Anda di halaman 1dari 102

STIKES KHARISMA KARAWANG

APLIKASI PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP


PENINGKATAN EKSRESI SPUTUM PADA PASIEN TB PARU DI
RUANG CIKAMPEK RSUD KARAWANG TAHUN 2020

KARYA ILMIAH AKHIR

NAMA : TARYANA
NIM : 0433131490119055

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


STIKes KHARISMA KARAWANG
Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316
Karawang, Juli 2020

i
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini di ajukan oleh :
Nama : TARYANA
NIM : 0433131490119055
Program Studi : Profesi Ners
Judul Skripsi : Aplikasi Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap

Peningkatan Ekskresi Sputum Pada Pasien TB Paru

di Ruang Cikampek RSUD Karawang 2020

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlakukan untuk memperoleh gelar
Ners Keperawatan pada Program Studi Profesi Ners STIKes Kharisma
Karawang

DEWAN PENGUJI
Penguji : Sudiono, M.Kep ( )
NIDN 0319127804
Pembimbing : Ns. Astrid Berlian Utami, M.Kep ( )
NIDN 0422127702
Ditetapkan di : Karawang
Tanggal : 17 Juli 2020

Mengetahui,
Ka. Prodi Profesi Ners
STIKes Kharisma Karawang

Ns. Abdul Gowi, M.Kep, Sp.Kep.J


NIK : 00219774

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir (KIA) yang berjudul “Aplikasi

Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Peningkatan Eksresi Sputum Pada Pasien TB

Paru Di Ruang Cikampek RSUD Karawang Tahun 2020” ini, sepenuhnya karya

saya sendiri. Tidak ada bagian dalamnya plagiat dari karya orang lain dan saya

tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan

kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adannya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klien dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Karawang, 20 Maret 2020

Yang membuat pernyataan

( Taryana )

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat ALLAH SWT, Karena atas segala

rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan nikmat sehat walafiat serta nikmat

panjang umur. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada

baginda alam Nabi besar Muhammad SAW. Dalam penulisan laporan ini banyak

sekali rintangan dan halangan, dengan bantuan dan bimbingan beberapa pihak

terutama Ibu & Bapak pembimbing yang selalu memberikan motivasi dan

akhirnya penyusunan karya ilmiah akhir dapat diselesaikan dengan judul “

Aplikasi Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Peningkatan Eksresi Sputum Pada

Pasien TB Paru di Ruang Cikampek RSUD Karawang tahun 2020 “. Penulisan

laporan ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk meperoleh gelar

Profesi Ners Keperawatan.

Dalam penelitian dan penyusunan laporan ini tidak luput dari bantuan, dukungan

dan doa dari beberapa pihak kepada penulis, oleh karena itu saya mengucapkan

banyak terimakasih kepada :

1. Uun Nurjanah, M. Kep selaku ketua STIKes Kharisma karawang.

2. Ns. Abdul Gowi, M.Kep, Sp Kep. J Selaku Ketua program studi

Keperawatan Strata satu dan program studi Ners.

3. Ns. Astrid Berlian Utami, M.Kep selaku pembimbing Karya Ilmiah Akhir.

4. Sudiono, M.Kep selaku penguji Karya Ilmiah Akhir.

5. Dr. H. Asep Hidayat Lukman, MM, selaku Direktur Utama RSUD Kab.

Karawang.

iv
6. Para staf pengajar yang telah memberikan banyak ilmu saat pembelajaran

perkuliahan.

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Rosid Saepudin dan Ibunda Nyai

Yayah yang telah memberikan semangat, doa dan materi kebutuhan juga

sabar dalam menasehati dalam proses penyusunan laporan Karya Ilmiah

Akhir.

8. Kakak-kakak tercinta saya dari orangtua saya yang telah memberikan

motivasi dan semangat dalam penyusunan laporan Karya Ilmiah Akhir.

9. Rekan-rekan mahasiswa Profesi Ners S1 Keperawatan Reguler Khususnya

angkatan yang telah memberikan dorongan, bantuan dan semangat

sehingga laporan ini dapat diselesaikan.

10. Keluarga Besar PB. MERPATI, PB TOKDIG dan Badminton STIKHA

yang telah memberikan semangat untuk proses penyusunan Karya Ilmiah

Akhir ini.

Saya ucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah mendukung serta

membantu proses penyusunan laporan penelitian ini, penulis sadar bahwa

banyak sekali kekurangan pada penulisan penelitian ini.

Demikian yang dapat penulis haturkan, semoga laporan penelitian ini dapat

memberikan manfaat khusus nya penulis umunya bagi pembaca dan semoga

penjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya terutama pengembangan

profesi keperawatan.

Karawang, Juli 2020

Penulis

v
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKes KHARISMA KARAWANG
Karya Ilmiah Akhir, Juli 2020
Taryana
Aplikasi Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Peningkatan Sekresi Sputum
Pada Pasien TB Paru Di RSUD Karawang Tahun 2020

IV Bab + 83 Halaman + 2 Bagan + 3 Gambar + 10 Tabel + 5 Lampiran

ABSTRAK

Tuberculosis (TB), suatu penyakit infeksi, disebabkan oleh basilus tahan asam
Mycobacterium Tuberculosis. Organisme ini melapisi dirinya sendiri dalam
selaput berlilin (spora) yang sulit dihancurkan. Ketika ditemukan di paru, basili
terbungkus dalam gumpalan yang disebut tuberkel. tuberkel (yang dikenal sebagai
lesi primer atau TB primer) dapat tetap tidak aktif seumur hidup. Terapi alternatif
nonfarmakologis perlu dikembangkan seperti fisioterapi dada untuk mengatasi
bersihan jalan nafas tidak efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh fisioterapi dada pada pengeluaran sputum pada penderita TB. Penulisan
ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan TB serta
mengaplikasikan evidence based practice pemberian fisioterapi dada selama 15-
20 menit dengan frekuensi 1 kali sehari selama 3 hari mampu membantu
mengeluarkan sputum. Sebelum dilakukan tindakan fisioterapi dada klien sesak
nafas dengan respirasi 35x/menit dan sulit untuk mengeluarkan sputumnya,
kemudian setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada selama 15 menit pada hari
pertama menunjukkan bisa mengeluarkkan sputum meski masih sedikit dengan
frekuensi nafas tetap 35x/menit, sedangkan pada hari ketiga didapatkan hasil
sesak berkurang dengan frekuennsi nafas 30x/menit dan mampu dengan mudah
mengeluarkan sputumnya. Hal ini menunjukkan bahwa fisioterapi dada dapat
membantu mengeluarkan sputum pada pasien TB. Diharapkan karya tulis ilmiah
ini dapat dijadikan acuan dalam pemberian asuhan keperawatan berbasis evidence
based practice kepada pasien dengan TB.

Kata kunci : Fisioterapi Dada,TB.


Daftar Pustaka :41(2011-2019)

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
C. Metode Telaahan ..................................................................... 8
D. Sistematika Penulisan .............................................................. 9
BAB II : TINJAUAN TEORI .................................................................. 10
A. Konsep TB Paru .................................................................... 10
1. Pengertian Tuberkulosis ................................................. 10
2. Klasifikasi Tuberkulosis ................................................. 11
3. Tanda dan Gejala Tuberkulosis ...................................... 13
4. Etiologi ........................................................................... 14
5. Patofisiologi .................................................................... 15
6. Penularan Penyakit Tuberkulosis ................................... 19
7. Pemeriksaan Penunjang .................................................. 20
8. Komplikasi ..................................................................... 21
9. Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ................................ 22
10. Penatalaksanaan .............................................................. 23

B. Konsep Fisioterapi Dada ....................................................... 26


1. Pengertian Fisioterapi Dada ........................................... 26
2. Prosedur Tindakan Fisioterapi Dada .............................. 27

C. PICOT .................................................................................... 31
D. Konsep Asuhan Keperawatan Tuberkulosis .......................... 35
BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN .......................... 43
A. Pengkajian ............................................................................. 43
B. Analisa Data .......................................................................... 51
C. Diagnosa Keperawatan .......................................................... 53
D. Intervensi Keperawatan ......................................................... 54
E. Implementasi Keperawatan ................................................... 58
F. Evaluasi Keperawatan ........................................................... 62
G. Pembahasan Kasus ................................................................ 66

vii
H. Pembahasan Kasus Berdasarkan Evidance Based Practice... 71

BAB IV : PENUTUP ................................................................................. 74


A. Kesimpulan ............................................................................ 74
B. Saran ...................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 76
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1 Analisa Picot 31
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan 38
Tabel 3.1 Analisa Data 53
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan 56
Tabel 3.3 Implementasi Keperawatan 60
Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan 61
Tabel 3.5 Implementasi Keperawatan 63
Tabel 3.6 Evaluasi Keperawatan 65
Tabel 3.7 Evaluasi Keperawatan 66
Tabel 3.8 Evaluasi Keperawatan 67

ix
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 2.1 Clapping 28
Gambar 2.2 Vibrasi 29
Gambar 2.3 Postural Drainase 30

x
DAFTAR BAGAN

Hal
Bagan 2.1 Patofisiologi 18
Bagan 3.1 Genogram 46

xi
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Standar Operasional Prosedur Fisioterapi Dada


Lampiran 2 : Lembar Informed Consent
Lampiran 3 : Lembar Konsul
Lampiran 4 : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 5 :EBP
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis atau TBC masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat

dan secara langsung juga merupakan tantangan global (Kementrian kesehatan

Republik Indonesia, 2018). Tuberculosis (TB), suatu penyakit infeksi,

disebabkan oleh basilus tahan asam Mycobacterium Tuberculosis. Organisme

ini melapisi dirinya sendiri dalam selaput berlilin (spora) yang sulit

dihancurkan. Ketika ditemukan di paru, basili terbungkus dalam gumpalan

yang disebut tuberkel . tuberkel (yang dikenal sebagai lesi primer atau TB

primer) dapat tetap tidak aktif seumur hidup (Rosdahl & Kowalski, 2017).

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit mikobakterial paling banyak

terjadi terserang selama sejarah manusia, selain lepra. Penyakit ini telah

dilaporkan oleh Centers for Desease Control and Prevention yang

menyebabkan sekitar 2 miliar orang atau sepertiga populasi dunia terinfeksi

oleh bakteri penyebab Tuberkulosis (Black, dan Hawks, 2014).

World Health Organization (2018) menyebutkan bahwa Tuberkulosis

merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian dari agen infeksi

tunggal. Jutaan orang mengalami jatuh sakit akibat Tuberkulosis setiap tahun

dan sekitar 1,7 miliar orang setara dengan 23% dari populasi dunia

diperkirakan memiliki infeksi TB laten serta berisiko mengembangkan

1
2

penyakit TB aktif. Tiga puluh (30) negara dengan beban TB tinggi tercatat

87% dari semua kasus insiden yang diperkirakan di seluruh dunia, dan

delapan negara yang menyumbang dua pertiga dari total global kasus TB baru

yaitu salah satunya Indonesia sekitar 8%.

Global Tuberculosis Report WHO 2017 menyatakan bahwa insiden

Tuberkulosis di Indonesia 391 per 100.000 penduduk dengan angka kematian

42 per 100.000 penduduk. Jawa Barat ada diurutan ke-3 ditahun 2018 dari

jumlah 19 provinsi yang mempunyai angka kejadian TB Paru yang tinggi

dengan angka prevalensi berdasarkan diagnosis dokter menurut provinsi dari

tahun 2013-2018 dengan insiden TB 321 per 100.000 penduduk.

Case Notification Rate (CNR) adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien

yang ditemukan dan tercatat dalam laporan triwulanan pasien baru TBC (TB

07) diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. CNR Karawang

yaitu 82,19 dibawah Jawa Barat (120,58), berdasarkan jumlah kasus TB Paru

yang ditemukan dan tercatat dalam laporan berdasarkan kabupaten/kota per

100.000 penduduk. Data di RSUD Karawang tahun 2013 didapatkan bahwa

Tuberkulosis termasuk peringkat nomer 2 dari 20 besar penyakit penyebab

kematian untuk pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Karawang dengan

jumlah pasien Tuberkulosis pada tahun 2013 sebanyak 88 pasien (6,15%)

(Profil RSUD Karawang, 2013).


3

Hasil data rekam medik RSUD Karawang pada tahun 2017 tercatat pasien

yang masuk rawat inap dengan Tuberkulosis yaitu sebanyak 803 pasien. Pada

tahun 2018 mengalami peningkatan yaitu menjadi 813 pasien yang dirawat

inap dengan Tuberkulosis, (Rekam Medik RSUD Karawang, 2019).

Komplikasi TB bisa mencapai selaput otak, dengan akibat radang selaput otak

(meningitis). Melalui aliran darah dan kelenjar getah bening, bakteri bisa

menyebar ke organ tubuh lain seperti, kerusakan tulang dan sendi karena

infeksi bakteri TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang, kerusakan hati

dan ginjal, kerusakan jantung, gangguan mata yang ditandai dengan mata

yang berwarna kemerahan karena iritasi dan pembengkakan retina atau

bagian lain, dan resistensi bakteri terjadi karena pasien TB tidak disiplin

dalam menjalani masa pengobatan sehingga terputus sering disebut TB MDR

(Handrawan, 2010).

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien TB salah satunya yaitu

bersihan jalan nafas tidak efektif, dimana bersihan jalan napas tidak efektif

yaitu ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk

mempertahankan jalan napas tetap paten. (SDKI, 2016).

Bersihan jalan nafas tidak efektif pada pasien TB terjadi akibat adanya infeksi

bakteri Mycobacterium Tuberculosis, sistem di dalam tubuh akan bersepon

melalui proses inflamasi di daerah alveoli sehingga terjadi peninggkatan

produksi sekret sehingga akan terjadi penumpukkan sekret. Tumpukkan


4

sekret akan tertahan dan susah untuk dikeluarkan dalam bentuk sputum yang

mengakibatkan bersihan jalan napas tidak efektif (Nurarif & Kusuma, 2015).

Mengatasi masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif, maka

salah satu intervensi keperawatannya nya adalah fisioterapi dada. Fisioterapi

dada adalah tindakan dengan cara perkusi dada, pengetukan dada dengan

menggunakan tangan agar dapat melepaskan sekret, vibrasi dada agar dapat

meningkatkan kecepatan dan menghilangkan secret. Dengan bertujuan

membuang sekresi bronkial agar dapat memperbaiki ventilasi dan

meningkatkan efisiensi otot pernapasan (Muttaqin, 2010). Fisioterapi dada

juga dapat mengurangi sesak napas, nyeri dada kerena terlalu sering batuk,

dan jalan napas yang terganggu yang diakibatkan oleh sekresi yang

berlebihan, sehingga mampu meningkatkan kemampuan fungsional dan

pasien akan merasa lebih rileks (Meidania, 2015).

Hasil penelitian menurut Hermanus Vera A (2012) hubungan fisioterapi dada

terhadap eksresi sputum pada pasien TB di RSU Prof. DR. R. D. Kandou

Manado pada 14 responden. Di dapatkan hasil uji t-test yang terdapat

pengaruh yang signifikan antara pemberian terapi fisioterapi dada terhadap

eksresi sputum. Hal ini terlihat dari nilai t-hitung sebesar 8,379 dengan

tingkat signifikansi antara dua pihak (sign (2-tailed) = 0,000, dan nilai t-tabel

sebesar 2,160 pada taraf signifikansi α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%

pada derajat kebebasan (dk=N-1) adalah 13. Oleh karena t-hitung > t-tabel,

maka berpeluang menolak Hipotesis Nol (Ho) dan menerima Hipotesis


5

Alternatif (Ha) yaitu terdapat hubungan fisioterapi dada terhadap peningkatan

ekskresi sputum pada pasien tuberkulosis paru di Irina C RSU Prof. Dr. R.D.

Kandou Manado. Hal ini menunjukkan bahwa fisioterapi dada memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan ekskresi sputum pada pasien

tuberkulosis paru.

Hasil penelitian menurut Suhanda & Rusmana (2014) dengan efektifitas

fisioterapi dada dan batuk efektif pada 30 responden. Didapatkan hasil uji

statistik terlihat bahwa dari 30 responden rata-rata bersihan jalan nafas

adalah 1,70 dengan SD 1,088 pada kelompok yang dilakukan fisioterafi

dada. Dari uji statistik diperoleh nilai P 0,564. Dengan demikian pada α 5%

maka secara statistik tidak terdapat perbedaan rata-rata bersihan jalan nafas

pada kelompok yang dilakukan fisioterafi dada pasca dilakukan nebulasi pada

pasien TBC Paru.

Hasil penelitian menurut Aryayuni dkk (2015) dengan pengaruh fisioterapi

dada terhadap pengeluaran sputum pada 11 responden. Di dapatkan uji paired

t test yang terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian terapi

fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum. Hal ini terlihat dari Hasil

analisa bivariat terlihat nilai p Value 0,000 < α 0,025 maka Ho ditolak dapat

disimpulkan bahwa pengeluaran sputum sebelum dan sesudah fisioterapi dada

relatif tidak sama atau fisioterapi dada efektif dalam mengeluarkan sputum.

Perbedaan mean antara ada sputum dan tidak ada sputum adalah sebesar -

0,73 perbedaan sebesar -0,73 tersebut mempunyai perbedaan range antara


6

lower/batas bawah sebesar -1,04107 (tanda negative berarti pengeluaran

dada) sampai upper/batas atasnya adalah -0,41347. Sehingga ada pengaruh

fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan dari 18 pasien Tuberkulosis yang

dirawat inap di ruang Cikampek RSUD Karawang didapatkan 4 orang

mengetahui tentang tindakan fisioterapi dada serta sudah melakukannya oleh

keluarganya. Sebanyak 14 orang tidak mengetahui tentang terapi fisioterapi

dada dan belum pernah mendapatkan edukasi atau pendidikan kesehatan

terkait penyakit tindakan fisioterapi dada. Rata-rata pasien Tuberkulosis

berjenis kelamin laki-laki, dengan umur diatas 45 tahun, pendidikan rata-rata

pasien lulusan SD dengan pekerjaan sebagai buruh.

Dari kebanyakan pasien Tuberkulosis yang dirawat inap diruang Cikampek

RSUD Karawang masih ada sekitar 77,7 % pasien yang tidak mengetahui

tentang terapi fisioterapi dada, dan masih ada sekitar 22,3% pasien yang

sudah mengetahui terapi fisioterapi dada. Di ruang Cikampek tidak di lakukan

fisioterapi dada, namun hanya di lakukan tindakan nebulizer. Berdasarkan

fenomena tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai

pengaruh fisioterapi dada terhadap peningkatan eksresi sputum paada pasien

Tuberkulosis di ruang Cikampek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Karawang.
7

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien TB serta

mengaplikasikan EBP yang dapat memberikan asuhan keperawatan pada

Tn S dengan TB serta mengaplikasikan EBP tindakan pemberian terapi

fisioterapi dada terhadap peningkatan eksresi sputum.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien TB

b. Penulis mampu melakukan analisa data pada pasien TB

c. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien TB

d. Penulis mampu membuat intervensi keperawatan pada pasien TB

e. Penulis mampu melakukan implementasi EBP keperawatan pada

pasien TB

f. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien TB

g. Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi tindakan fisioterapi dada

terhadap peningkatan eksresi sputum pada pasien TB


8

C. Metode Telaah

Untuk mendapat data yang diperlukan dalam penulisan tugas karya ilmiah

akhir ini dipergunakan beberapa metode sebagai berikut :

1. Metode Wawancara

Wawancara dilakukan langsung kepada pasien dan keluarga pasien untuk

memperoleh data sesuai kebutuhan, meliputi biodata pasien, kronologis

kejadian, riwayat kesehatan, keluhan pasien dan evaluasi tindakan.

2. Metode Observasi

Observasi dilakukan untuk melengkapi data yang dibutuhkan, yaitu

dengan melakukan pemeriksaan fisik dan observasi evaluasi tindakan.

3. Metode Studi Kepustakaan

Metode studi kepustakaan dilakukan dengan menggunakan buku-buku

referensi dan kajian dalam jurnal-jurnal ilmiah.

4. Implementasi EBP

Implementasi fisioterapi dada dilakukan dengan berdasarkan hasil

penelitian.
9

D. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan karya ilmiah akhir, penulis membuat

sistematika dalam 4 BAB yaitu :

1. BAB I Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penelitian, metode

telaah, dan sistematika penulisan

2. BAB II Tinjauan Teori meliputi konsep TB, konsep askep TB, konsep

fisioterapi dada, dan pengaruh fisioterapi dada terhadap peningkatan

eksresi sputum dan konsep asuhan keperawatan

3. BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan meliputi tinjauan kasus,

pembahasan kasus, dan pembahasan EBP

4. BAB IV Penutup meliputi kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tuberkulosis

1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama yang

diakibatkan oleh infeksi. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung

yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal

dengan nama mycrobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%)

menyerang paru-paru (Depkes RI, 2015).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari

paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak,

usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC

(Chandra, 2012).

Tuberculosis (TB), suatu penyakit infeksi, disebabkan oleh basilus tahan

asam Mycobacterium Tuberculosis. Organisme ini melapisi dirinya

sendiri dalam selaput berlilin (spora) yang sulit dihancurkan. Ketika

ditemukan di paru, basili terbungkus dalam gumpalan yang disebut

tuberkel . tuberkel (yang dikenal sebagai lesi primer atau TB primer)

dapat tetap tidak aktif seumur hidup (Rosdahl & Kowalski, 2017).

10
11

Jadi menurut saya Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang di

sebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar

menyerang pada organ paru-paru, dan penyakit ini termasuk penyakit

menular.

2. Klasifikasi

Naga (2014) menyatakan bahwa bentuk penyakit tuberkulosis ini dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis

ekstra paru.

a. Tuberkulosis Paru

Penyakit ini merupakan bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu

sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang

jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang

mudah tertular kepada manusia lain, asal kuman bisa keluar dari si

penderita (Naga, 2014).

klasifikasi TB Paru terdiri dari :

1) Tuberkulosis Paru BTA positif

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

roentgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

c) Satu atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya


12

hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b) Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotikan non

OAT

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

b. Tuberkulosis Ekstra Paru

Penyakit ini merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang organ

tubuh lain, selain paru-paru, seperti pleura, kelenjar limfe,

persendian tulang belakang, saluran kencing, dan susunan saraf

pusat. Oleh karena itu, penyakit TBC ini kemudian dinamakan

penyakit yang tidak pandang bulu, karena dapat menyerang seluruh

organ dalam tubuh manusia secara bertahap. Dengan kondisi organ

tubuh yang telah rusak, tentu saja dapat menyebabkan kematian bagi

penderitanya (Naga, 2014).

Menurut Azzahra (2017) bahwa TB ekstra paru dibagi berdasarkan

pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu:

1) TB ekstra paru ringan


13

Misalnya : TB kelenjer limphe, pleuritis eksudativa unilateral

tulang, sendi, dan kelenjer adrenal.

2) TB ekstra berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis

eksudativa dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran

kencing dan alat kelamin.

3. Tanda dan Gejala

Gejala Tuberkulosis aktif ditandai dengan dispnea pada pasien, batuk

nonproduktif atau produktif lebih dari 2 minggu, hemoptisis, nyeri dada

yang berupa pleuritik atau nyeri dada tumpul, sesak di dada, dan crackles

dapat ditemukan pada pasien dengan cara auskultasi, rasa lelah, anoreksia

(hilang nafsu makan), kehilangan berat badan, dan demam rendah serta

diikuti menggigil dan berkeringat (sering pada malam hari tanpa

aktivitas) selama lebih dari 1 bulan (Black, dan Hawks, 2014).

Menurut Nurarif & Hardi, (2013) tanda dan gejala tuberculosis antara

lain: demam 40-41◦C, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada, malaise,

keringat malam, suara khas perkusi dada, bunyi dada, peningkatan sel

putih dengan dominasi limfosit. Pada anak : berkurangnya berat badan 2

bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam

tanpa sebab jelas terutama jika berlanjut sampai 2 minggu, batuk kronik

≥ 3 minggu dengan atau tanpa wheeze, riwayat kontak dengan pasien

tuberkulosis paru dewasa.


14

4. Etiologi

Penyebab dari penyakit Tb paru yaitu Mycobacterium tuberculosis.

Ukuran dari Mycobacterium tuberculosis yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6

mikron, berbentuk batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul,

tidak mempunyai selubung, mempunyai lapisan luar yang tebal yang

terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat Mycobacterium

tuberculosis dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan

alkohol sering disebut bakteri tahan asam (BTA). Bakteri ini dapat

bertahan terhadap daerah yang kering, dingin, kondisi rumah atau

lingkungan yang lembab dan gelap, tetapi bakteri ini tidak tahan atau

dapat mati apabila terkena sinar matahari atau aliran udara langsung

(Widoyono, 2011).

Pada Tuberkulosis aktif infeksi menyebar di dalam tubuh dan dapat

ditularkan ke orang lain, bahwa setelah pemajanan dari infeksi awal

individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon

yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit Tuberkulosis aktif

dapat juga terjadi karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman.

Tuberkulosis berulang rentan terjadi sekitar 90% pada orang usia dewasa

dan lanjut usia. Lansia berada pada peningkatan risiko untuk reaktivasi

TB akibat penurunan terkait usia pada imunitas (Black, dan Hawks,

2014).
15

5. Patofisiologi

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosiler bronkus dan terus berjalan

sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat

kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di

paru, yang mengakibatkan radang didalam paru. Aliran getah bening

akan membawa kuman TB ke kelenjar getah bening di sekitar hilus paru,

ini disebut sebagai kompleks primer. Kelanjutan dari infeksi primer

tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya kuman yang

masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada

umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan

kuman TB. Meskipun demikian beberapa kuman akan menetap sebagai

kuman persisten atau dorman (tidur). Kadang daya tahan tubuh tidak

mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa

bulan yang bersangkutan akan menjadi sakit TB (Depkes, 2008).

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup

basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas

menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.

Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau

sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui

sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan

korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
16

kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi

inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan

bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan

(melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul

dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.

Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh

pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang

disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati

yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya

berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari

massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag

dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi

yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi

klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri

menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awal jika respons sistem imun

tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang

kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang

sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon

tubercullosis mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing

caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi

sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi

kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,


17

membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat

sembuh dengan

sendirinya.

Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di

dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang

dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi

oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami

nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan

fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya

membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.


18

Bagan 2.1
Patofisiologi
Orang terinfeksi
TBC
(Tuberculosis)

Basil Tuberculosis memasuki


saluran pernafasan
(Mycobacterium tuberculosis)
Dx. Intoleransi aktivitas

Menembus mekanisme
Keletihan
pertahanan sistem pernafasan

Fatigue Dx. Gangguan


Berkolonisasi di saluran nafas
pertukaran gas
bawah
Masuk ke SSP
PaC2 menurun
Mengaktifasi respon imun PCO2 meningkat
Peningkatkan triptofan
Sesak nafas

Inflamasi Peningkatan
Memicu pembentukkan
produksi sekret
serotonin
Fungsi silia menurun dan
Bronkiolus menjadi sempit dan
prodksi secret meningkat Gangguan difusi,
tersumbat Efek
distribusi dan
hiperventilasi
Alveoli yang berdekatan dengan Pembentukan mucus yang transfortasi oksigen
bronkiolus dapat menjadi rusak banyak
Produksi
dan membentuk fibrosis
Akumulasi asam
Perubahan fungsi makrofag Akumulasi secret meningkat penimbunan cairan lambung
alveolus yang berperan penting di kavum pleura meningkat,
dalam menghancurkan partikel Batuk produktif, sesak nafas, peristaltik
asing (bakteri TB) bunyi nafas tidak normal Dx. Bersihan menurun

Peningkatan suhu tubuh (mengi, ronki, krakles) jalan nafas tidak Mual, nyeri
efektif lambung,
Pertanyaan tentang informasi
Dx. Hipertermi konstipasi

Dx. Defisit pengetahuan


Dx. Defisit
Nutrisi

Sumber : Manurung, (2018).


19

6. Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis merupakan infeksi melalui udara dan pada

umumnya didapatkan dengan inhalasi partikel kecil (diameter 1 hingga 5

mm) yang mencapai alveolus. Droplet tersebut keluar saat berbicara,

batuk, tertawa, bersin, atau menyanyi. Droplet nuklei yang terinfeksi

kemudian dapat terhirup oleh orang yang rentan (Black, dan Hawks,

2014).

Paparan bakteri Tuberkulosis timbul dari beberapa faktor seperti

lingkungan tempat kerja atau lingkungan pemukiman yang dapat

langsung menimbulkan kesakitan. Situasi pekerjaan yang penuh dengan

stress seperti didalam pekerjaan dengan tinggal dan hidup berkerumun

dalam satu tempat yang relatif sempit dan padat maka dapat terjadi

proses penularan penyakit antara para pekerja di tempat tersebut

(Sutrisna, 2010 dalam Ariani, Rattu, dan Ratag, 2015).

Faktor dari kepadatan hunian, pencahayaan di kamar, pencahayaan di

ruang keluarga, kelembaban kamar, pola hidup bersih dan sehat (PHBS),

serta ada atau tidaknya kontak serumah di lingkungan rumah dengan

orang yang terkena Tuberkulosis juga merupakan hal yang dapat

menimbulkan terjadinya penularan bakteri Tuberkulosis khususnya bagi

ibu rumah tangga (Nizar, 2017).


20

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Black, dan Hawks (2014) cara yang sering digunakan dalam

mendiagnosis Tuberkulosis yaitu dengan cara pemeriksaan dahak dan

Rontgen Thorax atau X-Ray. Menurut Nizar (2017) metode bakteriologi

dengan cara pemeriksaan dahak yang diterapkan sampai sekarang

direkomendasikan oleh WHO sebagai gold standard atau baku emas

dalam menegakkan diagnosis penyakit Tuberkulosis dengan cara

pemeriksaan dahak atau teknik mikroskopis, sehingga metode ini

digunakan dalam menilai keberhasilan pengobatan dan menentukkan

potensi penularan.

Standar yang ditetapkan oleh WHO dalam kesepakatan global dalam

strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) penegakan

diagnosis metode mikroskopis dilakukan dengan mengumpulkan tiga

spesimen dahak dalam dua hari kunjungan yang berurutan dari Sewaktu-

Pagi-Sewaktu (SPS), secara teoritis metode ini sensitivitasnya dilaporkan

mencapai 90% dalam menegakkan diagnosis Tuberkulosis.

Metode Rontgen Thorax atau X-Ray merupakan cara atau metode untuk

mendiagnosis seseorang terkena Tuberkulosis yang termasuk ke dalam

non Laboratorium. Menurut Nizar (2017) metode ini pada umumnya

merupakan pemeriksaan foto dada (rontgen thorax) yang diberlakukan

pada pasien dengan kondisi tertentu.


21

8. Komplikasi

Masalah-masalah kolaboratif potensial komplikasi pada pasien dengan

Tuberkulosis seperti terjadinya malnutrisi, resistensi banyak obat, dan

penyebaran infeksi Tuberkulosis (TB Miliaris) (Smeltzer, dan Bare,

2013). Pasien dengan Tuberkulosis yang kurang pengetahuan tentang

nutrisi, malnutrisi mungkin menjadi konsekuensi dari gaya hidup pasien.

Kurang pengetahuan tentang nutrisi yang adekuat dan perannya dalam

pemeliharaan kesehatan, kurangnya sumber-sumber untuk mendapatkan

masukan makanan yang lebih bergizi, keletihan, atau kurang napsu

makan karena batuk dan pembentukan sputum yang memicu pasien ke

dalam keadaan malnutrisi (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).

Selain itu resistensi banyak obat dapat terjadi pada pasien yang tidak

mengikuti pengobatan secara kontinu. Lamanya pengobatan seringkali

menyebabkan pasien menghentikan pengobatannya. Kegagalan untuk

mematuhi regimen pengobatan yang diresepkan mengakibatkan resistensi

banyak obat terjadi (Nizar, 2017).

Menurut Aristiana, dan Wartono (2018) pengobatan yang tidak teratur

dan tidak adekuat pada pasien Tuberkulosis hanya akan membunuh

sebagian besar bakteri, akan tetapi kemungkinan pertumbuhan sejumlah

kecil organisme resisten didalam bakteri akan terjadi. Pada kasus

pengobatan pada pasien Tuberkulosis yang tidak memadai jika terus

dilakukan maka sejumlah kecil organisme akan bermutasi dan menjadi


22

resisten terhadap obat anti Tuberkulosis. Dengan adanya MDR-TB maka

masa pengobatan akan menjadi lebih panjang.

9. Pencegahan Penyakit Tuberkulosis

Berdasarkan angka kejadian Tuberkulosis yang semakin meningkat

rentan terhadap penularan, pencegahan penyakit Tuberkulosis harus

dilakukan untuk mengatasi tersebarnya nuklei droplet infeksius

(Sukmawati, 2017). Beberapa cara untuk dapat mencegah penularan

Tuberkulosis dari pasien yang terinfeksi ke orang yang sehat salah

satunya dengan mengedukasi pasien untuk dapat minum obat secara

teratur sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

Pasien Tuberkulosis memerlukan pengobatan dalam waktu yang lama

dan teratur serta tidak boleh putus, resiko terhadap kondisi pasien apabila

dalam pengobatan tersebut pasien tidak mentaati waktu pengobatan yang

telah ditetapkan sehingga dapat mengakibatkan resiko resisten terhadap

obat anti Tuberkulosis. Selain itu pasien diedukasi dan dianjurkan ketika

bersin, batuk serta beraktifitas dengan selalu menutup mulut

menggunakan masker. Kemudian meludah ditempat yang terkena sinar

matahari atau ditempat yang di isi sabun karbon/lisol dan membuang

dahak tidak disembarang tempat, anjurkan pasien untuk menjaga

kebersihan atau hygiene dengan cara mencuci tangan di air yang

mengalir (Smeltzer, dan Bare, 2013).


23

10. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Salah satu cara untuk mengatasi pasien dengan diagnosis TB aktif

biasanya dimulai dengan penatalaksanaan secara farmakologi yaitu

menggunakan (OAT) Obat Anti Tuberkulosis. Terdapat empat obat

yang dianggap sebagai lini-pertama pengobatan Tuberkulosis yaitu

diantaranya isoniazid, rifampin, pirazinamid, dan etambutol (Black,

dan Hawks, 2014).

Pengobatan dengan agen kemoterapi (anti tuberkulosis) dengan total

pengobatan selama periode 6-12 bulan. Kelompok OAT dengan agen

umum isoniazid (INH) dengan efek samping yang paling umum

terjadi yaitu toksisitas hepatik (seperti mual, muntah, anoreksia,

kelelahan, atau jaundis). Rifampin (RIF) dengan efek samping yang

umum terjadi biasanya membuat cairan tubuh seperti urine, keringat,

air liur, dan sputum menjadi berwarna orange serta mual, dan

hepatoksisitas jarang ditemukan tetapi dapat terjadi.

Streptomisin (SM) dengan efek samping yang paling umum terjadi

yaitu kerusakan saraf kranial ke-8 (dapat mengarah pada ketulian),

nefrotoksisitas. Pirasinamid (PZA) dengan efek samping yang paling

umum terjadi yaitu hiperurisemia, hepatoksisitas, ruam kulit,

artralgia, distres GI. Etambutol (EMB) dengan efek samping yang

paling umum terjadi yaitu diantaranya neuritis optik (dapat


24

mengarah pada kebutaan), dan ruam kulit (Smeltzer, dan Bare,

2013).

b. Non farmakologi

1) Fisioterapi dada

Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi, dan

vibrasi dada. Tujuan dari fisioterapi dada yaitu untuk

memudahkan dalam pembuangan sekresi bronkhial,

memperbaiki fungsi ventilasi dan meningkatkan efisiensi dari

otot-otot sistem pernapasan agar dapat berfungsi secara normal

(Smeltzer & Bare, 2013).

Postural drainase adalah suatu posisi yang spesifik dengan

menggunakan gaya gravitasi untuk memudahkan proses

pengeluaran sekresi bronkhial. Tujuan dilakukan drainase

postural adalah untuk mencegah atau menghilangkan obstruksi

bronkhial, yang disebabkan oleh adanya akumulasi sekresi.

Tindakan drainase postural dilakukan secara bertahap pada

pasien, dimulai dari pasien dibaringkan secara bergantian dalam

posisi yang berbeda. Prosedur drainase postural dapat diarahkan

ke semua segmen paru-paru, dengan membaringkan pasien

dalam lima posisi yang berbeda yaitu satu posisi untuk

mendrainase setiap lobus paru-paru, kepala lebih rendah,

pronasi, lateral kanan dan kiri, serta duduk dalam posisi tegak.

Dari perubahan posisi yang dilakukan dapat mengalirkan sekresi

dari jalan napas bronkhial yang lebih kecil ke bronki yang lebih
25

besar dan trakea. Sekresi akan dibuang dengan cara

membatukkan (Smeltzer & Bare, 2013).

Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada

telapak tangan dengan menepuk secara ringan pada area dinding

dada dalam. Gerakan menepuk dilakukan secara berirama di

atas segmen paru yang akan dialirkan (Smeltzer & Bare, 2013).

Vibrasi dada adalah suatu tindakan meletakkan tangan secara

berdampingan dengan jari-jari tangan dalam posisi ekstensi di

atas area dada. Vibrasi dada dilakukan untuk meningkatkan

kecepatan dan turbulensi udara saat ekshalasi untuk

menghilangkan sekret (Somantri, 2014). Perkusi dan vibrasi

dada merupakan suatu tindakan menepuk sekaligus memvibrasi

dada untuk membantu melepaskan mukus yang kental dan

melekat pada daerah bronkiolus dan bronki (Smeltzer & Bare,

2013).

2) Latihan batuk efektif

Latihan batuk efektif adalah suatu tindakan yang dilakukan

untuk mendorong pasien agar mudah membuang sekresi dengan

metode batuk efektif sehingga dapat mempertahankan jalan

napas yang paten. Latihan batuk efektif dilakukan dengan

puncak rendah, dalam dan terkontrol. Posisi yang dianjurkan

untuk melakukan latihan batuk efektif adalah posisi duduk di


26

tepi tempat tidur atau semi fowler, dengan posisi tungkai

diletakkan di atas kursi (Smeltzer & Bare, 2013).

3) Penghisapan lendir

Penghisapan lendir atau section adalah suatu tindakan yang

dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan

napas. Penghisapan lendir bertujuan untuk mempertahankan

jalan napas tetap paten (Hidayat, 2009).

B. Konsep Fisioterapi Dada

1. Definisi

Fisioterapi dada ini merupakan suatu tindakan untuk membersihkan jalan

nafas dari sputum, mencegah akumulasi sputum, memperbaiki saluran

nafas, dan membantu ventilasi paru paru serta mempertahankan ekspansi

paru (Maidartati, 2014).

Fisioterapi dada merupakan tindakan drainase postural, pengaturan posisi,

serta perkusi dan vibrasi dada yang merupakan metode untuk

memperbesar upaya klien dan memperbaiki fungsi paru. (Jauhar 2013).

a. Indikasi

Indikasi fisioterapi dada terdapat penumpukan sekret pada saluran

napas yang dibuktikan dengan pengkajian fisik, X Ray, dan data klinis,

Sulit mengeluarkan atau membatukkan sekresi yang terdapat pada

saluran pernapasan.
27

b. Kontraindikasi

Kontraindikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti

kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif,

sedangkan kontraindikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah tulang

iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan kemungkinan

adanya keganasan serta adanya kejang rangsang. Fisioterapi dada

direkomendasikan untuk klien/pasien yang memproduksi sputum lebih

dari 30cc/hari atau memiliki riwayat atelektasis dengan x-ray dada.

Perkusi kontraindikasi pada klien/pasien dengan kelainan perdarahan

2. Prosedur Tindakan Fisioterapi Dada

a. Clapping/ Perkusi Dada

1) Pengertian

Perkusi atau disebut clapping adalah tepukkan atau pukulan ringan

pada dinding dada klien menggunakan telapak tangan yang

dibentuk seperti mangkuk, tepukan tangan secara berirama dan

sistematis dari arah atas menuju kebawah.Selalu perhatikan

ekspresi wajah klien untuk mengkaji kemungkinan nyeri. Setiap

lokasi dilakukan perkusi selama 1-2 menit.


28

Gambar 2.1
Clapping

(ilustrasi tangan saat melakukan clapping)

Cupping adalah menepuk-nepuk tangan dalam posisi telungkup.


Clupping menepuk-nepuk tangan dalam posisi terbuka.
Tujuan untuk menolong pasien mendorong / menggerakkan sekresi
didalam paru-paru yang diharapkan dapat keluar secara gaya berat,
dilaksanakan dengan menepuk tangan dalam posisi telungkup.
a) Tujuan:
Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan
melepaskan atau melonggarkan secret yang tertahan
.
b) Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat
postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara
umum adalah indikasi perkusi.
29

b. Vibrasi
1) Pengertian
Vibrasi adalah kompresi dan getaran kuat secara serial oleh tangan
yang diletakan secara datar pada dinding dada klien selama fase
ekshalasi pernapasan. Vibrasi dilakukan setelah perkusi untuk
meningkatkan turbulensi udara ekspirasi sehingga dapat
melepaskan mucus kental yang melekat pada bronkus dan
bronkiolus. Vibrasi dan perkusi dilakukan secara bergantian.

Gambar 2.2
Vibrasi

(ilustrasi vibrasi pada fisioterapi dada)

Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas.


Pasien disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi
dilaksanakan pada punncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir
eksprasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan
bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar.
Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptysis
30

a) Tujuan
Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan
turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental.
Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
b) Indikasi Klien Yang Mendapat Vibrasi adalah adanya
penumpukkan secret.
c) Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis yang
tidak diobati.

c. Postural Drainase
1) Postural drainase adalah pengaliran sekresi dari berbagai segmen
paru dengan bantuan gravitasi. Postural drainase menggunakan
posisi khusus yang memungkinkan gaya gravitasi membantu
mengeluarkan sekresi bronkial. Sekresi mengalir dari bronkiolus
yang terkena ke bronki dan trakea lalu membuangnya dengan
membatukkan dan pengisapan.

Gambar 2.3
Postural Drainase

(Ilustrasi posisi postural drainase)


31

a) Tujuan postural drainase adalah menghilangkan atau


mencegah obstruksi bronkial yang disebabkan oleh
akumulasi sekresi. Dilakukan sebelum makan (untuk
mencegah mual, muntah dan aspirasi ) dan
menjelang/sebelum tidur.

C. PICOT

Tabel 2.1
Analisa Picot

Jurnal
Populasi Intervensi Comparation Outcome Time
Name
Sample Penelitian ini Melakukan Hasil penelitian Terapi Hermanus
penelitian menggunakan terapi menunjukkan dilakukan Vera A.
berjumlah rancangan fisioterapi dada observasi selama 10- dengan
14 quasy dapat ekskresi sputum 15 menit. judul
responden eksperiment meningkatkan sebelum Selama 1 Hubungan
(pretest dan dengan eksresi sputum dilakukan hari. Fisioterapi
postest metode pre pada pasien fisioterapi dada dada
terapi and post test TB. Hasil (pre test) terhadap
fisioterapi with, artinya penelitian didapatkan Peningkatan
dada) pengumpulan menunjukan hasil skor Eksresi
data sebagian besar tertinggi Sputum
dilakukan responden sebesar 19 dan pada Pasien
sebelum dan yang skkor terendah TB Journal
sesudah mendapatkan sebesar 10 dan JIK Volume
dilakukan terapi untuk skor rata- 7 Nomor 1
intervensi. fisioterapi dada rata 14,86. Dan Oktober
Pengambilan dapat sesudah tahun 2012.
sampel meningkatkan dilakukan
dilakukan pengeluaran intervensi (post
dengan teknik sputum. test) didapatkan
purposif hasil skor
sampling. tertinggi 22 dan
terendah
sebesar 17, dan
untuk skor rata-
rata sebesar
19,21.
Hal ini terlihat
dari nilai t-
hitung sebesar
32

8,379 dengan
tingkat
signifikansi
antara dua
pihak (sign (2-
tailed) = 0,000,
dan nilai t-tabel
sebesar 2,160
pada taraf
signifikansi α =
0,05 dan tingkat
kepercayaan
95% pada
derajat
kebebasan
(dk=N-1)
adalah 13. Oleh
karena t-hitung
> t-tabel, maka
berpeluang
menolak
Hipotesis Nol
(Ho) dan
menerima
Hipotesis
Alternatif (Ha)
yaitu terdapat
hubungan
fisioterapi dada
terhadap
peningkatan
ekskresi sputum
pada pasien
tuberkulosis
paru.
Sample Desain Hasil Rata-rata Terapi Suhanda P
penelitian Penelitian ini penelitian kelompok dilakukan & Rusmana
berjumlah adalah kuasi menunjukkan intervensi selama 10- M. dengan
30 eksperimen nilai sebelum dan 15 menit. judul
responden dengan Didapatkan sesudah terapi Selama 1 Efektifitas
tiap rancangan hasil uji fisioterapi dada hari fisioterapi
kelompok. pretest-postest statistik terlihat dengan dada dan
group. bahwa dari 30 bersihan jalan batuk efektif
Pengambilan responden rata- nafas adalah pasca
sampel rata bersihan 1,70 dengan nebulasi
dilakukan jalan nafas SD 1,088 pada terhadap
dengan teknik adalah 1,70 kelompok yang bersihan
consecutive dengan SD dilakukan jalan nafas
33

sampling. 1,088 pada fisioterafi dada. pada pasien


kelompok yang Dari uji statistik TB. Journal
dilakukan diperoleh nilai Medikes
fisioterafi dada. P 0,564. Volume 1
Dari uji (α=0,05) dapat edisi 2
statistik disimpulkan Nomor 1
diperoleh nilai bahwa November
P 0,564. ada pengaruh 2014.
Dengan yang bermakna
demikian pada terapi
α 5% maka fisioterapi dada
secara statistik terhadap
tidak terdapat ekskresi
perbedaan rata- sputum.
rata bersihan
jalan nafas
pada kelompok
yang dilakukan
fisioterafi dada
pasca
dilakukan
nebulasi pada
pasien TBC
Paru.
Hasil uji
statistik
didapatkan
nilai
(Pvalue=0,000)
Sample Desain Hasil Perbedaan Terapi Suhanda P
penelitian Penelitian ini penelitian di mean antara ada dilakukan & Rusmana
berjumlah adalah kuasi dapatkan uji sputum dan selama 10- M. dengan
11 eksperimen paired t test tidak ada 15 menit. judul
responden. dengan yang terdapat sputum adalah Selama 1 Efektifitas
rancangan pengaruh yang sebesar - 0,73 hari fisioterapi
pretest- signifikan perbedaan dada dan
postest. antara sebesar -0,73 batuk efektif
pemberian tersebut pasca
terapi mempunyai nebulasi
fisioterapi dada perbedaan terhadap
terhadap range antara bersihan
pengeluaran lower/batas jalan nafas
sputum. Hal ini bawah sebesar - pada pasien
terlihat dari 1,04107 (tanda TB. Journal
Hasil analisa negative berarti Medikes
bivariat terlihat pengeluaran Volume 1
nilai p Value dada) sampai edisi 2
0,000 < α upper/batas Nomor 1
34

0,025 maka Ho atasnya adalah - November


ditolak dapat 0,41347. 2014.
disimpulkan Sehingga ada
bahwa pengaruh
pengeluaran fisioterapi dada
sputum terhadap
sebelum dan pengeluaran
sesudah sputum.
fisioterapi dada
relatif tidak
sama atau
fisioterapi dada
efektif dalam
mengeluarkan
sputum
35

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Tuberkulosis

Berikut ini akan dijelaskan proses asuhan keperawatan pada pasien dengan

Tuberkulosis (LeMone, Burke dan Bauldoff, 2016) yaitu sebagai berikut :

1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas nama pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,

suku/bangsa, agama, pendidikan dan alamat.

b. Keluhan Utama : Keluhan umum yang sering muncul pada pasien

tuberculosis adalah sesak nafas, batuk beserta ada dahaknya.

c. Riwayat Penyakit Sekarang : Biasanya pasien mengeluhkan sesak

nafas, batuk berdahak, berat badan menurun.

d. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji riwayat sesak yang timbul sebelum

masuk rumah sakit.

e. Riwayat Penyakit Keluarga : Tanyakan atau perlu dikaji apakah ada

keluarga, atau tetangga rumah yang memiliki riwayat penyakit

tuberculosis, atau ada penyakit keturunan dari orangtua.

f. Pola Kebiasaan seperti nutrisi, istirahat/tidur, aktivitas dan konsep diri

(keadaan psikososial pasien terhadap penyakitnya yang dialami, seperti

pengetahuan klien mengenai penyakitnya)

g. Pemeriksaan Fisik pada pasien tuberkulosis adalah pada sistemm

pernapasannya biasanya sesak nafas, disertai batuk lebbih dari 2

minggu dan disertai darah, serta juga diikuti penurunan berat badan.
36

h. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya, pemeriksan

BTA dengan hasil positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga

pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya

positif, foto rontgen dada Pada kalsifikasi bayangannya tampak

sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis

terlihat seperti fibrosis yang luas dengan penciutan yang dapat terjadi

pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberkulosa milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang

umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Pada TB yang

sudah lanjut, foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan

sekaligus seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas

maupun atelektasis dan emfisema (Bahar, 2007).

Menurut Black, dan Hawks (2014) cara yang sering digunakan dalam

mendiagnosis Tuberkulosis yaitu dengan cara pemeriksaan dahak dan

Rontgen Thorax atau X-Ray. Menurut Nizar (2017) metode

bakteriologi dengan cara pemeriksaan dahak yang diterapkan sampai

sekarang direkomendasikan oleh WHO sebagai gold standard atau

baku emas dalam menegakkan diagnosis penyakit Tuberkulosis

dengan cara pemeriksaan dahak atau teknik mikroskopis, sehingga

metode ini digunakan dalam menilai keberhasilan pengobatan dan

menentukkan potensi penularan.


37

Standar yang ditetapkan oleh WHO dalam kesepakatan global dalam

strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) penegakan

diagnosis metode mikroskopis dilakukan dengan mengumpulkan tiga

spesimen dahak dalam dua hari kunjungan yang berurutan dari

Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), secara teoritis metode ini

sensitivitasnya dilaporkan mencapai 90% dalam menegakkan

diagnosis Tuberkulosis.

Metode Rontgen Thorax atau X-Ray merupakan cara atau metode

untuk mendiagnosis seseorang terkena Tuberkulosis yang termasuk ke

dalam non Laboratorium. Menurut Nizar (2017) metode ini pada

umumnya merupakan pemeriksaan foto dada (rontgen thorax) yang

diberlakukan pada pasien dengan kondisi tertentu.

2. Diagnosa Keperawatan

Berikut ini beberapa diagnosa (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), yaitu

sebagai berikut :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)

b. Gangguan pertukaran gas (D.0003)

c. Intoleransi Aktivitas (D.0056)

d. Defisit pengetahuan (D.0111)


38

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan
No DX Tujuan & Kriteria Intervensi
Hasil
1 Bersihan Setelah dilakukan tidakan Manajemen jalan napas
jalan napas keperawatan, masalah Observasi:
tidak efektif bersihan jalan napas tidak - Monitor pola napas
(D.0001) efektif teratasi dengan (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil: usaha napas)
 Batuk efektif - Monitor bunyi napas
meningkat tambahan (mis.
 Produksi sputum Gurgling, mengi,
menurun wheezing, ronkhi
 Mengi menurun kering)
 Wheezing menurun - Monitor sputum
 Dispnea menurun (jumlah, warna,
 Ortopnea menurun aroma)
 Sianosis menurun
Terapeutik
 Frekuensi napas
- Pertahankan
membaik
kepatenan jalan napas
 Pola napas membaik dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma
servikal)
- Posisikan semi-fowler
atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterafi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen, jika
perlu
39

Edukasi
- Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak ada
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Latihan batuk efektif


Observasi
- Identifikasi
kemampuan batuk
- Monitor adanya
retensi sputum
- Monitor tanda dan
gejala infeksi saluran
napas
- Monitor intake dan
output cairan (mis.
Jumalh dan
karakteristik)

Terapeutik
- Atur posisi semi-
fowler atau fowler
- Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien

Pemantauan respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya napas
- Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan
40

batuk efektif
- Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor saturasi
oksigen

Terapeutik:
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasein
- Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
2 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
Aktivitas tindakan keperawatan, Observasi
(D.0056) toleransi aktivitas pasien - Identifikasi gangguan
meningkat, dengan fungsi tubuh yang
kriteria hasil: mengakibatkan
 Frekuensi nadi kelelahan
meningkat - Monitor kelelahan
 Saturasi oksigen fisik dan emosional
meningkat - Monitor pola dan jam
 Kemudahan dalam tidur
melakukan aktivitas - Monitor lokasi dan
sehari-hari meningkat ketidaknyamanan
 Keluhan lelah selama melakukan
menurun aktivitas
 Dipsnea saat aktivitas Terapeutik
menurun - Sediakan lingkungan
 Dipsnea setelah nyaman dan rendah
aktivitas menurun stimulus (mis.
Cahaya, suara,
 Sianosis menurun
kunjungan)
 Tekanan darah
- Lakukan latihan
membaik
rentang gerak pasif
 Frekuensi napas dan/atau aktif
41

membaik - Berikan aktivitas


distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk
disisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
- Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

3 Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan


pengetahuan tindakan keperawatan, Observasi:
(D.0111) masalah defisit - Identifikasi kesiapan
pengetahuan teratasi dan kemampuan
dengan kriteria hasil: menerima informasi
- Identifikasi faktor-
 Perilaku sesuai faktor yang dapat
anjuran meningkat meningkatkan dan
 Kemampuan menurunkan motivasi
menjelaskan perilaku hidup bersih
pengetahuan tentang dan sehat
penyakitya meningkat
 Pertanyaan tentang Terapeutik:
masalah yang - Sediakan materi dan
dihadapi menurun media pendidikan
 Persepsi yang keliru kesehatan
terhadap masalah - Jadwalkan pendidikan
menurun kesehatan sesuai
 Perilaku membaik keseppakatan
- Berikan kesempatan
42

untuk bertanya
Edukasi:
- Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempenggaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup
bersih sehat
- Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

4. Implementasi Keperawatan

Taylor & Ralph (2013). Implementasi merupakan tahap melaksanakan

rencana tindakan keperawatan atau strategi-strategi keperawatan.

Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi

keperwatan yang telah ditetapkan.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan

dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2009 : Aulia, 2017).


BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Laporan Kasus

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Klien

1) Nama : Tn. S

2) Usia : 61 Tahun

3) Jenis Kelamin : Laki-laki

4) Agama : Islam

5) Pendidikan : SR (Sekolah Rakyat)

6) Pekerjaan : Buruh

7) No RM : 00782113

8) Alamat : Cilamaya wetan

9) Diagnosa Medis : TB Paru

b. Identitas Penanggung Jawab

1) Nama : Ny. D

2) Usia : 59 Tahun

3) Pendidikan : SR (Sekolah Rakyat)

4) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

5) Hubungan dengan klien : Suami

c. Status Kesehatan

1) Keluhan Utama

43
44

Klien mengatakan sesak napas, batuk berdahak. Sesak terjadi saat

beraktivitas dan berkurang ketika posisi tidur setengah duduk.

2) Rawayat Kesehatan Sekarang

Pada tanggal 03 September 2019 klien masuk ke Instalasi Gawat

Darurat RSUD Karawang diantar oleh keluarganya dengan keluhan

sesak nafas batuk keluhan dirasakan sejak 1 hari yang lalu

3) Riwayat Kesehatan Yang Lalu

Kien mengatakan tidak pernah menderita penyakit sebelumnya

seperti hipertensi, DM, jantung dan lain-lain.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan orangtua laki-lakinya memiliki riwayat penyakit

TB sebelum meninggal, klien sangat dekat dengan orangtua nya,

klien merasakan pertama gejala batuk lebih dari 2 minggu, demam

naik turun disertai batuk berdarah sudah sejak 3 tahun yang lalu,

namun klien mengira itu hanya hal biasa yang tidak perlu di

khawatirkan. Hanya penyakit TB yang ada pada riwayat

keluarganya, sementara tidak ada penyakit keturunan seperti

hipertensi, DM, asma ataupun penyakit infeksi lainnya.


45

Genogram :

Bagan 3.1
Genogram

61 59 53 49 43

2 25 22 19
3

Ket :
 = Laki-laki

 = Perempuan

 = Menikah

 = Keturunan

 = Meninggal

 = Klien

 Angka (1-0) = Umur


46

5) Riwayat Kesehatan Psikososial & Spiritual

Klien mengatakan sangat dekat dengan orangtua laki-lakinya karena

klien terbiasa di ajak memancing oleh orangtua laki-lakinya, namun

sekarang hanya dekat dengan cucu dan anaknya, karena kedua

orangtuanya sudah meninggal sejak 2 tahun yang lalu, interaksi

dalam keluarga berlangsung dengan baik, saling menyayangi dan

menghormati serta saling melindungi, klien mengatakan tidak takut

denngan keadaanya ini, karena klien mengatakan mungkin sudah

waktunya dan saya sudah berumur. Klien menyerahkan semuanya

kepada Yang Maha Kuasa atas sgala yang terjadi pada dirinya.

6) Riwayat Kebutuhan/Kebiasaan Sehari-hari

a) Nutrisi/Cairan

Klien mengatakan belum makkan, biasanya makan 3x sehari,

tidak ada makanan yang di pantang, tidak ada alergi terhadap

makanan, tidak ada makanan yang tidak disukai, BB

sebelumnya 61 kg, BB saat ini 59 kg, TB 168 cm, IMT 21.

Nafsu makan kurang. Klien mengatakan biasa minum 2000 cc

air putih, terkadang klien minum 1 gelas air kopi. Tidak suka

minum es.

b) Eliminasi

Klien mengatakan BAB 1x sehari,, konsistensi lembek

(semisolid), warna kuning dan tidak ada nyeri , tidak ada sulit

BAB dan tidak ada darah dalam BAB. Klien mengatakan BAK
47

2-4x/hari, warna kuning kemerahan (efek obat OAT) bau urin,

tidak ada nyeri saat BAK.

c) Personal Hygiene

Klien mengatakan sebelum masuk RS mandi 2x sehari pakai

sabun, sikat gigi 1x sehari menggunakan pasta gigi, cuci rambut

seminggu 2x menggunakan shampo, ganti baju 1x sehari,

gunting kuku setiap kali bila kukunya panjang, sementara sejak

di RS klien mandi hanya 1x sehari di pagi hari, dan di lap jika

sore hari, sikat gigi hanya 2 hari sekali, kukunya bersih dan

tidak panjang, bajunya rapih.

d) Istirahat & Tidur

Klien mengatakan sebelum masuk RS tidur sehari kurang lebih

8 jam, siang hari dari pukul 13:00 – 15:00, dan dimalam hari

dari pukul 21:00 – 03:00. Sementara sejak masuk RS klien

mengatakan semalam tidur pukul 23:00-05-00 WIB, dan siang

hari dari pukul 12:30-14:30. (8 jam).

e) Aktivitas & Latihan

Klien mengatakan sebelum masuk RS banyak kegiatan seperti

bertani, bersosialisasi dengan tetangganya, dan beribadah.

Sementara sejak masuk RS klien tidak bisa bertani, namun

beribadah masih bisa di lakukan.


48

f) Kebiasaan Yang Mempengaruhi Kesehatan

Klien mengatakan merokok, tidak minum alcohol, tidak

memiliki riwayat ketergantungan pada obat,namun mudah

kelelahan jika bertani karena faktor umurnya yang sudah lansia.

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Klien tampak rapih, bersih, klien tampak sesak dan batuk-batuk,

klien tampak kelelahan karena sesaknya.

TTV :

- TD : 140/90 mmHg

- ND : 98x/menit

- RR : 35x/menit

- S : 37,3◦C

- BB : 59 Kg

- Tinggi : 168 cm

- LLA : 28 cm

2) Sistem Penglihatan

Mata klien berbentuk bulat dan tampak simetris, terdapat bulu mata,

terddapat alis mata, tidak ada ptosis, sklera anikterik, iris berwarna

kecoklatan, kornea tidak keruh/berkabut, konjungtiva ananemis,

pupil bereaksi terhadap cahaya +/+, diaeter 2mm/2mm, terdapat

reflek kedip mata, mata lampu mengikuti 8 arah mata angin, klien

tidak menggunakan kaca mata.


49

3) Sistem Pendengaran

Telinga klien berbentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada jaringan

parut, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat serumen pada kedua

telinga, tidak teraba massa pada bagian kedua telinga, tes rinne +/+

+, tes webber tidak ada lateralisasi, tes swabach +/+.

4) Sistem Penciuman

Hidung klien simetris, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, ada

cuping hidung, terdapat bulu hidung, ada sputum, tidak ada folip,

klien mampu mencium bau kayu putih +/+, klien mampu mencium

bau balsam +/+, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

sinusitis.

5) Sistem Wicara

Klien tampak tidak kesulitan berbicara, klien mampu berbicara

dengan artikulasi yang jelas dan lancer, senyum klien simetris.

6) Sistem Pernafasan

Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tidak

ada nyeri tekan, tidak ada sianosis pada mulut, batuk + terkadang

disertai darah,, RR 35x/menit, irama tidak teratur, sesak (dyspnea)

+, tidak teraba masa, vibrasi sama pada kedua lapang paru, perkusi

sonor pada kedua lapang paru, bunyi napas ronchi.

7) Sistem Kardiovaskuler

TD 140/90 mmHg, nadi 98x/menit, irama teratur, denyut kuat, suhu

37,3◦C, tidak terdapat JVP -/-, CRT < 3 detik, tidak ada edema pada
50

ekstremitas, irama jantung teratur, bunyi jantung 1 dan 2, tidak ada

bunyi murmur dan tidak ada bunyi gallop.

8) Sistem Pencernaan

Gigi tampak bersih, terdapat lubang pada gigi, gigi rapih, tidak ada

gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah tampak bersih, tidak ada

tonsillitis, klien mampu menellan, tidak ada nyeri pada abdomen,

tidak ada konstipasi dan tidak ada diare.

9) Sistem Perkemihan

Tidak ada distensi pada kandung kemih, tidak ada nokturia, tidak

ada disuria, tidak ada retensi urin, BAK lancer 2-4x/hari dengan

jumlah banyak dan warna kuning kemerahan.

10) Sistem Integumen

Warna kulit kuning langsat, tidak tampak pucat, tidak ada lesi, tidak

ada jaringan parut, tidakk terdapat bercak kemerahan, kulit teraba

halus dan lembab, turgor kulit elastis, kulit kepala bersih, rambut

berwarna hitam dan sudah ada uban, cukup tebbal dan lurus, rambut

tidak rontok.

11) Sistem Muskuloskeletal

Tidak ada kelainan pada tulang belakang, berdiri tegak, duduk agak

bungkuk, klien tidak mengalami kesulitan bergerak, klien tampak

mampu memenuhi ADL dengan mandiri, tidak ada lesi, tidak ada

jaringan parut, tidak ada patah tulang, tidak teraba masa, tidak ada

krepitasi, kekuatan otot 5 5

5 5
51

5 Pemeriksaan payudara & axilla

Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tidak terasa masa, tidak ada

nyeri tekan.

6 Pemeriksaan Abdomen

Bentuk abdomen datar dan tidak membesar, tidak ada lesi, tidak ada

jaringan parut, bising usus 6x/menit, bunyi timpani, tidak ada masa

dan terdapat keluhan nyeri kram pada perut dan tidak ada pegal

daerah pinggang.

7 Pemeriksaan Genetalia

Terdapat rambut pubis, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tidak

ada ulkus, tidak ada masa..

B. Analisa Data

Adapun hasil analisa data yang telah dilakukan oleh peneliti adalah

didapatkan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Analisa Data


No Data Etilogi Masalah

1 DS : Bakteri Bersihan jalan


- Klien mengatakan Mycobacterium nafas tidak efektif
sesak nafas tuberculosis
- Klien mengatakan 
batuk disertai darah Terhirup
- Batuk tidakk efektif 
- Klien mengatakan tidak Masuk ke paru-paru
tahu tentang 
penyakitnya Proses peradangan

DO: Infeksi
- Klien tampak sesak 
- Ronkhi (+) Kelenjar-kelenjar
- Sputum (+) yang mensekresi
- RR : 35x/menit lender dan sel-sel
52

- TD : 140/90 mmHg goblet meningkat


- ND : 98x/menit jumlahnya
- S : 37,3◦C 
Fungsi silia
menurun dan
produksi sputum
meningkat

Pembentukan
mucus yang banyak

Akumulasi secret
meningkat

Batuk produktif,
sesak nafas, bunyi
napas tidak normal
(ronkhi)

Bersihan jalan nafas
tidak efektif

2 DS: Bakteri Intoleransi


- Klien mengatakan Mycobacterium aktivitas
sesak saat beraktivitas tuberculosis
DO: 
- RR : 35x/menit Terhirup

Masuk ke paru-paru

Infeksi

Mengaktifasi respn
imun

Inflamasi

Memicu
pembentukan
serotonin

Peningkatan
triptofan (asam
amino)

Masuk ke sistem
saraf pusat
53


Fatigue

Keletihan

Intoleransi Aktivitas

3 DS: Bakteri Defisit


- Klien mengatakan tidak Mycobacterium pengetahuan
tahu tentang tuberculosis
penyakitnya 
- Klien menanyakan Terhirup
masalah apa yang 
sedang dihadapinya ke Masuk ke paru-paru
perawat 
DO: Proses peradangan
- 
Infeksi

Kelenjar-kelenjar
yang mensekresi
lender dan sel-sel
goblet meningkat
jumlahnya

Fungsi silia
menurun dan
produksi sputum
meningkat

Pembentukan
mucus yang banyak

Akumulasi secret
meningkat

Batuk produktif,
sesak nafas, bunyi
napas tidak normal
(ronkhi)

Batuk menetap

Kelemahan

Pertanyaan tentang
informasi
54


Defisit pengetahuan

C. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)

2. Intoleransi Aktivitas (D.0056)

3. Defisit Pengetahuan (D.0111)

D. Intevernsi Keperawatan

Tabel 3.2
Intervensi Keperawatan

No DX Tujuan & Kriteria Intervensi


Hasil
1 Bersihan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
jalan napas tidakan keperawatan, Observasi:
tidak efektif masalah bersihan jalan - Monitor pola napas
(D.0001) napas tidak efektif (frekuensi, kedalaman,
teratasi dengan kriteria usaha napas)
hasil: - Monitor bunyi napas
 Batuk efektif tambahan (mis.
meningkat Gurgling, mengi,
 Produksi sputum wheezing, ronkhi
menurun kering)
 Mengi menurun - Monitor sputum
 Wheezing menurun (jumlah, warna, aroma)
 Dispnea menurun
 Ortopnea menurun Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
 Sianosis menurun
jalan napas dengan
 Frekuensi napas
head-tilt dan chin-lift
membaik
(jaw-thrust jika curiga
 Pola napas membaik trauma servikal)
- Posisikan semi-fowler
atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterafi dada,
jika perlu
55

- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Latihan batuk efektif


Observasi
- Identifikasi kemampuan
batuk
- Monitor adanya retensi
sputum
- Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
- Monitor intake dan
output cairan (mis.
Jumalh dan
karakteristik)

Terapeutik
- Atur posisi semi-fowler
atau fowler
- Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien

Pemantauan respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya napas
- Monitor pola napas
56

(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi
oksigen

Terapeutik:
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasein
- Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
Aktivitas tindakan keperawatan, Observasi
(D.0056) toleransi aktivitas pasien - Identifikasi gangguan
meningkat, dengan fungsi tubuh yang
kriteria hasil: mengakibatkan
 Frekuensi nadi kelelahan
meningkat - Monitor kelelahan fisik
 Saturasi oksigen dan emosional
meningkat - Monitor pola dan jam
 Kemudahan dalam tidur
melakukan aktivitas - Monitor lokasi dan
sehari-hari ketidaknyamanan
meningkat selama melakukan
 Keluhan lelah aktivitas
menurun Terapeutik
 Dipsnea saat - Sediakan lingkungan
aktivitas menurun nyaman dan rendah
 Dipsnea setelah stimulus (mis. Cahaya,
aktivitas menurun suara, kunjungan)
- Lakukan latihan
 Sianosis menurun
57

 Tekanan darah rentang gerak pasif


membaik dan/atau aktif
 Frekuensi napas - Berikan aktivitas
membaik distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

3 Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan


pengetahuan tindakan keperawatan, Observasi:
(D.0111) masalah defisit - Identifikasi kesiapan dan
pengetahuan teratasi kemampuan menerima
dengan kriteria hasil: informasi
 Perilaku sesuai - Identifikasi faktor-faktor
anjuran meningkat yang dapat meningkatkan
 Kemampuan dan menurunkan motivasi
menjelaskan perilaku hidup bersih dan
pengetahuan tentang sehat
penyakitya
meningkat Terapeutik:
 Pertanyaan tentang - Sediakan materi dan
masalah yang media pendidikan
dihadapi menurun kesehatan
 Persepsi yang keliru - Jadwalkan pendidikan
terhadap masalah kesehatan sesuai
menurun keseppakatan
 Perilaku membaik - Berikan kesempatan untuk
bertanya
58

Edukasi:
- Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempenggaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup
bersih sehat

E. Implementasi Keperawatan

Tabel 3.3
Implementasi Keperawatan

No
Tanggal Waktu Implementasi Paraf
Dx

1 Selasa, 11:00 1. Memonitor pola nafas Taryana


03-09- RO: RR: 35x/mnt, sesak
2019 11:01 2. Memonitor bunyi nafas tambahan Taryana
RO: Ronkhi
11:02 3. Memonitor sputum Taryana
RO: warna kehijauan, jumlahnya
banyak
11:03 4. Memposisikan klien senyaman Taryana
mungkin
RO: posisi semi fowler
11:04 Taryana
5. Menggukur TTV
RO: TD : 140/90 mmHg, Nadi:
98x/menit, RR: 35x/menit,
11:09 S: 37,3◦C Taryana
6. Memberikan minum air hangat
11:10 RS: klien mengatakan enak Taryana
7. Memilih terapi yang akan
dilakukan
R/RS: klien setuju untuk
diberikan terapi fisioterapi dada.
RO: klien tampak kooperatif,
11:15 klien menyetujui terapi yang Taryana
akan diterima nya
8. Memberikan terapi fisioterapi
dada selama 15 menit
R/RS: klien mengatakan masih
59

belum bisa mengeluarkan sputum


11:35 RO: klien tampak masih sesak Taryana

9. Memberikan terapi oksigen NRM


: 12 liter/menit
2 Selasa, 11:37 1. Mengidentifikasi gangguan Taryana
03-09- fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2019 R/RS: klien mengatakan yang
mengakibatkan kelelahannya
adalah sesak nafas
11:03 2. Memposisikan klien posisi semi Taryana
fowler
R/RS: klien mengatakan lebih
11:43 nyaman Taryana
3. Menganjurkan istirahat
11:45 RS: klien mau mengikuti Taryana
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan nutrisi
R: diet TKTP
3 Selasa, 11:40 1. Mengidentifikasi kesiapan dan Taryana
03-09- kemampuan menerima informasi
R/RS: klien mengatakan siap
2019 menerima informasi
11:45 2. Mempersiapkan materi dan Taryana
media pendidikan kesehatan
tentang TB

Table 3.4
Implementasi Keperawatan

No
Tanggal Waktu Implementasi Paraf
Dx

1 Rabu, 08:00 1. Memonitor pola nafas Taryana


04-09- RO: RR: 32x/mnt, sesak
2019 08:01 2. Memonitor bunyi nafas tambahan Taryana
RO: Ronkhi
08:03 3. Memonitor sputum Taryana
RO: warna kehijauan, jumlahnya
banyak
08:04 4. Memposisikan klien senyaman Taryana
mungkin
RO: posisi semi fowler
08:05 Taryana
60

5. Menggukur kembali TTV


RO: TD : 140/90 mmHg, Nadi:
08:10 94x/menit, RR: 32x/menit, Taryana
S: 37,3◦C
08:12 6. Memberikan minum air hangat Taryana
RS: klien mengatakan enak
7. Memberikan kembali terapi
fisioterapi dada selama 15 menit
R/RS: klien mengatakan terasa
nyaman, mampu mengeluarkan
sputum yang tadinya sulit untuk
dikeluarkan yang hanya
menggunakan teknik batuk
efektif, sesak mulai berkurang
dan senang bisa dilakukan terapi
08:30 fisioterapi dada ini Taryana
RO: klien tampak sedikit lebih
nyaman
8. Melanjutkan terapi oksigen NRM
: 12 liter/menit
2 Rabu, 08:32 1. Mengidentifikasi gangguan Taryana
04-09- fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2019 R/RS: klien mengatakan yang
mengakibatkan kelelahannya
adalah sesak nafas
08:04 2. Memposisikan klien posisi semi Taryana
fowler
R/RS: klien mengatakan lebih
09:00 nyaman Taryana
3. Menganjurkan istirahat
09:30 RS: klien mau mengikuti Taryana
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan nutrisi
R: diet TKTP
3 Rabu, 09:00 1. Mengidentifikasi kesiapan dan Taryana
04-09- kemampuan menerima informasi
R/RS: klien mengatakan siap
2019 menerima informasi
09:03 2. Menyediakan materi dan media Taryana
pendidikan kesehatan tentang TB
R: Leaflet
09:10 3. Memberikan informasi melalui Taryana
media ceramah dan leaflet
tentang TB
R/RS: klien mengatakan setelah
mendapatkan informasi ini, jadi
61

sudah tahu tentang penyakitnya


RO: klien tampak kooperatif dan
mau mengikuti

Table 3.5
Implementasi Keperawatan

No
Tanggal Waktu Implementasi Paraf
Dx

1 Kamis, 08:00 1. Memonitor pola nafas Taryana


05-09- RO: RR: 30x/mnt, sesak
2019 08:01 berkurang Taryana
2. Memonitor bunyi nafas tambahan
08:03 RO: Ronkhi Taryana
3. Memonitor sputum
RO: warna kehijauan, jumlahnya
08:04 sedikit Taryana
4. Memposisikan klien senyaman
mungkin
08:05 Taryana
RO: posisi semi fowler
5. Menggukur kembali TTV
RO: TD : 140/90 mmHg, Nadi:
08:10 90x/menit, RR: 30x/menit, Taryana
S: 37,0◦C
08:13 6. Memberikan minum air hangat Taryana
RS: klien mengatakan enak
7. Memberikan kembali terapi
fisioterapi dada selama 15 menit
R/RS: klien mengatakan terasa
nyaman, mampu mengeluarkan
sputum yang tadinya sulit untuk
dikeluarkan yang hanya
menggunakan teknik batuk
efektif, sesak sudah mulai
berkurang dan senang bisa
08:35 dilakukan terapi fisioterapi dada Taryana
ini dan mengucapkan banyak
terimakasih
RO: klien tampak lebih nyaman
8. Melanjutkan terapi oksigen NRM
: 12 liter/menit
2 Kamis, 08:40 1. Mengidentifikasi gangguan Taryana
05-09- fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
62

2019 R/RS: klien mengatakan yang


mengakibatkan kelelahannya
adalah sesak nafas
08:04 2. Memposisikan klien posisi semi Taryana
fowler
R/RS: klien mengatakan lebih
nyaman
09:00 Taryana
3. Menganjurkan istirahat
09:30 RS: klien mau mengikuti Taryana
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan nutrisi
R: diet TKTP

F. Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.6
Evaluasi Keperawatan

No Hari
Waktu Evaluasi Paraf
Dx Tanggal

1 Selasa, 13:30 S: Taryana


03-09- Klien mengatakan masih sesak dan
2019 sulit untuk mengeluarkan dahaknya
O:
Klien tampak sesak, batuk dan
disertai darah
TD: 140/90 mmHg ND: 98x/menit,
RR: 35x/menit S: 37,3◦C
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Kaji TTV kembali
- Monitor sesak napas
- Monitor oksigenasi
- Terapi fisioterapi dada
dilanjutkan
- Lanjutkan terapi oksigenasi
- Anjurkan untuk istirahat

2 Selasa, 13:50 S: Taryana


03-09- Klien mengatakan masih sesak dan
63

2019 lelah
O:
Klien tampak sesak dan lelah, dan
RR:35x/menit
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Batasi aktivitas berat
- Monitor oksigenasi
- Observasi TTV
- Lanjutkan terapi oksigenasi
- Anjurkan untuk istirahat

3 Selasa, 13:55 S: Taryana


03-09- Klien mengatakan tidak tahu pasti
2019 sebab dan perjalanan penyakitnya
juga tanda dan gejala lainnya
O:
Klien tampak bertanya dan ragu-ragu

A:
Masalah belum teratasi
P:
- Sediakan informasi pada pasien
dengan pemberian leaflet TB
- Jelaskan tentang definisi TB
- Jelaskan tentang penyebab TB
- Jelaskan tentang tanda dan
gejala TB
- Jelaskan tentang
penatalaksanaan TB

Tabel 3.7
Evaluasi Keperawatan

No
Tanggal Waktu Evaluasi Paraf
Dx

1 Rabu, 11:00 S: Taryana


04-09- Klien mengatakan masih sesak
2019 namun sudah bisa untuk
mengeluarkan dahaknya
O:
Klien tampak masih sesak
64

TD: 140/90 mmHg ND: 94x/menit,


RR: 32x/menit S: 37,3◦C
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Kaji TTV kembali
- Monitor sesak napas
- Monitor oksigenasi
- Terapi fisioterapi dada
dilanjutkan
- Lanjutkan terapi oksigenasi
- Anjurkan untuk istirahat
2 Rabu, 11:10 S: Taryana
04-09- Klien mengatakan masih sesak dan
2019 lelah
O:
Klien tampak sesa dan lelah,
RR:32x/menit
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Batasi aktivtas berlebih
- Monitor oksigenasi
- Observasi TTV
- Lanjutkan terapi oksigenasi
- Anjurkan untuk istirahat
3 Rabu, 11:20 S: Taryana
04-09- Klien sudah tahu penyebab dan
2019 perjalanan penyakitnya juga tanda
dan gejala lainnya
O:
Klien memahaminya
A:
Masalah teratasi
P:
Hentikan Intervensi

Tabel 3.8
Evaluasi Keperawatan

No
Tanggal Waktu Evaluasi Paraf
Dx

1 Kamis, 11:00 S: Taryana


05-09- Klien mengatakan sesak sudah
2019 berkurang, dan bisa mengeluarkan
65

dahak
O:
Klien tampak lebih tenang
TD: 140/90 mmHg ND: 90x/menit,
RR: 3ox/menit S: 37,0◦C
A:
Masalah belum teratasi
P:
- Kaji TTV kembali
- Monitor sesak napas
- Monitor oksigenasi
- Terapi fisioterapi dada
dilanjutkan
- Lanjutkan terapi oksigenasi
- Anjurkan untuk istirahat
2 Kamis, 11:10 S: Taryana
05-09- Klien mengatakan sesak sudah
2019 berkurang, dan sudah merasa tidak
lelah lagi
O:
Klien sudah tidak lelah
RR:30x/menit
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
- Anjurkan beraktivitas secara
bertahap
- Monitor oksigenasi
- Observasi TTV
- Lanjutkan terapi oksigenasi
- Anjurkan untuk istirahat
66

G. Pembahasan Kasus

Pada pembahasan ini penulis membahas tinjauan kasus dan tinjauan teoritis,

selama melakukan asuhan keperawatan untuk lebih memudahkannya, maka

penulis membahas sesuai dengan langkah proses keperawatan yang terdiri

dari tahap pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang

bertujuan untuk menentukan serta kesehatan dan fungsional pada saat ini

dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respon klien saat

ini dan waktu sebelumnya (Andramoyo, 2012).

Dari hasil pengkajian dan observasi penulis didapatkan tanda dan gejala

TB menurut teori Black, dan Hawks, 2014 yaitu sesak nafas, batuk lebih

dari 2 minggu, rasa lelah, anoreksia (hilang nafsu makan), kehilangan

berat badan, dan demam rendah serta diikuti menggigil dan berkeringat

(sering pada malam hari tanpa aktivitas) selama lebih dari 1 bulan. Dan

hasil pengkajian dan observasi penulis pada Tn. S didapatkan data saat

Tn. S datang ke Instalasi Gawat Darurat karawang di antar oleh

keluarganya tanda dan gejala TB yaitu adalah sesak napas dan klien

mengatakan sesak saat posisi berbaring dan ketika banyak beraktivitas,

sulit untuk mengeluarkan dahaknya. Hal ini terjadi karena kondisi Tn.S

masih bagus dan belum parah sehingga tanda dan gejala yang muncul

pada Tn. S hanya sedikit saja, dibandingkan menurut teori. Data objektif
67

yang didapatkan adalah klien tampak sesak disebabkan oleh

penumpukkan sputum di saluran pernafasan, menggunakan otot bantu

napas disebabkan oleh penumpukkan sputum sehingga sesak nafas dan

mengakibatkan adanya otot bantu nafas. TD:140/90 mmHg, ND:

98x/menit, RR: 35x/menit, S: 37,3◦C.

2. Diagnosa Keperawatan

Secara teori terdapat 8 diagnosa yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubugan dengan penumpukkan sekret, pola nafas tidak efektif

berhubungan dengan sekresi mukoutulen dan kurangnya upaya batuk,

gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan

efek paru, kerusakan membrane di alveoli, kapiler, secret kental dan

tebal, hipertermi berhubungan dengan proses peradangan, defisit nutrisi

berhubungan dengan anoreksia, gangguan pola tidur berhubungan

dengan sesak nafas dan batuk, intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan oksigen dan defisit

pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi. Diagnosa yang

ditemukan pada pasien Tn. S yaitu bersihan jalan nafas berhubungan

dengan penumpukan secret, diagnosa ini muncul karena

ketidakmampuan mengeluarkan sekret untuk mempertahankan jalan

nafas tetap paten yang di akibatkan oleh penumpukkan secret akibat

inflamasi pada saluran pernafasan atas yang menyebakan hiperseksresi

sehingga banyak menghasilkan sputum yang tidak dapat dikeluarkan

karena gangguan pada saluran nafas. pada Tn. S, intoleransi aktivitas


68

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan

oksigen, dianosa ini muncul karena diagnosa ini muncul karena

ketidakmampuan mengeluarkan sekret untuk mempertahankan jalan

nafas tetap paten yang di akibatkan oleh penumpukkan secret akibat

inflamasi pada saluran pernafasan atas yang menyebakan hiperseksresi

sehingga banyak menghasilkan sputum yang tidak dapat dikeluarkan

karena gangguan pada saluran nafas sehingga terganggunya proses

inspirasi dan ekspirasi, karena Tn. S mengatakan mudah lelah, dan

tampak lelah karena sesaknya tersebut, dan defisit pengetahuan, karena

Tn. S pendidikanya hanya sampai SR (sekolah rakyat) dan kurangnya

mendapat informasi dari lingkungannya. 3 diagnosa yang muncul pada

pasien Tn. S sesuai dengan kondisi pasien saat pengkajian.

Pada Tn. S tidak di temukan 3 diagnosa yang sesuai dengan teori yaitu

pola nafas tidak efektif kerena tidak ditemukan data mayor dan minor

nya, pada diagnosa gangguan pertukaran gas juga tidak ditemukan data

mayor dan minornya, pada diagnosa hipertermi juga tidak di dapatkan

hasil data mayor dan minornya, pada diagnosa defisit nutrisi juga tidak

di dapatkan data mayor dan minornya karena berat badan dan asupan

nutrisinya dalam batas normal, gangguan pola tidur juga tidak di

dapatkan data mayor dan minor nya, karena klien istirahat sehari 7-8

jam,
69

3. Intervensi

Penulis telah merumuskan intervensi keperawatan yang mengacu pada

SDKI, SIKI dan SLKI. Untuk diagnose pertama penulis merencanakan

untuk melakukan pengkajian sampai dengan intervensi-intervensi terkait

dengan managemen jalan nafas baik dari segi terapi farmakologi dan non

farmakologi. Untuk diagnose kedua penulis merencanakan untuk

melakukan manajemen energi klien sampai dengan memberikan edukasi

tirah baring untuk istirahat mengenai kelelahan pada klien. Untuk

diagnose yang ketiga penulis merencanakan untuk memberikan

informasi berupa pendidikan kesehatan mengenai TB kepada klien.

Penulis merencanakann untuk melakukan aplikasi pemberian fisioterapi

dada sesuai EBP untuk diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak

efektif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa

peneliti sebelumnya, pemberian fisioterapi dada Fisioterapi dada terdiri

dari postural drainase, perkusi, dan vibrasi dada. Tujuan dari fisioterapi

dada yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi bronkhial,

memperbaiki fungsi ventilasi dan meningkatkan efisiensi dari otot-otot

sistem pernapasan agar dapat berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,

2013).

Dilakukannya fisioterapi dada akan mempermudah dalam sekresi secret,

mempebaiki fungsi ventilasi dan meningkatkan efisiensi dari otot-otot

sistem pernafasan agar dapat berfungsi secara normal (Smeltzer & Bare,

2013).
70

4. Implementasi

Pada diagnosa pertama bersihan jalan nafas berhubungan dengan

penumpukkan secret yang ditandai dengan sesak nafas, suara nafas ronki

(+) saat melakukan tindakan keperawatan sudah sesuai dengan rencana

tencana tindakan keperawatan yang telah dibuat, dalam pelakssanaannya

juga penulis tidak menemukan hambatan karena pasien sangat

kooperatif. Untuk diagnosa yang kedua yaitu intoleransi aktivitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan

oksigen, pada saat melakukan tindakan penulis tidak menemukan

hambatan karena adanya faktor pendukung dari klien karena sangat

ooperatif. Dan untuk diagnosa ketiga yaitu defisit pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya sumber informasi dan minim nya

pendidikan klien.

Masalah keperawatan yang teratasi yaitu defisit pengetahuan setelah di

lakukan pendidikan kesehatan, sedangkan pada diagnosa bersihan jalan

nafas pada hari ke 3 hanya teratasi sebagian menjadi sesak berkurang

dengan frekuensi pernafasan menjadi 30x/menit, dari 35x/menit, namun

pengeluaran sputum klien bisa mengeluarkan dengan mudah setelah

dilakukan fisioterapi dada.dan sedangkan untuk diagnosa intoleransi

aktivitas pada hari ke 3 hanya baru teratasi sebagian karena pasien belum

pulih total dengan keletihanya karena sesak nafas.


71

5. Evaluasi

Asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada Tn. S yaitu selama 3 hari

dan dilakukan evaluasi untuk melihat efektifitas dan tindakan

keperawatan yang dilakukan kepada Tn.S. masalah yang teratasi yaitu

defisit pengetahuan berhubungan kurangnya informasi yang ditandai

dengan meningkatnya pengetahuan klien tentang TB dan mengatakan

sudah paham dan tahu serta menjelaskan kembali. Diagnosa bersihan

jalan nafas berhubungan dengan penumpukkan sekret pada hari pertama

klien mengatakan masih sesak nafas sesudah dilakukan fisioterapi dada,

pada hhari kedua klien mampu mengeluarkan sekret sesudah dilakukan

tinfakan fisioterapi dada sehingga rasa sesak nafas berkurang dan pada

hari ketiga rasa sesak berkurang dengan frekuensi RR 30x/menit dari

sebelumnya 35x/menit. Semetara untuk diagnosa intoleransi aktivitas

berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai & kebutuhan

oksigen klien mengatakan lelahnya sudah berkurang sehingga masalah

teratasi sebagian.

H. Pembahasan Kasus Sesuai Evidance Base Practice mengatasi masalah

keperawatan jalan nafas tidak efektif dengan fisioterapi dada

Pelaksanaan fisioterapi dada dilakukan selama 3 hari dengan durasi 15-20

menit dengan hasil pada hari pertama klien masih belum bisa mengeluarkan

sputumnya, hari kedua klien sudah bisa mengeluarkan sputumnya setelah

dilakukan fisioterapi dada dan pada hari yang ke 3 klien dapat mengeluarkan

sputum secara efektif. Pada hari pertama penulis melakukan implementasi


72

fisioterapi dada 1 kali sehari dengan durasi waktu 15 menit. Setelah

dilakukan fisioterapi dada hari pertama penulis melakukan evaluasi dan

pasein mengatakan masih sulit untuk mengeluarkan sputumnya, pada hari

kedua klien mengatakan sudah mulai bisa mengeluarkan sputumnya meski

hanya sedikit, dan pada hari ketiga klien mengatakan sudah bisa

mengeluarkan sputumnya.

Menurut penulis fisioterapi dada efektif dapat membantu mengeluarkan

dahak karena teknik fisioterapi dada membantu secara terapi dalam

pergerakkan atau gerakkan yang di berikan kepada pasien dengan proses,

perkusi (clapping) adalah tepukkan atau pukulan ringan pada dinding dada

klien menggunakan telapak tangan yang dibentuk seperti mangkuk, tepukan

tangan secara berirama dan sistematis dari arah atas menuju kebawah

menggerakkan sekresi didalam paru-paru yang diharapkan dapat keluar

secara gaya berat, dan vibrasi adalah kompresi dan getaran kuat secara serial

oleh tangan yang diletakan secara datar pada dinding dada klien selama fase

ekshalasi pernapasan. Vibrasi dilakukan setelah perkusi untuk meningkatkan

turbulensi udara ekspirasi sehingga dapat melepaskan mucus kental yang

melekat pada bronkus dan bronkiolus. Vibrasi dan perkusi dilakukan secara

bergantian sedangkan Postural drainase adalah pengaliran sekresi dari

berbagai segmen paru dengan bantuan gravitasi Dilakukan sebelum makan

(untuk mencegah mual, muntah dan aspirasi ) dan menjelang/sebelum tidur.


73

Kasus ini sesuai dengan hasil penelitian Aryayuni dkk, (2015) dengan judul

“pengaruh fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum”. Dengan hasil ada

pengaruh fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum.

Pernyataan tersebut di benarkan oleh hasil penelitian Suhanda & Rusmana,

(2014) dengan efektifitas fisioterapi dada dan batuk efektif dengan hasil

efektifnya fisioterapi dada untuk mengatasi bersihan jalan nafas. Dan

penelitian ini juga sejalan dengan Hermanus Vera A, (2012) dengan

hubungan fisioterapi dada terhadap eksresi sputum pada pasien TB di RSU

Prof. DR. R. D. Kandou Manado bahwa fisioterapi dada memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan ekskresi sputum pada pasien

tuberkulosis paru.

Jadi kesimpulan menurut para peneliti bahwa fisioterapi dada efektif mampu

membantu mengeluarkan dahak karena 3 tindakanya yaitu, perkusi

(clapping), vibrasi dan postural drainase.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang di dapat dari hasil Karya Ilmiah Akhir ini, antara lain

sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. S berusia 61 tahun. Tn,. S

mengalami sesak nafas, batuk disertai darah dan tidak mengetahui tentang

penyakitnya, dan saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu

tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 98x/menit, respirasi 35x/menit, suhu

37,3◦C

2. Diagnosa yang ditemukan dari hasil pengkajian pada Tn. S adalah :

Bersihan jalan nafas tidak efektif, Intoleransi aktivitas, dan Defisit

pengetahuan.

3. Intervensi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan bersihan

jalan nafas tidak efektif yaitu dengan memberikan terapi fisioterapi dada

selama 15 menit sehari 1 kali dalam waktu 3 hari.

4. Implementasi yang diberikan sesuai dengan intervensi yang telah

direncanakan sebelumnya bahwa akan dilakukanya fisioterapi dada.

5. Evaluasi yang telah di dapat setelah memberikan terapi fisioterapi dada

sesak Tn.S menjadi berkurang, dan pengeluaran sputum menjadi mudah.

Jadi untuk diagnose bersihan jalan nafas teratasi sebagian, untuk diagnose

ke intoleransi aktivitas juga teratasi sebagian namun untuk diagnose defisit

pengetahuan dapat teratasi.

74
75

B. Saran

1. Bagi Pasien

Diharapkan klien menerapkan teknik fisioterapi dada jika mengalami

masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penerapan sesuai Evidance Based Practice (EBP) diharapkan bisa

membantu untuk mengembangkan ilmu keperawatan. Khususnya dalam

masalah mengenai TB bisa dijadikan bahan referensi tambahan mengenai

terapi fisioterapi dada.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Hasil penerapan metode ini bisa dilakukan dengan sendirinya dan bisa

diaplikasikan dengan waktu yang Panjang serta diharapkan

mengkolaborasikan dengan metode yang lain sehingga semakin bervariasi

dengan memperhatikan sumber-sumber yang ada.


DAFTAR PUSTAKA

Ariani, N. W., Rattu. A. J. M., & Ratag, B. (2015). Faktor-faktor yang


berhubungan dengan keteraturan minum obat penderita tuberkulosis paru
di wilayah kerja puskesmas Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow
Timur. Artikel Penelitian. JIKMU, Suplemen. Vol. 5 (1) : 157-168.
https://ejournal.unsrat.ac.id diunduh pada 20 Februari 2019 jam 21:35.
Aristiana, C. D., & Wartono, M. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian Multi Drug Resistance Tuberkulosis (MDR-TB). Jurnal Biomedika
Dan Kesehatan, 1(MDR-TB), 65-.
https://doi.org/10.18051/JBiomedKes.2018.v1.65-74 diunduh pada 03
Oktober 2018 jam 21:25.
Aryayuni C., dkk. (2015). Pengaruh fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum
pada anak dengan gangguan pernapasan di Poli anak RSUD Kota Depok.
Keperawatan Widy Gantari, Vol 2 No.2 Desember 2015.
Dinkes Jawa Barat. (2016). Profil Kesehatan Jawa Barat 2016. Journal of
Molecular Biology, 301(5), 1163–1178.
Doengoes., Moorhouse., & Murr .(2018). Rencana asuhan keperawatan sistem
pernapasan. Jakarta: EGC.
Donsu, J. D. T. D. (2016). Metodologi penelitian keperawatan. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Donsu, J. D. T. D. (2017). Psikologi keperawatan: Aspek-aspek psikologi, konsep
dasar psikologi, teori perilaku manusia. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi analisis multivariete dengan program IBM SPSS
23 (Edisi 8). Cetakan ke VIII. Semarang: Badan Penerbit Undip.
Gurning, Maylar., & Manoppo, I. A. (2019). Hubungan pengetahuan dan
motivasi dengan kepatuhan minum obat pada pasien TBC paru di poli TB
RSUD Schoolo Keyen. Wellness and healthy magazine. Vol. 1 (1) : 1-7.
Wellness.journalpress.id diunduh pada 10 Maret 2019 jam 22:25.
Hawks, J. H,. & Black, J. M. (2014). Keperawatan medical bedah: Manajemen
klinis untuk hasil yang diharapkan (8th ed.). Indonesia: PT Salemba Emban
Patria.

76
77

Hermanus, V. A (2012). Hubungan fisioterapi dada terhadap peningkatan eksresi


sputum pada pasien tuberculosis paru di Irina C RSU PROF. DR. R. D.
Kandou Manado. JIK Vol 7 No.1 Oktober 2012.
Induniasih., & Ratna, Wahyu. (2017). Promosi kesehatan: Pendidikan kesehatan
dalam keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kemenkes RI. (2018). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Data dan
Informasi Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/Resources/Download/Pusdatin/Lain-Lain//Datadani
nformasikesehatanindonesia2016-Smallersize-Web.Pdf diunduh pada 18
Januari 2018 jam 14:25.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Keperawatan medikal bedah:
Gangguan respirasi & gangguan muskuloskeletal (5th ed.). Vol. 4. Jakarta:
EGC.
Leong, F. J., Dartois, Veronique., & Dick, Thomas. (2011). A color atlas of
comparative pathology of pulmonary tuberculosis. Taylor & Francis Group:
CRC Press.
https://pdfs.semantic.scholar.org/cd62/a85975101bd29889eaf63e76f886cee
d7b7b.pdf. Diunduh pada 12 Desember 2018 jam 20:30.
Lestari, Titik. (2015). Kumpulan teori untuk kajian pustaka penelitian kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Manurung, N. (2018). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Trans Info Media.

Muhammad, Iman. (2016). Metode penelitian ilmiah. https://slideplayer.info


diunduh pada 04 April 2019 jam 21:50.
Nizar, Muhammad. (2017). Pemberantasan dan penanggulangan Tuberkulosis.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2014). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Profil RSUD Karawang .(2013). Profil rumah sakit umum daerah Karawang.
www.rsudkarawang.id diunduh pada 05 Februari 2019 jam 13:45.
78

Rekam Medik RSUD Karawang. (2019). Data pasien rawat inap Tuberkulosis
ruang cikampek RSUD Karawang. Karawang: RSUD Karawang.
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Hasil Utama RISKESDAS. Jakarta: Kemenkes RI.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku ajar keperawatan medikah bedah.
Jakarta: EGC.
Somantri, irman. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Statiskian. (2012). Penelitian eksperimental. www.statiskian.com diunduh pada
16 Maret 2019 jam 22:44.
Suhanda, Parta & Rusmana, Maman. (2014). Efektifitas fisioterapi dada dan batuk
efektif pasca nebulasi terhadap bersihan jalan napas pada pasien TB paru di
RSU Tanggerang. Medikes, Vol 1edisi 2, November 2014.
Sukmawati, Ermalynda. (2017). Efektifitas penyuluhan kesehatan terhadap
pengetahuan perawatan pasien Tuberkulosis. Jurnal NERS LENTERA. Vol.
5 (1) : 9-20. https://www.neliti.com diunduh pada 12 Februari 2019 jam
15:40.
Susilowati, & Yulia. (2014). Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi putus
obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru dewasa. Artikel
Penelitian. FIK UI. https://jurnal-tuberkulosis diunduh pada 14 Juni 2019
jam 15:50.
Taylor M. Cyntia, Ralhp Sparks Sheila (2013), DiagnosisKeperawatan Dengan
Rencana Asuhan, Edisi 10. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.2015.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia:
Definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia:
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
World Health Organization. (2018). World leaders commit tuberculosis. Retrieved
from www.who.int. diunduh pada 27 September 2018 jam 20:59.
Azzahra, Zira. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kecamatan
79

Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan
Sholeh S. Naga. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: Diva PressSugiyono.
Maidarti. (2014). Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada
anak usia 1-5 yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas di Puskesmas
Mch. Ramdhan Bandung. Bandung: Universitas Bsi Diakses dari.
https://ejournal.bsi. ac.id/ejurnal/index.php/jk/article/vi ew/140
Jauhar, M 2013, Asuhan keperawatan, Prestasi Pustakaraya, Jakarta
World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2017. Geneva; 2017. 15–
49.
Lampiran

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


APLIKASI PENGARUH FISIOTERAPI DADA

PENGERTIAN Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan


keperawatan yang terdiri atas perkusi dan vibrasi, postural
drainase, latihan pernapasan/napas dalam, dan batuk yang
efektif. (Brunner & Suddarth, 2002: 647). Tujuan: untuk
membuang sekresi bronkial, memperbaiki ventilasi, dan
meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan.
TUJUAN 1. Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot
pernafasan
2. Membantu membersihkan sekret dari bronkus
3. Untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki
pergerakan dan aliran sekret
4. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
5. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh
mendapatkan oksigen yang cukup
6. Mengeluarkan sekret dari saluran pernapasan.

KEBIJAKAN Klien dengan akumulasi secret


PETUGAS Perawat
PERALATAN 1. Kertas tissue
2. Bengkok
3. Perlak pengalas
4. Sputum pot berisi desinfektan
5. Air minum hangat

PROSEDUR A. Tahap pra interaksi


PELAKSANAAN 1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
Lampiran

B. Tahap orientasi
1. Memberi salam kepada pasien dan sapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien
C. Tahap kerja
1. Perkusi
a. Persiapan alat
1) Handuk ( Jika Perlu )
2) Tempat Sputum
b. Prosedur Pelaksanaan
1) Ikuti protokol standar umum dalam intervensi
keperawatan seperti perkenalkan diri perawat,
pastikan identitas klien, jelaskan prosedur dan
alasan tindakan, cuci tangan.
2) Tutup area yang akan dilakukan perkusi
dengan handuk atau pakaian tipis untuk
mencegah iritasi kulit dan kemerahan akibat
kontak langsung.
3) Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan
lambat untuk meningkatkan relaksasi.
4) Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi
membentuk mangkuk.
5) Secara bergantian lakukan fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan secara cepat untuk
menepuk dada.
6) Perkusi pada setiap segmen paru selama 1-2
menit.
7) Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah
dengan struktur yang mudah cedera seperti
mamae, sternum,kolumna spinalis, dan ginjal.
8) Cuci Tangan
Lampiran

2. Vibrasi
a. Persiapan Alat: sama seperti pada perkusi.
b. Prosedur Pelaksanaan:
1) Ikuti protokol standar umum dalam
intervensi keperawatan seperti perkenalkan
diri perawat, pastikan identitas klien,
jelaskan prosedur dan alasan tindakan, cuci
tangan.
2) Letakkan tangan, telapak tangan menghadap
ke bawah di area dada yang akan didrainase,
satu tangan di atas tangan yang lain dengan
jari-jari menempel bersama dan ekstensi.
Cara lain tangan bisa diletakkan secara
bersebelahan.
3) Anjurkan klien tarik napas dalam dan lambat
untuk meningkatkan relaksasi
4) Selama masa ekspirasi, tegangkan seluruh
otot tangan dan lengan serta siku lalu
getarkan, gerakkan ke arah
bawah.Perhatikan agar gerakan dihasilkan
dari otot-otot bahu. Hentikan gerakan jika
klien inspirasi.
5) Vibrasi selama 3 - 5 kali ekspirasi pada
segmen paru yang terserang.
6) Setelah setiap kali vibrasi ,anjurkan klien
batuk dan keluarkan sekresi ke tempat
sputum.
7) Cuci Tangan

3. Postural Drainase
a. Persiapan alat
1) Bantal ( 2 atau 3 buah)
2) Tisue
3) Segelas Air hangat
4) Sputum Pot
b. Prosedur pelaksanaan
1) Ikuti protokol standar umum dalam
intervensi keperawatan seperti perkenalkan
diri perawat, pastikan identitas klien,jelaskan
prosedur dan alasan tindakan, cuci tangan.
2) Pilih area tersumbat yang akan didrainase
Lampiran

berdasarkan pada pengkajian semua bidang


paru, data klinis dan gambaran foto dada.
Agar efektif, tindakan harus dibuat
individual untuk mengatasi spesifik dari
paru yang tersumbat.
3) Baringkan klien dalam posisi untuk
mendrainase area yang tersumbat. Bantu
klien untuk memilih posisi sesuai kebutuhan.
Ajarkan klien untuk mengatur postur, posisi
lengan dan kaki yang tepat. Letakkan bantal
sebagai penyangga dan kenyamanan. Posisi
khusus dipilih untuk mendrainase setiap area
yang tersumbat.
4) Minta klien mempertahankan posisi selama
10-15 menit.
Pada orang dewasa, pengaliran setiap area
memerlukan waktu. Anak-anak, prosedur ini
cukup 3-5 menit.
5) Selama 10-15 menit drainase pada posisi ini,
lakukan perkusi dan vibrasi dada atau
gerakan iga di atas area yang
didrainase.Memberikan dorongan mekanik
yang bertujuan memobilisasi sekresi pada
jalan napas.
6) Setelah drainase pada posisi pertama, minta
klien duduk dan batuk. Tampung sekresi
yang dikeluarkan dalam sputum pot. Jika
klien tidak bisa batuk, harus dilakukan
pengisapan. Setiap sekresi yang dimobilisasi
ke dalam jalan napas harus dikeluarkan
melalui batuk atau pengisapan sebelu klien
dibaringkan pada posisi drainase
selanjutnya.Batuk akan sangat efektif bila
klien duduk dan membungkuk ke depan.
7) Minta klien istirahat sebentar, bila perlu.
Periode istirahat sebentar di antara drainase
postural dapat mencegah kelelahan dan
membantu klien menoleransi terapi dengan
lebih baik.
Lampiran

8) Minta klien minum sedikit air.


Menjaga mulut tetap basah sehingga
membantu ekspetorasi sekresi.
9) Ulangi langkah 3 hingga 8 sampai semua
area tersumbat yang dipilih telah terdrainase.
Setiap tindakan tidak lebih dari 30-60 menit.
Drainase postural digunakan hanya untuk
mengalirkan area yang tersumbat dan
berdasarkan pada pengkajian individual.
10) Ulangi pengkajian dada pada setiap bidang
paru.
Memungkinkan anda mengkaji kebutuhan
drainase selanjutnya atau mengganti
program drainase.
11) Cuci tangan.
Mengurangi transmisi mikroorganisme.

D. Tahap terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
3. Membereskan alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat dalam lembar catatan keperawatan

DOKUMENTASI 1. Respon subjektif klien


2. Respon objektif klien
3. Mengukur sputum

 Brunner : Suddarth. )44).


Buku Ajar Keperawatan
Lampiran

Medikal Bedah, Edisi 2 ;$l


' . Alih
bahasa <aluy$ A dkk. E
%6. 5akarta
) P$tter and Perry. )444.
Ketrampilan dan Prsedur !
asar, Edisi ( Alih Bahasa
Ester M$n
Lampiran

LEMBAR INFORMED CONSENT


APLIKASI PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP
PENINGKATAN EKSRESI SPUTUM PADA PASIEN TB DI RUANG
CIKAMPEK RSUD KARAWANG

INFORMED CONSENT

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama (Inisial) : Tn.S


Umur : 61 Tahun
Pendidikan : SR (sekolah rakyat)
Dengan ini menyatakan bersedia dan tidak keberatan menjadi responden yang
dilakukan mahasiswa Pendidikan Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKes) Kharisma Karawang atas nama Taryana dengan judul “Aplikasi
Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Peningkatan Eksresi Sputum Pada Pasien TB
Di Ruang Cikampek RSUD Karawang“.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari pihak
manapun dan kiranya dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Karawang, 03-09-2019
Yang menyatakan
Responden

( )
Lampiran

LEMBAR KONSUL KARYA ILMIAH AKHIR (KIA)

Nama Mahasiswa : Taryana

NIM : 433131490119055

Judul KIA : Aplikasi Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Peningkatan

Eksresi Sputum Pada Pasien TB Di Ruang Cikampek

RSUD KARAWANG

No Waktu Catatan Pembimbing Paraf

1 Selasa, Bimbingan judul KIA & pengajuan EBP


08-10-2019

2 Kamis, Analisis jurnal


14-11-2019

Konsul BAB I, Perbaiki latar belakang, data

3 Selasa, tb, tujuan, metode telaah dan sistematika


12-05-2020
penulisan

Konsul BAB I & BAB II,


4 Senin,
08-06-2020 Tambahkan jurnal terkait
Lampiran

Konsul BAB III & BAB IV

5 Senin, Perbaiki keluhan utamanya


15-06-2020
Perbaiki diagnosa keperawatanya

Konsul BAB I, BAB II, BAB III & BAB IV

6 Sabtu, Perbaiki sistem penulisannya


04-07-2020
Perbaiki analisa data

Konsul BAB III & BAB IV

Perbaiki diagnosa keperawatan


7 Selasa,
07-07-2020 Perbaiki sistem penulisan

Perbaiki saran

8 Jumat, Konsul BAB III & BAB IV


10-07-2020

9 Senin, Perbaiki BAB III & BAB IV


13-07-2020

10
Lampiran

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Taryana

Tempat , Tanggal lahir : Bekasi, 26 Februari 1997

Agama : Islam

Alamat : Kp. Nanggewer RT 002/002 Desa

Labansari Kec. Cikarang Timur Kab.

Bekasi

Hobby : Badminton

Email : taryanaputra07@gmail.com

Facebook : Taryana Putra II

Instagram : Taryana_putra

No HP : 0838 9964 8779

No WhatsApp : 0838 9964 8779

Moto Hidup : Selalu mensyukuri apapun yang kita jalani

dan dapatkan setiap waktu

B. Riwayat Pendidikan

1. SD NEGERI BOJONG SARI 04 Tahun 2003 – 2009

2. SMP NEGERI 1 KEDUNGWARINGIN Tahun 2009 – 2012

3. SMA NEGERI 1 CIKARANG TIMUR Tahun 2012 – 2015

4. Program Studi Sarjana Keperawatan Tahun 2015 - 2019

STIKes Kharisma Karawang


5. Program Studi Pendidikan Profesi Ners Tahun 2019 – 2020
STIKes Kharisma Karawang
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai