Anda di halaman 1dari 18

PRE-PLANNING TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

ROM AKTIF DAN PASIF


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Asuhan
Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing : Ns. Muhammad Muin, S.Kep., M.Kep
Pembimbing Klinik : Carik Eko Endasari
Disusun Oleh:
Sartika Rohmah 22020116120010
Ghaniyyah Dhiya H. 22020116120017
Indriyani 22020116120042
Mundir Rahmawati 22020116120031
Milkha Amalia I. 22020116130067
Alma Savera 22020116130059
Dedeh Winingsih P. 22020116130113
Restu Ayu Saraswati 22020116130104
Winda Odera Sinaga 22020116120020
Dedy Indra E. P. S. 22020116130061
Kelas A.16-2
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menua ialah perubahan fisiologi yang terkait dengan usia ditandai
dengan adanya penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap
berbagai penyakit (Azizah, 2011). Lansia adalah kelompok penduduk yang
berusia 60 tahun keatas yang pada tahun 2010, jumlah lanjut usia (lansia)
sebesar 23,9 juta jiwa (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun.
Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa
(11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1% (Effendi dan Makhfudli, 2009).
Berdasarkan data dari United Nations (2015), jumlah penduduk berusia
lanjut pada tahun 2015 adalah sebanyak 900 juta jiwa. Jumlah ini setara
dengan 12,3% dari jumlah penduduk dunia. Sementara itu di Asia, terdapat
sejumlah 508 juta penduduk berusia lanjut. Angka ini menunjukkan bahwa
jumlah penduduk lanjut usia di Asia menyumbang lebih dari setengah jumlah
lansia di seluruh dunia. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS)
memperlihatkan pada tahun 2014 jumlah penduduk lansia sebanyak 20,24 juta
jiwa atau setara dengan 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia (Mustari,
Rachmawati & Nugroho, 2014). Berdasarkan survei tersebut diperoleh rasio
ketergantungan lansia sebesar 12,71, yang artinya setiap 100 orang penduduk
Indonesia berusia produktif harus menanggung sekitar 13 lansia.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis
dari imobilitas. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terhadap imobilitas dengan
perubahan-perubahan yang hampir sama dengan proses penuaan, oleh karena
itu memperberat efek penuaan (Stanley, Mickey. 2006). Padahal, kebanyakan
efek proses penuaan dapat diatasi bila tubuh dijaga tetap sehat dan aktif
(Smeltzer. 2001). Dari 10 sampai 15% kekuatan otot dapat hilang setiap
minggu jika otot beristirahat sepenuhnya, dan sebanyak 5,5% dapat hilang
setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas sepenuhnya. Lingkungan
internal, atau kompetensi klien adalah faktor penentu mobilitas yang paling
penting ketika derajat imobilitas yang lebih rendah terjadi. Karena kompetensi
lansia menurun, ia bergantung lebih besar pada lingkungan eksternal untuk
mempertahankan mobilitas. Dapat disimpulkan, lansia yang mengalami
gangguan imobilisasi fisik seharusnya melakukan latihan aktif agar tidak
terjadi penurunan kekuatan otot.
Secara biologis lanjut usia ialah orang yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi
sel, jaringan, serta sistem organ yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan mobilitas. Secara kejiwaan lansia berpotensi untuk mengalami
perubahan sifat, seperti bersifat kaku dalam berbagai hal, kehilangan minat,
tidak memiliki keinginan – keinginan tertentu, maupun kegemaran yang
sebelumnya pernah ada (Tamher & Noorkasiani, 2009). Pada lansia terjadi
juga perubahan hubungan sosial seperti lansia lebih tergantung pada orang lain
dan pada lansia yang mengalami krisis sosial tak jarang lansia menarik diri
atau mengisolasi diri dari kegiatan kemasyarakatan (Kartinah dan
Sudaryanto.A, 2008). Masalah pada lansia tersebut menuntut dirinya untuk
menyesuaikan diri secara terus menerus, apabila proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya kurang berhasil salah satunya kemunduran /
ketidakberdayaan 3 fisik menjadi penyebab ketergantungan lansia pada orang
lain sehingga tidak dapat melakukan aktifitas sehari – hari secara mandiri
(Rinajumita, 2011).
Semakin bertambahnya usia, lansia semakin mengalami keterbatasan
dalam melakukan activity of daily living. Berdasarkan hasil sensus American
community survey didapatkan bahwa lansia berusia lebih dari 65 tahun
memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari–hari sebanyak 28%.
Keterbatasan aktivitas yang paling sering dialami lansia adalah mobilisasi
(berjalan), mandi, dan berpindah dari duduk ke tempat tidur. Keterbatasan
mobilisasi dialami oleh lansia dengan usia ≥ 85 tahun dengan persentase
sebesar 47%, pada rentang usia 75 – 84 tahun sebesar 30% dan pada rentang
usia 65 – 74 tahun sebesar 20%. Keterbatasan aktivitas mandi dialami oleh
lansia dengan usia ≥ 85 tahun sebesar 35%, pada rentang usia 75 – 84 tahun
sebesar 15% dan pada rentang usia 65 – 74 tahun sebesar 10%. Keterbatasan
berpindah dari duduk ke tempat tidur dialami oleh lansia dengan usia ≥ 85
tahun dengan persentase sebesar 30%, pada rentang usia 75 – 84 tahun sebesar
15%, dan pada rentang usia 65 – 74 tahun sebesar 9% . Kondisi ini semakin
memburuk seiring dengan bertambahnya usia (Administration on Aging,
2013)
Menurut jurnal penelitian Nurus Safa'ah tahun 2013 megemukakan
hasil dari penelitian ini diketahui bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot
yang berarti pada lansia setelah diberikan perlakuan berupa latihan ROM.
Pada kelompok eksperimen, sebagian besar (58%) responden terdapat
peningkatan kekuatan otot antara pre-test dan post-test, sedangkan hampir
setengahnya (26%) responden tidak terdapat penurunan antara pre-test dan
post-test atau dikatakan tetap, sebagian kecil (16%) responden terdapat
penurunan antara pre-test dan post test. (Safa’ah, 2013).
Pertambahan usia pada lansia berbanding lurus dengan tingkat
ketergantungannya. Menurut WHO, ketergantungan lanjut usia disebabkan
oleh kondisi orang lanjut usia yang mengalami kemunduran fisik maupun
psikis, sehingga terkadang lansia mengalami kesulitan dalam menjalankan
aktivitasnya sehari - hari. Di Indonesia sendiri nilai rasio ketergantungan
lansia sebanyak 12,71 %, sedangkan Sumatera Barat menempati peringkat ke-
6 di Indonesia. Tingginya angka ketergantungan menunjukan bahwa keluarga
memiliki beban yang berat untuk merawat dan membiayai lansia (BPS,2015).
Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Pucang Gading, pada 10 PM lansia di ruang cempaka 1 dan edelwis,
didapatkan data bahwa 1 PM dapat berjalan tanpa menggunakan alat bantu, 2
PM berjalan menggunakan alat bantu, dan 7 PM tidak dapat berjalan atau
ketergantungan total. Intervensi yang dapat digunakan pada lansia yaitu
dengan latihan fisik. Salah satu latihan yang dapat digunakan untuk latihan
rentang gerak pada lansia yaitu ROM (Range Of Motion). Berdasarkan data
tersebut, kelompok memberikan intervensi TAK berupa ROM.

B. DATA YANG PERLU DIKAJI LEBIH LANJUT


1. Kekuatan otot
2. Skoring KATZ

C. MASALAH KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi
neuromuscular.
BAB II
RENCANA KEPERAWATAN

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi
neuromuscular.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan TAK selama 1x30 menit diharapkan dapat melatih dan
menjaga kelenturan otot-sendi pada penerima manfaat di bangsal Cempaka
1 & Edelweiss.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x30 menit mengenai
latihan ROM diharapkan peserta mampu:
a. Mengikuti kegiatan latihan ROM bersama hingga selesai
b. Mempraktikkan latihan ROM untuk melatih kelenturan otot-sendi
c. Mempraktekkan latihan ROM untuk menjaga kelenturan otot-sendi
BAB III

RENCANA KEGIATAN

A. TOPIK
Latihan ROM bagi PM yang mengalami hambatan mobilitas fisik.

B. METODE PELAKSANAAN
Demonstrasi.

C. SASARAN DAN TARGET


Semua PM di bangsal Cempaka 1 dan Edelweiss Rumah Pelayanan Sosial
Lansia Pucang Gading Semarang sebanyak 10 orang.

D. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Pelaksanaan dibagi menjadi 3 kelompok kecil dengan masing-masing 1
koordinator.
2. Waktu pelaksanaan ditentukan saat PM tidak melakukan aktivitas atau
sedang istirahat.
3. Fasilitator memimpin jalannya proses TAK kemudian diikuti PM secara
bersamaan.
4. Suasana dibangun setenang dan senyaman mungkin agar proses
intervensi berjalan maksimal.
5. Setelah kegiatan selesai dilakukan evaluasi untuk mengetahui
keberhasilan intervensi yang diberikan.

E. MEDIA DAN ALAT BANTU


Tidak ada

F. SETTING
Setting Waktu : pukul 10.00-10.30 WIB
Setting Tanggal : 16 Oktober 2019
Setting Tempat : Bangsal Cempaka 1, Rumpel Sosial Lansia Pucang Gading

G. SUSUNAN ACARA

Alat dan
No Waktu Kegiatan PJ
Media
1 10.00- Pembukaan : MC
10.05 a. Salam
WIB (5’) b. Perkenalan
c. Menjelaskan tujuan
d. Melakukan kontrak waktu
2 10.05- Isi: Fasilitator
10.25 a. Menjelaskan pengertian dan manfaat
WIB (20’) terapi
b. Mendemonstrasikan latihan ROM
3 10.25- Penutup : MC
10.30 a. Menyampaikan kesimpulan, rencana
WIB (5’) selanjutnya
b. Salam

H. PENGORGANISASIAN
MC : Ghanniyah Dhiya H
Instruktur : Milkha A. I, Winda Odera
Fasilitator : Restu Ayu S, Dedeh Winingsih, Sartika R, Dedi Indra,
Mundir, Indri.
Dokumentator: Alma Savera

I. KRITERIA EVALUASI
1. Struktur
a) 100% dari penerima manfaat dapat mengikuti TAK
b) Tempat dan alat tersedia sesuai rencana H-1 acara
c) Mahasiswa dapat berperan sesuai dengan tugasnya
d) Pre planning telah disetujui oleh clinical instructure dan dosen
pembimbing
2. Proses
a) Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan
b) Para penerima manfaat mengikuti dan mendengar aktif kegiatan dari
awal sampai akhir
3. Hasil
a) Penerima manfaat dapat menjawab pertanyaan dari fasilitator
b) Penerima manfaat dapat mendemonstrasikan latihan ROM

4. MATERI
Range Of Motion (ROM)
a. PENGERTIAN ROM
Range Of Motion (ROM) merupakan istilah baku untuk
menyatakan batas/besarnya gerakan sendi baik normal. ROM juga di
gunakan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan batas gerakan
sendi abnormal. Rentang gerak atau (Range Of Motion) adalah jumlah
pergerakan maksimum yang dapat di lakukan pada sendi, di salah satu
dari tiga bdang yaitu: sagital, frontal, atau transversal (Suratun, 2016).
Range Of Motion (ROM) adalah gerakan yang dalam keadaan normal
dapat dilakukan oleh sendi yang bersangkutan. Range Of Motion dibagi
menjadi dua jenis yaitu ROM aktif dan ROM pasif.
b. JENIS ROM
1. ROM AKTIF
ROM aktif adalah latihan yang di berikan kepada klien yang
mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa
latihan pada tulang maupun sendi dimana klien tidak dapat
melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan
perawat atau keluarga (Suratun, 2016). Latihan ROM aktif
merupakan latihan isotonik yang mampu mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot serta dapat
mencegah perburukan kapsul sendi, ankilosis, dan kontraktur
(Mudrikhah, 2012).
2. ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien
dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Kekuatan otot
50 %. Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan
pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi
latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan
beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri,
pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis
ekstermitas total (Suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini
berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
c. TUJUAN ROM
Tujuan Umum :
1) Latihan ROM aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi
dan kekuatan otot (Stanley dan Beare, 2006).
2) Menurut Kozier dkk (2010) Latihan ROM aktif merupakan latihan
isotonik yang mampu mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan daya tahan otot serta dapat mencegah perburukan
kapsul sendi, ankilosis, dan kontraktur.

Tujuan Khusus :

1) Melatih lansia untuk mengembalikan fungsi geraknya secara


normal
2) Meningkatkan kekuatan otot dan memberi kesehatan fisik pada
lansia.
3) Meningkatkan fleksibilitas sendi pada lansia (Imron & Susi, 2015)
4) Latihan untuk mempertahankan mobilitas pada lansia (Pudjiastuti
& Utomo, 2003)
d. MANFAAT
Melakukan Pelatihan ROM juga memberikan manfaat bagi tubuh.
Beberapa manfaat ROM antara lain (Potter & Perry, 2005)
1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam
melakukan pergerakan
2. Mengkaji tulang, sendi, dan otot
3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
4. Memperlancar sirkulasi darah
5. Memperbaiki tonus otot
6. Meningkatkan mobilisasi sendi
7. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
Seperti yang dikemukakan Stanley & Beare (2006) dengan
pemeliharaan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi, latihan Range of
Motion (ROM) bisa meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot
dan fleksibilitas sendi karena dari 10 sampai 15% kekuatan otot dapat
hilang setiap minggu jika otot beristirahat sepenuhnya dan sebanyak
5,5% dapat hilang setiap hari pada kondisi istirahat dan imobilitas
sepenuhnya. Selain itu Asmadi (2008), mengungkapkan bahwa latihan
ROM mempunyai tujuan antara lain mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi
kardiorespirasi, menjaga fleksibilitas dari masing masing persendian,
mencegah kontraktur/kekakuan pada persendian. Peningkatan kekuatan
otot yang cukup besar ini disebabkan perubahan anatomis, yaitu
peningkatan jumlah miofibril, peningkatan ukuran miofibril,
peningkatan jumlah total protein kontraktil khususnya kontraktil miosin,
peningkatan kepadatan pembuluh kapiler dan peningkatan kualitas
jaringan penghubung, tendon dan ligamen. Selain itu, peningkatan
kekuatan otot juga disebabkan perubahan biokimia otot yaitu
peningkatan konsentrasi kreatin, peningkatan konsentrasi kreatin fosfat
dan ATP dan peningkatan glikogen; serta perubahan sistem saraf sulit
diidentifikasi secara akurat Oleh karena itu pada lansia akan lebih baik
agar melakukan latihan ROM dengan teratur karena telah terbukti bahwa
latihan ROM dengan teratur mampu meningkatkan kekuatan otot pada
lansia (Safa’ah. 2013).
e. LANKAH-LANGKAH ROM AKTIF DAN PASIF
Berikut ini adalah langkah-langkah ROM : (Aprianti. F. 2016)
A. Fleksi Bahu
1. Tempatkan tangan kiri perawat di atas siku pasien, kemudian
tangan kanan memegang tangan pasien.
2. Angkat tangan ke atas dari sisi tubuh.
3. Gerakan tangan perlahan-lahan, lemah lembut ke arah kepala
sejauh mungkin.
4. Letakkan tangan di bawah kepala dan tahan untuk mencegah
dorongan fleksi, tekuk tangan dan siku.
5. Angkat kembali lengan ke atas kembali ke posisi semula.
6. Ulangi latihan lebih kurang sampai 3 kali.
B. Abduksi dan Adduksi Bahu
1. Tempatkan tangan kiri perawat di atas siku pasien, tangan
kanan memegang tangan pasien.
2. Pertahankan posisi tersebut, kemudian gerakkan lengan
sejauh mungkin dari tubuh dalam keadaan lurus.
3. Tekuk dan gerakkan lengan segera perlahan ke atas kepala
sejauh mungkin.
4. Kembalikan pada posisi semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang sampai 3 kali.
C. Rotasi Interna dan Eksterna Bahu
1. Tempatkan lengan pasien pada titik jauh dari tubuh,
bengkokkan siku. Pegang lengan atas, tempatkan pada bantal.
2. Angkat lengan dan tangan.
3. Gerakkan lengan ke bawah dan tangan secara perlahanl-
lahan ke belakang sejauh mungkin.
4. Kembalikan lengan pada posisi semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
D. Penyilangan Adduksi Bahu
1. Tempatkan tangan kiri perawat di bawah siku dan tangan lain
memegang tangan pasien.
2. Angkat lengan pasien.
3. Posisi lengan setinggi bahu, gerakkan tangan menyilang
kepala sejauh mungkin.
4. Kembalikan lengan pada posisi semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
E. Supinasi dan Pronasi Lengan
1. Permulaan posisi: pegang tangan pasien dengan kedua
tangan, posisi telunjuk pada telapak tangan, kedua ibu jari di
punggung tangan.
2. Tekuk telapak tangan pasien menghadap wajah pasien.
3. Kemudian tekukkan telapak tangan bagian punggung ke
muka pasien.
4. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
F. Ekstensi dan Fleksi Pergelangan Tangan dan Jari
1. Pegang pergelangan tangan pasien dengan satu tangan pasien
dan tangan pasien bergengaman dengan tangan perawat.
2. Tekuk punggung tangan ke belakang sambil
mempertahankan posisi jari lurus.
3. Luruskan tangan.
4. Tekuk tangan ke depan sambil jari-jari menutup membuat
genggaman, kemudian buka tangan.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
G. Fleksi dan Ekstensi Ibu Jari
1. Pegang tangan pasien, tekuk ibu jari ke dalam telapak tangan
pasien.
2. Dorong ibu jari ke belakang pada titik terjauh dari telapak
tangan pasien. Ulangi lebih kurang 3 kali.
3. Gerakan ibu jari pasien memutar/sirkulasi pada satu
lingkaran.
H. Fleksi dan Ekstensi Panggul dan Lutut
1. Tempatkan salah satu tangan perawat dibawah lutut pasien,
tangan lain di atas tumit dan menahan kaki pasien.
2. Angkat tungkai kaki dan tekukan pada lutut, gerakan tungkai
kebelakang sejauh mungkin.
3. Luruskan lutut di atas permukaan kaki, kembalikan pada
posisi semula.
4. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
I. Rotasi Interna dan Eksterna Panggul
1. Tempat satu tangan perawat di bawah lutut pasien, tangan
lain di atas tumit kaki pasien.
2. Angkat tungkai dan tekuk membuat sudut yang besar di atas
lutut.
3. Pegang lutut dan kaki pasien mendorong ke hadapan perawat.
4. Gerakkan kaki ke posisi semula.
5. Dorong kaki sejauh mungkin dari perawat, gerakkan ke posisi
semula.
6. Ulangi latihan lebih kurang sampai 3 kali.
J. Abduksi dan Adduksi Panggul
1. Tempatkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien,
letakkan tangan lain di bawah tumit.
2. Pegang tungkai dalam keadaan lurus, kemudian angkat ke
atas setinggi 5 cm dari kasur.
3. Tarik kaki kearah luar, ke hadapan perawat.
4. Dorong tungkai ke belakang dan kembalikan ke posisi
semula.
5. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
K. Dorso dan Plantar Fleksi Pergelangan Kaki
1. Pegang tumit pasien dengan tangan perawat, biarkan istirahat
pada tangan perawat.
2. Tekan lengan perawat pada telapak kaki, gerakkan
menghadap tungkai.
3. Pindahkan tangan perawat pada posisi semula.
4. Pindahkan tangan ke ujung kaki dan bagian bawah kaki,
dorong kaki ke bawah pada titik maksimal secara bersamaan,
kemudian dorong kembali ke atas pada tumit.
5. Ulangi latihan berikut lebih kurang 3 kali.
L. Eversi dan Inversi Kaki
1. Putar kaki satu persatu ke arah luar.
2. Kemudian kembali ke arah dalam.
3. Ulangi latihan lebih kurang 3 kali.
M. Ekstensi dan Fleksi Jari-jari Kaki
1. Mulai dengan menarik ujung jari kaki ke atas.
2. Ujung-ujung jari kaki di dorong ke bawah.
3. Ulang latihan lebih kurang 3 kali.
f. INDIKASI
1. Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan
menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak.
2. Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat
menggerakkan persendian sepenuhnya.
3. ROM aktif dapat digunakan untuk proram latihan aerobik.
4. ROM aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas di atas dan
di bawah daerah yang tidak dapat bergerak.
5. Pada pasien dengan stroke atau penurunan kesadaran.
6. Pada pasien dengan fase rehabilitasi fisik.
7. Pada pasien dengan tirah baring lama.
g. KONTRAINDIKASI
Kontaindikasi ROM merupakan hal-hal yang harus diperhatikan,
kondisi apa saja yang sebaiknya tidak dilakukan ROM. Kontraindikasi
ROM adalah sebagai berikut :
1. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat
mengganggu proses penyembuhan cedera
Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas
gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan
memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan.
Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan
yang salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan
(Filantip, 2015).
2. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya
membahayakan (life threatening).
ROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar,
sedangkan AROM pada sendi ankle dan kaki untuk
meminimalisasi venous stasis dan pembentukan trombus. Pada
keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-
lain, AROM pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam
pengawasan yang ketat (Filantip, 2015).

5. DAFTAR PUSTAKA
Administration on Aging. (2013). Aging Statistic. Diakses pada tanggal 15
Oktober 2019 dari
http://www.aoa.acl.gov/Aging_Statistics/Profile/2013/16.aspx
Aprilianti, F. 2016. SOP ROM. Artikel Publikasi. Surabaya : STIKES Hang
Tuah Surabaya
Astrid, Nurachmah, dan Budiharto. (2011). Pengaruh Latihan Range of
Motion (ROM) terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi, dan
Kemampuan Fungsional. Jakarta: RS Sint Carolus.
Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta
: Badan Pusat Statistik.
Effendi. F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Filantip, A. (2015). Pengaruh latihan range of motion aktif terhadap
kelentukan sendi ekstermitas bawah dan gerak motorik pada lansia di
unit pelayanan sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Imron, Junaidi & Susi, W A. (2015). Pengaruh Latihan Rom Aktif Terhadap
Keaktifan Fisik Pada Lansia Di Dusun Karang Templek Desa
Andongsari Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Jurnal Edu
Health, Vol. 5 No. 1, APRIL 2015
Kartinah & Sudaryanto, A. (2008). Jurnal Keperawatan. Masalah
Psikososial Pada Lanjut Usia, ISSN 1979-2697. Semarang : FIK
Universitas Muhamadiyah Semarang.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A. & Snyder, S. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik (Esty
Wahyuningsih, Devi Yulianti, Yuyun Yuningsih, & Ana Lusiana,
penerjemah). Jakarta: EGC.
Mudrikhah. (2012). Pengaruh Latihan Range Of Motion Aktif Terhadap
Peningkatan Rentang Gerak Sendi Dan Kekuatan Otot Kaki Pada
Lansia Di Panti Wreda Dharma Bakti Surakarta
Mustari, A.S., Rachmawati, Y. dan Nugroho, S.W. (2015). Statistik
Penduduk Lanjut Usia 2014: Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Perry, Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Pudjiastuti, S.S. & Utomo, B. (2003). Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta:
EGC.
Rinajumita. (2011). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Kemandirian Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lampasi
Kecamatan Payakumbuh Utara. Skripsi. Padang : PSIK FK
Universtitas Andalas.
Safa’ah, (2013) Pengaruh Latihan Range of Motion terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot Lanjut Usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
(Pasuruan) Kec. Babat Kab Lamongan: Jurnal Sain Med, Vol. 5. No.
2 Desember 2013: 62–65
Smeltzer. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3.Jakarta:
EGC
Stanley, M & Beare, P.G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi
ke-2 (Nety Juniarti & Sari Kurnianingsih, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Suratun, H. (2016). Pengaruh ROM Terhadap Kekuatan Otot Pasien Post
Stroke.
Suratun, SKM, Heryati, S.Kp, M.Kes, Santa Manurung, SKM, M.Kep &
Dra. Een Raenah, SMIP. (2008). Klien gangguan system
musculoskeletal: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Tamher, S. (2009). Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan
keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
United Nations Population Division. World Population Prospects. The 2015
Revision. New York: United Nations; 2015.

Anda mungkin juga menyukai