Anda di halaman 1dari 65

PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PEMBERIAN TEKNIK DISTRAKSI VISUAL KARTU DALAM


UPAYA PENURUNAN SKALA NYERI PEMASANGAN
INFUS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

KLARISSA PUTRI UTAMI


17032

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


JAKARTA
2020
PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIANTEKNIK DISTRAKSI VISUAL KARTU DALAM
UPAYA PENURUNAN SKALA NYERI PEMASANGAN
INFUS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

KARYA TULIS ILMIAH


Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Karya Tulis Ilmiah
Program D-3 Keperawatan

Disusunoleh:
KLARISSA PUTRI UTAMI
NIRM: 17032

PROGRAM D-3 KEPRAWATAN


AKADEMI KEPRAWATAN PELNI JAKARTA
JAKARTA
2020

i
KARYA TULIS ILMIAH
Judul
PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBERIAN TEKNIK DISTRAKSI VISUAL KARTU DALAM
UPAYA PENURUNAN SKALA NYERI PEMASANGAN
INFUS PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

Dipersiapkan dan disusun oleh :


KLARISSA PUTRI UTAMI
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 24 Agustus 2020
Susunan Dewan Penguji
Pembimbing Utama Ketua Dewan Penguji

Ns. Elfira Rahmawati, M.Kep, Sp.Kep.An Buntar Handayani, SKp.,M.Kep.,MM


NIDN. 0323048305 NIDS. 0304056703

Pembimbing Pendamping

Ns. Susiana Jansen, M.Kep, Sp.Kep.An


NIDN. 0301019202
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Ahlimadya Keperawatan pada program D-3 Keperawatan
Akademi Keperawatan PELNI Jakarta
Tanggal 24 Agustus 2020

sri atun wahyuningsih,Ns.,M.Kep.,Sp,.J


Kaprodi Diploma-3 Akademi Keprawatan PELNI Jakarta

ii
SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME

Saya yang bertanggung jawab dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan

bahwa Karyatulis ilmiah ini, Saya susun tanpa tindak plagiarism sesuai peraturan

yang berlaku di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Jika kemudian hari Saya melakukan tindak plagiarism, Saya akan

bertanggung jawab dan menerima sanksi yang di jatuhkan oleh Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta.

Jakarta, 24 Agustus 2020


Pembuat Pernyataan

Klarissa Putri Utami

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pengembangan Standar Operasional Prosedur distraksi

visual kartu dalam upaya penurunan skala nyeri pada prosedur pemasangan

infus”.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Ahmad Samdani,SKM, Ketua Yayasan Samudra Apta.

2. Ibu Buntar Handayani,SKp.,M.Kep.,MM, Direktur Akademi Keperawatan

PELNI Jakarta dan Sekaligus Dewan Penguji.

3. Ns. Elfira Awalia R, M.Kep.,Sp.Kep.An. Sebagai Dosen Pembimbing Utama

Karya Tulis Ilmiah Keperawatan Anak.

4. Ns. Susiana Jansen, M.Kep. Sebagai Dosen Pembimbing Pendamping Karya

Tulis Ilmiah Keperawatan Anak.

5. Semua dosen Akademi Keperawatan PELNI Jakarta yang telah memberikan

bimbingan dan wawasannya dengan sabar serta ilmu yang bermanfaat.

6. Teman – teman Mahasiswa/i Akademi Keperawatan Pelni Jakarta Angkatan

XXII dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

iv
Akhir kata, semoga semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap

semoga penelitian ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu kesehatan khususnya

keperawatan.

Jakarta, 24 agustus 2020

Klarissa putri utami

v
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME ........................................................... iii


KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8
A. Konsep Anak ............................................................................................ 8
B. Konsep Anak Prasekolah .......................................................................... 8
C. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia PraSekolah ....................... 9
D. Konsep Hospitalisasi .............................................................................. 11
E. Konsep Nyeri .......................................................................................... 16
F. Peran Perawat Anak Dalam Meminimalkan Stres Pada Anak Yang
Menjalani Hospitalisasi.................................................................................. 23
G. Kerangka Konsepual .............................................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 27
A. Metodologi ................................................................................................ 27
B. Plan, Do, Study, Act (PDSA) .................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 29
A. Hasil ........................................................................................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 41
A. Kesimpulan ................................................................................................ 41
B. Saran ........................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
LAMPIRAN .......................................................................................................... 46

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional Pemberian Distraksi Visual Kartu

Tabel 2. Kuisioner

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pedoman Prosedur Distraksi visual Kartu

Lampiran 2. Lembar Kuesioner

Lampiran 3. Informed Consent

viii
Abstrak

Nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan subjektif yang dapat
mempengaruhi semua orang disemua usia. Nyeri adalah fenomena kompleks yang
melibatkan banyak komponen yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu
terapi nonfarmakologik yang digunakan untuk meredakan atau menghilangkan
nyeri salah satunya adalah terapi teknik distraksi visual kartu. Penulisan ini
bertujuan untuk mengembangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberian
teknik distraksi visual kartu pada anak dengan masalah keperawatan nyeri
pemasangan infus. Metode penulisan ini menggunakan literature review, dengan
jumlah lima literature review yang terkait dengan pengembangan Standar
Operasional Prosedur (SOP) pemberian teknik distraksi visual kartu pada anak
dengan masalah keperawatan nyeri pemasangan infus. Hasil yang didapatkan
setelah melakukan literature review yaitu pemberian terapi teknik distraksi visual
kartu dapat menurunkan skala nyeri pada pasien pemasangan infus, hal ini
disebabkan karena distraksi merupakan metode dalam upaya menurunkan nyeri
pada anak, sering membuat pasien lebih banyak menahan dan dapat mengurangi
nyeri akibat mengalihkan perhatian anak sehingga anak tertarik pada gambar
efektivitas yang lebih tinggi dalam menurunkan nyeri pada anak. Membuktikan
bahwa teknik distraksi visual kartu dalam menurunkan nyeri.

Kata kunci: Anak Usia Prasekolah, Terapi Diatraksi Visual Kartu, Nyeri
Prosedur Pemasangan Infus, Standar Operasional Prosedur.

ix
Abstract

Pain is a very individual and subjective experience that can affect people of all
ages. Pain is a complex phenomenon involving many components influenced by
many factors. One of the nonpharmacologic therapies used to relieve or relieve
pain, one of which is card visual distraction technique therapy. This writing aims
to develop a Standard Operating Procedure (SOP) for providing visual
distraction cards to children with nursing problems with intravenous pain. This
writing method uses a literature review, with a total of five literature reviews
related to the development of Standard Operating Procedures (SOP) for
providing visual distraction card techniques to children with nursing problems
with infusion pain. The results obtained after conducting a literature review,
namely the provision of visual card distraction technique therapy can reduce the
pain scale in infusion patients, this is because distraction is a method of reducing
pain in children, often makes patients more hold and can reduce pain due to
distraction. child so that the child is attracted to images of a higher effectiveness
in reducing pain in children. Proves that the card visual distraction technique in
reducing pain.

Key words: Preschool Children, Visual Card Attracted Therapy, Pain Infusion,
Standard Operating Procedure.

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah

Setiawan (2014). Rumah sakit merupakan salah satu penyedia layanan

kesehatan profesional yang pelayanannya di sediakan oleh dokter,

perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya yang berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun

rehabilitative (Supartini, 2012).

Selama proses hospitalisasi anak dan orang tua dapat mengalami

berbagai kejadian yang sangat traumatik dan penuh dengan stres

(Supartini, 2012). Anak yang dirawat dirumah sakit atau hospitalisasi akan

mengalami bebera reaksi seperti takut, cemas, gelisah dan tidak kooperatif

(Solikhah, 2013). Prevalensi hospitalisasi pada anak usia prasekolah

menurut data World Health Organisation (WHO) pada tahun 2015 adalah

sebanyak 45% dari keseluruhan jumlah pasien anak usia prasekolah yang

di hospitalisasi, Sedangkan hasil survey United Nations Emergency

Children’s Fund (UNICEF) tahun 2013, pravalensi anak yang mengalami

perawatan hospitalisasi sebanyak 84% (Padila, 2019).

Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan

Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok

1
2

usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%, usia 13-

15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Angka kesakitan

anak usia 0-21 tahun apabila dihitung dari keseluruhan jumlah penduduk

adalah 14,44%.

Prosedur yang dilakukan pada anak yang dirawat di rumah sakit

bermacam-macam. Salah satu tindakan yang dilakukan adalah

pemasangan infus. Prosedur pemasangan infus merupakan prosedur

invasif yang sering dilakukan pada perawatan anak di rumah sakit (Wang,

Sun & Chen, 2012). Adanya prosedur penusukan vena dalam pemasangan

infus dapat menimbulkan rasa cemas, takut, dan nyeri pada anak (Wang,

Sun, & Chen, 2012).

Nyeri pada Anak merupakan satu hal kompleks, individual,

subjektif dan merupakan hal yang umum terjadi. Nyeri apabila tidak

diatasi membuat anak menjadi tidak kooperatif dan menolak prosedur

tindakan sehingga dapat menghambat proses penyembuhan. Nyeri yang

tidak diatasi menyebabkan dampak psikologis lain gangguan perilaku

seperti takut, cemas, stress, gangguan tidur selain itu mengurangi koping

dan menyebabkan regresi perkembangan (Sarfika, 2015).

Menurut data surveilans World Health Organisation (WHO)

dinyatakan bahwa angka kejadian pemasangan infus di rumah sakit

khususnya di instalasi gawat darurat cukup tinggi yaitu 85% per tahun.

120 juta orang dari 190 juta pasien yang di rawat di rumah sakit

menggunakan infus (Suprapto, 2015). Angka kesakitan anak di Indonesia


3

adalah 15,26 %. Angka kesakitan anak di daerah pedesaan sebesar 15,75

% sementara angka kesakitan anak di daerah perkotaan sebesar 14,47 %

(Susenas, 2015).

Salah satu tindakan yang rutin dilakukan adalah prosedur invasif

yaitu pemasangan infus. Prosedur terapi melalui jalur intravena tersebut

menimbulkan kondisi nyeri akut bagi anak, artinya nyeri yang dirasakan

hanya berlangsung dengan periode waktu yang singkat sekitar 1 menit saat

penusukan (Sarfika, 2015). Menurut penelitian Yusuf, Lisbet, dan Budi

(2018) yang dikenal dalam pendekatan pada anak adalah distraksi visual

dengan memperlihatkan kartu yang disenangi oleh anak sehingga nyeri

bisa berkurang. Beberapa hasil penelitian terkait distraksi menunjukan

bahwa tehnik distraksi adalah metode yang efektif untuk mengurangi

tingkat nyeri dan kecemasan pada anak selama proses pengambilan sampel

darah, pemasangan infus dan perawatan luka (Canbulat, Inal, & Sönmezer,

2014; Inal & Kelleci, 2012; Ha & Kim, 2013; Kaur, Sarin, & Kumar,

2014).

Hasil penelitian ini didukung juga oleh penelitian - penelitian

sebelumnya (Mohammadi, Shamshiri, Bagherzadeh, & Hossinkhani,

2012) hasil dalam penelitianya menunjukkan tingkat nyeri kelompok

intervensi lebih rendah dibandingkan tingkat nyeri kelompok kontrol

dengan nilai p= 0,012. Menurut penelitian Yusuf, Lisbet, dan Budi (2018).

Anak yang dilakukan pemasangan infus akan terjadi kerusakan jaringan

yang merangsang noosiseptor untuk menstramisikan nyeri ke otak namun


4

dengan adanya distraksi visual dengan media kartu akan mengurangi

transmisi rasa nyeri ke otak sehingga nyeri berkurang.

Adanya pengaruh distraksi visual dengan kartu bergambarkan

kartun yang disukai anak dapat mengurangi nyeri ini berdasarkan teori

Gate Control, bahwa implus nyeri dapat diatur atau dihambat oleh

mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini

mengatakan bahwa implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan

dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu

cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah dengan merangsang

sekresi endorfin yang akan menghambat pelepasan subtansi P. Distraksi

Visual sendiri juga dapat merangsang peningkatan hormon endorfin yang

merupakan subtansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh, endorfin akan

memblokir lepasnya subtansi P dari neuron sensorik, sehingga sensasi

nyeri menjadi berkurang (Potter & Perry, 2016).

Penelitian yang mendukung hal ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Inal dan Kelleci (2012) mengatakan bahwa memanfaatkan

teknik distraksi dengan menggunakan media kartu dapat merangsang

visual dan audiotori. Hal ini yang dapat meningkatkan keberhasilan dan

keefektifan teknik distraksi kartu dalam menarik perhatian dan

keikutsertaan anak dalam setiap prosedur yang menimbulkan nyeri.

Yusuf, Lisbet, dan Budi (2018) mendapatkan hasil dari wawancara

yang dilakukan pada perawat di ruang anak didapatkan bahwa hampir

semua anak yang dirawat diruang anak mendapatkan prosedur


5

pemasangan infus. Reaksi anak saat dipasang infus adalah menangis, takut

dan mengeluh nyeri. Prosedur pemasangan infus dilakukan berdasarkan

rekomendasi dari dokter, selama prosedur pemasangan infus, perawat

sudah melakukan upaya menurunkan nyeri dan kecemasan anak. Perawat

melakukan upaya menurunkan nyeri dengan melibatkan orang tua selama

prosedur, melakukan teknik relaksasi untuk anak dengan usia yang lebih

besar dan memberi stimulus dingin pada kulit dengan alkohol.

Sebelumnya belum pernah dilakukan pain managemen dengan media kartu

untuk mengurangi nyeri pada anak saat pemasangan infus.

Berdasarkan hasil penelitian Yusuf, Lisbet, dan Budi (2018) maka

dapat disimpulkan bahwa, rata-rata tingkat nyeri anak usia prasekolah

yang diberikan intervensi distraksi visual saat dilakukan pemasangan infus

yaitu sebesar 5.95, yaitu termasuk tingkat nyeri sedang. Sedangkan rata-

rata tingkat nyeri anak usia prasekolah yang tidak diberikan intervensi

distraksi visual saat dilakukan pemasangan infus yaitu sebesar 7.74, yaitu

termasuk tingkat nyeri berat. Teknik distraksi visual kartu mempunyai

pengaruh yang efektif dalam mengurangi nyeri saat prosedur pemasangan

infus.Terdapat perbedaan rerata tingkat nyeri antara kelompok intervensi

dan kelompok kontrol, dimana tingkat nyeri pada kelompok intervensi

lebih rendah dibandingkan tingkat nyeri pada kelompok kontrol dengan

perbedaan yang bermakna dimana nilai p = 0,004.

Hampir seluruh anak yang dirawat di Rumah Sakit PELNI

mengalami nyeri saat pemasangan infus, contohnya saat anak pertama kali
6

dirawat di Rumah Sakit anak merasakan jauh dari teman bermain

biasanya, lingkungan yang baru, anak menangis pada malam hari. Setiap

anak yang mengalami nyeri saat prosedur pemasangan infus perawat

hanya melibatkan orang tua intervensi lain yang digunakan untuk

menurunkan nyeri pada saat pemasangan infus tidak dilakukan sehingga

peneliti tertarik untuk melakukan pengembangan ”Standar Operasional

Prosedur teknik distraksi visual kartu dalam upaya penurunan skala nyeri

pada prosedur pemasangan infus”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penulisan ini adalah “Pentingnya standar

oprasional prosedur yang tepat dalam melakukan asuhan keperawatan terapi

teknik distraksi visual kartu pada anak usia prasekolah dengan masalah upaya

penurunan skala nyeri”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui SOP pengaruh pemberian terapi teknik distraksi visual

kartu terhadap anak usia prasekolah yang mengalami nyeri pemasangan

infus.

2. Tujuan Khusus

a. Mengembangkan SOP pengaruh pemberian terapi teknik distraksi

visual kartu terhadap anak yang mengalami nyeri pemasangan infus.


7

b. Memberikan gambaran penerapan SOP terapi teknik distraksi

visual kartu terhadap anak yang mengalami nyeri pemasangan

infus.

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Masyarakat

SOP pemberian terapi teknik distraksi visual kartu saat anak

mengalami nyeri pemasangan infus.

2. Bagi Perkembangan Teknologi Ilmu Keperawatan

a. Sebagai acuan dalam memberikan terapi teknik distraksi visual

kartu saat pengambilan data penelitian.

b. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan penelitian

bidang keperawatan tentang tindakan terapi teknik distraksi visual

kartu untuk upaya penurunan nyeri pemasangan infus pada masa

yang akan datang dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan dan

teknologi keperawatan.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan

SOP terapi teknik distraksi visual kartu dapat digunakan dalam

menangani masalah penurunan nyeri pemasangan infus pada anak

yang mengalami hospitalisasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anak

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002

pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih di dalam kandungan. Anak

merupakan asset bangsa yang akan meneruskan perjuangan suatu bangsa,

sehingga harus diperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI,

2014).

Anak adalah orang yang berusia 0 sampai dengan belum mencapai 18

tahun dan belum pernah kawin (kementrian pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak RI, 2013). Anak merupakan bagian dari keluarga dan

masyarakat. Anak yang sakit dapat menimbulkan suatu stres bagi anak itu

sendiri maupun keluarga (Setiawan, 2014).

B. Konsep Anak Prasekolah

Anak prasekolah yaitu antara usia 3-6 tahun, tumbuh lebih lambat

dari pada tahun sebelumnya, dan anak prasekolah yang sehat bertumbuh

ramping dan tangkas, dengan postur tubuh yang tegak. Perkembangan

kognitif, bahasa, dan psikososial sangat penting selama periode prasekolah.

Seiring dengan peningkatan keterampilan kognitif, pemikiran magis

berlebihan (Papalia &Felman, 2011).

8
9

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012

bahwa 3% – 10% pasien anak yang dirawat di Amerika Serikat baik anak usia

todler, prasekolah ataupun anak usia sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh

Lemos et al (2015) menunjukan bahwa persentase usia prasekolah (3 sampai

6 tahun) yang dirawat dirumah sakit sebanyak 52,38% lebih tinggi

dibandingkan anak usia sekolah (7 sampai 11) yakni 47,62%.

C. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia PraSekolah

Usia tiga hingga lima tahun disebut The Wonder Years yaitu masa

dimana seorang anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap

sesuatu, sangat dinamis dari kegembiraan ke rengekan, dari amukan ke

pelukan. Anak usia prasekolah adalah penjelajah, ilmuwan, seniman, dan

peneliti. Mereka suka belajar dan terus mencari tahu, bagaimana menjadi

teman, bagaimana terlibat dengan dunia, dan bagaimana mengendalikan

tubuh, emosi, dan pikiran mereka. Dengan sedikit bantuan dari Anda,

periode ini akan membangun fondasi yang aman dan tidak terbatas untuk

seluruh masa kecil putra atau putri Anda (Markham, 2019).

Pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi pada usia emas

kehidupan. Asupan makanan yang bergizi memberikan manfaat yang

sangat baik bagi pertumbuhan anak Makanan yang baik bagi tubuh adalah

yang cukup mengandung kalori dan protein, vitamin, karbohidrat, dan

mineral. Sumber- sumber makanan ini salah satunya berasal dari sayur-

sayuran (Susanto, 2014). Tumbuh kembang merupakan dua peristiwa yang


10

sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu

pertumbuhan dan perkembangan. Aspek tumbuh kembang pada masa anak

merupakan suatu hal yang sangat penting, yang sering diabaikan oleh

tenaga kesehatan khususnya di lapangan. Salah satu upaya pemantauan

pertumbuhan dan perkembangan balita adalah Stimulasi Deteksi Dini

Tumbuh Kembang (SDIDTK). Dalam pelaksanaan program SDIDTK bagi

500 anak usia 0-6 tahun di Jakarta diperoleh hasil dari 476 anak yang

diberi pelayanan SDIDTK, 57 (11,9%) anak dengan kelainan tumbuh

kembang.

Perkembangan anak usia pra sekolah dapat mengalami

penyimpangan jika tidak diberikan stimulasi, salah satunya stimulus yang

diberikan yaitu motorik halus. Perkembangan psikososial anak usia pra

sekolahyaitu anak sudah bisa membantu pekerjaan yang sederhana, anak

bisa bermain sesuai jenis kelamin, makan bersama keluarga dan bermain

peran. Masa usia pra sekolah merupakan masa emas, dimana

poerkembangan seorang anak akan banyak mengalami perubahan yang

sangat berarti. Agar pertumbuhan anak usia pra sekolah dapat optimal

maka diberikan stimulus, untuk memberikan rangsangan terhadap seluruh

aspek perkembangan anak (Sutejo, 2018).


11

D. Konsep Hospitalisasi

1. Definisi Hospitalisasi

Hospitalisasi pada anak pra sekolah akan menimbulkan

ketidaknyamanan. Anak pra sekolah akan merasa kehilangan berkaitan

dengan keterbatasan fisik, kehilangan rutinitas, ketergantungan, takut

cedera dan nyeri pada tubuh. Perpisahan dalam hal ini akan

mempengaruhi anak yang menganggap hal tersebut sebagai perasaan

ditinggalkan. Hospitalisasi ini meningkatkan ansietas perpisahan pada

anak (Kusumaningrum, 2018).

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang terjadi karena suatu

alasan yang terencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk

tinggal dirumah sakit, dan menjalani terapi serta perawatan sampai

pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan

orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang sangat traumatik dan

penuh dengan stress (Supartini, 2012).

2. Dampak Hospitalisasi

Dampak dari hospitalisasi pada anak usia pra sekolah ada dua

yaitu distress psikis seperti: (cemas, takut, marah, kecewa, sedih, malu,

rasa bersalah), dan distres fisik seperti: imobilisasi, kurang tidur karena

nyeri, bising, silau karena pencahayaan yang mengidentifikasi persepsi

perasaan anak tersebut ketika dimasa perawatannya (Stuart & Sundeen,

2008).
12

Dampak jangka pendek dari kecemasan dan ketakutan yang tidak

segera ditangani akan membuat anak melakukan penolakan terhadap

tindakan keprawatan pengobatan yang diberikan sehingga pengaruh

terhadap lamanya hari rawat. Dampak jangka panjang dari anak sakit

yang dirawat yang tidak segera ditangani akan menyebabkan kesulitan

membaca yang buruk memiliki gangguan bahasa dan perkembangan

kognitif menurunnya kemampuan intelektual atau sosial serta fungsi

imun (Saputro & Fazrin, 2017).

3. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak menjalani

hospitalisasi :

a. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian :

Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang

dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya

sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang

dalam taraf perkembangan (Price & Gwin, 2005).

b. Faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti :

Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang

familiar digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan

dan juga berpisah dengan anggota keluarga lainnya (Pelander &

Leino-Kilpi, 2010).

c. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit :

Khususnya perawat; mengingat anak masih memiliki

keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa dan


13

komunikasi. Perawat juga merasakan hal yang sama ketika

berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien anak yang menjadi

sebuah tantangan, dan dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta

lebih kompleks dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu

berkomunikasi dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh usia

anak, kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan

psikologis tahapan penyakit dan respon pengobatan (Pena & Juan,

2011).

d. Faktor Lingkungan rumah sakit :

Rumah sakit dapatmenjadi suatu tempat yang menakutkan

dilihat dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang

tidak familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi dari

mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan

kecemasan dan ketakutan baik bagi anak. (Norton-Westwood, 2012).

e. Faktor kurangnya informasi :

Yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani

hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi

merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses

ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan

berbagai prosedur yang dilakukan (Gordon dkk, 2010).

f. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan:


14

Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah

sakit, maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya

(Pelander & Leino-Kilpi, 2010).

4. Reaksi stress hospitalisasi seusai tahapan usia menurut Nurlaila dan

Wuritahun (2018):

a. Bayi

Reaksi stress hospitalisasi pada usia 0-11 bulan adalah karena

dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan

pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Reaksi yang sering

muncul yaitu menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan

sebagai sikap stanger anxiety.

b. Toddler

Reaksi stress hospitalisasi pada bayi terutama disebabkan

oleh kecemasan akibat perpisahan. Anak usia tolddler dalam

meunjukan perilaku temper tantrum, menolak makan, tidur, toileting,

serta kembali fase perkembangan anak yang lebih muda

c. Prasekolah

Anak usia prasekolah lebih dapat menoleransi periode

perpisahan dengan orang tua. Reaksi stres hospitalisasi pada anak

usia prasekolah meliputi menolak makan, kesulitan untuk tidur,

sering menagis, jika berpisah dengan orang tua akan sering bertanya

dan menarik diri dari orang lain


15

d. Sekolah

Anak usia sekolah mempunyai kemampuan koping yang

lebih baik untuk menghadapai stress hospitalisasi. Walaupun anak

usia sekolah juga menunjukan reaksi stress hospitalisasi seperti

persaan takut, marah, dan sedih.

e. Remaja

Reaksi remaja yang mengalami stress hospitalisasi meliputi

penolakan, tidak kooperatif, dan menarik diri. Respons

deperesionalisasi pada remaja yaitu marah dan frustasi.

5. Respon anak usia prasekolah yang mengalami nyeri pada prsedur

pemasangan infus

Reaksi anak prasekolah pada saat pemasangan infus adalah

menangis, mengigit bibir, mengatupkan gigi, menendang, memukul, dan

berlari keluar ruangan (Hockenberry & Wilson, 2009). Nyeri yang tidak

bisa diatasi biasanya menimbulkan dampak secara fisik maupun perilaku.

Dampak fisik nyeri terdiri dari dampak akut (jangka pendek) yang

ditandai dengan peningkatan laju metabolisme, peningkatan produksi

kortisol dan peningkatan retensi cairan. Sedangkan dampak kronis

(jangka panjang) ditandai dengan meningkatnya stres pada anak yang

mengakibatkan ketidak mampuan dalam melakukan aktivitas (Astutik &

Khasanah, 2017).
16

E. Konsep Nyeri

1. Definisi nyeri

Nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan subjektif

yang dapat mempengaruhi semua orang disemua usia. Nyeri adalah

fenomena kompleks yang melibatkan banyak komponen dan dipengaruhi

oleh banyak faktor (Kyle & Carman, 2014).

2. Fisiologi Nyeri

Reseptor yang bertugas melambatkan sensasi nyeri disebut

nosiseptor. Proses fisoilogis terkait nyeri disebut nosisepsi (Mubarak &

Chayatin, 2008). Rasa nyeri pada anak yang terpasang infus dihasilkan

dari stimulus penghasil nyeri yang mengirimkan implus melalui serabut

saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah

satu dari beberapa rute saraf yang akhirnya sampai di dalam massa

berwarna abu-abu di madulla spinalis dan terdapat pesan nyeri dapat

berinteraksi dengan sel-sel saraf.

Terjadinya nyeri dimulai ketika bagian tubuh terluka oleh tekanan,

potongan, sayatan serta goresan maka bagian tubuh yang terluka akan

mengeluarkan berbagai macam substansi intra seluler dilepaskan keruang

ekstra seluler maka akan mengiritasi reseptor nyeri. Saraf ini akan

bergerak sepanjang serabut saraf, kemudian akan membawa pesan nyeri

dari medulla spinalis ditrasmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai

nyeri. Diantar efek fisiologis nyeri adalah meningkatnya tekanan darah,

frekuensi pernafasan, denyut jantung, peningkatan ketegangan otot dan


17

dilatasi pupil. Ketidak nyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaannya

harus diatasi, karena kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia,

sebagaimana dalam Hirarki Maslow (Potter & Ferry, 2010).

3. Derajat Nyeri

Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dengan tepat karena

sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif seperti faktor fisiologis,

psikologi, lingkungan. Pada saat nyeri ditetapkan sebagai tanda vital

kelima yang bertujuan untuk meningkatkan keperdulian akan rasa nyeri

dan diharapkan dapat memperbaiki tatalaksana nyeri akut (Yudiyanta &

Novita, 2015).

Menurut Mangku dan Senaphati (2010) berbagai cara dipakai

untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana dengan menentukan

derajat nyeri secara kualitatif sebagai berikut:

a. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu

melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur.

b. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang

hanya hilang apabila penderita tidur.

c. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terusmenerus sepanjang

hari, penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri

sewaktu tidur.

4. Faktor - faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain adalah usia anak,

jenis kelamin, keluarga dan support sosial, tingkat perkembangan,


18

penyebab sakit, sifat rasa sakit, dan kemampuan anak mengekspresikan

rasa nyeri (Hockenberry & Wilson, 2011).

a. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri

pada anak. Perbedaan perkembangan diantara kelompok usia dapat

mempengaruhi reaksi anak terhadap nyeri (Rudolph, 2014).

b. Keluarga dan Support Sosial

Yang dapat mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran

orang terdekat yang dicintainya orangtua terutama ibu dapat

memberikan support, sugesti, kehadirannya dapat memberikan rasa

aman dan nyaman bagi anak (Berhman, Kliegeman & Arvin, 2012).

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin menunjukkan jumlah yang sama antara jenis

kelamin laki-laki dan perempuan. Karakteristik jenis kelamin ini tidak

tidak berpengaruh terhadap respon nyeri anak yang dilakukan

pemasangan infus. Menurut Secara umum pria dan wanita tidak

berbeda dalam berespon terhadap nyeri (Zakiyah, 2015).

d. Kebudayaan

Rangsangan yang menyebabkan rasa sakit tidak selalu terlihat

atau terukur. Ambang nyeri anak mengacu pada titik di mana anak

pertama kali merasakan nyeri. Ini sangat bervariasi dari orang ke

orang dan mungkin paling dipengaruhi oleh faktor keturunan. Semua

orang juga memiliki rasa nyeri yang mereka rasakan dan tidak
19

bersedia menanggung rasa nyeri tambahan. Ini adalah toleransi rasa

nyeri seseorang.Tingkat toleransi nyeri mungkin paling dipengaruhi

oleh pengaruh budaya (Sarfika, Yanti, & Winda, 2017).

5. Alat Ukur Skala Nyeri Pada Anak

Terdapat 3 metode untuk menilai nyeri pada anak yaitu,

laporan langsung dari anak, observasional/perilaku, fisiologis. Karena

nyeri merupakan sensasi internal yang tidak dirasakan secara langsung

oleh orang lain, maka laporan langsung merupakan sumber informasi

yang utama dalam menilai intensitas nyeri pada anak sesuai dengan

usia, kognitif, kemampuan berkomunikasi dan faktor situasi lain

(supartini, 2014).

a. Visual Analog Sales (VAS)

Didefinisikan sebagai garis vertikal atau horisontal yang

dibuat sampai dengan panjang tertentu seperti 10 cm dan

ditambahkan oleh hal-hal yang mewakuli fenomena objektif yang

ekstrim misalnya nyeri yang diukur. Penggunaan skala ini dapat

dilakukan dengan meminta anak menempatkan sebuah tanda pada

garis yang paling menggambarkan jumlah nyeri yang dialami.

Dengan pengaaris sentimeter, ukur dari ujung’’ tanpa nyeri’’

sampai ketanda tersebut dan catat hasil pengukuran sebagai skala

nyeri (Hockenberry & Wilson, 2007). Skala ini dapat digunakan

anak-anak berusia 4-5 tahun, lebih baik setidaknya pada usia 7

tahun (Wong, 2008).


20

b. Numerical Rating Cales (NRS)

Skala yang mengunakan garis bagian tengahnya, pembagian

disepanjang garis tersebut ditandai dengan unit dari 0-5 atau 10

(banyaknya nomer berfariasi). Skala ini dianjurkan untuk

digunakan pada anak yang berusia minimal 5 tahun, selama mereka

dapat menghitung dan memiliki beberapa konsep angka dan nilai-

nilai dalam kaitannya dengan angka yang lain (Hockenberry &

Wilsonn, 2007). Skala dapat digunakan secara horisontal dan

fertikal dan vertikal. Pengkodean angkas harus sama dengan skala

lain yang digunakan disatu fesilitas (Wong, 2008).

c. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

Wong-baker faces pain rating scale atau yang biasanya

disebut skala nyeri wajah, terdiri atas 6 wajah kartun yang memiliki

dari rentang wajah tersenyum “tisdak ada nyeri” sampai wajah

terurai airmata “nyeri paling berat”, skala ini dapat digunakan

untuk anak-anak yang berusia minimal 1-3 tahun atau lebih

kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan

sendiri rasa nyeri yang baru saja dialaminya sesuai dengan gambar

yang telah ada dan skala wajah ini direkomendasikan untuk anak-

anak (Hockenberry & Wilson, 2007). Skala wajah memberikan 3

skala dalam 1 skala; ekspresi wajah, angka dan kata-kata;

penggunaan instruksi kata-kata; penggunaan instruksi kata-kata

singkat dianjurkan (Wong, 2008).


21

d. FLACC (Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability)

Penilaian skala nyeri yang digunakan adalah FLACC

(Face, Legs, Activity, Cry, and Consolability) pada anak usia

prasekolah. Rentang skala nyeri untuk FLACC terdiri dari skala 0

sampai 10 adalah rentang skala 0 untuk tidak ada nyeri, skala 1-3

untuk nyeri ringan, dan skala 4-6 untuk nyeri sedang, dan skala 7-

10 untuk nyeri berat. Nyeri yang dirasakan oleh respon den saat

dilakukan pemasangan infus disebabkan oleh adanya penusukan

jarum ke vena sehingga menyebabkan rusaknya jaringan kulit

(Helms & Barone, 2008).

6. Intervensi Yang Digunakan Untuk Upaya Penurunan Skala Nyeri

a. Terapi Musik

Terapi musik juga merupakan intervensi non

farmakologis yang dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan

kesehatan fisik maupun mental. Sebagian peneliti berpendapat

bahwa manejemen nyeri non farmakologis seperti nyeri akut,

nyeri kronik, ataupun nyeri akibat prosedur invasive dan

beberapa prosedur medis lainnya dapat dilakukan dengan

terapi musik untuk meredakan dan mengurangi nyeri. Terapi

musik merupakan salah satu pengobatan komplementer yang

bisa di terapkan setiap waktu tanpa adanya efek samping yang

serius (Purwati, 2010).


22

b. Kompres Dingin

Kompres dingin merupakan mengunakan es

memperlambat kondisi serabut saraf perifer dan menurunkan

pelepasan mediator inflamasi nosi septor sehingga

menimbulkan efek anestesi kulit yang relatif cepat. Kompres

dinginpengalihan persepsi nyeri menjadi rasa dingin yang

lebih dominan adalah salah satu tipe transendensi yang telah

tercapai sehingga pasien lebih nyaman. (Waterhouse, 2013).

c. Distraksi Visual Kartu

Distraksi yang dikenal dalam pendekatan pada anak

adalah distraksi visual dengan memperlihatkan kartu yang

disenangi oleh anak. Dengan memperlihatkan kartu yang

menarik bagi anak akan membuat nyeri menjadi teralihkan,

sehingga nyeri bisa berkurang. Adanya pengaruh distraksi

visual dengan kartu bergambarkan kartun yang disukai anak

dapat mengurangi nyeri berdasarkan teori gete control, bahwa

implus nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme

perhatian di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini

mengatakan bahwa inplus nyeri dihantarkan saat sebuah

pertahanandibuka dan implus dihambat saat sebuah

pertahanan di tutup. Salah satu cara menutup mekanisme

pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endokrin

yang akan menghambat pelepasan substansi p. Distraksi visual


23

kartu sendiri juga dapat merangsang peningkatan hormon

endokrin yang merupakan subtansi sejenisa morfin yang

disuplai oleh tubuh, endorfin akan memblokir lepasnya

subtansi p dari neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri jadi

berkurang (Potter & Perry, 2006).

F. Peran Perawat Anak Dalam Meminimalkan Stres Pada Anak Yang

Menjalani Hospitalisasi

Peran Perawat Anak (Menurut Lynn Basford & Oliver Slevin,

2006). Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan

perawatan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat

sesuai dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat

sederhana sampai kompleks. Sebagai klien advokat, perawat

bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam

menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan

informasi yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas tindakan

keperawatan yang diberikan kepadanya.

Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung

memberi penyuluhan atau pendidikan kesehatan pada orang tua

maupun secara tidak langsung dengan menolong orang tua atau anak

memahami perawatan dan pengobatan anaknya. Kebutuhan orang tua

terhadap pendidikan kesehatan meliputi pengertian dasar penyakit

anaknya, perawatan anak selama dirawat dirumah sakit, serta


24

perawatan lebih lanjut untuk persiapan pulang dirumah (Kementrian

Kesehatan RI, 2016).

Sebagai Konselor, Suatu waktu anak dan keluarganya

mempunyai kebutuhan psikologis berupa dukungan atau dorongan

mental. Sebagai konselor, perawat dapat memberikan konseling

keperawatan ketika anak dan keluarganya membutuhkan. Dengan cara

ini maka perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan

orang tua tentang masalah anak dan keluarganya serta membantu

mencari alternatif pemecahannya (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Sebagai Koordinator atau Kolaborator, Dengan pendekatan

interdisiplin, perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan

anggota tim kesehatan lain dengan tujuan terlaksananya asuhan yang

holistik dan komprehensif. Perawat berada pada posisi kunci untuk

menjadi koordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di

samping pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Sebagai Pembuat Keputusan Etik, Perawat dituntut untuk dapat

berperan sevagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada

nilai norma yang diyakini dengan penekanan pada hak pasien untuk

mendapat otonomi, menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan

keuntungan asuhan keperawata yaitu meningkatkan kesejahteraan

pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Sebagai Peneliti, Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan

keterlibatan penuh dalam upaya menemukan masalah-masalah


25

keperawatan anak yang harus diteliti, melaksanakan penelitian

langsung dan menggunakan hasil penelitian kesehatan atau

keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan kualitas praktik atau

asuhan keperawatan pada anak (Kementerian Kesehatan RI, 2016).


26

G. Kerangka Konsepual

Anak usia prasekolah yang


dirawat

Sekala penilaian nyeri Dilakukan tindakan invasive Faktor yang


1. Visual analog contohnya : pemasangan infus mempengaruhi
scales (VAS) nyeri pada anak
2. Numberical rating 1. Usia
cales (NRS) 2. Keluarga dan
3. FLACC (face, support sosial
legas, activity, Nyeri 3. Jenis kelamin
cry, and 4. Kebudayaan
consolability) 5. Perhatian
Sumber : (Wong, Sumber : (Potter &
2008) Perry, 2005).
(Tamsuri, 2007)
Literature Review : (Rahim, 2005).
pemberian terapi teknik
distraksi visual kartu untuk
penurunan skala nyeri

SOP terapi teknik distraksi visual


kartu pada anak yang mengalami
nyeri pada prosedur pemasangan
infus

Gambar 2.1 kerangka konseptual

Sumber: (Wong, 2008) : (Purwanti, 2010). (Waterhouse, 2013). (Potter &


Perry, 2006). : (Potter & Perry, 2005). (Tamsuri, 2007) (Rahim, 2005).
(Sarfika, Yanti, & Winda, 2017). (Zakiyah, 2015).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam pengembangan SOP terapi

distraksi visual kartu pada pasien anak dengan masalah keperawatan upaya

penurunan skala nyeri dengan menggunakan literature review. Literature

riview pada penulisan ini digunakan untuk mengidentifikasi langkah-

langkah yang tepat untuk distraksi visual kartu

Purwono (2018) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Kajian

pustaka adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk

menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan

atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah,

laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,

peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan

sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

B. Plan, Do, Study, Act (PDSA)

1. Plan

a. Pengkajian terkait upaya penurunan skala nyeri pada anak.

b. Menentukan rencana asuhan keperawatan pada masalah

hospitalisasi upaya penurunan skala nyeri pemasangan infus

dengan diberikan terapi teknik distraksi visual kartu.

c. Menentukan kriteria pasien anak yang dapat diberikan asuhan

keperwatan yaitu terapi teknik distraksi visual kartu.

27
28

Anak usia prasekolah (3-6 tahun), Anak yang dirawat inap, Anak yang

akan dilakukan pemasangan infus, pengalaman infus tidak lebih dari 2

kali semakin sering dipasang infus semakin adaptasi dengan nyeri,

Anak dalam kondisi sadar atau compos mentis (Lizbet, 2018).

2. Do

Penulis mengembangkan SOP pemberian terapi teknik distraksi visual

kartu pada anak dengan upaya penurunan skala nyeri pemasangan

infus.

3. Study

a. Penulis melakukan study literature terkait terapi teknik distraksi

visual pada anak dengan upaya penurunan skala nyeri

pemasangan infus.

b. Penulis menganalisis hasi pencarian literature riview terkait terapi

teknik distraksi visual pada anak dengan upaya penurunan skala

nyeri pemasangan infus.

c. Penulis mencari jurnal atau teori pendukung sebagai bentuk

rasionalisasi asuhan keperawatan dalam setiap proses atau

langkah pada protokol yang penulis kembangkan.

4. Act

SOP ini dijadikan sebagai panduan dalam terapi teknik

distraksi visual kartu pada anak dengan masalah upaya penurunan

skala nyeri prosedur pemasangan infus agar tujuan keperawatan dapat

tercapai dengan baik.


29

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Hasil penelusuran jurnal-jurnal yang terkait maka didapatkan literature

riview sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Penelusuran Literature Riview


No Judul Intervensi teknik Hasil
Penelitian Peneliti Metode penelitian distraksi visual
kartu
1. Distraksi Yusuf, Menggunakan 1. Melakukan Uji
visual kartu Lisbet, metode quasi kontrak statistik
menurunkan Budi, experimental waktu yang
tingkat nyeri 2018. design dengan 2. Cuci tangan digunakan
saat pendekatan post 3. mempersiapk adalah uji
pemasangan test-only non an media Independe
infus pada equivalent control kartu nt Sample
anak usia group. Kelompok distraksi T-test
prasekolah pertama diberikan visual yang hasil
intervensi teknik akan analisis
distraksi visual digunakan kelompok
kartu saat 4. ketika anak pada
dilakukan sudah klompok
pemasangan infus, mendapatkan kontrol
sedangkan kartu yang yang tidak
klompok yang disukainya diberikan
kedua tidak 5. peneliti distraksi
diberikan mulai visual
intervensi sebagai membrikan kartu
klompok kontrol. pertanyaan menunjuk
Setelah prosedur sesuai kartu kan rata-
pemasangan infus yang dipilih rata
kedua klompok anak sebesar
diukur tingkat 6. durasi 10 7,74
nyerinya, sehingga menit untuk dengan
kita dapat melihat satu kartu standar
efek-efek yang yang deviasi
terjadi pada kedua dimainkan 1.62,
klompok 7. Kemudian tingkat
eksperimen dan saat nyeri
klompok kontrol dilakukan paling
(dharma, 2011) pemasangan rendah
infus peneliti adalah 5

29
30

No Judul Intervensi teknik Hasil


Penelitian Peneliti Metode penelitian distraksi visual
kartu
berusaha dan paling
lebih tinggi
mempokuska adalah 10
n atau secara
mengalihkan statistik
anak dengan diartikan
pertanyaan- sebagai
pertanyaan ada
yang dapat pengaruh.
membuat
anak merasa
tertarik
untuk
menjawab
nya.
8. Cucitangan
9. Evaluasi

2. Pengaruh Hamsiar, Menggunakan 1. Menyiapkan Uji


distraksi Nurafria metode quota alat statistik
visual ni, sampling, jumlah 2. Mencuci yang
terhadap Faisal, sempel sebanyak tangan digunakan
tingkat nyeri 2018. 30 anak. 3. Memperkena adalah uji
pada anak Pengukuran nyeri lkan diri Independe
usia pra menggunakan skala 4. Memberi nt sample
sekolah saat FLACC instruksi T- Test
pemasangan pada anak menunjuk
infus di blub untuk an bahwa
RS UD H. melihat rata-rata
Padjonga gambar yang skala nyeri
daeng ngalle disajikan klompok
kabupaten 5. Setelah distraksi
takalar perhatian adalah
anak 6.93 (nyeri
teralihkan hebat) dan
pemasangan klompok
infus kontrol
dilakukan adalah
6. Melakukan 6.93 (nyeri
evaluasi hebat)
sesuai dengan
dengan slisih 2,46.
tujuan Hasil
31

No Judul Intervensi teknik Hasil


Penelitian Peneliti Metode penelitian distraksi visual
kartu
7. Mencuci menunjuk
tangan kan bahwa
terdapat
perbedaan
tingkat
nyeri
responden
yang
diberikan
distraksi
dengan
responden
yang tidak
diberikan
distraksi
3. Pengaruh Syariefa Menggunakan 1. Melakukan Uji
terapi h, gana, metode mann- kontrak statistik
distraksi 2016. whitney waktu yang
visual kartu memberikan 2. Menyiapkan digunakan
terhadap perlakuan pada alat adalah uji
respon nyeri klompok kasus 3. Mencuci Independe
anak usia berupa teknik tangan nt sample
prasekolah pengalihan 4. Memberikan T- Test
pada saat perhatian lembar menunjuk
prosedur (distraksi) yang persetujuan an adanya
infus diruang diaplikasikan kepada orang perbedaan
IGD RSUD dalam prosedur tua atau wali rata-rata
Piru infus pada anak 5. Memberitahu skala nyeri
kabupaten terhadap respon maksud dan yang
seram bagian nyeri anak tujuan signifikan
barat penelitian rata-rata
6. Menciptakan tingkat
suasana nyeri pada
nyaman dan klompok
menyenangk intervensi
an 5.59,
7. Menyajikan angka ini
kartu termasuk
bergambar dalam
pada anak tingkat
8. Evaluasi nyeri
9. Mencuci sedang,
tangan yang
32

No Judul Intervensi teknik Hasil


Penelitian Peneliti Metode penelitian distraksi visual
kartu
ditandai
dengan
kondisi
anak yang
kadang
kala
menangis,
gerakan
kaki yang
tegang,
aktifitas
yang
menggelia
t-geliat,
kadang
kala
mengeluh
atau
merengek,
akan tetapi
masih bisa
ditenangka
n. Tingkat
nyeri
yang
ringan
sampai
sedang
disebabka
n karena
pasien
antusias
dengan
media
kartu
distraksi
visual
yang
diberikan.
4. Pengaruh Mahdali Metode Distraksi 1. Melakukan Uji
teknik n, 2020 suatu metode untuk kontrak statistik
distraksi menghilangkan waktu yang
kartu nyeri dengan cara 2. Mencuci digunakan
33

No Judul Intervensi teknik Hasil


Penelitian Peneliti Metode penelitian distraksi visual
kartu
bergambar mengalihkan tangan adalah uji
animasi perhatian pasien 3. Memperkena Independe
terhadap pada hal-hal lain lkan diri nt sample
penurunan sehingga pasien 4. Memberikan T- Test
skala nyeri akan lupa terhadap salah satu dari 30
saat injeksi nyeri yang dialami teknik responden
pada anak distraksi terdapat
usia pra yaitu melihat 23 orang
sekolah kartu dengan
bergambar nyeri
hewan atau ringan dan
animasi yang 7 orang
diberikan dengan
durasi 2-3 nyeri
menit, sedang
Menganjurka setelah
n keluarga diberikan
pasien untuk teknik
melakukan distraksi
teknik d
istraksi kartu
bergambar
hewan atau
animasi
5. evaluasi
sesuai
dengan
tujuan
6. Berpamitan
dengan
pasien
7. Merapikan
dan
kembalikan
alat ke
tempat
semula
8. Mencuci
tangan
9. Evaluasi
34

No Judul Intervensi teknik Hasil


Penelitian Peneliti Metode penelitian distraksi visual
kartu
5. Pengaruh Ekawati, Jenis penelitian 1. Melakukan Dari 50
teknik 2017. yang digunakan kontrak anak yang
distraksi adalah Pra waktu diteliti,
visual kartu eksperimentl 2. Cuci tangan ada 28
terhadap designal : post test 3. Menjelaskan anak yang
nyeri only design yaitu tujuan dan diberi
pemasangan penelitian yang prosedur intervensi
infus RSUD dilakukan dengan pelaksanaan dan 22
jombang. memberikan 4. Memberi anak yang
intervensi/perlakua instruksi menjadi
n kemudian dilihat pada anak kelompok
hasilnya untuk kontol
(Notoatmogjo, melihat (tanpa
2012). Dalam gambar yang intervensi.
penelitian ini, disajikan Dari
peneliti membagi 5. Memberikan penelitian
sempel menjadi kesempatan ini
dua kelompok, pada anak didapatkan
yaitu kelompok untuk bahwa
intervensi dan menyebutkan tingkat
kelompok kontrol, hewan apa nyeri yang
pada kelompok yang ada di dirasakan
intervensi peneliti gambar anak yang
memberikan 6. Setelah diberi
perlakuan berupa perhatian intervensi
tehnik distraksi anak lebih
visual kartu dalam teralihkan rendah
upaya penurunan pemasangan dibanding
nyeri nyeri injeksi infus kan
sedangkan pada dilakukan dengan
kelompok kontrol 7. Melakukan kelompok
peneliti tidak evaluasi anak
memberikan tehnik sesuai control
distraksi visual dengan
kartu. Setelah itu di tujuan
ukur tingkat nyeri 8. Mencuci
yang dirasakan tangan
oleh anak dengan
menggunakan skala
nyeri wajah.
35

2. Pengembangan SOP Pemberian Terapi teknik distraksi visual kartu Pada

Anak dalam upaya penurunan skala nyeri pemasangan infus

Setelah dilakukan literature riview maka didapatkan pengembengan SOP

terapi teknik distraksi visual kartu sebagai berikut:

Tabel 4.2 Pengembangan SOP Pemberian Terapi teknik distraksi visual


kartu dalam upaya penurunan skala nyeri pemasangan infus

NO SOP Rasionalisasi

1. Salam trapiotik Hubungan saling memberi dan menerima


antara perawat dan pasien dalam pelayanan
keperawatan (purwaningsih 2012, karlina
2012).
2. Menjelaskan Prosedur adalah urutan langkah - langkah
prosedur dan tujuan (atau pelaksanaan – pelaksanaan
tindakan pekerjaan), melakukannya (Nuraida, 2018 ;
Nursalam, 2011).
3. Memberikan Informed consent merupakan suatu bentuk
informed consent dari menghargai sesama manusia, dengan
atau lembar berbuat baik melalui penilaian risiko dan
persetujuan keuntungan tindakan medis (SOEPRA
Jurnal Hukum Kesehatan,2016)
4. Mempersiapkan alat Mempermudah saat akan dilakukannya
dan bahan tindakan (Aziz, 2017; Jafri, 2016; Elviani,
2019; Kusuma dan Nasrudin, 2015; Ardani,
2019)
5. Mencuci tangan Tangan merupakan media yang sangat
ampuh untuk berpindahnya penyakit,
karena tangan digunakan untuk memegang
benda-benda yang seringkali tidak kita
ketahui dengan pasti kebersihannya.
(Kementerian Kesehatan, 2020)
6. Menjaga suasana Kenyamanan adalah pengalaman yang
tetap nyaman diterima oleh seseorang dari suatu
intervensi. (Peterson & Bredow, 2011)
36

NO SOP Rasionalisasi

7. Mulai terapi teknik distraksi visual dengan memperlihatkan


dikraksi visual kartu kartu yang disenangi oleh anak. Dengan
ketika anak sudah memperlihatkan kartu yang menarik bagi
mendapatkan kartu anak akan membuat nyeri menjadi
yang disukainya teralihkan, sehingga nyeri bias berkurang.
kemudian mulai Beberapa hasil penelitian terkait distraksi
memberikan menunjukan bahwa tehnik distraksi adalah
pertanyaan sesuai metode yang efektif untuk mengurangi
kartu yang dipilih tingkat nyeri dan kecemasan pada anak
anak selama proses pengambilan sampel darah,
pemasangan infus dan perawatan luka
(Kumar, 2014; yusuf, 2018; lizbet, 2018).

8. Menunjukkan kartu Kartu bergambar atau merupakan suatu


yang bergambar dan media bermain yang edukatif, memuat kata
memfokuskan anak dan gambar serta gambar yang menarik.
dengan pertanyaan- Sehingga anak akan tertarik bila melihatnya
pertanyaan yang ada (Hotimah, 2016; Aziz, 2017; Jafri, 2016;
di dalam gambar Elviani, 2019; Kusuma dan Nasrudin, 2015;
Ardani, 2019).
9. Lakukan pengukuran saat dilakukan pemasangan infus peneliti
skala nyeri berusaha lebih mempokuskan atau
menggunakan FLLAC mengalihkan anak dengan pertanyaan-
(Face, Legs, Activity, pertanyaan yang dapat membuat anak
Cry and Consolability) merasa tertarik untuk menjawabnya
bersamaan dengan Mengetahui skala nyeri untuk melihat
dilakukannya perbandingan setelah dilakukan intervensi
prosedur Selesai pemasangan infus teknik distraksi
pemasangan infus visual dihentikan. (yulita,2015) (yusuf,
2018)

10. Berpamitan dengan Berpamitan merupakan Fase terminasi


anak dan orang tua merupakan akhir dari setiap pertemuan
perawat dan pasien(Saputra,2013).
11. Merapikan kembali Kebersihan adalah salah satu tanda dari
alat dan bahan keadaan hygiene yang baik yaitu bebas dari
kotoran (saputra,2013)
12. Mencuci tangan Cuci Tangan Pakai Sabun adalah tindakan
sanitasi dalam membersihkan tangan dan
jari-jari menggunakan air yang mengalir
dan sabun cair supaya menjadi bersih.
(Depkes,RI 2010)
37

NO SOP Rasionalisasi

13. Mendokumentasikan Dokumentasi keperawatan adalah setiap


penilaian sikap dan catatan baik tertulis maupun elektronik
skla nyeri anak yang menggambarkan layanan keperawatan
selama pemberian yang diberikan kepada klien dan dapat
teknik distraksi digunakan sebagai bukti bagi tenaga yang
visual kartu berwenang. (Hadi, 2011).

B. Pembahasan

Masa usia prasekolah merupakan masa emas, dimana

perkembangan seorang anak akan banyak mengalami perubahan yang

sangat berarti. Agar pertumbuhan anak usia prasekolah dapat optimal

maka diberikan stimulasi untuk memberikan rangsangan terhadap seluruh

aspek perkembangan anak (Soetjiningsih, 2013). Fase perkembangan

psikososial pada anak usia prasekolah adalah inisiatif dan rasa bersalah.

Perkembangan ini diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui

kemampuan bereksplorasi terhadap lingkungannya. Anak belajar

mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Anak mempunyai

inisiatif berkembang dengan teman sekelilingnya. Kemampuan anak

berbahasa meningkat, anak mulai menuntut untuk melakukan tugas dan

bisa menghasilkan suatu prestasi (Soetjiningsih, 2010).

Persepsi nyeri pada anak kompleks dan sering sulit untuk dinilai.

Meskipun bayi dan anak telah mengalami nyeri pada awal kehidupan,

namun ada banyak faktor yang mempengaruhi persepsi anak tentang nyeri

seperti usia anak, tingkat perkembangan, keterampilan kognitif,

pengalaman sebelumnya dan keyakinan yang terkait. Pada anak usia


38

sekolah biasanya mengkomunikasikan secara verbal nyeri yang mereka

alami berkaitan dengan letak, intensitas, dan deskripsinya (Srouji, 2013)

Mengatasi nyeri pada anak paling efektif bila disesuaikan dengan

tingkat perkembangan anak. Pada anak prasekolah teknik distraksi sangat

efektif digunakan untuk mengalihkan nyeri, hal ini disebabkan karena

distraksi merupakan metode dalam upaya menurunkan nyeri pada anak,

dan sering membuat pasien lebih banyak menahan nyeri. Selain itu anak

uaia prasekolah juga sudah dapat di ajak bekerja sama dan memiliki

kemampuan kognitif yang memadai (Hasanpour dikutip dalam Tufecki et

al, 2019).

Penelitian menyebutkan Widyastuti (2016) bahwa penggunaan

kartu bergambar hewan atau kartun sebagai alat distraksi dapat

mengalihkan perhatian anak sehingga anak tertarik pada gambar

efektivitas yang lebih tinggi dalam menurunkan nyeri pada anak.

Membuktikan bahwa teknik distraksi visual kartu dalam menurunkan nyeri

pada anak-anak, terutama pada saat pemasangan infus.

Menurut Smeltzer dan Bare (2015) bahwa keefektifan distraksi

tergantung pada kemampuan responden untuk menerima dan

membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri secara umum

dapat meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi aktif

individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai dan diminat individu

dalam stimulus.
39

Menurut Penelitian Mohammadi, Shamshiri, Bagherzadeh, dan

Hossinkhani (2012), adanya pengaruh distraksi visual dengan kartu

bergambarkan kartun yang disukai anak dapat mengurangi nyeri. Menurut

penelitian Yusuf, Lisbet, dan Budi (2018). Anak yang dilakukan

pemasangan infus akan terjadi kerusakan jaringan yang merangsan

noosiseptor untuk menstramisikan nyeri ke otak namun dengan adanya

distraksi visual dengan media kartu akan mengurangi transmisi rasa nyeri

ke otak sehingga nyeri berkurang.

Penelitian yang mendukung hal ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Inal dan Kelleci (2012) mengatakan bahwa memanfaatkan

teknik distraksi dengan menggunakan media kartu dapat merangsang

visual dan audiotori. Hal ini yang dapat meningkatkan keberhasilan dan

keefektifan teknik distraksi kartu dalam menarik perhatian dan

keikutsertaan anak dalam setiap prosedur yang menimbulkan nyeri.

Teknik distraksi merupakan usaha untuk menurunkan nyeri dengan

upaya melepaskan endorfin. Pada saat individu melakukan distraksi dan

stimulus nyeri sudah mencapai otak, maka pusat kortek di otak akan

memodifikasi persepsi nyeri, kemudian alur saraf desenden menghantar

persepsi nyeri akan melepaskan endogen (endorfin) yang akan

menurunkan nyeri. Neuromodulator ini bekerja dengan cara memodifikasi

aktifitas neuron dengan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi

stimulus nyeri (Priharjo, 2017).


40

Evaluasi dari perawat saat pemberian diatraksi visual kartu dengan

cara memperlihatkan kartu yang disenangi oleh anak. memperlihatkan

kartu yang menarik bagi anak akan membuat nyeri menjadi teralihkan,

sehingga nyeri bisa berkurang. teknik distraksi dengan menggunakan

media kartu dapat merangsang visual dan audiotori. Hal ini yang dapat

meningkatkan keberhasilan dan keefektifan teknik distraksi kartu dalam

menarik perhatian dan keikutsertaan anak dalam setiap nyeri prosedur

pemasangan infus (Masyah, 2017).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa distraksi

visual kartu dapat menurunkan nyeri pada pemasangan infus dapat

merangsang visual dan audiotori. Hal ini yang dapat meningkatkan

keberhasilan dan keefektifan teknik distraksi kartu dalam menarik

perhatian dan keikutsertaan anak dalam setiap prosedur yang

menimbulkan nyeri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil pengembangan Standar Oprasional Prosedur

pemberian terapi teknik distraksi visual kartu pada pasien anak yang

mengalami nyeri pada prosedur pemasangan infus antara lain:

1. Dapat mengembangkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam

pemberian teknik distraksi visual kartu pada anak usia prasekolah yang

mengalaminyeri pemasangan infus.

2. Dapat memberikan gambaran penerapan Standar Operasional Prosedur

(SOP) teknik distraksi visual kartu terhadap anak usia prasekolah (3-6

tahun) dengan masalah keperawatan nyeri pemasangan infus.

B. Saran

1. Perawat Dan Atau Rs/Puskesmas/Masyarakat

Untuk perawat atau puskekesmas atau masyarakat, bisa menerapkan

teknik distraksi visual kartu ini dalam kehidupan sehari hari ataupun dalam

asuhan keperawatan dan layanan Kesehatan lainnya.

2. Penelitian

Untuk penelitian, sebelum melakukan penelitian diharapkan lebih banyak

mendapatkan referensi terkait SOP intervensi yang akan diteliti, agar tau

lebih banyak hal

41
42

3. Institusi Pendidikan

Kepada institusi Pendidikan untuk peneliti selanjutnya, disarankan terapi

distraksi visual kartu ini bisa lebih dikembangkan lagi, tidak hanya untuk

menurunkan tingkat nyeri tetapi bisa diterapkan untuk mengatasi

kecemasan pada anak usia prasekolah yang dirawat dirumah sakit.


DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Rima, W. (2013). Pengetahuan Perawat Terhadap Respon Hospitalisasi


Anak Usia Prasekolah. (Jurnal KesMaDaSka).

Andarmoyo, S.(2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.


Jogjakarta:ArruzMedia

Berhman, R. E., Kliegman, R. M and Arvin (2012) nelson texbook pediatrics.


15th end. Edited by A. S. Wabeb. Jakarta: EGC.

Bruner & Suddarth. (2014). Keprawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

Canbulat N, Inal S, Sönmezer H. Efficacy of distraction methods on procedural


pain and anxiety by applying distraction cards and kaleidoscope in children.
Asian.[serial online].2014Mar-Okt [dikutip 11Desember2014]; 8(2):23-28.
Available from URL:http://web.a.ebscohost.com/

Dharma KK. Metodologi penelitian keperawatan: panduan melaksanakan dan


menerapkan hasil penelitian. Jakarta: CV Trans Info Media; 2011

Hidayat, A.A. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1 edisi pertama. Jakarta:
Salemba Medika.

Hockenberry, M.J., & Wilson, D.(2009).Wong’sessentials of pediatric nursing. (8


th ed). St.Louis: Mosby Elsevier.

Hockenberry, M. J. and Wilson, D. (2011) wong’s Essentials of pediatric nursing.


8th end. St. Louis Missouri.:Elsevier mosby.

Inal S & Kelleci M. Distracting children during blood draw: Looking through
distraction cards is effective in pain relief of children during blood draw.
Distraction is effective on pain relief. [serial online]. 2012 Oktober [dikutip
29 Januari 2014]; 18(12):210-219. Available from URL:
http://web.a.ebscohost.com/

Isoardi, J., et al. (2005). Witnessing invasive paediatric procedures including


resusitasion in the emergency department: A parental perceptive. Emergency
Medicine Australasia, 17(3).V

James, S.R & Ashwill, J.W. (2007). Nursing Care Of Children: Principles and
practice, Third Edition. St. Louis : Saunders Elseiver

Jafri, Yendrizal. (2016). Perbandingan Antara Terapi Bermain Tebak Kartu


Dengan Teknik Bercerita Anak Usia Prasekolah Terhadap Tingkat
Kooperatif Anak. Padang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang.

43
44

Kementrian Kesehatan RI. (2013). Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan


Dasar 2013. Riskesdas.

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Pusat Data dan Informasi. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Keperawatan Anak. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Komunikasi Keperawatan. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (2019). Profil


Kesehatan Anak Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak RI.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. (2013).


Glosary Perlindungan Anak. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak RI.

Khasanah & Astuti. (2017). Respon nyeri Pada Anak Pada Saat Dilakukan
Tindakan Invasif. (Jurnal Keperawatan Anak), 2(2).

Kolcaba, K., & DiMarco, M.A. (2005). Comfort theory and its application to
pediatric nursing. Pediatrc Nursing, 31(3).V

Mariyam&WidodoS.Pengaruh guidedi magery terhadap tingkat nyeri anak usia7-


13 tahun saat dilakukan pemasangan infus di rsud kota semarang. Seminar
Hasil Hasil Penelitian - LPPMU nimus [serialonline]. 2012 - 2011 Apri
lJuni1 :228235 [dikutip 11 Januari 2015] ;Available from
URL:.http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20Mariyam.pdf

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian


IlmuKeperawatan, Ed.2. Jakarta: Salemba, Medika.

Notoatmodjo, s. 2012, metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : rinika cipta.

Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan


pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika ; 2008.

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:


GrahaIlmu.
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Ed. 4.Jakarta :
EGC.

Rudolph, M. A. (2014) buku ajar pediatrik. Vol.1.Jakarta: EGC.

Setiawan dkk. (2014). Keprawatan anak & tumbuh kembang (pengajian dan
pengukuran). Yogyakarta: nuha medika.

Saputro, Heri&Intan Fazrin. (2017). Anak Sakit Wajib Main Di Rumah Sakit:
Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit proses, Manfaat dan Pelaksanaan
nya. Ponorogo: FORIKES

Supartini. (2012). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Suryani, Novi Ade. (2019). Kemampuan Sosial Emosional Anak Melalui


Permainan Flash Card di Rumah Sakit. Bengkulu: Jurnal Ilmiah Potensia.

Tamsuri A.2017, Konsep Dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC


U.S. Department of Health and Human Services. (2018). National Center for
Health Statistics. Diperoleh dari http://ftp.cdc.gov/pub/Health_Statistics/

Wong, DL. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Ed.6, Vol. 2. Alih bahasa,
Andry Hartono, Sari Kurnianingsih. -Jakarta: EGC.

Wawan., Dewi. (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

WHO. (2013). Maternal Child Adolescent. Diperoleh dari


https://who.int/maternal_child_adolescent/child/en/

WHO. (2020). WHO Save Lives: Clean Your Hands. Diperoleh dari
https://www.who.int/infection-prevention/campaigns/clean-
hands/WHO_HH-Community-Campaign_finalv3.pdf

Yuli, Utami. (2014). Dampak Hospitalisasi Terhadap Perkembangan Anak. Jurnal


Ilmiah WIDYA, 2(2),

Zannah M, Agustina R, Marlinda E. 2015, Peran Orang Tua Terhadap Tingkat


Kecemasan Anak Pada saat Pemasangan Infus Diintalasi Gawat Darurat
(IGD) RSUD Banjarbaru
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Pedoman Prosedur Distraksi visual Kartu

DISTRAKSI VISUAL KARTU

Penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri dengan langkah-langkah pelaksanaan

sebagai berikut:

Peneliti datang ke ruang tindakan yang berada di ruang lalu mempersiapkan

media kartu distraksi visual yang akan digunakan, ketika anak sudah mendapatkan

kartu yang disukainya peneliti mulai memberikan pertanyaan sesuai kartu yang

dipilih anak dengan durasi 10 menit untuk satu kartu yang dimainkan. Kemudian

saat dilakukan pemasangan infus peneliti berusaha lebih memfokuskan atau

mengalihkan anak dengan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membuat anak

merasa tertarik untuk menjawabnya. Selesai pemasangan infus teknik distraksi

visual dihentikan. Peneliti melakukan pengukuran tingkat nyeri saat anak

dilakukan pemasangan infus.


Lampiran 2. Lembar Kuesioner

SKALA PENGUKURAN NYERI DENGAN


FLLAC (Face, Legs, Activity, Cry and Consolability)

Data Karakteristik Responden


Nama Orang Tua : JenisKelamin :
Nama Anak : DiagnosaMedis :
Usia : Perawatan Hari Ke :
Nomor RM :
SEKOR NYERI FLLAC

No KATEGORI 0 1 2 TOTAL

1 Face Tidak ada Menyeringai, Dagu


ekspresi mengerutkan gemetar,
(wajah) khusus, dahi tampak gigi
senyum tidak tertarik gemertak,
(kadang- (sering)
kadang)

2 Lag Normal, Gelisah, Menendang,


rileks tegang kaki
(kaki) tertekuk

3 Activity Berbaring Menggeliat, Kaku atau


tenang, tidak bisa kejang
(aktivitas) posisi diam tegang
normal,
gerakan
mudah

4 Cry Tidak Merintih, Terus


menangis merengek, menangis,
(menangis) kadang- berteriak
kadang sering
mengeluh mengeluh
No KATEGORI 0 1 2 TOTAL

5 Consability Rileks Dapat Sulit


ditenangkan dibujuk
(konsabilitas) dengan
sentuhan,
pelukan,
bujukan,
dapat
dialihkan

Secor
total

1. Indikasi : skala ini meliputi lima unsur yaitu wajah (face), tungkai (leg),

gerakan (activity), tangisan (cry) dan dapat dihibur (consolability).

2. Skor nyeri ditentukan dengan jumlah masing-masing kategori :

skala 0 untuk tidak ada nyeri, skala 1-3 untuk nyeri ringan, dan skala 4-6

untuk nyeri sedang, dan skala 7-10 untuk nyeri berat.


Lampiran 3. Informed Consent

INFORMED CONSENT

(Persetujuan menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapat

penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh

KLARISSA PUTRI UTAMI dengan judul ”Analisis intervensi teknik distraksi visual

kartu dalam upaya penurunan skala nyeri pada prosedur pemasangan infus di Ruang

Cempaka Anak Rumah Sakit Pelni Jakarta”.

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara sukarela

tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan mengundurkan diri, maka

saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Jakarta, 2020

Saksi Yang memberikan persetujuan

(...........................................) (...........................................)

Peneliti

(Klarissa Putri Utami)


Plagiarism Checker X Originality
Report
Similarity Found: 29%

Date: Wednesday,
September 23, 2020 Statistics:
1482 words Plagiarized / 5165 Total
words
Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective
Improvement.

BAB I PENDAULUAN Latar Belakang Masalah Hospitalisasi merupakan


suatu proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah Setiawan (2014).
Rumah sakit merupakan salah satu penyedia layanan kesehatan
profesional yang pelayanannya di sediakan oleh dokter, perawat, dan
tenaga ahli kesehatan lainnya yang berfungsi memberikan pelayanan
kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun
rehabilitative.

Selama proses hospitalisasi anak dan orang tua dapat mengalami


berbagai kejadian yang sangat traumatik dan penuh dengan stres
(Supartini, 2012). Anak yang dirawat dirumah sakit atau hospitalisasi
akan mengalami bebera pareaksi seperti takut, cemas, gelisah dan tidak
kooperatif (Solikhah 2013). Prevalensi hospitalisasi pada anak usia
prasekolah menurut data World Health Organisation (WHO) pada tahun
2015 adalah sebanyak 45% dari keseluruhan jumlah pasien anak
usia prasekolah yang di hospitalisasi, Sedangkan hasil survey United
Nations Emergency Children’s Fund UNICEF tahun 2013, pravalensi anak
yang mengalami perawatan hospitalisasi sebanyak 84% (Padila, 2019).

Anda mungkin juga menyukai