di alami klien
anak untuk mengurangi nyeri. Posisi yg sesuai akan mengurangi
Kurangi rangsangan. nyeri pd klien.
Pemberian obat analgetik sesuai Rangsangan akan dpt membuat
dengan program. nyeri lebih terasa
Ciptakan lingkungan yang Obat anelgetik digunakan
nyaman termasuk tempat tidur. untuk mengurangi rasa nyeri
Berikan sentuhan terapeutik, Lingkungan yg nyaman akan
lakukan distraksi dan relaksasi. membuat klien terasa lebih
nyaman.
Sentuhan terapeutik dapat
mengurangi rasa nyeri.
2. Resiko tidak efektifnya jalan nafas & tidak efektifnya pola nafas b/d gagal nafas,
adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif Dg k/h tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas
normal.
Intervensi Rasional
Kaji Airway, Breathing, Circulasi. Untuk mengetahui pernafasan
Kaji klien, apkah ada fraktur servikal klien Posisi yg salah pd klien
& vertebra. Bila ada hindari fraktur akan
memposisikan kepala ekstensi & membuat klien tidak nyaman dan
hati2 dalam mengatur posisi bila sedikit kesulitan dlm bernapas.
ada cedera vertebra. Pengisapan lendir dilakukan
Pastikan jalan nafas tetap terbuka untuk mempermudah jalan
& kaji adanya sekret. Bila ada napas.
sekret segera lakukan pengisapan Status pernapasan dikaji
lendir. untuk mengetahui pola
Kaji status pernafasan napas klien.
kedalamannya, usaha dlm Posisi dg kepala sedikit ekstensi
bernafas. akan membuat klien bernapas dg
Bila tidak ada fraktur servikal baik.
berikan posisi kepala sedikit Pemberian oksigen u/
ekstensi dan tinggikan 15 – 30 memenuhi kebutuhan
derajat. oksigen klien.
Pemberian oksigen sesuai program.
3. Resiko kurangnnya volume cairan b/d mual dan muntah.
Tujuan :Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau dehidrasi
yang dg k/h membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Kaji intake dan out put. Untuk mengetahui intake & output
Kaji tanda2 dehidrasi: turgor kulit, cairan klien.
membran mukosa, dan ubun-ubun Mengetahui tanda2 jika klien
atau mata cekung dan out put mengalami dehidrasi.
urine. Banyak minum u/ mengganti
Berikan klien banyak minum cairan yg hilang.
Berikan cairan intra vena Untuk memenuhi cairan klien
sesuai program.

4. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d edema serebral & peningkatan tekanan
intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat dg k/h tidak ada pusing hebat, kesadaran
tidak menurun, & tidak terdapat tanda2 peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi Rasional
Tinggikan posisi kepala 15 – 30 Untuk menurunkan tekanan
derajat vena jugularis.
dengan posisi “midline. Peningkatan tekanan intrakranial
Hindari hal2 yg dapat dpt merubah perfusi jaringan
menyebabkan terjadinya serebral.
peningkatan tekanan Perubahan posisi akan memberi rasa
intrakranial. klien lebih nyaman.
Pembalikan posisi dari Tekukan dihindari agar tidak terjadi
samping ke samping rasa nyeri pd klien.
Bila akan memiringkan klien, Pelembek tinja untuk mencegah
harus menghindari adanya adanya valsava maneuver.
tekukan pada anggota badan, Lingkungan yg nyaman akan
fleksi. memberi rasa lebih nyaman pd
Berikan pelembek tinja. klien.
Ciptakan lingkungan yang Obat2an u/ mengurangi edema/
tenang. Pemberian obat2an tekanan intrakranial sesuai
sesuai program. program.
Lakukan pemasangan NGT bila Pemasangan NGT u/ mencegah
indikasi untuk mencegah aspirasi terjadinya aspirasi dan memenuhi
dan pemenuhan nutrisi. kebutuhan nutrisi klien.

5. Kurangnya perawatan diri b/d tirah baring dan menurunnya kesadaran.


Tujuan : Kebutuhan sehari2 klien terpenuhi dg k/h BB stabil, tempat tidur bersih,
tubuh klien bersih, tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dpt dibantu
Intervensi Rasional
Bantu klien dalam memenuhi Untuk memnuhi kebutuhan sehari2
kebutuhan sehari2 klien.
Berikan makanan via parenteral bila Makanan via parenteral u/
ada indikasi. memenuhi nutrisi klien.
Perawatan kateter bila terpasang. Kateter yg bersih akan membuat
Kaji adanya konstipasi, bila klien lebih nyaman.
perlu pemakaian pelembek Konstipasi akan membuat klien
tinja untuk memudahkan merasa tidak nyaman.
BAB. Agar kebutuhan sehari2 klien
Libatkan keluarga dalam terpenuhi.
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Joanne Mccloskey Docherman, Gloria M. Bulechek. Nursing Interventions


Classification (NIC) fourth edition. United States of America, Library of
Congress Cataloging. 2000.

Marion Johnson, Merodean Maas. Nursing Outcomes classification (NOC) 2nd ed.
United States of America, A Harcourt Health Scences Company. 2000.

NANDA Internasional NURSING DIAGNOSES Definition & Classification 2012-


2014. . United States of America, Blackwell Publishing. 2012.

Price, S.A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6.


Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.

Soertidewi L, Misbach J, Sjahrir H, Hamid A, Jannis J, Bustami M, editors. 2006.


Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal.
Jakarta : Perdossi.
12

Anda mungkin juga menyukai