Anda di halaman 1dari 85

PENGEMBANGAN STANDART OPERATIONAL PROCEDURE (SOP)

PENGARUH TEKNIK KOMPRES HANGAT PADA LEHER


TERHADAP PENURUNAN NYERI
PADA PASIEN HIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

RENDRA SAPUTRA TAMA

NIM. 17048

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA

JAKARTA

2020
PENGEMBANGAN STANDART OPERATIONAL PROCEDURE (SOP)
PENGARUH TEKNIK KOMPRES HANGAT PADA LEHER
TERHADAP PENURUNAN NYERI
PADA PASIEN HIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan

Program D-3 Keperawatan

Diajukan oleh:

RENDRA SAPUTRA TAMA

NIRM: 17048

PROGRAM DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI

JAKARTA

2020
KARYA TULIS ILMIAH

Judul

PENGEMBANGAN STANDART OPERATIONAL PROCEDURE (SOP)


PENGARUH TEKNIK KOMPRES HANGAT PADA LEHER
TERHADAP PENURUNAN NYERI
PADA PASIEN HIPERTENSI

Dipersiapkan dan disusun oleh :

RENDRA SAPUTRA TAMA

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 21 Agustus 2020

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing Utama Ketua Dewan Penguji

Ucip Sucipto, Ns., M.Kep., Sp., KMB Ricky Riyanto Iksan.,M.Kep


NIP: 198608302010121001 NIDN: 0316069204
Pembimbing Pendamping

Isnayati, Ns., M.Kep


NIDN: 0310116304

Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan pada program D-3 Keperawatan
Akademi Keperawatan PELNI Jakarta
Tanggal 21 Agustus 2020

Ns. Sri Atun Wahyuningsih, M.Kep., Sp.Kep.J


NIDN : 0315076910
Ketua Program Studi D-3 Keperawatan

ii
SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME

Saya yang bertanggungjawab di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

Karya Tulis Ilmiah ini, saya susun tanpa tindak plagiarism sesuai peraturan yang

berlaku di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Jika dikemudian hari saya melakukan tindak akan bertanggungjawab dan

menerima sanksi yang dijatuhkan oleh plagiarism, saya sepenuhnya Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta.

Jakarta, April 2020

Yang Menyatakan

Rendra Saputra Tama

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “Pengembangan Standart Operational Procedure (SOP)

Pengaruh Teknik Kompres Hangat Pada Leher Terhadap Penurunan Nyeri Pada

Pasien Hipertensi”. Rangkaian penyusunan ini Karya Tulis Ilmiah ini merupakan

salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Ahlimadya

Keperawatan di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu/Saudara

yang penulis hormati yaitu:

1. Ahmad Samdani, SKM, MPH Ketua Yayasan Samudra Apta

2. Buntar Handayani, S.Kp, M.Kep., MM, Direktur Akademi Keperawatan

PELNI Jakarta

3. Sri Atun Wahyuningsih, Ns., M.Kep., Sp.Kep.J, Ka Prodi Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta

4. Ucip Sucipto, Ns., M.Kep., Sp., KMB dosen dan pembimbing Keperawatan

Medikal Bedah

5. Isnayati, Ns M.Kep, dosen dan pembimbing pendamping Keperawatan

Medikal Bedah

6. Ricky Riyanto Iksan.,M.Kep, dosen penguji sidang hasil Karya Tulis Ilmiah

iv
7. Orang tua beserta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moral dan

do’a untuk penyelesaian penyusunan Karya Tulis Ilmiah

8. Saudara-saudara ku Muhammad Rasya Islami, Dina Sukmasari, Fisha

Maulida, Kayla Azzahra Putri yang telah memberikan dukungan serta

semangat dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini

9. Untuk sepupuku Felix Rama Istiandaru yang telah memberikan dukungan

dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak

kekurangan, masukan dan saran diharapkan dari semua pihak. Semoga Karya

Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu keperawatan.

Jakarta, April 2020

Rendra Saputra Tama

v
ABSTRAK
Hipertensi merupakan tekanan darah diatas nilai normal. Tanda gejala yang
timbul adalah epistaktis, mudah marah, telinga berdengung, nyeri bagian tengkuk,
sulit tidur, dan mata berkunang-kunang. Nyeri leher yang dirasakan oleh penderita
hipertensi diakibatkan karena terjadi peningkatan tekanan pembuluh darah di
daerah leher sehingga aliran darah menjadi tidak lancar yang mengakibatkan
kekurangan oksigen dan menimbulkan peradangan. Salah satu tindakan
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri leher yaitu kompres hangat. Kompres
hangat adalah pemberian rasa hangat pada daerah tertentu. Tujuan penulisan ini
untuk mengembangkan SOP pengaruh teknik kompres hangat pada leher terhadap
penurunan nyeri pada pasien hipertensi. Metode penulisan ini menggunakan
literature review, dengan jumlah lima literature review terkait dengan SOP
pemberian kompres hangat. Hasil yang didapatkan dari literature review yaitu
pemberian kompres hangat pada leher mampu mengatasi masalah keperawatan
nyeri. Kesimpulan dari lima literature review bahwa dengan memberikan
kompres hangat pada leher mampu mengatasi nyeri pada penderita hipertensi.
Kata Kunci: Hipertensi, Kompres hangat pada leher, Nyeri.
Sumber: 30 (2016-2019).

vi
ABSTRACT
Hypertension is blood pressure above normal values. Symptoms that arise are
epistactic, irritability, ringing in the ears, nape pain, difficulty sleeping, and
lightheadedness. Neck pain that is felt by people with hypertension is caused by
an increase in blood vessel pressure in the neck area so that blood flow is not
smooth which results in lack of oxygen and causes inflammation. One of the non-
pharmacological actions to reduce neck pain is a warm compress. Warm
compress is giving a feeling of warmth in certain areas. The purpose of this paper
is to develop SOP for the effect of warm compress techniques on the neck on
reducing pain in hypertensive patients. Writing methodology uses a literature
review, with a total of five literature reviews related to the SOP of providing
warm compress innovation. The results obtained from the literature review are
that the application of warm compresses to the neck can overcome the problem of
nursing pain. The conclusion from five literature reviews is that applying warm
compresses to the neck can overcome pain in patients with hypertension.
Keywords: Hypertension, Warm compress on the neck, Pain.
Source: 30 (2016-2019).

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii

SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME ........................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................... vii

ABSTRAK ............................................................................................. ix

DAFTAR ISI .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv

DAFTAR SKEMA ................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah..................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan ...................................................................... 6

1. Tujuan Umum ....................................................................... 6

2. Tujuan Khusus ...................................................................... 6

D. Manfaat Penulisan .................................................................... 6

1. Bagi Masyarakat.................................................................... 6

2. Bagi Perkembangan Teknologi Ilmu Keperawatan .............. 7

3. Bagi Pelayanan Kesehatan ................................................... 7

viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 8

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 8

1. Konsep Keperawatan Medikal Bedah ................................... 8

2. Konsep Hipertensi ................................................................. 11

3. Konsep Nyeri ........................................................................ 22

4. Konsep Kompres Hangat ...................................................... 32

B. Kerangka Konseptual ............................................................... 36

BAB III METODELOGI ...................................................................... 37

A. Metodelogi .................................................................................. 37

B. PDSA .......................................................................................... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 41

A. Hasil ............................................................................................ 41

1. Hasil Penelusuran Literature Review .................................... 41

2. Pengembangan SOP Pemberian Kompres Hangat ................ 46

B. Pembahasan .............................................................................. 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 53

A. Kesimpulan ................................................................................ 53

B. Saran ........................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 55

LAMPIRAN ........................................................................................... 58

ix
DAFTAR TABEL
Hal

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi…………………………………………………12

Tabel 4.1 Hasil Penelusuran Literature Review Pengaruh Teknik


Kompres Hangat Pada Leher Terhadap Penurunan
Nyeri Pada Pasien Hipertensi………………………………………....41

Tabel 4.2 Pengembangan SOP Pengaruh Teknik Kompres Hangat


Pada Leher Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Hipertensi ………………..........................................................46

x
DAFTAR GAMBAR
Hal

Gambar 1. Numerical Rating Scale…………………………………...………….31

Gambar 2. Faces Scale…………………………………………………………...32

xi
DAFTAR SKEMA

Hal

Skema 1. Kerangka Teori………………………………………………………...36

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Hasil Uji Plagiat…………………………………………………….58

Lampiran 2. Rencana Kegiatan Penelitian……………………………………….59

Lampiran 3. Informed Consent………………………………………………......60

Lampiran 4. Lembar Wawancara Penelitian…………………………………......61

Lampiran 5. Lembar Observasi………………………………………………......64

Lampiran 6. SOP Kompres Hangat……………………………………………....65

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ACE= Angiotensin Converting Enzyme

ADL= Activity Daily Living

NRS= Numerical Rating Scale

RAAS= Renin Angitensin Aldosteron System

VDS= Verbal Descriptor Scale

WHO= World Health Organization

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang menyebabkan

tekanan darah meningkat diatas nilai normal atau tekanan darah ≥140/90

mmHg (Kemenkes RI, 2014). Hipertensi merupakan suatu keadaan yang

ditandai beberapa gejala, dimana tekanan yang abnormal dapat

menyebabkan risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan (Nur Farida, 2012).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan

sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menderita hipertensi. WHO

menyebutkan negara ekonomi yang berkembang memiliki penderita

hipertensi sebesar 40%, sedangkan negara maju hanya 35%, kawasan

Afrika bearada pada posisi tertinggi penderita hipertensi sebesar 40%.

Kawasan Amerika sebesar 35% dan Asia Tenggara sebesar 36%. Dari

seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut, 45% nya

disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu 17.7 juta dari

39,5 juta kematian (WHO, 2015).

Secara global prevalensi tertinggi peningkatan tekanan darah terjadi

pada usia ≥18 tahun, pada tahun 2014 terdapat di Afrika sebesar 30%. Di

bagian Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dengan

prevalensi hipertensi sebesar 24% setelah Bhutan (27,7%), Timor Leste

(26%), Nepal (25,9%), India (25,9%) dan Bangladesh (25,1%) (WHO,

1
2

2015). Angka kematian penyebab hipertensi di Asia telah membunuh

sekitar 1,5 juta orang tiap tahunnya (WHO, 2015).

Dibandingkan dengan Riskesdas 2013, prevalensi penderita

hipertensi di Indonesia pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen

mengalami peningkatan yaitu sekitar 9,7% dalam kurun waktu 5 tahun.

Riskesdas 2018 menyatakan estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia

sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat

hipertensi sebesar 427.218 orang. Kejadian hipertensi berdasarkan usia,

yaitu pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di

Kalimantan Selatan (44.1%), dan terendah di Papua sebesar (22,2%).

Kejadian hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%),

umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%), umur 65-74 tahun

(63,2%), umur 75+ tahun (69,5%) (Riskesdas, 2018).

Persentase penderita hipertensi di provinsi di Indonesia tahun 2016

tertinggi di provinsi Jawa Barat sebanyak 65.5%, Jawa Tengah sebanyak

61.6%, dan Banten sebanyak 60.1% (Kemenkes RI, 2016). Sedangkan

prevalensi kejadian hipertensi penduduk ≥18 tahun menurut jenis kelamin,

dan kecamatan provinsi DKI Jakarta tahun 2017 Jakarta Pusat sebanyak

64.94%, Jakarta Utara sebanyak 30.83%, Jakarta Barat sebanyak 43.22%

(Profil Kesehatan DKI Jakarta, 2017).

Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit

jantung, gagal jantung kongestif, stroke gangguan penglihatan dan

penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan berpengaruh pada


3

semua sistem organ dan bisa memperpendek harapan hidup sebesar 10-20

tahun. Pada pasien hipertensi akan menimbulkan komplikasi ke beberapa

organ vital. Penyebab kematian yang paling sering terjadi akibat hipertensi

adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal

(Nuraini, 2015).

Adapun tanda dan gejala yang muncul seperti pusing, sakit kepala,

tengkuk terasa pegal, mudah marah, sulit bernapas, pandangan kabur, dan

lain-lain. Pada umumnya ketika seseorang yang menderita hipertensi akan

muncul tanda dan gejala yaitu salah satu tengguk terasa pegal (Siti

Fadillah, 2019).

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang sudah terjadi maupun sedang terjadi diakibatkan

kerusakan jaringan (Samuel, 2018). Tengkuk terasa pegal atau kaku pada

otot tengkuk diakibatkan karena terjadi peningkatan tekanan dinding

pembuluh darah di bagian daerah leher sehingga aliran darah menjadi

tidak lancar, sehingga metabolisme di daerah leher menjadi kekurangan

O2 dan menyebabkan nutrisi tertimbun dan menimbulkan peradangan

pada daerah perlekatan otot dan tulang sehingga muncul rasa nyeri (Siti

Rohimah, 2015).

Pada umumnya penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi dua, yaitu

dengan pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Pendekatan

farmakologis dilakukan dengan cara memberikan golongan obat analgesik.


4

Sedangkan penatalaksanaan non-farmakologis yaitu dengan menggunakan

kompres hangat, teknik relaksasi dan distraksi (Potter & Perry, 2010).

Kompres hangat yaitu salah satu penatalaksanaan nyeri dengan

memberikan energi panas melalui konduksi, dimana panas dapat

menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan meningkatkan

relaksasi pada otot. Sehingga meningkatkan sirkulasi dan menambah

pemasukan oksigen, serta nutrisi ke jaringan (Potter & Perry, 2010).

Penggunaan kompres hangat atau panas untuk area yang tegang dan

nyeri dianggap mampu meredakan nyeri. Panas dapat mengurangi spasme

otot disebabkan oleh iskemia neuron yang memblok transmisi lanjut

rangsangan nyeri sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan

peningkatan aliran darah di daerah yang diberikan (Siti Rohimah, 2015).

Hasil penelitian Siti Fadillah (2019) tentang pengaruh kompres

hangat terhadap nyeri leher pada penderita hipertensi esensial. Pada saat

pre test sebanyak 12 responden (60%) mengalami nyeri sedang dan 8

responden (40%) mengalami nyeri ringan. Setelah diberikan kompres

hangat post test mengalami penurunan nyeri sebanyak 17 responden (85%)

nyeri ringan dan 3 responden (15%) nyeri sedang. Dapat disimpulkan

bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap nyeri leher.

Pada penelitian kedua menurut Widyastuti (2012) tentang pengaruh

kompres hangat. Didapatkan skala nyeri pre test sebanyak 20 responden

mengalami nyeri sedang, setelah diberikan kompres hangat diperoleh skala


5

nyeri post test mayoritas responden mengalami nyeri ringan. Hal ini

menunjukkan ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap nyeri.

Penelitian ketiga menurut Rohimah dan Eli (2015). Dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap

nyeri leher. Dari 20 responden mengalami penurunan nyeri sebanyak 17

responden (85%) mengalami nyeri ringan dan 3 responden (15%)

mengalami nyeri sedang.

Dalam upaya menurunkan intensitas nyeri leher pada penderita

hipertensi maka diperlukan peran perawat sebagai pemberi asuhan

keperawatan peran ini dilakukan dengan cara memberikan kompres hangat

untuk menurunkan nyeri leher. Sehingga nyeri berkurang setelah diberikan

melalui tindakan pemberian kompres hangat.

Berdasarkan uraian diatas melihat angka kejadian hipertensi,

kemudian di dukung dari berbagai jurnal yang terkait dengan pemberian

kompres hangat maka peneliti tertarik untuk mengembangkan SOP

pengaruh teknik kompres hangat pada leher terhadap penurunan nyeri

pada pasien hipertensi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan angka kejadian penderita hipertensi mayoritas terjadi

di negara berkembang salah satunya yaitu Indonesia khususnya di DKI

Jakarta. Salah satu tanda dan gejala pada penderita hipertensi yaitu

tengkuk terasa pegal, karena diakibatkan oleh peningkatan pembuluh

darah pada dinding leher sehingga kekurangan O2 dan timbul nyeri pada
6

leher. Salah satu terapi non farmakologi adalah stimulus kutaneus yaitu

kompres hangat. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Pentingnya

pengaruh teknik kompres hangat pada leher terhadap penurunan nyeri

pada pasien hipertensi”.

C. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Penulisan ini bertujuan untuk mengembangkan SOP pengaruh

teknik kompres hangat pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien

hipertensi.

b. Tujuan Khusus

a. Mengembangkan SOP pengaruh teknik kompres hangat pada leher

terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi.

b. Memberikan gambaran SOP pengaruh teknik kompres hangat pada

leher terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Dari penulisan ini dapat mengetahui, menginformasikan, dan

membiasakan mengenai penerapan SOP pengaruh teknik kompres

hangat pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi.


7

2. Bagi Perkembangan Teknologi Ilmu Keperawatan

a. Sebagai acuan atau panduan dalam memberikan kompres hangat

pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi saat

pengambilan data penelitian.

b. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan penelitian

pada masa yang akan datang dalam rangka peningkatan ilmu

pengetahuan dan teknologi keperawatan tentang pengaruh teknik

kompres hangat pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien

hipertensi.

3. Bagi Peneliti

Dengan KTI ini penelitian mendapatkan pengalaman

mengembangkan SOP pengaruh teknik kompres hangat pada leher

terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Keperawatan Medikal Bedah

a. Definsi Keperawatan Medikal Bedah

Keperawatan Medikal Bedah merupakan pelayanan profesional

yang berdasarkan Ilmu dan teknik berbentuk pelayanan bio-psiko-

sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan pada orang dewasa

dengan atau cenderung mengalami gangguan fisiologi atau tanpa

gangguan struktur akibat trauma. Pelayanan keperawatan berupa

bantuan yang diberikan dengan alasan: kelemahan fisik, mental,

masalah psikososial, keterbatasan pengetahuan, dan

ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara

mandiri akibat gangguan patofisiologis (CHS, 1992 dalam Dinny,

2015).

b. Ruang Lingkup Keperawatan Medikal Bedah

Menurut Meilita (2016) lingkup praktek keperawatan medikal

bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien dewasa

yang mengalami gangguan fisiologis baik yang nyata atau

terprediksi mengalami gangguan baik karena adanya penyakit,

trauma atau kecacatan. Asuhan keperawatan meliputi perlakuan

terhadap individu untuk:

8
9

1) Memperoleh kenyamanan

2) Membantu individu dalam meningkatkan dan mempertahankan

kondisi sehatnya

3) Melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi kondisi berkaitan

dengan penyakit

4) Mengupayakan pemulihan sampai klien dapat mencapai kapasitas

produktif tertingginya

5) Membantu klien menghadapi kematian secara martabat.

c. Peran Perawat Medikal Bedah

Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012)

perawat mempunyai peran dan fungsi sebagai berikut:

1) Care giver

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat

dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan

dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga

dapat ditentukan diagnosis keperawatan (Erwin, 2018).

2) Advocat

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan

keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari

pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam

pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan (Erwin,

2018).
10

3) Educator

Untuk meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku

klien dalam mengatasi kesehatannya (Erwin, 2018).

4) Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan

serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan

sehingga pemberian kesehatan terarah sesuai kebutuhan klien

(Erwin, 2018).

5) Kolaborasi

Perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari

dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya

mengidentifikasi pelayanan kesehatan atau tukar pendapat dalam

penentuan pelayanan selanjutnya (Erwin, 2018).

6) Konseling

Peran sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau

tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan (Erwin, 2018).

7) Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan

terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan kesehatan

(Erwin, 2018).
11

8) Pengambilan keputusan etik

Peran ini perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang

lebih 24 jam selalu disamping pasien. Maka perawat berhak

mengambil keputusan untuk tindakan pelayanan keperawatan

(Hidayat, 2012).

2. Konsep Hipertensi

a. Definisi Hipertensi

Hipertensi yaitu tekanan darah yang nilai sistoliknya lebih dari

140 mmHg dan diastoliknya lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah

manusia bisa berubah turun naik sepanjang hari. Tekanan darah

tinggi akan menjadi masalah bila tekanan darah tersebut persisten.

Tekanan darah tinggi membuat sistem sirkulasi dan organ yang

mendapatkan suplai darah termasuk jantung dan otak akan menjadi

tegang (Manuntung, 2018).

Menurut WHO (2013) seseorang dikatakan hipertensi apabila

hasil tekanan darah bagian sistolik sama atau lebih dari 140 mmHg,

atau tekanan diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg.

Menurut Triyanto (2014) hipertensi adalah tekanan darah diatas

normal, tekanan darah sistolik 140 mmHg yang menunjukkan

keadaan dimana darah sedang di pompa oleh jantung sedangkan

diastolik 90 mmHg menunjukkan keadaan darah kembali ke jantung.


12

b. Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO, tekanan darah normal jika sistolik ≤140mmHg

dan diastolik ≤90 mmHg. Jika antara 140-160 mmHg dan diastolik

antara 90-95 mmHg disebut border line hypertension seseorang

harus waspada memiliki kecenderungan kuat menderita hipertensi.

Jika seseorang memiliki sistolik ≥160 mmHg diastolik ≥95 mmHg,

menderita hipertensi. Berikut ini klasifikasi tekanan darah orang

dewasa usia >18 tahun.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal <120 >80

Normal <130 >85

High Normal 130-139 85-89

Hipertensi

Stage 1 (mild) 140-159 90-99

Stage 2 (moderate) 160-179 100-109

Stage 3 (severe) ≥180 ≥110

c. Etiologi dan Faktor Risiko Hipertensi

Menurut Aspiani (2014) penyebab hipertensi dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1) Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer


13

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang dapat

mempengaruhi yaitu: genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat

badan, dan gaya hidup.

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi yang diketahui penyebab yang jelas. Contohnya adalah

hipertensi vaskular rena, yang terjadi akibat stenosi arteri renalis.

Kelainan ini bersifat kongenital atau akibat dari aterosklerosis.

d. Faktor Risiko Hipertensi

Menurut Fauzi (2014) hipertensi memiliki faktor risiko antara lain:

1) Tidak dapat diubah

a) Keturunan. Jika salah satu orang tua ataupun saudara yang

memiliki penderita hipertensi maka dugaan hipertensi menjadi

lebih besar.

b) Usia. Semakin bertambahnya usia semakin besar risiko

menderita hipertensi. Hal ini diakibatkan oleh regulasi hormon

yang beda.

2) Dapat diubah

a) Konsumsi garam. Terlalu banyak sering konsumsi garam bisa

menyebabkan tubuh menahan cairan yang bisa membuat

tekanan darah menjadi meningkat.

b) Kolesterol. Kandungan lemak berlebih di dalam darah dapat

menyebabkan kolesterol dan menimbun pada dinding


14

pembuluh darah, mengakibatkan pembuluh darah menyempit,

dan akan mengakibatkan tekanan darah.

c) Kafein. Setiap cangkir kopi mengandung sekitar 75-200 mg

kafein, yang memicu peningkatan tekanan darah 5-10 mmHg.

d) Alkohol. Alkohol membuat kerusakan pada jantung dan

pembuluh darah. Dan bisa menyebabkan tekanan darah

menjadi meningkat.

e) Obesitas. Orang yang memiliki berat badan diatas 30% berat

badan ideal, akan memiliki peluang lebih besar untuk terkena

hipertensi.

f) Kurang olahraga. Kurang olahraga atau kurang gerak bisa

menyebabkan tekanan darah jadi meningkat. Olahraga secara

rutin mampu menurunkan tekanan darah tinggi tetapi tidak

disarankan untuk melakukan olahraga berat.

g) Stress. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap peningkatakan

tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress telah berlalu

maka tekanan darah pun akan kembali normal.

h) Kebiasaan merokok. Kandungan dalam rokok salah satunya

nikotin mampu merangsang pelepasan katekolamin,

meningkatnya katekolamin mengakibatkan iritabilitas

miokardial, peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan

vasokonstriksi pada akhirnya menyebabkan tekanan darah

menjadi tinggi.
15

i) Penggunaan kontrsepsi. Melalui mekanisme renin-aldosteron-

mediate volume expansion. Penghentian penggunaan

kontrasepsi hormonal, dapat mengembalikan tekanan darah

menjadi normal kembali.

e. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah yang dipengaruhi volume sekuncup dan total

peripheral resistance bisa menyebabkan hipertensi, apabila salah

satunya tidak terkompensasi. Tubuh manusia mempunyai sistem

yang berfungsi untuk mencegah perubahan tekanan darah yang

disebabkan karena gangguan sirkulasi dan dapat mempertahankan

stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem ini sangat

kompleks. Pengendalian ini dimulai dari sistem reaksi yang cepat

seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks

kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari

atrium, dan arteri pulmonalis pada otot polos. Sedangkan pada

pengendalian sistem reaksi lambat yaitu melalui perpindahan cairan

diantara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh

hormon angiotensin dan vasopresin. Setelah itu dilanjutkan pada

sistem poten dalam jangka panjang akan dipertahankan oleh sistem

pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ

(Nuraini, 2015).
16

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah bermula dari

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I

converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting

untuk mengatur tekanan darah. Darah yang di produksi di hati

mengandung angiotensinogen. Selanjutnya diproduksi oleh hormon

renin (diproduksi oleh ginjal) dan diubah menjadi angiotensin I.

Sedangkan ACE yang ada di paru-paru akan mengubah angiotensin I

menjadi angiotensin II. Sehingga angiotensin II ini yang akan

membuat tekanan darah menjadi meningkat melalui 2 aksi utama

(Nuraini, 2015).

Aksi pertama dimana sekresi dari hormon antidiuretik (ADH)

meningkat sehingga menimbulkan rasa haus. Sedangkan di

hipotalamus (kelenjar pituitari) ADH diproduksi dan bekerja di

ginjal berfungsi untuk mengatur volume pengeluaran urine.

Diakibatkan meningkatnya ADH, sehingga urin yang diekskresikan

ke luar tubuh (antidiuresis) sangat sedikit, membuat pekat dan

osmolalitas menjadi tinggi. Untuk mengencerkan, volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan yaitu dengan cara menarik cairan

dari bagian intraseluler. Mengakibatkan volume darah meningkat

dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan tekanan darah

(Nuraini,2015).
17

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks

adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang mempunyai

peran penting di ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,

aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara

mengabsorpsinya dari tubulus ginjal. NaCl akan meningkat dan akan

diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang dapat meningkatkan tekanan darah Nuraini

(2015).

Manifestasi klinis hipertensi yang terjadi menurut (Elizabeth J.

Corwin, 2001) disertai mual dan muntah diakibatkan tekanan darah

intrakranium meningkat, akibat dari kerusakan retina membuat

penglihatan kabur, akibat kerusakan dari susunan saraf membuat

ayunan langkah tidak seimbang, terjadi peningkatan urinasi pada

malam hari (nokturia) karena aliran darah di ginjal dan filtrasi

glomerolus mengalami peningkatan di alirah darah, tekanan kapiler

meningkat menyebabkan edema. Kerusakan pada pembuluh darah

otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien

sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia ataupun

gangguan penglihatan. Gejala lain yang banyak ditemukan adalah

epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat dibagian

tengkuk, sulit tidur, dan mata berkunang-kunang.


18

f. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Saiful Nurhidayat (2015) pemeriksaan penunjang

pada penderita hipertensi:

1) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

2) Pemeriksaan retina

3) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan

4) organ seperti ginjal dan jantung

5) EKG untuk mengetahui adanya hipertropi ventrikel kiri

6) Pemeriksaan urin (urinalisa) untuk mengetahui protein dalam

urin, darah, dan glukosa

7) Pemeriksaan: renogram, pielogram arteriogram renal,

pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan kadar urin

8) Foto dada dan CT scan.

g. Komplikasi Hipertensi

1) Stroke

Stroke merupakan kerusakan pada bagian otak dan bisa

diakibatkan oleh penderita hipertensi. Stroke terjadi karena

perdarahan di otak, tekanan intra kranial yang meninggi, atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang

terpajan tekanan tinggi (Nuraini, 2015).

2) Ginjal

Penyakit ginjal kronik terjadi karena kerusakan progresif

yang diakibatkan karena tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal


19

dan glomerulus yang akhirnya membuat darah mengalir ke unit

fungsional ginjal, menyebabkan terganggunya nefron sehingga

menyebabkan hipoksia serta kematian ginjal. Rusaknya membran

glomerolus menyebabkan protein keluar melalui urine sehingga

menjadi edema karena dari kurangnya tekanan osmotik koloid

plasma (Nuraini, 2015).

3) Kardiovaskular

Infark miokard menyebabkan arteri koroner mengalami

arterosklerosis atau pembentukan trombus yang dapat membuat

aliran darah menjadi terhambat, sehingga miokardium tidak

mendapat suplai O2 (Depkes RI, 2013).

4) Retinopati

Penderita hipertensi bisa menyebabkan kerusakan pembuluh

darah bagian retina. Semakin tinggi tekanan darah maka semakin

berat kerusakan yang terjadi. Kelainan lain adalah iskemia optik

neuropati akibat aliran darah yang buruk, vena retina yang

disebabkan oleh aliran darah yang tersumbat pada arteri dan vena

retina. Penderita retinopati awalnya tidak menunjukkan gejala,

sehingga pada akhirnya menjadi buta pada stadium akhir.

h. Penatalaksanaan Hipertensi

1) Penatalaksanaan Medis

Terapi farmakologi menjadi hal yang utama bagi penderita

hipertensi. Obat-obatan anti hipertensi yang sering digunakan


20

dalam pegobatan, yaitu obat-obatan golongan diuretik, beta

bloker, antagonis kalsium, dan penghambat konfersi enzim

angiotensi.

a) Diuretik merupakan golongan obat yang mampu merangsang

pengeluaran air dan garam. Sehingga terjadi penurunan jumlah

cairan di pembuluh darah dan mampu menurunkan tekanan

pada dinding pembuluh darah rah dan menurunkan tekanan

pada dinding pembuluh darah.

b) β-bloker mampu mengurangi kecepatan jantung dalam

memompa darah dan dapat mengurangi jumlah darah yang

akan dipompa oleh jantung.

c) ACE-inhibitor dapat mencegah dinding pembuluh darah yang

mengalami penyempitan sehingga mampu menurunkan

tekanan darah ah.

d) Ca bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dan

merelaksasikan pembuluh darah.

2) Penatalaksanaan Non-Medis

Terapi non-farmakologis untuk menangani hipertensi

menurut (Rita Suhadi, et al., 2016) yaitu:

a) Menurunkan berat badan. Obesitas memiliki hubungan kuat

terhadap peningkatan resiko hipertensi, terutama obesitas

abdominal. Obesitas meningkatkan aktivitas simpatetis,

resistensi insulin, konsentrasi asam lemak bebas dan leptin,


21

mengganggu system renin-angitensin-aldosteron (RAAS).

Pengurangan berat badan sekitar 10kg berat badan dapat

menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg/kg BB.

b) Restriksi garam. Peningkatan konsumsi garam dapat

meningkatkan aktivitas simpatis sehingga terjadi peningkataan

volume cairan ekstrasel dan resistensi vaskuler. Aspuan garam

sehari-hari disarankan 5-6 gram/hari.

c) Meningkatkan aktivitas fisik. Pasien hipertensi disarankan

untuk melakukan aktivitas rutin yaitu sekitar 30 menit/hari

dengan aktivitas moderat (jalan, jogging, bersepeda, atau

berenang) selama 5-7 hari/minggu.

d) Stres emosional berpengaruh terhadap peningkatan tekanan

darah. Semakin setres tekanan darah semakin tinggi. Oleh

karena itu salah satu cara untuk menurunkan tekanan darah

adalah dengan mengelola stress.

e) Mengurangi atau berhenti merokok. Merokok dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah secara akut setelah

merokok 1 batang rokok selama 15 menit. Merokok akan

menstimulasi simpatis, peningkatan katekolamin dan merusak

barorefleks sehingga tekanan darah akan meningkat.

f) Meningkatkan konsumsi sayur, buah, makanan rendah lemak

dan tipe diet lain. Pasien hipertensi disarankan untuk

mengkonsumsi sayuran, produk rendah lemah, serat, protein


22

dari tanaman, mengurangi konsumsi lemak tersaturasi dan

kolesterol. Buah segar juga direkomendasikan walaupun perlu

perhatian khusus bagi pasien obesitas karena beberapa buah

terdapat kandungan karbohidrat yang tinggi.

3. Konsep Nyeri

a. Definisi Nyeri

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan

potensial (Mohammad, 2012 dalam Lestari, 2014).

1) Mekanisme Nyeri Leher pada Penderita Hipertensi

Nyeri leher adalah tengkuk terasa pegal atau kekakuan pada otot

tengkuk diakibatkan karena terjadi peningkatan tekanan pada

dinding pembuluh darah di daerah leher sehingga aliran darah

menjadi tidak lancar, dan hasil akhir dari metabolisme di daerah

leher akibat kekurangan O2 dan nutrisi tertimbun dan

menimbulkan peradangan pada daerah perlekatan otot dan tulang

sehingga muncul rasa nyeri.

2) Gejala Nyeri Leher

Gejala-gejala nyeri leher antara lain terasa sakit di daerah leher

dan kaku, nyeri otot-otot leher yang terdapat di leher, sakit kepala

dan migraine. Nyeri leher akan cenderung merasa seperti


23

terbakar. Nyeri bisa menjalar ke bahu, lengan, dan tangan dengan

keluhan terasa baal atau seperti ditusuk jarum.

b. Klasifikasi Nyeri

1) Nyeri Akut

Nyeri akut adalah biasanya terjadi sesudah mengalami cedera

akut, penyakit, atau intervensi pembedahan. Intensitas bervariasi

dari ringan sampai berat (Andarmoyo, 2013). Nyeri akut

berdurasi singkat dan berlangsung ≤6 bulan dan akan menghilang

dengan waktu singkat walau tanpa pengobatan (Prasetyo, 2010).

2) Nyeri Kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang waktu periode (Muttaqin, 2011). Periode nyeri kronik

biasanya berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih

(Handayani, 2015).

c. Sifat Nyeri

Handayani (2015) menyebutkan bahwa nyeri ini digolongkan

menjadi tiga, yaitu:

1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang.

2) Steady pain,yaitu nyeri yang ditimbulkan dan menetap serta

dirasakan dalam waktu lama.


24

3) Paroximal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintesitas tinggi dan

kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu

menghilang kemudian muncul lagi.

d. Faktor-Faktor Mempengaruhi Nyeri

Menurut Judha (2012), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri adalah sebagai berikut:

1) Usia

Usia merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi nyeri,

khususnya pada anak-anak dan lansia. Akan menimbulkan

perbedaan dalam bereaksi terhadap nyeri. Pada anak-anak

biasanya mengalami kesulitan dalam memahami nyeri dan

menganggap apa yang dilakukan oleh perawat dapat

menimbulkan nyeri. Sedangkan pada dewasa akan

mendeskripsikan nyeri ketika sudah patologis atau terjadi

kerusakan fungsi (Farida, 2010).

2) Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna

dalam berespon terhadap nyeri. Ada beberapa kebudayaan yang

mempengaruhi jenis kelamin misalnya mengangap bahwa seorang

anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan

anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama.


25

3) Kebudayaan

Keyakinanan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Beberapa kebudayaan yakin bahwa

memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah sedangkan

kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup

(introvert).

4) Makna nyeri

Individu akan mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda.

Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin akan

mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang

mengalami nyeri akibat cedera karena dipukul suaminya.

5) Perhatian

Tingkat seseorang untuk memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya

pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun.

6) Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan suatu perasaan ansietas.


26

7) Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai

kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih

berat lagi.

8) Pengalaman Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Jika individu sejak

lama mengalami serangkaian episode nyeri yang tidak pernah

sembuh atau menderita nyeri yang berat maka cemas akan

muncul.

9) Gaya Koping

Gaya koping mempengaruhi kemampuan individu tersebut untuk

mengatasi nyeri, dengan berbagai cara sehingga efek fisik dan

psikologis dapat dihindari atau hilang.

10) Dukungan Keluarga dan Sosial

Faktor yang bermakna mempengaruhi respons nyeri ialah

kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap

mereka terhadap klien.

e. Tanda dan Gejala Nyeri

Tanda dan gejala nyeri yang mengalami nyeri akan didapatkan

respon psikologis menurut Judha (2012):

1) Suara: menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas


27

2) Ekspresi wajah: meringis, mengigit lidah, mengatupkan gigi, dahi

berkerut, tertutup rapat/membuka mata atau mulut, menggigit

bibir.

3) Pergerakan tubuh: kegelisahan, mondar-mandir, gerakan

menggosok atau berirama, gerakan melindungi bagian tubuh,

imobilisasi, dan otot tegang.

4) Interaksi sosial: menghindari percakapan dan kontak sosial,

berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu.

f. Penatalaksanaan Nyeri

1) Farmakoterapi

a) Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)

Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi

non steroid (NSAID) seperti ibuprofen, naproxen dan

diclofenac. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesik,

dan antipiretik, sementara asetaminofen hanya memiliki efek

analgesik dan antipiretik. Obat-obatan ini meredakan nyeri

dengan bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan

menurunkan tingkat mediator inflamasi serta mengganggu

produksi prostaglandin di tempat cedera, khususnya pada

kondisi gangguan muskuloskeletal (Kozier, et al., 2010).

b) Analgesik Opioid

Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan

kodein. Analgesik opoid mampu meredakan nyeri dan


28

memberi rasa euphoria lebih besar dengan mengikat resptor

opiat kemudian mengaktivasi endogen yang penyebabnya dari

dalam tubuh, penekan nyeri dalam susunan saraf pusat.

(Kozier, et al., 2010). Obat-obatan ini bekerja dengan cara

meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam

menurunkan nyeri yang dialami seseorang.

2) Non-Farmakoterapi

Menurut (Kemenkes RI, 2018) cara menghilangkan nyeri adalah:

a) Tekhnik relaksasi

Teknik relaksasi merupakan salah satu terapi nonfarmakologis

yang digunakan dalam penatalaksanaan nyeri. Relaksasi

merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental

maupun fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat

meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2013).

b) Terapi pengalihan (distraksi)

Teknik distraksi adalah suatu proses pengalihan dari fokus atau

perhatian pada nyeri ke stimulus yang lain. Distraksi dapat

dibagi menjadi empat yaitu distraksi visual (membaca atau

menonton televisi, menonton pertandingan, imajinasi

terbimbing), distraksi auditor (humor mendengarkan musik),

distraksi taktil (pernafasan lambat, beirama, massase/pijat,

memegang hal yang disukai), distraksi intelektual (teka teki

silang, permainan kartu, hobi) (Kozier, 2010).


29

c) Hipnosis diri

Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyerimelalui

pengaruh sugesti positif. Hipnosis diri menggunakan sugesti

diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai (Taylor,

2011).

d) Stimulus kutaneus

Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk

menghilangkan nyeri, seperti masase, mandi air hangat,

kompres hangat atau dingin dan stimulasi saraf

elektriktranskutan (TENS) (Perry & Potter, 2009).

g. Penilaian Nyeri

1) Intesitas nyeri

Intensitas nyeri ini mencangkup seberapa berat nyeri yang

dirasakan oleh klien. Tingkatan nyeri yang dirasakan dengan

menggunakan skala nyeri. Misalnya: tidak nyeri, nyeri sedikit,

nyeri sedang, atau dengan menggunakan angka (skala), skala

nyeri 1-10. Dimana 0 berarti tidak nyeri dan 10 berarti nyeri

hebat (Siti Fadillah, 2019).

2) Karakteristik Nyeri

Karakteristik nyeri dapat dilihat dengan metode PQRST menurut

Arif Muttaqin (2011) yaitu:

a) Provoking Incident (P)


30

Pengkajian untuk mengidentifikasi faktor yang menjadi

predisposisi nyeri.

b) Quality of Pain (Q)

Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan

secara subyektif. Karena sebagian besar deskripsi sifat dari

nyeri sulit ditafsirkan.

c) Region (R)

Pengkajian untuk mengidentifikasi letak nyeri secara tepat,

adanya radiasi dan penyebabnya.

d) Severity (S)

Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan pasien. Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan

skala nyeri dan pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu

keluhan nyeri bersifat subyektif.

e) Time (T)

Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung,

kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang

hari.

3) Skala Pengukuran Nyeri

a) Skala Nyeri Deskriptif

Skala nyeri deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri secara objektif. Skala ini juga disebut skala


31

deskripsi verbal atau Verbal Descriptor Scale (VDS) yang

terdiri 3 sampai 5 kata yang tersusun dengan jarak disepanjang

garis. Pendeskripsian ini mulai dari “tidak terasa nyeri” hingga

“nyeri tak tertahankan” dan pasien diminta untuk menunjukkan

keadaan yang sesuai dengan keadaan nyeri saat itu (Mubarak

et al., 2015).

b) Numerical Rating Scale (NRS) (Skala numerik angka)

NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai perubahan

pada skala nyeri, dan juga menilai respon turunnya nyeri

pasien terhadap terapi yang diberikan (Mubarak et al., 2015).

Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 – 10

(Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015):

(1) Skala 0 : Tanpa nyeri

(2) Skala 1-3 : Nyeri ringan

(3) Skala 4-6 : Nyeri sedang

(4) Skala 7-9 : Nyeri berat

(5) Skala 10 : Nyeri sangat berat

Gambar 1. Numerical Rating Scale


32

c) Faces Scale (Skala Wajah)

Pasien disuruh melihat skala gambar wajah. Gambar pertama

tidak nyeri, kedua sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan

gambar paling akhir, adalah orang dengan ekpresi nyeri yang

sangat berat. Setelah itu, pasien disuruh menunjuk gambar

yang cocok dengan nyerinya. Metode ini digunakan untuk

pediatri, tetapi juga dapat digunakan pada geriatri dengan

gangguan kognitif (Mubarak et al., 2015).

Gambar 2. Faces Scale

4. Konsep Kompres Hangat

a. Definisi Kompres Hangat

Kompres hangat dapat memberikan rasa hangat pada klien dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada

bagian tubuh yang memerlukannya. Kompres hangat adalah suatu

metode dalam penggunaan suhu hangat setempat yang dapat

menimbulkan beberapa efek fisiologis (Perry & Potter, 2014).

b. Tujuan Kompres Hangat

Menurut Hidayat (2015) tujuan kompres hangat adalah:

1) Memperlancar sirkulasi darah

2) Mengurangi rasa sakit


33

3) Memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien

4) Memperlancar pengeluaran eksudat

5) Merangsang peristaltik usus

6) Merelaksasi otot yang tegang

7) Meningkatkan kontraktilitas.

c. Manfaat Kompres Hangat

Menurut Fauziyah (2013) kompres hangat adalah memberikan rasa

hangat kepada pasien untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan

cairan yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan

meningkatkan aliran darah lokal. Energi panas yang didapat melalui

konduksi, dapat menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh

darah), sehingga meningkatkan relaksasi otot dan dapat

meningkatkan sirkulasi darah dan menambah pemasukan oksigen,

serta nutrisi ke jaringan (Potter & Perry, 2014).

Secara anatomis, dileher terdapat banyak pembuluh darah arteri dan

arteriol yang menuju ke otak (Snell, 2012). Akibat yang ditimbulkan

dari kompres hangat dapat melebarkan pembuluh darah arteriol,

sehingga terjadi penurunan resistensi, peningkatan pemasukan O2,

dan menurunkan kontraksi otot polos pada pembuluh darah.

d. Prosedur Kompres Hangat

Menurut (Prihandini, 2019, Amin, 2014, Dody, 2014) langkah-

langkah dilakukan kompres hangat adalah sebagai berikut:

1) Persiapan alat dan bahan


34

a) Botol yang berisi air panas (suhu 45-50⁰C)

b) Thermometer

c) Kain pembungkus.

2) Prosedur pelaksanaan

a) Fase orientasi

(1) Memberi salam menggunakan komunikasi terapeutik

(2) Memperkenalkan diri

(3) Menjelaskan mengenai tujuan dan prosedur yang akan

dilakukan

(4) Melakukan kontrak waktu

(5) Memberikan lembar informed consent

(6) Melakukan wawancara

(7) Memberikan lembar observasi skala nyeri menggunakan

NRS

b) Fase kerja

(1) Menyiapkan alat dan bahan

(2) Mencuci tangan

(3) Pasien dipersilakan untuk memilih posisi yang nyaman

atau yang diinginkan selama intervensi, bisa tidur

tengkurap atau duduk

(4) Isi botol yang berisi air panas dengan suhu 45-50℃

(5) Tutup botol yang telah diisi air panas, kemudian keringkan

(6) Masukkan botol ke dalam kain pembungkus


35

(7) Tempatkan botol yang telah dibungkus oleh kain di daerah

yang akan dikompres

(8) Angkat botol setelah 30 menit

c) Fase terminasi

(1) Evaluasi setelah tindakan diberikan

(2) Pendokumentasian.

B. Kerangka Konseptual

Menurut Ahmad dan Nur (2017) kerangka teori adalah garis besar

atau rancangan seperangkat konsep sistematis yang saling berhubungan

dan berkaitan erat yang membentuk pandangan tentang suatu masalah

yang menjadi pegangan pokok peneliti untuk memprediksi jawaban atau

permasalahan penelitian.
36

Tanda dan gejala


Hipertensi:

Hipertensi 1. Pusing
Alat ukur yang
digunakan: 2. Sakit kepala
Nyeri leher 3. Tengkuk
Tengkukterasa
terasapegal
pegal
1. Numerical Rating
Scale (NRS) 4. Mudah marah
5. Sulit bernapas

6. Pandangan kabur.

Ringan Sedang Berat

Penatalaksanaan nyeri
1. Farmakoterapi
a. Analgesik Non opioid/Perifer
b. Analgesik Opioid Analgesik
Masase, Mandi Air Hangat, Stimulasi
2. Non-Farmakoterapi Saraf elektriktranskutan (TENS), dan
a. Stimulus Kutaneus Kompres Hangat atau dingin

b. Tekhnik distraksi
c. Hipnosis diri Literature Review
Pengaruh Teknik Kompres Hangat Pada
d. Tekhnik relaksasi
Leher Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Hipertensi

Pengembangan Standart Operational


Procedure (SOP) Pengaruh Teknik
Kompres Hangat Pada Leher Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Pasien Hipertensi

Sumber: Fadilla 2019, Kozier 2010, Kemenkes RI 2018


Skema 1. Kerangka Teori
BAB III
METODELOGI

A. Metodelogi

Metodologi yang digunakan dalam pengembangan SOP pengaruh

teknik kompres hangat pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien

hipertensi ini adalah literature review. Literature review pada penulisan ini

digunakan untuk identifikasi langkah-langkah yang tepat dalam

menangani masalah keperawatan nyeri pada leher penderita hipertensi

dengan memberikan kompres hangat.

Menurut Uus (2019) literature review adalah teknik pengumpulan

data untuk mencari sumber sebagai referensi terkait dengan penelitian

sumber yang didapat seperti buku, karya tulis, catatan kuliah, serta

beberapa sumber lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

Tujuan literature review untuk mendapatkan landasan teori yang bisa

mendukung pemecahan masalah yang diteliti. Teori yang merupakan

langkah awal agar penliti dapat lebih memahami permasalahan yang

diteliti sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah (Zulianti dan Nuliana,

2019).

Langkah-langkah literature review menurut (Zulianti dan Nuliana,

2019) yaitu:

1. Formulasi permasalahan. Pilihlah topik yang sesuai dengan isu dan

interest. Permasalahan harus ditulis dengan lengkap dan tepat.

37
38

2. Cari literature. Temukan literature yang relevan dengan penelitian.

Langkah dapat membantu untuk mendapatkan gambaran dari suatu

topik penelitian. Sumber-sumber penelitian tersebut akan membantu

jika didukung dengan pengetahuan tentang topik yang akan dikaji.

Karena sumber tersebut akan memberikan berbagai macam gambaran

tentang ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu.

3. Evaluasi data. Lihat pada kontribusinya terhadap topik yang akan

dibahas. Cari dan temukan sumber data yang tepat sesuai dengan yang

dibutuhkan untuk mendukung penelitian. Data tersebut bisa berupa

kualitatif, kuantitatif, maupun keduanya.

4. Analisis dan interpretasikan. Diskusikan dan temukan serta ringkas

literature.

B. Plan, Do, Study, Act (PDSA)

1. Plan

a. Pengkajian terkait penyebab nyeri

Pengkajian meliputi: riwayat penyakit, pengalaman sebelumnya,

penyebab nyeri, karakteristik nyeri, gaya koping yang berpengaruh

terhadap nyeri.

b. Menentukan rencana asuhan keperawatan pada penderita hipertensi

yang megalami nyeri leher berupa pemberian kompres hangat.

1) Masalah Keperawatan: nyeri


39

2) Tujuan dan Kriteria Hasil: diharapkan setelah diberikan kompres

hangat sebanyak 3 kali nyeri berkurang. Ditandai dengan skala

nyeri 0 sampai 3.

c. Menentukan kriteria pasien hipertensi mengalami nyeri leher yang

dapat diberikan asuhan keperawatan berupa pemberian inoivasi

kompres hangat.

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.

Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman saat menentukan

kriteria. Adapun kriteria inklusi penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a) Penderita hipertensi yang mengalami nyeri leher skala 1

sampai 6

b) Penderita yang mengalami hipertensi ringan dan sedang

c) Responden usia > 18 tahun

d) Penderita hipertensi yang tidak mengalami komplikasi

e) Responden daalam keadaan compos mentis

f) Responden yang tidak mengalami luka di bagian leher

g) Bersedia menjadi responden.


40

2) Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai

sebab, antara lain:

a) Penderita hipertensi yang mengalami nyeri leher skala 7

sampai 10

b) Penderita yang mengalami hipertensi berat.

2. Do

Penulis mengembangkan SOP berupa pengaruh teknik kompres hangat

pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi.

3. Study

a. Penulis melakukan study literature terkait pengaruh teknik kompres

hangat pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi

b. Penulis menganalisis hasil pencarian literature review terkait

pengaruh teknik kompres hangat pada leher terhadap penurunan

nyeri pada pasien hipertensi

c. Penulis mencari jurnal atau teori pendukung sebagai bentuk

rasionalisasi asuhan keperawatan dalam setiap proses atau langkah

pada SOP yang penulis kembangkan.

4. Act

SOP ini akan dijadikan sebagai acuan pemberian kompres hangat pada

leher penderita hipertensi yang mengalami nyeri agar hasil yang

didapatkan jauh lebih efektif dan efisien.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil penelusuran Literature Review

Adapun hasil penelusuran Literature Review yang terdiri dari 5 jurnal

antara lain:

Tabel 4.1
Hasil Penelusuran Literature Review
No Judul Peneliti Metode Intervensi Hasil
1. Pengaruh Siti Penelitian Melakuka Dari 20
Kompres Fadlila ini n responden
Hangat h, menggunak observasi mengalami
skala nyeri
Terhadap 2019. an metode penurunan
NRS
Nyeri quasi sebelum nyeri sebanyak
Leher eksperiment dan 17 responden
Pada , desain sesudah (85%)
Penderita penelitian pemberian mengalami
Hipertens pre test-post kompres nyeri ringan
i Esensial test with hangat dan 3
di control Melakuka responden
Wilayah group. n kompres (15%)
Puskesma Responden hangat 3 mengalami
s Depok yang kali nyeri sedang.
selama 3
I, Sleman digunakan Pada
hari.
Yogyakar berjumlah kelompok
ta. 40 orang yang tidak
dengan diberikan
Accidental intervensi
Sampling. sebanyak 20
Instrument tidak
yang mengalami
digunakan: peruubahan
lembar dengan
observasi kategori nyeri
skala nyeri sedang dan
NRS
nyeri berat

41
42

No Judul Peneliti Metode Intervensi Hasil


terkontrol.
Dapat
disimpulkan
bahwa ada
pengaruh
pemberian
kompres
hangat pada
penderita
hipertensi
yang
mengalami
nyeri leher.

2. Pengaruh Syiddat Penelitian Memberik Dari 20


Pemberia ul, ini an lembar responden
n 2017. menggunak wawancar mengalami
a
Kompres an Quasi penurunan
Hangat Eksperiment Melakuka nyeri sebanyak
Terhadap Desaign, n 17 responden
Skala dengan observasi (85%)
pre test
Nyeri desain pre mengalami
post test
Kepala test-post skala nyeri nyeri ringan
Hipertens test without dengan dan 3
i Pada control. NRS responden
Lansia Di Responden (15%)
Posyandu yang mengalami
Lansia digunakan nyeri sedang.
Karang 36 lansia Pada
Werdha dengan kelompok
Rambuta simple yang tidak
n Desa random diberikan
Burneh sampling. intervensi
Bangkala Instrument sebanyak 20
n. yang tidak
digunakan mengalami
yaitu perubahan
lembar dengan
observasi kategori nyeri
skala nyeri ringan dan
43

No Judul Peneliti Metode Intervensi Hasil


NRS. sedang. Dapat
disimpulkan
bahwa ada
pengaruh
pemberian
kompres
hangat
terhadap nyeri
leher.

3. Pengaruh Dody Penelitian Melakuka Hasil


Pemberia dan ini n penelitian
n Muslim menggunak observasi menunjukkan
pre test-
Kompres , 2014. an quasi terjadi
post test.
Hangat experiment penurunan
Pada dengan Menyipka dengan 10
Leher rancangan n air panas responden
suhu 45-
Terhadap non (55,6%) nyeri
50℃
Penuruna equivalent sedang dan 8
n control Isi responden
Intensitas group kedalam (44,4%) nyeri
botol kaca
Nyeri design. ringan. Pada
Pada Responden Masukkan kelompok
Pasien yang botol ke yang tidak
Hipertens digunakan dalam diberikan
pembungk
i di 36 orang intervensi
us kain
RSUD dengan total tidak
Tugurejo sampling. Tempatka mengalami
Semarang Instrumen n ke perubahan
daerah
. yang yaitu 18
yang akan
digunakan di responden
-lembar kompres dengan
observasi kategori nyeri
Memberik
- sedang dan
an
Termometer kompres nyeri berat
-Botol kaca hangat terkontrol.
-Kain selama 3 Sehingga
pembungku hari dapat
s dengan disimpulkan
durasi 30
ada perbedaan
44

No Judul Peneliti Metode Intervensi Hasil


menit. skala nyeri
pada pasien
hipertensi.

4. Pengaruh Siti Penelitian Melakuka Dari 20


Kompres Rohima ini n responden
Hangat h dan menggunak wawancar mengalami
a
Pada Eli an Quasi penurunan
Pasien Kurnias Eksperiment Melakuka nyeri sebanyak
Hipertens ih, al, dengan n 17 responden
i Esensial 2015. desain pre observasi (85%)
skala nyeri
di test-post mengalami
dengan
Wilayah test with NRS nyeri ringan
Kerja control sebelum dan 3
Puskes group. tindakan responden
Kahuripa Responden (15%)
Menyipka
n Kota yang n air panas mengalami
Tasikmal digunakan dengan nyeri sedang.
aya. 40 orang suhu 40- Pada
dengan 50℃ kelompok
teknik Masukkan yang tidak
Accidental kedalam diberikan
Sampling. botol intervensi
Instrument sebanyak 20
Masukkan
yang botol ke tidak
digunakan kain mengalami
-Lembar pembungk perubahan
observasi us dengan
skala nyeri kategori nyeri
NRS Melalukan
evaluasi ringan dan
-
Termometer pada hari sedang. Dapat
-Botol kaca ke 4 disimpulkan
-Kain setelah bahwa ada
pembungku tindakan
pengaruh
s diberikan.
pemberian
kompres
hangat
terhadap nyeri
leher.
45

No Judul Peneliti Metode Intervensi Hasil


5. Studi Putra Metode Melakuka Hasil
Kasus: dan yang n penelitian
Efektifita Melly, digunakan wawancar pada penderita
a
s 2018 dalam hipertensi
Kompres penelitian Melakuka yang
Hangat ini n mengalami
Dalam menggunak observasi nyeri dengan
mengguna
Penuruna an metode pemberian
kan NRS
n Skala analisis- kompres
Nyeri deskriptif. Memberik hangat selama
Pasien Responden an 3 hari dengan
kompres
Hipertens yang frekuensi
hangat
i. digunakan selama 3 1x/hari
sebanyak 2 hari. didapatkan
orang. responden I
Instrumen terbukti skala
yang nyeri 6
digunakan menjadi 2.
yaitu Responden II
-Lembar terbukti skala
wawancara nyeri 5
-Lembar menjadi 1.
observasi
Sehingga
skala nyeri
NRS dapat
- disimpulkan
Pemeriksaa bahwa
n fisik pemberian
-Pemberian kompres
kompres hangat efektif
hangat dan
mengurangi
Dokumenta
si. nyeri pada
penderita
hipertensi.
46

2. Pengembangan SOP Pengaruh Teknik Kompres Hangat Pada

Leher Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Hipertensi

Tabel 4.2
Pengembangan SOP Pengaruh Teknik Kompres Hangat Pada Leher
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Hipertensi
No SOP Rasionalisasi
1. Memberi salam Tujuan komunikasi terapeutik yaitu
menggunakan agar klien belajar bersikap terbuka,
komunikasi terapeutik jujur, serta mampu merubah perilaku
klien sehingga membantu dalam
proses penyembuhan (Pieter, 2017).
2. Memperkenalkan diri Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan ini
diharapkan akan mendorong klien
untuk membuka dirinya, dan
bertujuan untuk membina hubungan
saling percaya (Priyatnanto, 2012;
Anjaswarni, 2016).
3. Menjelaskan Menyampaikan informasi mengenai
mengenai tujuan dan rencana tindakan yang akan
prosedur yang akan dilakukan berupa keuntungan dan
dilakukan kerugian yang akan di dapatkan
tanpa paksaan (Kementerian
Kesehatan RI, 2016).
4. Melakukan kontrak Melakukan kontrak merupakan
waktu bagian dari fase orientasi
(perkenalan). Tujuanya untuk
mengatur ketentuan-ketentuan yang
telah disepakati oleh kedua pihak
atau lebih selama jangka waktu
47

No SOP Rasionalisasi
tertentu (Pieter, 2017).
5. Memberikan lembar Tujuan informed consent agar
informed consent mendapat persetujuan dari subyek
untuk turut berpartisipasi dalam
tindakan, dalam bentuk tulisan yang
ditandatangani (Irwan, 2017).
6. Melakukan Melakukan wawancara bertujuan
wawancara untuk memperoleh informasi melalui
kegiatan interaksi sosial antara
peneliti dan yang diteliti (Slamet,
2011).
7. Memberikan lembar Lembar observasi NRS yaitu suatu
observasi skala nyeri lembar penilaian nyeri yang didasari
menggunakan NRS pada skala angka 1-10 dan lebih
mudah dipahami. Jika nilai nol (0)
berarti tidak nyeri, skala (1-3) nyeri
ringan, skala (4-6) nyeri sedang,
skala (7-9) nyeri hebat, dan skala
(10) nyeri sangat hebat (Yudiyanta,
Khoirunnisa & Novitasari, 2015;
Handayani 2015).
8. Menyiapkan alat dan Agar memudahkan dalam
bahan melaksanakan prosedur (Toha
Machsun, Dera Alfiyanti &
Mariyam, 2018).
9. Mencuci tangan Bertujuan untuk kebersihan serta
mencegah dari penyebaran
mikroorganisme penyebab infeksi
yang ditularkan melalui tangan
(Priyoto, 2015)
48

No SOP Rasionalisasi
10. Pasien dipersilakan Agar klien memiliki pemahaman
untuk memilih posisi tentang terapi yang diberikan dan
yang nyaman selama merasa nyaman saat diberikan terapi
intervensi, bisa tidur sehingga membuat otot menjadi
tengkurap atau duduk rileks (Mitayani, 2018).
11. Isi botol kaca yang Dengan menggunakan botol kaca
berisi air panas (suhu lebih efektif dilakukan kompres pada
45-50℃) bagian tubuh tertentu. Dengan
rentang suhu 45-50℃ agar terapi
berefek maksimal dan tidak terjadi
kemerahan pada kulit (Prihandini,
2019).
12. Tutup botol yang telah Agar air tidak tumpah dan saat
diisi air panas, diberikan intervensi pakaian pasien
kemudian keringkan tidak basah (Dian, 2016).
13. Masukkan botol ke Agar air panas tidak langsung
dalam kain menyentuh kulit, ditakutkan kulit
pembungkus melepuh (Rohimah dan Eli, 2015).
14. Tempatkan botol yang Akan melebarkan pembuluh darah
telah dibungkus oleh sehingga aliran darah dan suplai
kain di daerah yang oksigen akan lancar sehingga
akan dikompres meredakan ketegangan otot dan
nyeri berkurang (Rohimah, 2015).
15. Angkat botol setelah Agar lebih efektif, kulit klien tidak
30 menit memerah dan tidak terjadi kerusakan
jaringan. Mencegah terjadinya
kongesti jaringan, dan pembuluh
darah (Prihandini, 2019; Marantina,
2019).
16. Evaluasi setelah Untuk mengetahui respon klien
49

No SOP Rasionalisasi
tindakan diberikan terhadap pemberian tindakan
(Mitayani, 2018).
17. Pendokumentasian. Suatu cara untuk memperoleh data
dan infromasi dalam bentuk buku,
arsip, dokumen, tulisan angka dan
gambar yang berupa laporan serta
keterangan yang dapat mendukung
penelitian (Sugiyono, 2015).

B. Pembahasan

Nyeri leher merupakan salah satu tanda gejala hipertensi. Seorang

penderita hipertensi akan mengalami peningkatan tekanan darah, salah

satunya peningkatan tekanan dinding pembuluh darah di daerah leher

sehingga terjadi peningkatan vaskuler ke otak yang mengakibatkan

terjadinya peningkatan pada serabut saraf otot leher sehingga timbul nyeri.

Berdasarkan hasil literature review bahwa salah satu tindakan

nonfarmakologis untuk menghilangkan nyeri adalah kompres hangat,

karena mampu memberikan rasa hangat pada daerah tertentu, panasnya

mampu mendilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah dan suplai

oksigen akan lancar dan meredakan ketegangan otot (Ociviyanti, 2013).

Hal ini dibuktikan oleh penelitian Batin Rihana dan Satriya Pranata,

(2018) dengan judul penelitian “Studi Kasus Pemberian Kompres Hangat

Untuk Mengatasi Nyeri Leher Pada Penderita Hipertensi Esensial Di

Wilayah Kerja Puskesmas” bahwa sebelum diberikan kompres hangat

mayoritas responden mengalami skala nyeri sedang. Setelah diberikan


50

kompres hangat terjadi penurunan menjadi skala nyeri ringan. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa pemberian kompres hangat mampu mengatasi

keluhan nyeri leher pada penderita hipertensi esensial.

Selain untuk menghilangkan nyeri pada penderita hipertensi bahwa

kompres hangat dapat menurunkan nyeri penderita gout artritis. Penelitian

yang dilakukan oleh Chilyatiz dan Kartika (2018) dengan judul penelitian

“Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita

Penyakit Artritis Gout” diketahui bahwa sebelum diberikan kompres

hangat menunjukkan skala nyeri berat dan nyeri sedang. Setelah diberikan

kompres hangat menunjukan bahwa sebagian besar mengalami nyeri

sedang dan hampir setengahnya megalami nyeri ringan. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh kompres hangat terhadap penurunan

nyeri pada penderita penyakit artritis gout di Paguyuban Lansia Budi

Luhur Surabaya.

Nyeri sendi yang dirasakan pada peradangan terjadi karena

pembengkakan jaringan yang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal

dan menganggu sirkulasi sehingga menyebabkan vasokontriksi. Kompres

hangat adalah salah satu stimulasi kutaneus mampu memberikan efek

penurunan nyeri yang efektif. Hal ini didukung hasil penelitian oleh

Nurwahidah (2019) dengan judul “Pengaruh Kompres Hangat Terhadap

Penurunan Intensitas Nyeri Pada Lansia Yang Mengalami Osteoarthritis”

diketahui bahwa sebelum diberikan kompres hangat responden mengalami

nyeri ringan, sedang dan berat. Setelah diberikan kompres hangat


51

mengalami penurunan menjadi nyeri ringan dan sedang. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian kompres hangat terhadap

penurunan skala nyeri pada penderita osteoarthritis di Balai Sosial Lanjut

Usia Kota Bima.

Penelitian yang dilakukan oleh Erna, Nurul dan Laily (2020) dengan

judul “Efektifitas Kompres Hangat Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri

Pada Pasien Post Operasi TURP Di Ruang Rawat Inap RSI Siti Aisyah

Madiun” penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan kompres

hangat responden mengalami nyeri sedang dan berat. Setelah diberikan

kompres hangat mengalami penurunan menjadi nyeri ringan dan sedang.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian kompres hangat efektif

terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi TURP.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosita dan Tri (2016) dengan judul

“Kompres Hangat Atasi Nyeri Pada Petani Penderita Nyeri Punggung

Bawah Di Kelurahan Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali”

responden pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum dilakukan

kompres hangat mengalami nyeri berat, sedang dan ringan. Namun setelah

diberikan kompres hangat mayoritas responden mengalami penurunan

menjadi tidak nyeri, ringan dan sedang. Pada penelitian ini disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh pemberian kompres hangat terhadap penurunan

nyeri punggung bawah.

Manfaat kompres hangat selain untuk menghilang nyeri juga mampu

meningkatkan ADL, karena pada lansia lebih rentan mengalami perubahan


52

pada sistem muskuloskeletal salah satunya penurunan kekuatan dan

stabilitas tulang sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri dan

kesulitan bergerak (Azizah, 2011). Di dukung dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Selvia, Evi dan Rahmat (2016) dengan judul “Efektivitas

Kompres Hangat Meningkatkan Tingkat Kemandirian Activity Daily

Living Pada Lansia Dengan Nyeri Sendi” bahwa sebelum diberikan

kompres hangat mayoritas lansia mengalami tingkat kemandirian

tergantung paling ringan dan tergantung ringan. Setelah diberikan kompres

hangat bahwa tingkat kemandirian lansia berubah menjadi mandiri total,

tergantung paling ringan dan tergantung ringan. Maka dapat disimpulkan

bahwa pemberian kompres hangat efektif untuk meningkatkan

kemandirian activity daily living pada lansia.

Berdasarkan uraian diatas bahwa intervensi pemberian kompres

hangat mampu mengatasi masalah nyeri, selain itu pemberian kompres

hangat mudah didapat dan digunakan sehingga lebih efesien. Manfaat

kompres hangat selain dapat menurunkan skala nyeri pada leher penderita

hipertensi ternyata mampu menurunkan nyeri sendi pada lansia, penderita

osteoarthritis, pasien post operasi TURP, penderita yang mengalami nyeri

punggung bawah dan mampu meningkatkan activity daily living pada

lansia.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil pengembangan SOP pengaruh teknik kompres

hangat pada leher terhadap penurunan nyeri pada pasien hipertensi antara

lain:

1. Berdasarkan hasil literature review bahwa mengembangkan SOP

pengaruh teknik kompres hangat pada leher terhadap penurunan nyeri

pada pasien hipertensi efektif dalam menurunkan nyeri ringan hingga

nyeri sedang

2. Berdasarkan literature review dengan memberikan gambaran SOP

pengaruh teknik kompres hangat pada leher mampu menurunkan nyeri

pada penderita hipertensi.

B. Saran
1. Bagi masyarakat

Diharapkan mampu menjadi sumber pengetahuan mengenai penerapan

SOP pengaruh teknik kompres hangat pada leher terhadap penurunan

nyeri pada pasien hipertensi

2. Bagi Perkembangan Teknologi Ilmu Keperawatan

Mampu menjadikan acuan atau panduan untuk sumber informasi yang

akurat untuk mengurangi nyeri pada leher penderita hipertensi pada

penelitian selanjutnya

53
54

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan SOP pengaruh teknik kompres hangat pada leher mampu

menangani masalah nyeri pada penderita hipertensi.


DAFTAR PUSTAKA

Agina, Putra & Eka, Melly. (2018). Studi Kasus: Efektivitas Kompres Hangat
Dalam Penurunan Skala Nyeri Pasien Hipertensi. Jurnal NERS Widya
Husada, 5 (2), 57-74
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media
Anggraini, Dinny. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Diperoleh dari
http://dinnyanggraini.mahasiswa.unimus.ac.id
Anjaswarni, Tri. (2016). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan
Azizah, Lilik. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Dwiningrum, E., Wahyuni, N, & Isro’in, L. (2020). Efektivitas Kompres Hangat
Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri Pada Post Operasi Turp Di Ruang
Rawat Inap RSI Siti Aisyah Madiun. Health Sciences Journal, 4 (1), 34-43
E.J. Corwin. Buku Saku Patofisiologi (Terjemahan) [monograph online]. Jakarta:
EGC; 2001
Endrawatingsih, S.E. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi di Puskesmas Grogol Limo Depok Jawa Barat
Enggune, Meilita. (2016). Konsep dan Perspektif Keperawatan Medikal Bedah
Fadilah, Siti. (2019). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Nyeri Leher Pada
Penderita Hipertensi Esensial Di Wilayah Puskesmas Depok 1, Sleman
Yogyakarta. Jurnal Keperawatan, 8 (1), 23-31
Fauzi, Isma. (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam
Urat, Diabetes dan Hipertensi. Yogyakarta:Araska.
Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV Absolute Media

Judha, M, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kemenkes RI. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementrian kesehatan RI
mengenai Hipertensi. Jakarta: Infodatin
Kemenkes RI. (2018). Cara Menghilangkan Nyeri

55
56

Kozier, et al. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta :
EGC
Lestari, Indah. (2014). Terapi Kompres Jahe dan Massage Pada Osteoartritis di
Panti Werdha ST Therasia Dharma Bhakti Kasih Surakarta. Jurnal
STIKES, 6(1)
Mitayani, Tyastika. (2018). Penerapan Terapi Musik Pada Asuhan Keperawatan
Lansia Dengan Gangguan Tidur Di BPSTW Unit Budi Luhur Kasongan
Bantul. Naskah Publikasi Politeknik Kesehatan Yogyakarta
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Nuraini, B. 2015. Risk Factors of Hypertension. Faculty of Medicine, University
of Lampung, 4(5), pp. 11
Nurhidayat, S. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi. Ponorogo:
UNMUH Ponorogo Press
Nurwahidah. (2019). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri Pada Lansia Yang Mengalami Osteoarthritis. Nursing Arts, 14 (1),
23-28
Pieter, Herri. (2017). Dasar-Dasar Komunikasi Bagi Perawat. Jakarta: Kencana
Potter & Perry. (2009). Fundamental keperawatan. Edisi 7. Buku 1. Jakarta:
Salemba Medika
Potter & Perry. (2010). Fundamental keperawatan. Edisi 7. Buku 2. Jakarta:
Salemba Medika
Prihandini, Emi. (2019). Perbedaan Terapi Kompres Hangat Menggunakan Botol
Kaca dan Kompres Water Warm Zack (WWZ) Terhadap Intensitas Nyeri
Sendri Pada Lansia Di Panti Werdhawisma Asih Madiun. Skripsi STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun
Richard, S., Philiawati, E., & Prasetyo, R. (2016). Efektivitas Kompres Hangat
Meningkatkan Tingkat Kemandirian Activity Daily Living Pada Lansia
Dengan Nyeri Sendi. Jurnal Keperawatan, 2(1), 27-36
Rihana, Batin & Pranata, Satriya. (2018). Studi Kasus Pemberian Kompres
Hangat Untuk Mengatasi Nyeri Leher Pada Penderita Hipertensi Esensial
Di Wilayah Puskesmas Tanjungrejo. Program Studi DIII Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan
57

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018
Rita Suhadi, et al. (2016). Seluk Beluk Hipertensi: Peningkatan Kompetensi Klinis
untuk Pelayanan Kefarmasian. Yogyakarta: Sanata Dharma University
Press
Rohimah, Siti & Kurniasih, Eli. (2015). Pengaruh Kompres Hangat Pada Pasien
Hipertensi Esensial Di Wilayah Puskes Kahurpian Kota Tasikmalaya.
Jurnal Kesehatan Bhakti Tunas Husada, 13 (1), 213-227
Rusmawan, Uus. (2019). Teknik penulisan tugas akhir dan skripsi pemrograman.
Jakarta: Gramedia
Sari, Rosita & Susilowati, Tri. (2016). Kompres Hangat Atasi Nyeri Pada Petani
Penderita Nyeri Punggung Bawah Di Kelurahan Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali. Jurnal Keshatan, 14(1), 30-39
Setyawan, Dody & Argo, Muslim. (2014). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat
Pada Penurunan Intensita Nyeri Pada Pasien Hipertensi Di RSUD
Tugurejo semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 1-11
Smeltzer, S & Bare B.G. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Snell, R.S. (2012). Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: CV Alfabeta
Syiddatul. (2017). Pemberian Kompres Hangat Terhadap Skala Nyeri Kepala
Hipertenssi Pada Lansia Di Posyandu Lansia Karang Werdha Rambutan
Desa Burneh Bangkalan. Jurnal Kesehatan, 5 (1), 1-7
Taylor, et al. (2011). Fundamentals of Nursing: The Art Science Of Nursing Care
7th Edition. China. Lippincott Company
WHO. (2015). World Health Statistics
World Health Organization. (2013). “Q&As on hypertension”
Zahroh, Chilyatiz & Faiza, Kartika (2018). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Penderita Penyakit Arthritis Gout. Jurnal Ners dan
Kebidanan, 5 (3), 182-187
Zuliyanti dan Nurliana. (2019). Strategi dan Tekhnik Penulisan Karya Tulis
Ilmiah dan Publikasi. Yogyakarta: Deepublish
58

LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil Uji Plagiat


Lampiran 2

Rencana Kegiatan Penelitian

JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI


NO KEGIATAN 2020 2020 2020 2020 2020
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Pengumpulan Proposal
4 Ujian Proposal
5 Revisi Proposal
6 Uji Etik
7 Praktek Penelitian
Penyusunan Hasil
8
Penelitian
9 Ujian Hasil Penelitian
10 Revisi Hasil Penelitian
Lampiran 3

INFORMED CONSENT

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Alamat :

No telepon/HP :

Menyatakan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian setelah mendapatkan

penjelasan dan mengetahui manfaat dari penelitian yang akan dilakukan oleh

Rendra Saputra Tama, mahasiswa Akper Pelni Jakarta, yang berjudul “Analisis

intervensi pemberian kompres hangat terhadap penurunan intensitas nyeri leher

pada pasien hipertensi”. Demikian pernyataan ini saya buat dengam sadar, suka

rela dan tanpa unsur paksaan dari siapapun.

Jakarta, April 2020

Sanksi Persetujuan Yang memberikan

(.............................) (.............................)

Peneliti

(Rendra Saputra Tama)


Lampiran 4

LEMBAR WAWANCARA PENELITIAN

Nomor Responden:

Petunjuk pengisian

Isi angka pada kolom pada kotak yang tersedia

A. Identitas Responden

a. Nama/Inisial :

b. Umur :

c. Alamat :

d. Status Pernikahan :

e. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

f. Agama : 1. Islam 3. Buddha 5. Lain-lain….

2. Kristen 4. Hindu

g. Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 3. SMP 5. SMA

2. SD 4. Perguruan Tinggi

h. Pekerjaan : 1. PNS 3. Ibu Rumah Tangga

2. Wiraswasta 4. Karyawan Swasta

5. Lain-lain….

i. Riwayat Merokok : 1. Ya 2. Tidak

B. Petunjuk Pengisian Lembar Observasi Skala Nyeri

Pilihlah jawaban menggunakan tanda (x) pada a,b,c maupun skala pada

kolom yang tersedia sesuai dengan skala nyeri leher yang bapak/ibu

rasakan.
C. Pertanyaan:

1. Menurut persepsi bapak/ibu jika skala nyeri diberi rentang 0-10. Yang

bapak/ibu rasakan sekarang berada dalam rentang angka berapa?

Numeric Rating Scale


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri ringan Nyeri Nyeri berat Nyeri sangat
nyeri sedang berat

Skala Keterangan

0 = Tidak ada keluhan nyeri

1-3 = Nyeri mulai terasa, namun masih bisa ditahan, aktivitas tidak
terganggu

4-6 = Nyeri kuat, dan menganggu aktivitas sulit/ susah

berkonsentrasi belajar

7-9 = Nyeri tidak bisa ditahan dan tidak bisa melakukan aktivitas

10 = Nyeri begitu berat, tidak dapat melakukan

aktivitas secara mandiri hingga tidak sadarkan diri.

2. Apa saja yang anda rasakan atau keluhkan dengan penyakit anda?

a. Nyeri

b. Kaku pada sendi

c. Lainya….

3. Sejak kapan anda mengeluh nyeri?

a. ≤1 minggu yang lalu

b. 1 bulan yang lalu

c. Lainnya….
4. Dimana letak nyeri yang anda rasakan?

a. Leher

b. Pinggul

c. Lainnya….

5. Saat nyeri kambuh apa yang anda lakukan?

a. Minum obat

b. Dipijat

c. Lainnya….
Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS


NYERI LEHER PADA PASIEN HIPERTENSI

Skala Nyeri leher : NRS (Numerical Rating Scale)

Nama Responden :

No. Uraian Tingkat nyeri (skala) selama diberikan kompres


hangat

Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


1 Sebelum diberikan
kompres hangat
(pretest)
2 Sesudah diberikan
kompres hangat
(postest)
SOP Pemberian Kompres Hangat

Pengertian Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat kepada


pasien untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan
cairan yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh
darah dan meningkatkan aliran darah lokal.
Tujuan a. Memperlancar sirkulasi darah
b. Mengurangi rasa sakit
c. Memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien
d. Memperlancar pengeluaran eksudat
e. Merangsang peristaltik usus
f. Merelaksasi otot yang tegang
g. Meningkatkan kontraktilitas.
Alat dan Bahan a. Botol yang berisi air panas (suhu 45-50⁰C)
b. Thermometer
c. Kain pembungkus.
Prosedur a. Fase Orientasi
1. Memberi salam menggunakan komunikasi terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan mengenai tujuan dan prosedur yang akan
dilakukan pada pasien
4. Melakukan kontrak waktu
5. Memberikan lembar informed consent
6. Melakukan wawancara
7. Memberikan lembar observasi skala nyeri
menggunakan NRS
b. Fase Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mencuci tangan
3. Pasien dipersilahkan untuk memilih posisi yang
nyaman selama intervensi, bisa tidur tengkurap atau
duduk
4. Tutup botol yang telah diisi air panas, kemudian
keringkan
5. Pasien dipersilakan untuk memilih posisi yang
nyaman atau yang diinginkan selama intervensi, bisa
tidur tengkurap atau duduk
6. Isi botol kaca yang berisi air panas (suhu 45-50℃)
7. Tutup botol yang telah diisi air panas, kemudian
keringkan
8. Masukkan botol ke dalam kain pembungkus
9. Tempatkan botol yang telah dibungkus oleh kain di
daerah yang akan dikompres
10. Angkat botol setelah 30 menit.
c. Fase Terminasi
1. Evaluasi
2. Dokumentasi.
CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Rendra Saputra Tama


Tempat, tanggal lahir : Kudus, 21 September 1998
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Kedungsari Rt07 Rw03 Gebog Kudus, Jawa
Tengah
Agama : Islam
Email : rendrasaputratama@gmail.com

DATA PENDIDIKAN

TK : MI NU Mathalibul Ulum 01
SD : SD 1 Gondosari
SMP : SMPN 1 Gebog
SMA : SMA 1 Gebog
Perguruan Tinggi : Akademi Keperawatan Pelni Jakarta

Anda mungkin juga menyukai