Anda di halaman 1dari 66

PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

(SOP) PEMBERIAN INTERVENSI TEKNIK RELAKSASI OTOT


PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN RASA NYERI
PADA PASIEN PASCA BEDAH ABDOMEN

Diajukan oleh :

LUSI SEPTIYANI
NIRM : 17035

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


2020
PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBERIAN
INTERVENSI TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
PENURUNAN RASA NYERI PADA PASIEN PASCA
BEDAH ABDOMEN

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan program Diploma Tiga keperawatan

Diajukan oleh :

LUSI SEPTIYANI
NIRM : 17035

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


2020

ii
PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBERIAN
INTERVENSI TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
PENURUNAN RASA NYERI PADA PASIEN PASCA
BEDAH ABDOMEN
Dipersiapkan dan disususn oleh:
LUSI SEPTIYANI
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal ... Agustus 2020

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing Utama Ketua Dewan Penguji

Isnayati, Ns., M.Kep Ricky Riyanto I, Ns.,M.Kep


NIDN. 0316069204 NIDN.
0316069204

Pembimbing Pendamping

Dra. Suhatridjas., S.Kep., MKM


NIDN.301055802

Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Ahlimadya Keperawatan pada Program Diploma Tiga
Keperawatan Akademi Keperawatan Pelni Jakarta
Tanggal..............................................

Ns. Sri Atun, M.Kep.,Sp.Kep.J

iii
Ketua Program Studi D-3 Keperawatan

iv
SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME

Saya yang bertanggungjawab di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

Karya Tulis Ilmiah ini, saya susun tanpa tindak plagiarism sesuai peraturan yang

berlaku di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Jika dikemudian hari saya melakukan tindakan plagiarisme, saya sepenuhnya akan

bertanggungjawab dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta.

Jakarta Agustus 2020

Pembuat Pernyataan

Lusi Septiyani

v
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Lusi Septiyani NIRM 17035 dengan judul

“Pengembangan Standar Operasional Prosedur Pemberian Intervensi Teknik

Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Rasa Nyeri pada Pasien Pasca

Bedah Abdomen” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Pembimbing I Pembimbing II

Isnayati, Ns., S.Kep.,M.Kep Suhatridjas, Dra., S.Kep., MKM

NIDN.0310.11.63.04 NIDN.301055802

vi
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Lusi Septiyani, NIRM 17035 dengan judul

“Pengembangan Standar Operasional Prosedur Pemberian Intervensi Teknik

Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Rasa Nyeri pada Pasien Pasca

Bedah Abdomen” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Dewan Penguji

Penguji Utama Pembimbing I pembimbing II

Ricky Riyanto I, Ns.,M.Kep Isnayati, Ns.,M.Kep Suhatridjas, Dra S.Kep

NIDN.0316069204 NIDN.0316069204 NIDN.301055802

Mengetahui,
Akademi Keperawatan PELNI
Direktur

Buntar Handayani,S.Kp.,M.Kep.,MM

NIDN. 0304056703

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan

judul “ Pengembangan Standar Operasional Prosedur Pemberian Intervensi

Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Rasa Nyeri pada Pasien

Pasca Bedah Abdomen”. Rangkaian penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar

Ahlimadya Keperawatan di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu/Saudara yang penulis

hormati yaitu :

1. Bapak Ahmad Samdani.,SKM.,M.PH, Ketua Yayasan Samudra APTA

2. Ibu Buntar Handayani.,S.Kp.M.Kep.,MM, Direktur Akademi Keperawatan

PELNI Jakarta

3. Ibu Sri Atun, M.Kep.,Sp.Kep.J Ketua Program Studi D-3 Keperawatan

4. Ibu Isnayati. Ns., M.kep, pembimbing I Proposal Karya Tulis Ilmiah

5. Dra. Suhatridjas., S.kep., MKM, Pembimbing II Proposal Karya Tulis Ilmiah

6. Bapak Ricky Riyanti I, Ns., M.Kep Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah

viii
7. Semua dosen Akademi Keperawatan PELNI Jakarta yang telah memberikan

bimbingan dan wawasannya dengan sabar serta ilmu yang bermanfaat.

8. Kedua orangtua, kakak, dan keluarga yang telah memberikan semangat, doa

dan dukungannya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Teman-teman mahasiswa/i Akademi Keperawatan PELNI Jakarta Angkatan

XXII dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak

kekurangan, masukan dan saran diharapkan dari semua pihak. Semoga Karya

Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu keperawatan.

Jakarta, Agustus 2020

Lusi Septiyani

ix
ABSTRAK

Nyeri merupakan salah satu manifestasi klinis yang terjadi pada pasien pasca
bedah abdomen. Bedah Abdomen merupakan salah satu prosedur pembedahan
dengan melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen. Nyeri merupakan
masalah utama dalam perawatan pasca bedah. Salah satu intervensi yang dapat
dilakukan untuk menurunkan intensitas nyeri adalah dengan melakukan teknik
relaksasi otot progresif. Relaksasi otot progresif dilakukan secara bertahap dengan
tujuan untuk menurunkan ketegangan otot dan menciptakan sensasi melepaskan
ketidaknyamanan dan stress. Penulisan ini bertujuan untuk mengembangkan
standar operasional prosedur intervensi teknik relaksasi otot progresif terhadap
penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca bedah abdomen. Metode penulisan
ini menggunakan Literature Review dengan lima jumlah Literature Review yang
terkait dengan standar operasional prosedur teknik relaksasi otot progresif. Hasil
yang didapat berupa tersusunnya pengembangan standar operasional prosedur
pemberian teknik relaksasi otot progresif untuk penurunan nyeri pada pasien
pasca bedah abdomen.

Kata Kunci : Bedah Abdomen, Literatur Review, Nyeri, Protokol, Teknik


Relaksasi Otot Progresif

x
ABSTRACK

Pain is one of the clinical manifestations that occur in patients after abdominal
surgery. Abdominal surgery is a surgical procedure that involves making an
incision in the lining of the abdominal wall. Pain is a major problem in post
surgical care. One of the interventions to reduce pain intensity in progressive
muscle relaxation techniques. Progressive muscle relaxation is done in stages
with the aim of reducing muscle tension and creating a sensation of releasing
discomfort and stress. This paper aims to develop standard operating procedures
for progressive muscle relaxationtechniques toreduce pain intencity in post-
abdominal surgery patients. This writing method uses a Literature Review with
five literature review related to stadard operating procedures for progressive
muscle relaxation techniques. The results obtained are the development of
standard operating procedures for the provision of progressive muscle relaxation
techniques for pain reduction in post-abdominal surgery patients.

Keywords : Abdominal Surgery, Literature Review, Pain, Protocol, Progressive


Muscle Relaxation Techniques

xi
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME...........................................................iv


LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................v
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................vi
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
ABSTRACK............................................................................................................x
DAFTAR ISI...........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL................................................................................................xiii
DAFTAR SKEMA................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................4
1.Tujuan Umum...........................................................................................4
2.Tujuan Khusus..........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Tinjauan Teori...............................................................................................6
1.Konsep Keperawatan Medikal Bedah.......................................................6
2.Konsep bedah abdomen............................................................................7
3.Konsep nyeri.............................................................................................8
4.Konsep Teknik Relaksasi Otot Progresif................................................19
B. Kerangka Konseptual..................................................................................28
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................26
A. Metodologi..................................................................................................26
B. Plan, Do, Study and Act (PDSA)................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................29
A. Hasil............................................................................................................29

xii
B. Pembahasan.................................................................................................39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................42
A. Kesimpulan.................................................................................................42
B. SARAN.......................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42
LAMPIRAN...........................................................................................................42

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kerangka Konsep

Tabel 4.1 Hasil Literatur Review

Tabel 4.2 Pengembangan Protokol Teknik Otot Progresif

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skala Analog Scale

Gambar 2.2 Numeric Rating Scale

Gambar 2.3 Visual Analog Scale

Gambar 2.4 Wong Baker Faces

Gambar 2.5 Mengerutkan Dahi

Gambr 2.6 Memejamkan Mata

Gambar 2.7 Merapatkan Gigi

Gambar 2.8 Memoncongkan Bibir Bentuk Huruf O

Gambar 2.9 Tekan Kepala ke arah Punggung

Gambar 2.10 Tekuk dan Turunkan Dagu Menyentuh Dada

Gambar 2.11 Menggenggam Tangan sambil Membuat Kepalan

Gambar 2.12 Menekuk Pergelangan Tangan ke Belakang

Gambar 2.13 Menggenggam Kedua Tangan hingga menjadi Kepalan

Gambar 2.14 Mengangkat Kedua Bahu kearah telinga

Gambar 2.15 Mengangkat Tubuh dari Sandaran Kursi

Gambar 2.16 Menarik Nafas Dalam Sedalam-dalamnya

Gambar 2.17 Menarik Perut kearah Dalam Sekuat-kuatnya

Gambar 2.18 Menarik Perut kearah Dalam Sekuat-kuatnya

xv
DAFTAR LAMPIRAN

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyeri pasca bedah merupakan salah satu manifestasi klinis yang

terjadi pada pasien pasca bedah abdomen. Hingga saat ini nyeri tercatat

sebagai keluhan yang paling banyak membawa pasien keluar masuk untuk

berobat ke Rumah Sakit, diperkirakan prevalensi nyeri kronis adalah 20%

dari populasi dunia, di Eropa tercatat jumlah pasien nyeri sebanyak 55%

(JMJ, 2014).

Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Word Health

Organization (WHO) (2015), jumlah pasien nyeri pembedahan meningkat

dari tahun ke tahun, pada tahun 2011 tercatat terdapat 140 juta pasien atau

sekitar 1,9% di seluruh dunia, pada tahun 2012. terjadi peningkatan

sebesar 148 juta pasien atau sekitar 2,1%, Sedangkan menurut Fabbian, et

al (2014), prevalensi nyeri di Italia di alami oleh 21% pasien penyakit

kanker, 33% pasien penyakit cardiovaskuler, 23% pasien penyakit Pulmo,

24% pasien dengan penyakit pembuluh darah, 16% pasien dengan

gangguan musculoskeletal, 18% pasien dengan penyakit saraf, 4% pasien

penyakit kulit, 15% pasien penyakit ginjal, 16% pasien dengan penyakit

gangguan metabolik, 10% pasien penyakit hepatik, 9% pasien dengan

1
2

penyakit dan gangguan pankreas, 12% pasien dengan penyakit dan

gangguan lambung dan 11% pasien dengan penyakit dan gangguan pada

usus. Jumlah prevalensi nyeri secara keseluruhan belum pernah di teliti di

Indonesia, namun diperkirakan nyeri kanker dialami oleh sekitar 12,7 juta

orang atau sekitar 5% dari penduduk Indonesia (WHO, 2015).

Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan RI (2011), tindakan

pembedahan menempati urutan ke-10 dari 50 pertama pada penyakit Di

Rumah Sakit se-Indonesia dengan persentase 15,7% yang diperkirakan

45% diantaranya merupakan tindakan pembedahan abdomen. Menurut

Departemen Keseharan Republik Indonesia (Depkes RI) pda tahun 2009,

tindakan pembedahan menempati ururtan yang kesebelas dari 50 penyakit

di rumah sakit se-Indonesia dengan persentase 12,8% yang diperkirakan

32% merupakan bedah Laparatomi.

Di Indonesia, berdasarkan data (Kemenkes RI, 2011) terdapat 140

juta pasien diseluruh rumah sakit di dunia, dan pada tahun 2012 di

Indonesia, tindakan operasi mencapai 1,2 juta jiwa dan diperkirakan 32%

diantaranya merupakan tindakan bedah abdomen.

Penelitian Affandi (2013) di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek tahun

2011 jumlah operasi bedah umum berdasarkan golongan penyakit tercatat

203 operasi laparatomi, 197 operasi herniatomi, 85 operasi appendiktomi,

253 operasi ekcisi, 62 operasi exterpasi, 53 operasi struma, 94 ooperasi

cimino, dan 331 operasi lain-lain. Sedangkan berdasarkan data Kamar


3

Operasi Sentral RSUD dr. H. Abdul Moeloek pada 6 bulan terakhir dari

bulan Juli sampai dengan Desember tahun 2016 jumlah operasi laparatomi

sebanyak 139 pasien.

Nyeri adalah suatu fenomena yang sering dijumpai oleh petugas

kesehatan terutama perawat (Harahap, 2011). International Assiciation for

the Study of Pain, (IASP 2011) mendefinisikan nyeri sebagai suatu

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam

kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Wirya & Duma 2011)

yang melakukan penelitian dengan sampel pasien post appendiktomi.

Berdasarkan hasiil analisis didapatkan adanya perbedaan tingkat nyeri

sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi otot progresif terhadap

penurunan intensitas nyeri pada pasien post appendiktomi.

Berdasarkan pengalaman yang penulis peroleh selama dinas di

Rumah Sakit Pelni Jakarta, penulis menemukan beberapa kasus yang

terkait dengan judul karya tulis ilmiah ini dimana jarang sekali pasien

pasca bedah abdomen dilatih tentang teknik relaksasi otot progresif ini,

padahal hal tersebut dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien

pasca bedah abdomen. Perawat mempunyai peran preventif dan kuratif

dengan cara melatih pasien melaukan teknik relaksasi otot progresif.

Selain itu, dalam mencegah peningkatan nyeri maka diperlukan peran


4

perawat dalam upayanya meliputi upaya kuratif yaitu mengajarkan teknik

relaksasi otot progresif untuk mengurangi derajat nyeri.

Berdasarkan uraian di atas, melihat tingginya angka kejadian dan

dampak dari nyeri pasca bedah abdomen kemudian didukung dari

berbagai jurnal terkait teknik relaksasi otot progresif pada pasien pasca

bedah abdomen dengan standar operasional prosedur yang berbeda-beda

untuk itu penulis tertarik untuk mengembangkan standar operasional

prosedur pemberian intervensi teknik relaksasi otot progresif untuk

menurunkan nyeri pada pasien pasca bedah abdomen.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang bahwa tingginya angka kesakitan

akibat nyeri pasca bedah abdomen sedangkan penanganan nyeri

berdasarkan pengamatan peneliti tentang penelitian teknik relaksasi otot

progresif belum banyak dilakukan oleh orang banyak padahal tindakan

tersebut dapat mengurangi nyeri pada pasien pasca bedah abdomen

sehingga penulis tertarik untuk menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Pengembangan Standar Operasional Prosedur

Pemberian Intervensi Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap

Penurunan Rasa Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Abdomen”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
5

Standar operasional prosedur pemberian intervensi teknik

relaksasi otot progresif pada pasien pasca bedah abdomen terhadap

penurunan nyeri.

2. Tujuan Khusus

a. Teridentifikasi standar operasional prosedur teknik relaksasi otot

progresif sebagai penanganan masalah keperawatan nyeri pada

pasien pasca bedah abdomen.

b. Teranalisisnya gambaran tingkat nyeri sebelum dilakukan

intervensi teknik relaksasi otot progresif pada pasien pasca

bedah abdomen.

c. Mengembangkan gambaran tingkat nyeri sesudah dilakukan

intervensi teknik relaksasi otot progresif pada pasien pasca bedah

abdomen.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Standar operasional prosedur pemberian teknik relaksasi otot

progresif pada pasien pasca bedah abdomen dengan masalah

keperawatan nyeri dapat di aplikasikan dalam bentuk Family Centered

Care (FCC).

2. Bagi Perkembangan Ilmu Teknologi Keperawatan


6

a. Sebagai acuan atau panduan dalam memberikan teknik relaksasi

otot progresif pada pasien pasca bedah abdomen dengan masalah

keperawatan nyeri saat pengambilan data penelitian.

b. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan penelitian

bidang keperawatan tentang teknik relaksasi otot progresif

terhadap penurunan rasa nyeri pada pasien pasca bedah abdomen

pada masa yang akan datang dalam rangka peningkatan ilmu

pengetahuan dan teknologi keperawatan.

3. Bagi Penulis

Standar operasional prosedur teknik rekaksasi otot progresif

dapat digunakan dalam menangani masalah keperawatan pada pasien

pasca bedah abdomen.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Keperawatan Medikal Bedah

a. Definisi Keperawatan Medikal Bedah

Keperawatan medical bedah adalah pelayanan

professional yang berdasarkan pada ilmu keperawatan medical

bedah dan teknik keperawatan medical bedah berbentuk pelayanan

Bio-Psiko-Sosio-Spiritual, peran utama perawat adalah

memberikan asuhan keperawatan kepada manusia (Anggraini,

2015).

b. Lingkup Praktek Keperawatan Medikal Bedah

Lingkup praktek keperawatan medical bedah merupakan

bentuk asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan

fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami

gangguan baik karena adanya penyakit, trauma atau kecacatan.

Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap individu dalam

meningkatkan dan mempertahankan kondisi sehatnya, melakukan

prevensi, deteksi dan mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit.

Mengupayakan pemulihan sampai klien dapat mencapai kapasitas

produktif tertingginya, serta membantu klien menghadapi kematian

6
7

secara bermartabat. Praktek keperawatan medical bedah

menggunakan langkah-langkah ilmiah pengkajian, diagnose,

perencanaan, implementasi dan evaluasi dengan memperhitungkan

keterkaitan komponen bio-psiko-sosial-spiritual klien dalam

merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau

kecacatan (Nurhidayat, 2014).

c. Komponen Keperawatan Medikal Bedah

Objek utama dalam ilmu keperawatan: manusia, individu

(yang mendapatkan asuhan keperawatan) keperawatan, konsep

sakit, aplikasi tindakan keperawatan (Nursalam, 2016).

2. Konsep bedah abdomen

a. Definisi Bedah Abdomen

Pembedahan abdomen adalah proses pembedahan perut

sampai membuka selaput perut ((Jitowiyono & Kristiyanasari,

2010)

Pembedahan abdomen adalah pembedahan yang dilakukan

dengan membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan ditangani,

lalu dilakukan untuk tindakan perbaikan dan diakhiri dengan

penutupan dan penjahitan (Syamsuhidajat, 2010).

Pembedahan abdomen merupakan tindakan pengobatan

yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau

menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dengan membuat

sayatan serta memerlukan tindakan anestesi


8

3. Konsep nyeri

a. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan hal yang subjektif, satu-satunya individu

yang dapat dengan akurat mendefinisikan nyeri mereka sendiri

adalah mereka yang mengalami nyeri tersebut (Black Joyce M &

Hawks, J.H, 2014)

Nyeri adalah respon subjektif terhadap stressor fisik dan

psikologis (Lemone, Priscilla 2016)

Nyeri merupakan suatu kondisi lebih dari sekedar sensasi

tunggal yang disebabkkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat

subyektif dan bersfat individual (Haswita & Sulistyowati, 2017).

b. Klasifikasi Nyeri

Menurut Andarmoyo (2013), klasifikasi nyeri dibedakan

menjadi 2 yaitu:

1) Nyeri akut

Nyeri akut memiliki awitan mendadak, biasanya

membuat diri menjadi terbatas, dan terlokalisasi. Tiga jenis

utama nyeri akut meliputi:

a) Nyeri Somatik yang berasal dari reseptor saraf yang berasal

dari kulit (misal, dari laserasi), jaringan subkutan atau

struktur tubuh dalam seperti periosteum, otot, tendon, sendi

dan pembuluh darah (missal, nyeri akut akibat fraktur atau


9

keseleo). Nyeri somatic dapat tajam dan terlokalisasi

dengan baik, atau tumpul dan menjalar.

b) Nyeri Viseral yang berasal dari organ tubuh. Nyeri viseral

bersifat tumpul dan tidak terlokalisasi dengan baik karena

jumlah nosiseptor yang rendah. Visera bersifat sensitif

terhadap luka garukan, inflamasi, dan iskemia, tetapi

relative tidak sensitive terhadap luka potong dan suhu yang

ekstrem. Nyeri visera sering menjalar atau berhubungan.

Nyeri visera ini dapat ditunjukkan dengan kram yang

mendalam, nyeri robek atau bacokan, nyeri sementara, atau

nyeri kolik.

c) Nyeri yang diungkapkan merupakan nyeri yang dirasaan di

area yang jauh dari tempat stimulus. Nyeri ini biasanya

terjadi pada nyeri yang berasal dari visera toraks atau

abdominal. Sinaps serat sensori visceral terdapat pada

tingkat medulla spinalis, dekat dengan serat yang

menyuplai saraf ke bagian jaringan subkutan tubuh.

Misalnya saraf frenik, yang menyuplai saraf ke bagian

pusat diafragma menuju medulla spinalis padatingkat C3

hingga C5; nyeri yang berasal dari diafragma atau

perioteneum parietal yang melintanginya dapat dirasakan

sebagai nyeri bahu.


10

2) Nyeri Kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri yang memanjang atau

nyeri yang menetap setelah kondisi yang menyebabkan nyeri

tersebut hilang. Nyeri kronis dapay dibagi menjadi tiga

kategori:

a) Nyeri akut berulang, dicirikan dengan episode nyeri yang

mudah ditemukan dan diselingi dengan episode bebas

nyeri. Sakit kepala migraine merupakan contoh nyeri akut

berulang.

b) Nyeri maligna kronis, disebabkan oleh berkembangnya

penyakit yang mengancam jiwa atau berkaitan dengan

terapi. Nyeri kanker merupakan jenis nyeri maligna

kronis.

c) Nyeri nonmaligna kronis, nyeri yang tidak mengancam

jiwa dan tidak terjadi melebihi waktu penyembuhan yang

diharapkan. Nyeri punggung bawah kronis penyebab

utama penderita dan merupakan penyita waktu kerja,

masuk ke dalam kategori ini.

d) Nyeri Menyebar. Nyeri menyebar merupakan nyeri yang

melebihi nyeri persisten atau nyeri kronis mendasar. Nyeri


11

ini sering dideskripsikan sebagai gejolak mendadak yang

melebihi efek analgesic medikasi nyeri yang bekerja lama.

e) Nyeri Nosiseptif. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang

disebabkan oleh stimulasi reseptor nyeri perifer atai

visceral.

f) Nyeri Neuropatik. Nyeri neuropatik disebabkan oleh

cedera saraf perifer yang menyebabkan impuls abnormal

yang diproses oleh system saraf perifer dan pusat.

g) Nyeri Sentral. Nyeri sentral disebabkan oleh lesi atau

kerusakan pada otak atau medulla spinalis. Kerusakan ini

menyebabkan hasil impuls yang spontan yang dirasakan

nyeri.

c. Faktor yang mempengaruhi respons nyeri

Respons terhadap stimulus nyeri bersifat unik pada

individu yang mengalami stimulus. Respons yang unik terhadap

nyeri tidak hanya dipengaruhi oleh respons fisiologis, tetapi juga

oleh berbagai faktor dan faktor terkait, diantaranya:

1) Usia

Usia memengaruhi persepsi dan ekspresi individu terhadap

nyeri. Nyeri yang diungkapkan jarang terjadi pada lansia, dan

nyeri visceral dapat terjadi sedikit berat pada dewasa muda.


12

Lansia dapat melaporkan keluhan yang tidak jelas terhadap

nyeri atau dapat terjadi manifestasi seperti delirium

dibandingkan laporan nyeri nyeri subjektif. Banyak lansia

mengalami nyeri akut dan kronis yang berhubungan dengan

gangguan seperti artritis atau neuropati perifer.

2) Jenis Kelamin

Studi klinis menunjukkan bahwa wanita mengalami ambang

batas nyeri yang lebih rendah dan mengalami intensitas nyeri

yang lebih tinggi dibandingkan pria.

3) Pengaruh Sosial Budaya

Setiap respons individu terhadap nyeri sangat dipengaruhi

oleh keluarga, komunitas dan budaya. Pengaruh social

budaya mempengaruhi perilaku nyeri, ekspresi nyeri

standaryang tepat dan tidak tepat. Pada umumnya, respons

budaya terhadap nyeri dibagi menjadi dua kategori, yaitu

toleransi dan sensitif. Misalnya juka budaya pasien

mengajarkan bahwa individu harus menoleransi nyeri dengan

sabar, pasien mungkin terlihat diam dan menolak (atau tidak

meminta) obat nyeri. Jika terbuka dan sering, pasien mungkin

menangis dengan bebas dan terlihat nyaman ketika mungkin

meminta obat nyeri.

4) Pengaruh Psikologis
13

Intensitas nyeri yang dirasakan dan ditunjukkan dipengaruhi

oleh variable psikologis, seperti perhatian, harapan dan

sugesti. Sensasi nyeri dapat dihambat oleh konsentrasi yang

sering (misalkan, salama aktivitas olahraga) atau

kemungkinan memburuk karena ansietas atau ketakutan.

Ansietas dapat meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri

sebaliknya dapat menyebabkan ansietas.

5) Lingkungan

Lingkungan akan mempengaruhu persepsi nyeri, lingkungan

yang rebut dan terang dapat meningkatkan intensitas nyeri.

6) Pengalaman Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila

individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode

nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa takut

dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis

nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan

berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut

menginterpretasikan sensasi nyeri.

7) Gaya Koping

Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri.

Sumber koping individu diantaranya komunikasi engan

keluarga atau melakukan latihan atau bernyanyi.

8) Ansietas
14

Tingkat ansietas yang dialami klien juga mungkin

memengaruhi respons terhadap nyeri. Ansietas meningkatkan

persepsi nyeri. Ansietas sering kali dikaitkan dengan

pengartian atas nyeri. Jika penyebab nyeri tidak diketahui,

ansietas cendrung lebih tinggi dan nyeri semakin memburuk.

d. Fisiologi Nyeri

Reseptor saraf untuk nyeri disebut dengan nosiseptor.

Ujung saraf bebas ini bergelombang melalui seluruh jaringan

tubuh kecuali otak. Nosiseptor merupakan beberapa bagian yang

utama pada kulit dan otot. Nyeri terjadi ketika jaringan yang

mengandung nosiseptor dicederai. Intensitas dan durasi stimulus

menentukan sensasi. Stimulus yang intens dan berlangsung lama

menghasilkan nyeri yang lebih hebat dibandingkan stimulasi

yang singkat dan ringan. Nosiseptor berespons terhadap

beberapa jenis stimulus berbahaya yang berbeda: mekanik,

kimia atau termal. Beberapa nosiseptor hanya berespons

terhadap satu jenis stimulus tunggal, sedangkan nosiseptor lain

berespons terhadap ketiga jenis stimulus. Persepsi nyeri pada

bagian tubuh yang berbeda dipengaruhi oleh variasi sensitivitas

ini terhadap jenis stimulus dan distribusi nosiseptor pada

berbagai jaringan.

Trauma jaringan, inflama dan iskemia cenderung

mengeluarkan sejumlah biokimia. Biokimia ini memiliki


15

beberapa efek. Zat kimia ini seperti bradikinin, histamine,

serotonin, dan ion kalium merangsang nosiseptor secara

langsung, dan menghasilkan nyeri. Zat kimia ini dan zat lainnya

(seperti ATP dan prostaglandin) juga merangsang nosiseptor,

meningkatkan respons nyeri dan menyebabkan stimulus yang

normalnya tidak berbahaya (seperti sentuhan) diterima sebagai

nyeri. Mediator kimia juga bekerja untuk memicu inflamasi,

yang akhirnya menyebabkan pengeluaran zat kimia tambahan

yang menstimulasi respons nyeri. Selanjutnya, yang disebut

dengan nosiseptor silent (misalnya, reseptor sensori pada usus

yang normalnya tidak merespons stimulus mekanik atau termal)

dapat menjadi sensitive terhadap stimulus mekanik karena

adanya mediator inflamasi sehingga menyebabkan nyeri yang

parah dan melemahkan serta nyeri tekan.

e. Alat Ukur Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri merupakan suatu gambaran untuk

mendeskripsikan seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh

individu yang mengalami nyeri, pengukuran nyeri sangat

subyektif dan bersifat individual sehingga intensitas nyeri yang

dirasakan akan berbeda dengan individu lainnya (Wiarto, 2017).

Beberapa skala intensitas nyeri:

1) Skala Analog Deskritif


16

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale)

merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang

lebih objektif. Pendeskripsian VDS diranking dari tidak nyeri

sampai nyeri yang tidak tertahankan.

Gambar 2.1 Skala Analog Deskritif


Sumber: Andarmoyo (2013)
Keterangan:

0: Tidak ada nyeri

1: Nyeri sangat ringan hampir tak terasa, seperti gigitan

nyamuk

2: Nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak

begitu sakit

3: Nyeri yang sudah mulai terasa namun masih bisa ditoleransi,

seperti pukulan ke hidung

4: Nyeri cukup mengganggu (contoh:nyeri sakit gigi)

5: Nyeri benar-benar mengganggu, seperti pergelangan kaki

terkilir

6: Nyeri yang dalam dan menusuk sehingga mempengaruhi

salah satu dari panca indra yang menyebabkan tidak focus dan

komunikasi terganggu
17

7: Nyeri yang sangat menusuk yang menyebabkan tidak dapat

berkomunikasi dengan baik

8: Nyeri yang kuat sehingga tidak dapat berpikir jernih

9: Nyeri yang begitu kuat sehingga tidak dapat ditoleransi

10: Nyeri yang sangat kuat hingga tidak sadarkan diri

2) Numeric Rating Scale

Skala penilaian numeric (Numeric Rating Scale) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam

hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi.

Gambar 2.2 Numeric Rating Scale


Sumber: Andarmoyo (2013)
Keterangan:

0: Tidak nyeri

1-3: Nyeri ringan, nyeri seperti terkena pukulan namun

pasien dapat berkomunikasi degan baik.

4-6: Nyeri sedang, nyeri seperti tertusuk, pasien meringis,

dapat mendeskripsikan, mengikuti perintah dengan baik.


18

7-9: Nyeri berat, pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah namun masih bagus dalam merespon, dapat

mengalokasikan nyeri,tidak dapat mendeskripsikan.

10: Nyeri sangat berat dan pasien tidak bisa

berkomunikasi.

3) Visual Analog Scale

Skala analog visual (Visual Analog Scale) merupakan suatu

garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus

dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap

ujungnya.

Gambar 2.3 Visual Analog Scale


Sumber: Andarmoyo (2013)
Keterangan:

Ujung kiri : Tidak Nyeri

Ujung kanan : Nyeri Sangat Hebat

4) Wong Baker Faces

Skala penilaian nyeri wajah wong baker adalah sakala

nyeri yang menunjukan serangkaian wajah mulai dari wajah


19

bahagia di 0 atau tidak sakit sampai wajah menangis di 10

yang mewakili sakit seperti rasa sakit yang sangat hebat.

Gambar 2.4 Wong Baker Faces


Sumber: Andarmoyo(2013)
Keterangan:

Wajah pertama 0: Tidak ada nyeri

Wajah kedua 2: Nyeri sedikit

Wajah ketiga 4: Nyeri yang mengganggu

Wajah keempat 6: Nyeri yang menyusahkan

Wajah kelima 8: Nyeri hebat

Wajah keenam 10: Nyeri sangat hebat

4. Konsep Teknik Relaksasi Otot Progresif

a. Definisi Teknik Relaksasi

Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot

dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada

satu bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan peraaan

relaksasi secara fisik (Smeltzer et al, 2013)


20

Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik yang

bertujuan untuk mengurangi ketegangan dengan cara melemaskan

badan. Dalam latihan relaksasi otot progresif individu diminta

menegangkan otot dengan ketegangan tertentu dan kemudian

diminta untuk melemaskannya (Lalu Muhammad saleh, dkk,

2019)

b. Indikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif

1) Teknik relaksasi otot direkomendasikan sebagai teknik yang

efektif dalam mengurangi ketegangan otot di tubuh,

perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik, termasuk

penurunan denyut nadi, tekanan darah, dan fungsi

neuroendokrin pada orang yang mengalami kecemasan.

Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa relaksasi oto

progresif dapat berfungsi sebagai metode relaksasi bagi

pasien yang menjalani kemoterapi (Helen 2015)

2) Penelitian Zhou et al. (2015) diketahui relaksasi otot

progresif dapat mengurangi depresi, kecemasan dan lama

perawatan pada pasien kanker payudara setelah menjalani

radikal mastectomy.

3) Penelitian Dayapo (2015) menunjukan relaksasi otot

progresif dapat meningkatkan kualitas tidur dan menurunkan

level kelelahan pada pasien penyakit paru obstruktif.


21

4) Penelitian Supetran (2016) efektifitas teknik relaksasi otot

progresif dalam menurunkan tingkat nyeri pasien gastritis.

5) Penelitian Ambarwati (2015) efektivitas teknik relaksasi otot

progresif dalam menurunkan tingkat nyeri pasien pasca bedah

Laparatomi.

c. Kontra Indikasi Teknik Relaksasi Otot Progresif

Cedera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal,

infeksi atau inflamasi, dan penyakit jantung berat atau akut.

Latihan relakasasi otot progresif juga tidak dilakukan pada sisi

otot yang sakit (Lilik Supriati et al. 2016).

d. Langkah-langkah Teknik Relaksasi Otot Progresif

Menurut Lilik Supriati et al. (2016) Pelaksanaan relaksasi otot

progresif dilakukan dengan 14 gerakan.

1) Gerakan pertama ditujukan untuk otot dahi yang dilakukan

dengan cara mengerutkan dahi dan alis sekencang-

kencangnya hingga kulit terasa mengerut kemudian

dilemaskan perlahan-lahan hingga sepuluh detik kemudian

lakukan satu kali lagi.


22

Gambar 2.5 Mengerutkan dahi dan alis

2) Gerakan kedua merupakan gerakan yang ditujukan untuk

mengendurkan otot-otot mata yang diawali dengan

memejamkan sekuat-kuatnya hingga ketegangan otot-otot di

daerah mata dirasakan menegang. Lemaskan perlahan – lahan

hingga 10 detik dan ulangi kembali sekali lagi.

Gambar 2.6 Memejamkan mata

3) Gerakan ketiga bertujuan untuk merelaksasikan ketegangan

otot-otot rahang dengan cara mengatupkan mulut sambil

merapatkan gigi sekuat- kuatnya sehingga pasien merasakan


23

ketegangan di sekitar otot–otot rahang. Lemaskan perlahan-

lahan sampai 10 detik dan ulangi sekali lagi.

Gambar 2.7 Merapatkan gigi

4) Gerakan keempat dilakukan untuk mengendurkan otot-otot

sekitar mulut. Moncongkan bibir sekuat- kuatnya ke depan

hingga terasa ketegangan di otot–otot daerah bibir. Lemaskan

mulut dan bibir perlahan – lahan selama 10 detik kemudian

lakukan sekali lagi.

Gambar 2.8 Moncongkan bibir bentuk seperti huruf O

5) Gerakan kelima ditujukan untuk otot-otot leher belakang.

Pasien diminta untuk menekankan kepala kearah punggung

sedemikian rupa sehingga terasa tegang pada otot leher bagian


24

belakang. Lemaskan leher perlahan- lahan selama 10 detik

dan ulangi sekali lagi.

Gambar 2.9 Tekan kepala ke arah punggung

6) Gerakan keenam bertujuan melatih otot leher bagian depan.

Gerakan ini dilakukan dengan cara menekukkan atau turunkan

dagu hingga menyentuh dada hingga merasakan ketegangan

otot di daerah leher bagian depan. Lemaskan perlahan-lahan

hingga 10 detik lakukan kembali ssekali lagi

Gambar 2.10 Tekuk dan turunkan dagu hingga menyentuh dada

7) Gerakan ketujuh ditujukan untuk melatih otot tangan yang

dilakukan dengan cara menggengam tangan kiri sambil

membuat suatu kepalan. Selanjutnya minta pasien untuk


25

mengepalkan sekuat-kuatnya otot-otot tangan hingga

merasakan ketegangan otot-otot daerah tangan. Relaksasikan

otot dengan cara membuka perlahan-lahan kepalan tangan

selama 10 detik. Lakukan sebanyak dua kali pada masing –

masing tangan.

Gambar 2.11 menggenggam tangan sambil membuat kepalan

8) Gerakan kedelapan adalah gerakan yang ditujuan untuk

melatih otot-otot tangan bagian belakang. Gerakan dilakukan

dengan cara menekuk kedua pergelangan tangan ke belakang

secara perlahan-lahan hingga terasa ketegangan pada otot-otot

tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari

mengghadap ke langit-langit. Lemaskan perlahan-lahan

hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi.


26

Gambar 2.12 Menekuk pergelangan tangan ke belakang

9) Gerakan kesembilan adalah gerakan untuk melatih otot-otot

lengan atau biseps. Gerakan ini diawali dengan menggengam

kedua tangan hingga menjadi keepalan dan membawa kepalan

tersebut ke pundak sehingga orot-otot lengan bagian dalam

menegang. Lemaskan perlahan-lahan selama 10 detik dan

lakukan sekali lagi.

Gambar 2.13 menggengam kedua tangan hingga menjadi

kepalan dan membawa kepalan tersebut ke pundak

10) Gerakan kesepuluh ditujukan untuk melatih otot-otot bahu.

Relaksasi ini dilakukan dengan mengendurkan bagian otot-

otot bahu dengan cara mengangkat kedua bahu kearah telinga

setinggi-tingginya. Lemaskan atau turunkan kedua bahu


27

secara perlahan-lahan hingga 10 detik dan lakukan sekali lagi.

Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang

terjadi di bahu ,punggung atas dan leher.

Gambar 2.14 Mengangkat kedua bahu kearah telinga setinggi-tingginya

11) Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot

punggung. Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara

mengangkat tubuh dari sandaran kursi, lalu busungkan dada

dan pertahankan selama 10 detk lalu lemaskan perlahan-lahan.

Lakukan gerakan sekali lagi.

Gambar 2.15 Mengangkat tubuh dari sandaran kursi, lalu

busungkan dada

12) Gerakan keduabelas ditujukan untuk melatih otot-otot dada.

Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik nafas dalam

sedalam-dalamnya dan tahan beberapa saat sambil merasakan

ketegangan pada bagian dada dan daerah perut. Hembuskan


28

nafas perlahan-lahan melalui bibir . Lakukan gerakan ini

sekali lagi.

Gambar 2.16 Menarik nafas dalam sedalam-dalamnya

13) Gerakan ketigabelas ditujukan untuk melatih otot-otot perut.

Gerakan ini dilakukan dengan menarik perut kearah dalam

sekuat-kuatnya. Tahan selama 10 detik hingga perut terasa

kencang dan tegang. Lemaskan perlahan-lahan hingga 10

detik dan lakukan sekali lagi.

Gambar 2.17 Menarik perut kearah dalam sekuat-kuatnya

14) Gerakan keempat belas adalah gerakan yang ditujukan untuk

merelaksasikan otot-otot kaki. Gerakan ini dilakukan dengan

meluruskan kedua telapak kaki selama 10 detik hingga terasa

tegang pada daerah paha. Lemaskan kedua kaki secara

perlahan hingga 10 detik, lakukan sekali lagi. Kemudian


29

gerakan selanjutnya dengan cara menarik kedua telapak kaki

kearah dalam sekuat-kuatnya hingga pasien merasakan

ketegangan di kedua betis selama 10 detik. Lemaskan kedua

kaki selama 10 detik, lakukan kembali sekali lagi.

Gambar 2.18 Meluruskan kedua telapak kaki

B. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, kerangka konsep mengadopsi dan memodifikasi

antara teori nyeri dan penatalaksanaan nyeri

Post op bedah
abdomen
Faktor yang
Alat Ukur mempengaruhi
tingkat nyeri NYERI nyeri:

1.Skala Usia, Jenis


Analog kelamin,
Teknik relaksasi otot
Pengaruh sosial
2.Numeric progresif
budaya,
Rating Scale Pengaruh
3.Visual Studi Literatur Review terkait psikologis,
Analog Scale Teknik relaksasi otot progresif Lingkungan,
terhadap penurunan rasa nyeri Ansietas, DLL.
30

Sumber: Soesmalijah (2012), Wiarto (2017), Lemone pricilla (2016)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam pengembangan protokol

pemberian teknik relaksasi otot progresif pada pasien pasca bedah

abdomen terhadap penurunan nyeri ini adalah Literatur Review. Literatur

Review pada penulisan ini digunakan untuk mengidentifikasi langkah-

langkah yang tepat dalam menangani masalah nyeri pada pasien pasca

bedah abdomen dengan memberikan teknik relaksasi otot progresif.

Literatur Review merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk

pada metodologi penelitian atau riset tertentu dan pengembangan yang

dilakukan untuk mengumpulkan serta mengevaluasi penelitian yang terkait

pada focus topic tertentu (Triandini, Jayanatha, Indrawan, Iswara & Putra,

2019). Tujuan Literatur Review dilakukan untuk berbagai tujuan

diantaranya untuk mengidentifikasi, mengkaji, mengevaluasi dan

menafsirkan semua penelitian yang tersedia dengan bidang topic fenomena

yang menarik dengan pertanyaan penelitian tertentu yang relevan

(Triandini, Jayanatha, Indrawan, Iswara & Putra, 2019).

26
27

B. Plan, Do, Study and Act (PDSA)

Metode PDSA adalah suatu pendekatan ilmiah untuk menguji

perubahan dan melakukan perbaikan dengan menerapkan empat langkah

yaitu plan-do-study-action. Siswati (2017)

1. Plan

a. Pengkajian terkait penyebab nyeri pada pasien pasca bedah

abdomen. Nyeri merupakan salah satu manifestasi klinis pada

pasien pasca bedah abdomen

b. Menentukan rencana keperawatan pada masalah keperawatan nyeri

berupa pemberian teknik relaksasi otot progresif

c. Menentukan kriteria pasien pasca bedah abdomen yang dapat

diberikan yaitu masalah keperawatan nyeri berupa teknik relaksasi

otot progresif pada pasien pasca bedah.

2. Do

Penulis mengembangkan standar operasional prosedur berupa

pemberian teknik relaksasi otot progresif pada pasien pasca bedah

abdomen dengan nyeri

3. Study

a. Penulis melakukan Study Literature terkait pemberian teknik

relaksasi otot progresif pada pasien pasca bedah abdomen dengan

masalah keperawatan nyeri


28

b. Penulis menganalisis hasil pencarian Literature Review terkait

pemberian teknik relaksasi otot progresif untuk menurunkan nyeri

pada pasien pasca bedah

c. Penulis mencari jurnal atau teori pendukung sebagai bentuk

rasionalisasi asuhan keperawatan dalam setiap proses atau langkah

pada standar operasional prosedur yang penulis kembangkan.

4. Act

Standar operasional prosedur ini akan dijadikan sebagai panduan

dlam memberikan teknik relaksasi otot progresif untuk menurunkan

rasa nyeri pada pasien pasca bedah abdomen, agar hasil yang

didapatkan menjadi jauh lebih efektif dan efisien.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil penelusuran Literature Review

Table 4.1 Hasil Penelusuran Literature Review Intervensi Teknik

Relaksasi Otot Progresif

No Judul Peneliti Metode Penelitian Intervensi Teknik Hasil


Penelitian Relaksasi Otot
Progresif
1. Efektifitas Cemy Nur Desain penelitian Sebelum Teknik relaksasi otot
Teknik Fitria, Riska ini menggunakan dilakukannya progresif pada pasien
Relaksasi Diana Quasi intervensi, peneliti asca operasi laparatomi
Progresif Ambarwati Experimental memberikan yang mengalami nyeri
Terhadap 2015 menggunakan pengamatan awal sebanyak 12 respoden
Intensitas pendekatan one kepada responden (100%). Sebelum
Nyeri Pasca design pretest- dengan menggunakan diberikan intervensi
Operasi Bedah posttest 1. Kuesioner nyeri teknik relaksasi otot
Abdomen skala analog deskritif. progresif nyeri ringan
2. Setelah itu (skala 1-3) sebanyak 6
responden diberikan responden, nyeri sedang
intervensi teknik (skala 4-6) sebanyak 4
relaksasi otot responden dan nyeri
progresif dengan berat (skala 7-9)
posisi responden sebanyak 2 responden.
yang nyaman Kemudian Setelah
kemudian responden diberikan teknik
di minta menutup relaksasi otot progresif
mata, menempatkan pada pasien gastritis
kaki terpisah dengan yang mengalami nyeri
nyaman dan sebanyak 3 respoden
menempatkan tangan (25%) dengan skala nyeri
jauh dari tubuh ringan (1-3) dan yang
dengan telapak tidak mengalami nyeri
tangan menghadap ke sebanyak 9 respoden
atas. Latihan ini (75%) dengan skala 0.
dilakukan selama Dari hasil penelitian ini
kurang lebih 10-20 dapat disimpulkan bahwa

29
30

menit. Kemudian teknik relaksasi otot


dilakukan progresif sangat efektif
pengamatan akhir dalam menurunkan
dengan menggunakan tingkat nyeri pada pasien
kuesioner nyeri skala pasca operasi laparatomi
analog deskritif.

2. Pengaruh Lismayuni 2018 Jenis penelitian Sebelum dilakukan Diketahui terdapat 20


Teknik yang digunakan intervensi, peneliti responden yang
Relaksasi Otot adalah quasi memilih responden mengalami nyeri
Progresif eksperimen dalam penelitian sebelum dilakukan
Terhadap dengan desain sesuai tujuan relaksasi otot progresif,
Intensitas pre-test post-test penelitian, kemudian nyeri ringan ( skala 1-3)
Nyeri Pada group peneliti mengukur 7 responden, nyeri
Pasien Post tingkat nyeri sedang (skala 4-6) 8
Laparatomi menggunakan lembar responden dan nyeri
observasi skala nyeri berat (skala 7-9) 5
numeric rate scale responden Setelah
sebelum dilakukan diberikan intervensi
tindakan relaksasi teknik relaksasi otot
otot progresif. progresif tidak nyeri
Kemudian (skala 0) sebanyak 3
Mengajarkan tehnik responden, nyeri ringan
relaksasi otot (skala 1-3) sebanyak 8
progresif selama 3 responden, nyeri sedang
hari berturut-turut, (skala 4-6) sebanyak 6
melakukan terapi responden dan nyeri
relaksasi otot berat (7-9) sebanyak 3
progresif dilakukan responden. Jadi
dalam kondisi penelitian ini
nyaman kemudian menyatakan bahwa ada
gerakan otot pengaruh relaksasi otot
pergelangan tangan, progresif terhadap
otot lrngan bawah, penurunan skala nyeri
otot lengan atas, otot pada pasien post
bahu, otot kepala dan laparatomi.
leher, otot wajah, otot
punggung, otot dada
dan kaki dan
mengukur kembali
tingkat nyeri setelah
dilakukan tindakan
teknik relaksasi otot
progresif.

3. Efektifitas Peny Ariani Jenis penelitian Sebelum dilakukan Dari hasil penelitian
Relaksasi 2019 yang digunakan intervensi, peneliti yang dilakukan
Progresif dalam penelitian melakukan menunjukkan nilai rata-
Terhadap ini adalah quasi pengamatan rata intensitas nyeri
31

Penurunan experiment mengenai tingkat sebelum diberikan


Intensitas design, dengan nyeri dengan relaksasi otot progresif
Nyeri Pada rancangan menggunakan lembar adalah 5.20 dengan
Pasien Post penelitian non observasi dan lembar standar deviasi 0,832
Sectio equivalent control numeric rating scale yang termasuk dalam
Caesarea Di group, penelitian Kemudian melakukan katagori nyeri sedang,
RSU ini menggunakan intervensi dengan sedangkan setelah
Sembiring satu kelompok teknik relaksasi diberikan relaksasi
intervensi dan progresif sekitar 15 progresif adalah 3.60
kelompok kontrol Menit. Selanjutnya dengan standar deviasi
dengan cara diukur kembali 0.679 yang termasuk
dilakukan tes tingkat nyeri pasien dalam katagori nyeri
awal pretest (01) dengan menggunakan ringan. Diketahui bahwa
yang diberikan lembar observasi dan teknik relaksasi progresif
kepada dua lembar Numeric dapat menurunkan
kelompok, Rating Scale tingkat nyeri pada pasien
kemudian diberi post sectio caesarea.
intervensi (X),
setelah beberapa
waktu kemudian
peneliti
melakukan tes
akhir posttest (02)
yang diberikan
kepada dua
kelompok.

4. Efektifitas Iwayan Penelitian ini Sebelum Teknik relaksasi otot


Penggunaan Supetran, 2015 merupakan dilakukannya progresif pada pasien
Teknik penelitian Pre intervensi, peneliti gastritis yang mengalami
Relaksasi Otot experimental memberikan nyeri sebanyak 12
Progresif design dengan pengamatan awal respoden (100%).
Dalam pendekatan kepada responden Sebelum diberikan
Menurunkan pretest-posttest dengan menggunakan intervensi teknik
Tingkat Nyeri design. Populasi kuesioner nyeri skala relaksasi otot progresif
Pasien pasca dalam penelitian analog deskritif. nyeri ringan (skala 1-3)
bedah ini adalah pasien Setelah itu responden sebanyak 6 responden,
abdomen post op abdomen. diberikan intervensi nyeri sedang (skala 4-6)
Sampel dalam teknik relaksasi otot sebanyak 4 responden
penelitian ini progresif dengan dan nyeri berat (skala 7-
sebanyak 12 posisi responden 9) sebanyak 2 responden.
orang. Dengan yang nyaman Kemudian Setelah
Teknik Relaksasi kemudian responden diberikan teknik
Otot Progresif. di minta menutup relaksasi otot progresif
Instrumen yang mata, menempatkan pada pasien post op
digunakan adalah kaki terpisah dengan abdomen yang
Lembar nyaman dan mengalami nyeri
Kuesioner Nyeri menempatkan tangan sebanyak 3 respoden
32

Skala Analog jauh dari tubuh (25%) dengan skala nyeri


Deskritif dengan telapak ringan (1-3) dan yang
tangan menghadap ke tidak mengalami nyeri
atas. Latihan ini sebanyak 9 respoden
dilakukan selama (75%) dengan skala 0.
kurang lebih 10-20 Dari hasil penelitian ini
menit. Kemudian dapat disimpulkan bahwa
dilakukan teknik relaksasi otot
pengamatan akhir progresif sangat efektif
dengan menggunakan dalam menurunkan
kuesioner nyeri skala tingkat nyeri pada pasien
analog deskritif. post op abdomen.

5. Relaksasi Aprina, Noven Rancangan Sebelum dilakukan Dari hasil penelitian


Progresif Ilham Yowanda, penelitian Quasi intervensi, peneliti yang dilakukan
terhadap Sunarsih, 2016 Eksperimen melakukan menunjukkan nilai rata-
Intensitas dengan desain pengamatangan rata intensitas nyeri
Nyeri Post penelitian One mengenai tingkat sebelum diberikan
Operasi BPH Group PrePost nyeri dengan relaksasi progresif adalah
(Benigna Test dengan menggunakan lembar 5.20 dengan standar
Prostat teknik observasi dan lembar deviasi 0.834 yang
Hyperplasia) pengambilan Numeric Rating termasuk dalam katagori
sampel Scale. Kemudian nyeri sedang, sedangkan
menggunakan melakukan intervensi setelah diberikan
teknik Accidental dengan teknik relaksasi progresif adalah
Sampling. Jumlah relaksasi progresif 3.60 dengan standar
sampel yang sekitar 15 Menit. deviasi 0.681 yang
digunakan dalam Selanjutnya diukur termasuk dalam katagori
penelitian ini kembali tingkat nyeri nyeri ringan. Diketahui
berjumlah pasien dengan bahwa teknik relaksasi
sebanyak 20 menggunakan lembar progresif dapat
responden di observasi dan lembar menurunkan tingkat
ruang Kutilang Numeric Rating Scale nyeri pada pasien BPH di
RSUD Dr. H. Ruang Kutilang RSUD
Abdul Moeloek DR. H. Abdul Moeloek
Provinsi Provinsi Lampung.
Lampung, dengan
menggunakan
teknik relaksasi
progresif.
Instrument yang
digunakan adalah
lembar observasi,
lembar Numeric
Rating Scale dan
SOP relaksasi
progresif
33

2. Pengembangan protokol pemberian teknik relaksasi otot progresif

pada pasien pasca bedah abdomen

Tabel 4.2 Pengembangan Protokol Teknik Relaksasi Otot Progresif

NO Protokol Rasionalisasi

1. Salam Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi


interpersonal antara perawat dan klien yang
dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien
saling memengaruhi dan memperoleh pengalaman
bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi
masalah klien serta memperbaiki pengalaman
emosional klien yang pada akhirnya mencapai
kesembuhan klien (Anjaswarni Tri, 2016)

2. Informed Concent Informed Concent persetujuan dari pasien atau


keluarga terhadap tindakan medic yang akan
dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah
mendapatkan penjelasan yang adekuat dari dokter
atau tenaga medis Tajmiati Atit (2016) 2016),
Kamer (2018)

3. Pengkajian awal menilai Tindakan yang dilakukan untuk mengetahui


tingkat nyeri pada pasien penilaian tingkat nyeri awal pada pasien yang
Pasca Bedah Abdomen mengalami nyeri (Yudiyanta; Khoirunnisa:
Novitasari, 2015)

4. Mempersiapkan lingkungan Untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan serta


dan mempersiapkan alat-alat keamanan pada pasien saat dilakukan tindakan
(Iqbal Mubaral; Indrawati; Susanto, 2015), Setyoadi
(2016)

5. Cuci Tangan Mencuci tangan merupakan tindakan sanitasi


dengan membersihkan tangan dan jari jemari
dengan menggunakan air atau cairan lainnya oleh
manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih
(Priyoto, 2015), Es Angraeni (2016)

6. Mengatur posisi yang Posisi yang nyaman merupakan posisi yang


nyaman dilakukan untuk mengatur posisi yang baik sesuai
dengan keadaan pasien dengan menciptakan rasa
nyaman Windarwati (2015) Pawirowiyono subu
(2015) dan
34

7. Melakukan Tindakan Teknik Relaksasi otot progresif itu dengan menegangkan


Relaksasi Otot Progresif otot-otot tertentu dan mengkombinasikan latihan
nafas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan
a. Mengerutkan dahi relaksasi otot yang dilakukan sesuai dengan standar
dan alis sekenceng- operasional prosedur yang bertujuan untuk
kencengnya hingga
kulit terasa menurunkan ketegangan otot dan menciptakan
mengerut kemudian sensasi melepaskan ketidaknyamanan dan stress.
dilemaskan Saat mencapai relaksasi penuh, maka persepsi nyeri
perlahan-lahan berkurang dan rasa cemas terhadap pengalaman
hingga sepuluh nyeri berkurang. Penurunan intensitas nyeri
detik berkurang terjadi karena kontraksi otot yang
b. Mengendurkan otot-
dilakukan pada otot-otot tertentu dapat
otot mata yang
diaawali dengan menimbulkan efek relaksasi dan memberi rasa
memejamkan nyaman kepada responden sehingga nyeri yang
sekuat-kuatnya dirasakan menjadi teralihkan dan berkurang.
hingga ketegangan Relaksasi otot progresif ini juga menstimulasi
otot-otot di daerah syaraf untuk meningkatkan pelepasan endorphin
mata dirasakan serta meningkatkan ambang nyeri pada responden.
menegang.
(Chandra; Siti: Femi, 2018)
Lemaskan perlahan-
lahan hingga 10
detik dan diulangi
kembali sekali lagi.
c. Mengatupkan mulut
sambil merapatkan
gigi sekuat-kuatnya
sehingga pasien
merasakan
ketegangan di
sekitar otot-otot
rahang. Lemaskan
perlahan-lahan
sampai 10 detik dan
ulangi sekali lagi.
d. Memoncongkan
bibir sekuat-juatnya
ke depan hingga
terasa ketegangan
otot-otot daerah
bibir. Lemaskan
mulut dan bibir
perlahan-lahan
selama 10 detik
kemudian lakukan
lagi.
e. Menekankan kepala
kearah punggung
sedemikian rupa
sehingga terasa
tegang pada otot
leher bagian
belakang. Lemaskan
leher perlahan-lahan
35

selama 10 detik dan


ulangi sekali lagi.
f. Menekkukan atau
turunkan dagu
hingga menyentuh
dada hingga
merasakan
ketegangan otot di
daerah leher bagian
depan. Lemaskan
perlahan-lahan
hingga 10 detik
lakukan kembali
sekali lagi.
g. Menggenggam
tangan kiri sambil
membuat suatu
kepalan.
Selanjutnya minta
pasien untuk
mengepalkan
sekuat-kuatnya otot-
otot tangan hingga
merasakan
ketegangan otot-otot
daerah tangan.
Relaksasikan otot
dengan cara
membuka perlahan-
lahan kepalan
tangan selama 10
detik. Lakukan
sebanyak duaa kali
pada masing-masing
tangan.
h. Menekuk kedua
pergelangan tangan
ke belakang secara
perlahan-lahan
hingga terasa
ketegangan pada
otot-otot tangan
bagian belakang dan
lengan bawah
menengang, jari-jari
menghadap ke
langit-langit.
Lemaskan perlahan-
lahan hingga 10
detik dan lakukkan
sekali lagi.
i. Menggenggam
kedua tangan hingga
menjadi kepalan dan
membawa kepalan
36

tersebut ke pundak
sehingga otot-otot
lengan bagian dalam
menegang.
Lemaskan perlahan-
lahan selama 10
detik dan lakukan
sekali lagi.
j. Mengendurkan
bagian otot-otot
bahu dengan cara
mengangkat kedua
bahu kearah telinga
setinggi-tingginya.
Lemaskan atau
turunkan kedua
bahu secara
perlahan-lahan
hingga 10 detik dan
lakukan sekali lagi.
Fokus perhatian
gerakan ini adalah
kontras ketegangan
yang terjadi di bahu,
punggung atas dan
leher.
k. Mengangkat tubuh
dari sandaran kursi,
lalu busungkan dada
dan pertahankan
selama 10 detik lalu
lemaskan perlahan-
lahan. Lakukan
gerakan seali lagi.
l. Menarik nafas
dalam sedalam-
dalamnya dan tahan
beberapa saat
sambil merasakan
ketegangan pada
bagian dada dan
daerah perut.
Hembuskan nafas
perlahan-lahan
melalui bibir.
Lakukan gerakan ini
sekali lagi.
m. Menarik perut
kearah dalam
sekuat-kuatnya.
Tahan selama 10
detik hingga perut
terasa kencang dan
tegang. Lemaskan
perlahan-lahan
37

hingga 10 detik dan


lakukan sekali lagi.
n. Meluruskan kedua
telapak kaki selama
10 detik hingga
terasa tegang pada
daerah paha.
Lemaskan kedua
kaki secara perlahan
hingga 10 detik,
lakukan sekali lagi.
Kemudian gerakan
selanjutnya dengan
cara menarik kedua
telapak kaki kearah
dalam sekuat-
kuatnya hingga
pasien merasakan
ketegangan di kedua
betis selama 10
detik. Lemaskan
kedua kaki selama
10 detik, lakukan
kembali sekali lagi

B. Pembahasan

Dalam penelitian ini relaksasi otot progresif merupakan

intervensi yang peneliti lakukan sebagai upaya penurunan rasa nyeri.

Melalui study literature Relaksasi otot progresif adalah suatu terapi yang

diberikan kepada responden dengan menegangkan otot-otot tertentu dan

mengkombinasikan latihan nafas dalam dan serangkaian seri kontraksi

dan relaksasi otot yang dilakukan sesuai dengan standar operasional

prosedur, seluruh responden mendapatkan perlakuan yang sama meliputi

langkah-langkah relaksasi otot progresif dan durasi sekitar10-15 menit

intervensi yang dilakukan pada seluruh responden

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitria & Ambarwati

(2015) dengan judul Efektifitas Teknik Relaksasi Progresif Terhadap


38

Intensitas Nyeri Pasca Operasi Laparatomi di ruang Mawar II RSUD Dr.

Moewardi rata-rata nyeri sebelum diberikan intervensi adalah 5.93 atau

dalam kategori nyeri sedang dan setelah diberikan intervensi rata-rata

nyeri adalah 3.93 atau dalam kategori nyeri sedang. Analisis secara

statistik membuktikan bahwa perbedaan skala nyeri antara sebelum dan

sesudah relaksasi progresif dinyatakan signifikan (thitung = 6,481 > tabel

= 2,145 atau p = 0,000 < 0,05).

Penelitian lainnya yang dilakukan Chandra Sulistyorini (2019)

dengan judul Efektifitas Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri Dismenore pada Remaja Putri rata-rata nyeri sebelum

diberikan intervensi adalah 5,00 atau dalam kategori sedang dan setelah

diberikan intervensi rata-rata nyeri adalah 3,00 atau dalam kategori nyeri

sedang. Analisi statistik membuktikan bahwa perbedaan skala nyeri

antara sebelum dan sesudah relaksasi progresif dinyatakan signifikan

nilai sig (2-tailed) adalah 0,000, yaitu<0,05.

Menurut penelitian lain yang dilakukan oleh Melisa (2015),

tentang efektivitas pemberian teknik relaksasi progresif dalam penurunan

nyeri pasien gastritis akut di RSUD Muara Teweh 2015 dengan hasil dari

25 responden tingkat nyeri pada pasien gastritis akut sebelum pemberian

teknik relaksasi progresif adalah nyeri ringan sebanyak 4 orang (16%),

nyeri sedang yaitu sebanyak 16 orang (64 %), nyeri berat terkontrol

sebanyak 5 orang (20%). Tingkat nyeri pada pasien gastritis akut sesudah

pemberian teknik relaksasi progresif adalah tidak ada nyeri sebanyak 1


39

orang (4%), nyeri ringan sebanyak 12 orang (48%), nyeri sedang yaitu

sebanyak 7 orang (28 %), nyeri berat terkontrol sebanyak 5 orang (20%).

Setelah penulis menganalisis dari beberapa jurnal diatas dimana

teknik relaksasi otot progresif dapat mengurangi nyeri dengan rata-rata

tingkat nyeri sebelum diberikan teknik relaksasi otot progresif adalah

skala nyeri sedang (skala 4-6) dengan waktu 3 hari selama 10-15 menit

dengan menggunakan alat ukur Numeric Rating Scale kemudia diberikan

teknik relaksasi otot progresif dengan berbagai gerakan seperti gerakan

pada otot pergelangan tangan, otot lengan bawah, otot lengan atas, otot

bahu, otot kepala dan leher, otot wajah, otot punggung, otot dada dan

kaki. Kemudian setelah diberikan intervensi teknik relaksasi otot

progresif dengan responden yang mengalami nyeri rata-rata skala nyeri

pasca bedah abdomen menurun menjadi skala nyeri ringan (skala 1-3)

dengan menggunakan Numeric Rating Scale.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan dan

memberikan saran sebagai kajian atau analisis berdasarkan dari hasil Literature

Review yang diteliti dari beberapa jurnal terkait tentang teknik relaksasi otot

progresif dapat menurunkan intensitas nyeri sebagai berikut.

A. Kesimpulan

Kesimpulannya adalah dapat mengidentifikasi protokol teknik

relaksasi otot progresif , dapat menganalisis gambaran tingkat nyeri

sebelum dilakukan intervensi teknik relaksasi otot progresif, dan dapat

mengembangkan gambaran tingkat nyeri sesudah dilakukan teknik

relaksasi otot progresif.

B. SARAN

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang teknik

relaksasi otot progresif khususnya bagi pasien pasca bedah abdomen

untuk mengurangi rasa nyeri

2. Bagi Peneliti

42
43

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dijadikan

sebagai evidence based dan tambahan informasi untuk mengembangkan

penelitian lebih lanjut tentang manfaat lain dari relaksasi otot progresif

terhadap kesehatan karena mampu menurunkan intensitas nyeri.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan terapi relaksasi otot progresif dapat dijadikan

sebagai bahan pembelajaran dan bahan praktek laboratorium karena

teknik relaksasi otot progresif dapat menurunkan intensitas nyeri.


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.


Yogyakarta: Ar- Ruzz
Anjaswarni, Tri. (2016). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan
Bachrudin & Najib. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan
Fitria & Ambarwati. (2015). Efektifitas Teknik Relaksasi Progresif
Terhadap Intensitas Nyeri Pasca Operasi Laparatomi.
Diperoleh dari http://journal.akpergshwng.ac.id
Judha, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika
M. Black, Joyce. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Penerjemah: Nampira, Rizal Ashari, dkk. Singapore: Elsevier
Melisa. (2015). Efektifitas Pemberian Teknik Relaksasi Otot Progresif
Dalam Penurunan Nyeri Pasien Gastritis Akut di RSUD Muara
Teweh. Diperoleh dari https://jurnalstikesbcm.ac.id.
Mubarak, Indrawati & Susanto. (2015). Buku I Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2015). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Patimah, Widhiastuti & Tajmiati. (2016). Praktikum Konsep dan Etika
Legal Dalam Praktik. Jakarta: Pudik SDM Kesehatan
Sulistyorini, Chandra, dkk. (2019). Efektifitas Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Disminore Pada
Remaja Putri. Diperoleh dari https://jurnal.stikeswhs.ac.id
Supetran, Wayan. (2016). Efektifitas Penggunaan Teknik Relaksasii Otot
Progresif Dalam Menurunkan Tingkat Nyeri Pasien Gastritis Di
Rumah Sakit Daerah Madani Palu. Diperoleh dari
https://jurnal.unismuhpalu.ac.id
Smeltzer, et al. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddart Edisi 8. Penerjemah: Waluyo, Agung, dkk. Jakarta:EGC
Windarwati, Pawirowiyono & Subu. (2015). Pemenuhan Kebutuhan Rasa
Nyaman Pada Pasien Gastritis. Diperoleh dari
http://poltekkes.denpasar.ac.id
Yudiyanto, Novita & Ratih. (2015). Assesment Nyeri. Diperoleh dari
https://ugm.ac.id
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai