Dosen Pengampu :
Dr. Fanni Okviasanti, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun oleh :
ZahrotunNisa' 152111913006
Khalidah Farah N R 152111913059
Syahrani Laylul R 152111913045
Silvi Maulidatul Rohmah 152111913071
NovemaFadeliza 152111913139
KELOMPOK 7/GRESIK-3A
Kelompok 7
i
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
Laporan Pendahuluan Sistem Pendengaran dan Imun sebagai persyaratan Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah Praktikum
Mengetahui, Mengetahui,
Hafna Ilmy Muhallah, S. Kep., Ns., M.Kep., Dr. Fanni Okviasanti, S. Kep., Ns.,
MB M.Kep
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya,
laporan pendahuluan praktikum mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang
membahas tentang "Sistem Pendengaran dan Imun" dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu oleh kelompok kami. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang kami
miliki untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Fanni Okviasanti, S. Kep., Ns., M.Kep
yang telah memberikan tugas ini. Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini, ditulis
berdasarkan buku yang berkaitan dengan Keperawatan Medikal Bedah tentang sistem
pendengaran dan imun. Kami sangat berharap laporan pendahuluan praktikum ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca, dalam rangka menambah wawasan pada sistem
pendengaran dan imun serta penjelasan rinci serta mendalam.
Kelompok 7
iii
DAFTAR ISI
COVER ..........................................................................................................................
BAB 1 .......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.2 Tujuan................................................................................................................. 2
BAB 2 .......................................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian..................................................................................................... 3
iv
2.2 Tes Pendengaran (Garputala) .............................................................................. 6
2.2.1 Pengertian..................................................................................................... 6
2.3.1 Pengertian..................................................................................................... 8
2.4.1 Pengertian................................................................................................... 10
iv
2.5 Extraksi Corpus Alienum Hidung dan Telinga .................................................. 11
2.5.1 Pengertian................................................................................................... 11
2.6.1 Pengertian................................................................................................... 13
2.7.1 Pengertian................................................................................................... 15
BAB 3 ........................................................................................................................ 17
PENUTUP ................................................................................................................. 17
iv
3.2 Saran................................................................................................................. 17
LAMPIRAN ............................................................................................................... 20
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Penulis memahami konsep sistem penglihatan dan sistem imun mampu
melakukan pemeriksaan fisik sistem Pendengaran dan sistem Imun.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan mampu melakukan pemeriksaan fisik telinga
2. Untuk mengetahui dan mampu melakukan pemeriksaan garpu tala (tes
pendengaran)
3. Untuk mengetahui dan mampu melakukan pemeriksaan tes keseimbangan
4. Untuk mengetahui dan mampu melakukan pemberian tetes telinga
5. Untuk mengetahui dan mampu melakukan pemeriksaan ekstraksi
6. Untuk mengetahui dan mampu melakukan pemberian ARV
7. Untuk mengetahui dan mampu melakukan penyuluhan ODHA
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
pemeriksaan yang ada pada sistem endokrin, serta juga diharapkan sebagai sarana
pengembangan ilmu pengetahuan yang secara teoritis dipelajari di bangku perkuliahan.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Bagi penyusun dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan
dan tindakan keterampilan dalam praktikum.
2. Bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai sumber acuan dalam pembelajaran
di bangku perkuliahan.
2
BAB 2
3
13. Kapas
14. Kassa
15. Larutan efedrin 1% dan 2%
16. Larutan lidokain
17. Alkohol 70%
18. Betadine
19. Spuit 10 cc
20. Air hangat
21. Bunsen
2.1.6 Persiapan Pasien
1. Verifikasi data pasien.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
3. Berikan informed consent.
4. Posisikan pasien berhadapan (sedikit menyerong) dengan pemeriksa.
5. Fiksasi kepala pasien dengan bantuan perawat.
2.1.7 Persiapan Lingkungan
1. Pastikan ruangan pemeriksaan dalam keadaan yang nyaman dan cukup
pencahayaan.
2. Jaga privasi pasien.
2.1.8 Prosedur Tindakan
A. Pemeriksaan Telinga
1. Cuci tangan dan pakai handscoon.
2. Lakukan inspeksi pada telinga luar (bentuk, tanda-tanda peradangan,
tumor dan secret dari liang telinga).
3. Lakukan palpasi pada telinga luar, periksa apakah ada kelainan.(nyeri
tekan, nyeri tarik, pembesaran kelenjar pre dan post aurikuler).
4. Menarik aurikula (memeriksa adanya nyeri).
5. Lakukan otoskopi:
a. Pilih spekulum telinga yang benar.
b. Pegang dan posisikan telinga pasien dengan benar.
c. Arahkan sorotan lampu ke dalam liang telinga.
d. Memasukkan spekulum ke dalam liang telinga.
e. Inspeksi keadaan di dalam liang telinga. (stenosis/atresia meatal,
sekret, benda asing, serumen, polip, jaringan gradulasi, edema).
4
f. Inspeksi keadaan gendang telinga pasien.
g. Keluarkan spekulum telinga dari dalam liang telinga.
6. Lepas handscoon dan cuci tangan.
7. Bersihkan dan rapikan kembali alat yang sudah digunakan.
8. Interpretasikan hasil kepada pasien terkait pemeriksaan yang sudah
dilakukan.
9. Dokumentasikan hasil.
B. Pemeriksaan Hidung
1. Cuci tangan dan pakai handscoon.
2. Siapkan alat yang akan digunakan.
3. Lakukan inspeksi hidung bagian luar (bentuk, tanda infeksi, sekret dari
rongga hidung)
4. Lakukan palpasi (periksa apakah ada kelainan pada hidung dan daerah
sinus paranasalis, nyeri, massa tumor, dan tanda krepitasi).
5. Lakukan pemeriksaan rinoskopi anterior:
a. Pilih spekulum hidung yang benar.
b. Memasukkan spekulum ke dalam rongga hidung.
c. Arahkan cahaya lampu ke dalam rongga hidung..
d. Inspeksi bagian rongga hidung. (warna rongga hidung, massa,
benda asing dan sekret).
e. Keluarkan kembali spekulum hidung dari dalam rongga hidung.
6. Lakukan pemeriksaan rinoskopi posterior:
a. Pilih cermin nasofaring yang benar.
b. Anjurkan pasien untuk membuka mulut.
c. Tekan ⅓ lidah dengan menggunakan spatel lidah.
d. Masukan dan posisikan cermin nasofaring pada bagian orofaring.
e. Lakukan inspeksi di dalam nasofaring. (septum nasi, ujung
belakang konka inferior, medius dan superior, sekret).
f. Keluarkan kembali cermin nasofaring dari dalam orofaring.
7. Lakukan pemeriksaan faringoskopi:
a. Anjurkan pasien untuk membuka mulut.
b. Tekan lidah menggunakan spatel lidah.
c. Inspeksi kondisi cavum oris sampai orofaring. (adanya
pembengkakan, hiperemis, massa, kelainan kongenital).
5
d. Lakukan palpasi pada bagian mukosa bukal, dasar lidah dan
daerah palatum. (Periksa adanya kelainan pada rongga mulut).
8. Lepas handscoon dan cuci tangan.
9. Bersihkan dan rapikan kembali alat yang sudah digunakan.
10. Interpretasikan hasil kepada pasien terkait pemeriksaan yang sudah
dilakukan.
11. Dokumentasikan hasil.
C. Pemeriksaan Laring Faring
1. Cuci tangan dan menggunakan handscoon.
2. Siapkan alat yang akan digunakan.
3. Ambil cermin laring.
4. Perintah pasien untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah.
5. Pegang lidah pasien dengan kassa steril, instruksikan pasien bernafas
secara normal.
6. Masukkan cermin ke dalam orofaring, posisikan hingga terlihat jelas
daerah hipofaring.
7. Infeksi mobilitas plika vokalis, instruksikan pasien mengucap huruf “i”.
8. Lepas handscoon dan cuci tangan.
9. Bersihkan dan rapikan kembali alat yang sudah digunakan.
10. Interpretasikan hasil kepada pasien terkait pemeriksaan yang sudah
dilakukan.
11. Dokumentasikan hasil.
6
2.2.2 Tujuan
1. Untuk menilai fungsi pendengaran.
2. Untuk mengetahui batas bawah dan batas ambang pendengaran.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pendengaran.
4. Untuk membedakan tuli hantaran dan tuli sensori.
2.2.3 Manfaat
Mengetahui ketajaman pendengaran pasien.
2.2.4 Jenis Pemeriksaan
1. Tes Weber
2. Tes Rinne
3. Tes schwabach
2.2.5 Persiapan Alat
1. Garpu tala set
2.2.6 Persiapan Pasien
1. Verifikasi data pasien.
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan.
3. Berikan informed consent.
4. Posisikan pasien duduk tegak.
2.2.7 Persiapan Lingkungan
1. Pastikan ruangan pemeriksaan dalam keadaan yang nyaman dan cukup
pencahayaan.
2. Jaga privasi pasien.
2.2.8 Prosedur Tindakan
A. Tes Weber
1. Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz.
2. Letakkan pada verteks atau tengah dahi pasien.
3. Instruksikan pasien untuk menyebutkan telinga mana yang mendengar
bunyi secara jelas.
4. Interpretasikan hasil kepada pasien.
Terdengar pada kedua telinga : normal.
Terdengar pada telinga kanan : lateralisasi ke kanan.
Terdengar pada telinga kiri : lateralisasi ke kiri.
Terdengar pada telinga yang sakit : tuli konduksi.
Terdengar pada telinga yang sehat : tuli sensori
7
B. Tes Rinne
1. Getarkan garpu tala frekuensi 512 Hz.
2. Letakkan garpu tala pada prosesus mastoid.
3. Instruksikan pasien untuk mengangkat tangan jika sudah tidak
mendengar bunyi dari garpu tala atau sebaliknya.
4. Jika pasien sudah tidak mendengar bunyi dari garpu tala, pindahkan
garpu tala ke depan liang telinga pasien (meatus auditorius eksternus).
5. Pemeriksaan dilakukan pada kedua telinga secara bergantian.
6. Interpretasikan hasil kepada pasien.
Rinne + (normal/tuli sensori) : bunyi masih terdengar.
Rinne - (tuli konduktif) : tidak terdengar bunyi.
C. Tes Schwabach
1. Getarkan garpu tala 512 Hz.
2. Letakkan garpu tala pada prosesus mastoid.
3. Instruksikan pasien jika sudah tidak mendengar bunyi dari garpu tala
atau sebaliknya.
4. Jika pasien sudah tidak mendengar bunyi dari garpu tala, pindahkan
garpu tala ke tulang mastoid pemeriksa. (pemeriksa harus dengan
kondisi pendengaran yang normal).
5. Pemeriksaan dilakukan pada kedua telinga secara bergantian.
6. Interpretasikan hasil pemeriksaan kepada pasien.
Schwabach memendek : pemeriksa masih mendengar bunyi (tuli sensori
netral).
Schwabach memanjang : pasien masih mendengar bunyi (tuli konduktif)
Schwabach normal : pemeriksa dan pasien sama-sama tidak mendengar
atau sebaliknya.
8
2.3.2 Tujuan
1. Untuk menilai apakah ada gangguan di susunan Vestibular atau di funikulus
dorsalis
2. Untuk menilai adanya kesimpangsiuran atau abnormalis gerakan berjalan,
dimana akan ada kecenderungan untuk menyimpang garis atau jatuh kesalah
satu sisi
2.3.3 Manfaat
Mengetahui keadaan pasien dalam mempertahankan fungsi keseimbangan
2.3.4 Jenis Pemeriksaan
1. Tes Romberg
2. Tandem Walking
2.3.5 Persiapan Alat
Tidak ada
2.3.6 Persiapan Pasien
1. Menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
2.3.7 Persiapan Lingkungan
1. Jaga privasi klien
2.3.8 Prosedur Tindakan
1. Tes Romberg
● Klien diminta berdiri dengan kedua kaki saling merapat, pertama kali
dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup
● Tes ini untuk membedakan lesi proprioseptif (sensori ataxia) atau lesi
cerebellum. Pada gangguan proprioseptif jelas sekali terlihat perbedaan
antara membuka dan menutup mata. Pada waktu membuka mata klien
masih sanggup berdiri tegak, tetapi begitu menutup mata klien langsung
kesulitan mempertahankan diri dan jatuh. Pada lesi cerebellum waktu
membuka dan menutup mata klien kesulitan berdiri tegak dan cenderung
berdiri dengan kedua kaki yang lebar (wide base).
2. Tandem Walking
● Klien diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai
● Tempatkan tumit yang satu didepan jari-jari kaki berlawanan, baik
dengan mata terbuka maupun mata
tertutup
9
2.4 Tetes Telinga
2.4.1 Pengertian
Tetes telinga merupakan suatu tindakan pemberian obat yang diberikan untuk
pasien infeksi telinga ringan dengan gejala seperti telinga terasa gatal, kering,
berdenging, hingga menyebabkan sakit kepala dan gangguan pendengaran ringan.
2.4.2 Tujuan
1. Untuk mengurangi rasa sakit
2. Untuk memberikan efek terapi lokal (mengurangi peradangan. Membunuh
organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal)
3. Untuk melakukan serumen agar mudah stabil
2.4.3 Manfaat
Menghindari infeksi pada telinga klien dan mengurangi rasa sakit pada telinga
2.4.4 Jenis Pemeriksaan
Tetes telinga
2.4.5 Persiapan Alat
1. Kapas lidi/catton bed
2. Handuk
3. Obat sesuai instruksi
4. Nier bekken
5. Handscon
6. Masker
2.4.6 Persiapan Pasien
Posisikan klien dengan keadaan berbaring miring
2.4.7 Persiapan Lingkungan
Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien. Jaga privasi klien
2.4.8 Prosedur Tindakan
1. Cuci tangan dan memasang handscoon
2. Membantu klien untuk memposisikan tidur miring dan telinga yang sakit
menghadap ke atas
3. Meletakan di bawah bahu klien
4. Membersihkan liang telinga dengan lidi kapas
5. Menarik daun telinga dan diangkat keatas dengan hati hati
6. Menetesi obat melalui sisi atau dinding telinga untuk mencegah terhalang
gelembung udara sesuai dosis yang ditentukan
10
7. Membersihkan bekas cairan dengan kapas bulat
8. Merapikan pasien, lingkungan dan alat
9. Cuci tangan
10. Dokumentasi nama, konsentrasi, jumlah tetesan, pemberian dan bagian
telinga (kanan atau kiri) yang diobati
11
9. Cairan pencuci luka dan desinfektan (NS)
Non steril:
1. Gown
2. Perlak
3. Alas perlak/underpad
4. Handscoon
5. Tirai
6. Bengkok
7. Sonde
2.5.5 Persiapan Pasien
1. Menjelaskan prosedur kepada pasien
2.5.6 Persiapan Lingkungan
1. Menjaga privacy pasien
2.5.7 Prosedur Tindakan
1. Perawat memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga pasien
2. Menandatangani informed consent
3. Menyiapkan alat dan didekatkan ke pasien
4. Periksa lokasi corpus alienum di telinga/hidung baik langsung atau memakai
lampu kepala
5. Menentukan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan letak dan jenis benda
yang masuk ke telinga/hidung antara lain:
a. Benda padat : biji-bijian dan benda kotak
1) Perawat menggunakan alat sonde telinga/hidung (ukuran sonde
sesuai dengan ukuran biji didalam).
2) Perawat memasukkan sonde ke dalam telinga/hidung dengan arah
masuk melalui bagian luar biji-bijian tersebut.
3) Setelah sonde masuk ke dalam telinga/hidung dan posisi sonde
sudah lebih dalam dari pada posisi biji-bijian, kemudian
dilakukan pergerakan untuk mengeluarkan biji-bijian.
4) Bila biji-bijian belum keluar dilakukan pengulangan mulai dari
awal
b. Lintah
1) Perawat memasukkan sonde ke dalam telinga/hidung dengan arah
masuk melalui bagian luar lintah tersebut.
12
2) Setelah sonde masuk ke dalam telinga/hidung dan posisi sonde
sudah lebih dalam dari pada posisi lintah, maka dilakukan
pergerakan untuk mengeluarkan lintah
3) Bila lintah belum keluar dilakukan pengulangan mulai awal
13
d. AZT + 3TC + NVP
2.6.5 Sasaran Terapi
Pengobatan ARV diberikan kepada:
1. Pasien HIV dewasa dan anak usia 5 tahun ke atas yang telah menunjukkan
stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel limfosit T CD4 kurang dari atau sama
dengan 350 sel/mm3.
2. Ibu hamil dengan HIV
3. Bayi lahir dari ibu dengan HIV
4. Pasien HIV atau bayi/anak usia <5 tahun
5. Pasien HIV dengan tuberkulosis
6. Pasien HIV dengan hepatitis B dan hepatitis C
7. Pasien HIV pada populasi kunci
8. Pasien HIV pada populasi umum yang tinggal di daerah epidemi HIV meluas
2.6.6 Persiapan Pemberian ARV
1. Pemberian ARV harus menggunakan 3 jenis obat, dimana ketiganya harus
terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal dengan
highly active antiretroviral therapy (HAART). Istilah HAART sering
disingkat sebagai ARV.
2. Konseling terapi sangat diperlukan untuk terapi seumur hidup dan
keberhasilan terapi jangka panjang. Isi dari konseling ini yaitu: kepatuhan
minum obat, potensi/kemungkinan resiko efek samping atau resiko yang
tidak diharapkan setelah memulai terapi ARV terutama pada ODHA dengan
stadium klinis lanjut.
3. Penilaian klinis dan tes laboratorium berperan penting dalam melihat kondisi
ODHA sebelum inisiasi ARV dan membantu penentuan panduan yang akan
digunakan.
2.6.7 Prosedur Tindakan
1. Lakukan penilaian kemungkinan pasien terinfeksi HIV
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta evaluasi bila ada tanda dan
gejala infeksi HIV atau oportunistik “IO”.
3. Untuk memulai terapi ARV perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 dan
penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
4. Pastikan ketersediaan Logistik ARV
14
5. Berikan informasi pada pasien tentang cara meminum obat dengan bahasa
yang mudah dimengerti sesuai dengan latar belakang pendidikan dan budaya
setempat
6. Petugas mendorong pasien untuk minum obat secara patuh dan teratur
dengan melakukan analisis faktor pendukung dan penghambat
7. Memberikan informasi efek samping obat tanpa membuat pasien takut
minum obat
8. Obat ARV diminum seumur hidup
9. Obat ARV diberikan sedini mungkin setelah memenuhi persyaratan terapi
untuk mencegah pasien masuk ke stadium lebih lanjut.
10. Terapi ARV pada kekebalan tubuh yang rendah meningkatkan kemungkinan
timbulnya Sindroma Pulih Imun (SPI)
11. ARV diberikan kepada pasien sebulan sekali untuk mengontrol kepatuhan
pasien minum obat.
15
2.7.7 Prosedur Tindakan
1. Mengucapkan salam pembukaan
2. Memperkenalkan diri
3. Menyampaikan materi tentang:
a. Pengertian penyakit HIV/AIDS
b. Persepsi masyarakat tentang penyakit HIV/AIDS
c. Tanda-tanda penyakit HIV/AIDS
d. Cara penularan HIV/AIDS
e. Cara pencegahan HIV/AIDS
f. Penatalaksanaan pengobatan penyakit HIV/AIDS
16
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik THT merupakan serangkaian pemeriksaan yang digunakan
dengan tujuan untuk mengetahui adanya beberapa kelainan pada telinga (luar, tengah,
dalam) yang bisa mengganggu fungsi pendengaran, mengetahui adanya kelainan hidung
dan tenggorok yang mengganggu fungsi penciuman dan pengecapan dengan meliputi
berbagai pemeriksaan yaitu secara inspeksi, palpasi dan jenis pemeriksaan lainnya. Tes
pendengaran merupakan suatu tes yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai fungsi
pendengaran seseorang dengan berbagai jenis dan alat pemeriksaan, salah satunya yaitu
menggunakan garpu tala. Pemeriksaan pendengaran menggunakan alat meliputi 3 jenis
pemeriksaan yaitu tes weber, tes rinne dan tes schwabach. Test wicara merupakan Tes
ini untuk mendiagnosis gangguan bicara, menilai pelafalan serta kejelasan bicara
pasien. Pemeriksaan keseimbangan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui kemampuan pasien dalam mempertahankan fungsi keseimbangannya saat
dilakukan gerakan / manuver dalam pengujiannya. Tetes telinga merupakan suatu
tindakan pemberian obat yang diberikan untuk pasien infeksi telinga ringan dengan
gejala seperti telinga terasa gatal, kering, berdenging, hingga menyebabkan sakit kepala
dan gangguan pendengaran ringan. Benda asing yang terdapat di telinga maupun hidung
merupakan kondisi yang membuat pasien merasa tidak nyaman karena hal tersebut
berasal dari luar tubuh atau dari dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada.
ARV merupakan terapi obat yang digunakan sebagai pengobatan HIV/AIDS untuk
mengurangi penularan HIV, menghambat perburukan infeksi, dan meningkatkan
kualitas hidup penderita HIV. Kegiatan mendidik kepada orang dengan gangguan
HIV/AIDS agar dapat membentuk sikap dan perilaku hidup yang seharusnya.
3.2 Saran
17
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, penulis harap
bimbingan dan saran dari dosen pembimbing serta teman-teman semuanya agar dapat
menyusun laporan pendahuluan yang lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Nurul Afif., dkk. (2018). Manifestasi dan Tatalaksana Kelainan Kulit dan
Kelamin Pada Pasien HIV/AIDS. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Primadewi, Novi., dkk. (2019). Buku Manual Keterampilan Klinik Topik: Pemeriksaan
dasar Telinga Hidung Tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret.
Soepardi, Efiaty Arsyad. (2016). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi 7 cetakan ke-5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
19
LAMPIRAN
20