Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH MATA KULIAH

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

“ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM


KARDIOVASKULER”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. ANGGITA HAFTARI 20176513006


2. HENDRA WAHYUDI 20176513029
3. KHADROJI MUHAMMAD I. 20176513042
4. MUTIARA ANNISA 20176523063
5. NORMA ENDAH S 20176523073
6. PATRISIANA IRMAWATI 20176523081
7. SUCI MUSLIKA A 20176523104
8. SITY NOVY RIZKIKASARI 20176521103

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Puspa Wardhani, M.Kep

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

0
VISI DAN MISI

VISI

DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

“Menjadi Institusi Pendidikan Diploma IV Keperawatan Unggulan


Kegawatdaruratan yang Bermutu dan Mampu Bersaing di Tingkat Regional pada
tahun 2020.”

MISI

DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENES PONTIANAK

1. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan


Unggulan Kegawatdaruratan Yang Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan
Unggulan Kegawatdaruratan Yang Berbasis Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat Bidang Diploma IV
Keperawatan Unggulan Kegawatdaruratan Yang Berbasis IPTEK dan
Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Progam Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan
Unggulan Kegawatdaruratan Yang Mandiri, Transparan, Dan Akuntabel.
5. Mengembangkan Kerja Sama Baik Lokal Maupun Regional.

i
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH MATA KULIAH KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA SISTEM


KARDIOVASKULER

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PRODI : DIV KEPERAWATAN PONTIANAK

SEMESTER : 5 (LIMA)

Pontianak, Oktober 2019

Pembimbing Akademik,

Ns. Puspa Wardhani, M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya Makalah mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Sistem Kardiovaskuler”. Atas
dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan modul ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz, M.Si selaku direktur Potekkes Kemenkes


Pontianak.
2. Ibu Ns. Nurbani, M. Kep selaku ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku ketua Prodi DIV Keperawatan
Pontianak. Sekaligus pembimbing akademik kami yang memberikan dorongan
dan masukan kepada kami
4. Bu Rima Rianti, SST, MMB selaku koordinator mata kuliah Keperawatan
Kegawatdaruratan
5. Teman-teman satu kelompok yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Pontianak, Oktober 2019

Penulis

Kelompok 3

iii
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI..............................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................1

C. Tujuan................................................................................................1

D. Manfaat Penulisan..............................................................................1

E. Sistematika Penulisan........................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................1

A. Anatomi Listrik Jantung.....................................................................1

B. Konsep Teori dan Konsep Asuhan Keperawatan..............................1

1. Aritmia Mengancam Nyawa..........................................................1

I. Konsep Teori..............................................................................1

II. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................1

2. Cardiac Arrest.................................................................................1

I. Konsep Teori..............................................................................1

II. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................1

C. Konsep Tindakan...............................................................................1

1. Elektrokardiogram (EKG)..............................................................1

2. Teknik AED...................................................................................1

BAB III KESIMPULAN...............................................................................1

iv
A. Kesimpulan........................................................................................1

B. Saran...................................................................................................1

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................1

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, dan
memerlukan penanganan yang segera, karena dapat mengancam jiwa atau
menimbulkan kecacatan permanen. Kejadian gawat darurat dapat disebabkan
antara lain karena kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun
bencana alam. Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang
termasuk dalam sistem sirkulasi. jantung bertindak sebagai pompa sentral
yang memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang
diperluan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme
untuk dikeluarkan dari tubuh.

Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh


dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori
penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak
dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Angka harapan hidup
yang semakin meningkat datambah peningkatan golongan usia tua semakin
memperbesar jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar
diderita oleh orang tua. (Wikipedia, 2008). Meskipun berbagai pendekatan
terapi gagal jantung meliputi terapi farmakologis, prosedur intervensi dan
pembedahan telah banyak ditawarkan, kematian penderita gagal jantung
masih sangat tinggi apabila penyebabnya tidak teratasi. Ketika diagnosa
gagal jantung ditegakkan, maka dapat diramalkan berapa lamakah seseorang
akan bertahan hidup. Telah dilaporkan, bahwa ketahanan hidup seorang
penderita gagal jantung bahkan lebih buruk dari penderita kanker ganas.
Pada tahun ketiga, hanya 24 persen penderita gagal jantung yang masih
bertahan hidup.(Budiono, 2008)

vi
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi listrik jantung ?
2. Apa saja kelainan jantung gawat darurat ?
3. Bagaimana konsep teori dan konsep asuhan keperawatan cardiac arrest ?
4. Bagaimana konsep teori dan konsep asuhan keperawatan aritmia jantung
mengancam nyawa ?
5. Apa itu Elektrokardiografi?
6. Bagaimana cara melakukan, indikasi, kontraindikasi pemasangan EKG ?
7. Bagaimana cara melakukan , indikasi, kontraindikasi dari tindakan AED ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulisan modul ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang
Keperawatan Kegawatdaruratan yang berkaitan dengan Asuhan
Keperawatan Kegawatdaruratan pada Sistem Kardiovaskuler
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui anatomi listrik jantung
b. Untuk mengetahui kelainan jantung gawat darurat
c. Untuk mengetahui konsep teori dan konsep asuhan keperawatan
cardiac arrest
d. Untuk Mengetahui konsep teori dan konsep asuhan keperawatan
aritmia jantung mengancam nyawa
e. Untuk mengetahui konsep Elektrokardiografi
f. Untuk mengetahui manfaat dari elektrokardiografi
g. Untuk Mengetahui cara melakukan, indikasi, kontraindikasi
pemasangan EKG
h. Untuk Mengetahui cara melakukan , indikasi, kontraindikasi dari
tindakan AED

D. Manfaat Penulisan
1. Prodi D IV Keperawatan Pontianak
Manfaat penulisan untuk menambah literatur dan daftar pustaka.

vii
2. Penulis
Manfaat penulisan untuk menambah wawasan mengenai Asuhan
Keperawatan Kegawatdaruratan pada sistem kardiovaskuller

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika dalam penulisan modul mata kuliah ini :

1. BAB I terdiri dari :


a. Pendahuluan
1) Latar belakang
2) Rumusan masalah
3) Tujuan
4) Manfaat penulisan
2. BAB II terdiri dari :
a. Tinjauan pustaka
3. BAB III terdiri dari :
a. Kesimpulan
b. Saran

viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Listrik Jantung.

a. Sistme konduksi jantung


1) SA Node (Sino-Atrial Node)
Terletak di batas atrium kanan (RA) dan vena cava superior
(VCS). Sel-sel dalam SA node ini secara otomatis dan teratur
mengeluarkan impuls (rangsangan listrik) dengan frekuensi 60-
100 kali permenit. Kemudian menjalar ke atrium, sehingga
menyebabkan seluruh atrium terangsang. Iramanya adalah sinus
(sinus rhythm)
2) Jalur internodus (traktus internodus) : jalur listrik antara nodus
sinoatrial dan nodus arterioventrikuler.
3) AV Node (Atrio-ventricular node): Terletak di septum
internodal bagian sebelah kanan, di atas katup tricuspid. Sel-sel
dalam AV Node mengeluarkan impuls dengan frekuensi 40-60
kali permenit. Oleh karena AV Node mengeluarkan impuls lebih
rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai impuls

ix
lebih tinggi. Kalau SA Node rusak, maka impuls akan
dikeluarkan oleh AV Node. Iramanya disebut junctional rhythm/
nodal rhytm.
4) Berkas HIS (HIS Bundle): Terletak di dalam interventrikular
dan bercabang 2 yaitu:
a.       Cabang berkas kiri
b.      Cabang berkas kanan
Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi
ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinje.
5) Serat / Serabut Purkinje: Serabut purkinje ini akan mengadakan
kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari sel-sel ventrikel impuls
dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel akan
terangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pacemaker yang
secar otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20-40
kali permenit. Iramanya idioventricular rhytm. Oleh karena
frekuensinya lebih rendah dari AV Node, maka dalam keadaan
normal sel-sel ventrikel tidak mengeluarkan impuls.

x
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi
sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis,
arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar
melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri.
Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada
arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu
arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena
kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali
ke atrium kanan.

F. Konsep Teori dan Konsep Asuhan Keperawatan


1. Aritmia Mengancam Nyawa
I. Konsep Teori
a. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi
yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia
adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan
oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. Aritmia timbul akibat
perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial
aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Gangguan irama jantung
tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga
termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi .

b. Etiologi
Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari
kelainan berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
1) Irama abnormal dari pacu jantung.
2) Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain
dari jantung.

xi
3) Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu
menghantarkan impuls melalui jantung.
4) Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
5) Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada
hamper semua bagian jantung.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan
aritmia adalah :

1) Peradangan jantung, misalnya demam reumatik,


peradangan miokard (miokarditis karena infeksi).
2) Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner
atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark
miokard.
3) Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis,
quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya.
4) Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalemia).
5) Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom
yang mempengaruhi kerja dan irama jantung.
6) Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7) Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
8) Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
9) Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
10) Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor
jantung.
11) Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi
(fibrosis system konduksi jantung)

C . Klasifikasi

Pada umumnya aritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :

xii
1) Gangguan pembentukan impuls.
a. Gangguan pembentukan impuls di sinus
 Takikardia sinus
 Bradikardia sinus
 Aritmia sinus
 Henti sinus
b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).
 Ekstrasistol atrial
 Takiakardia atrial
 Gelepar atrial
 Fibrilasi atrial
 Pemacu kelana atrial
c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia
penghubung).
 Ekstrasistole penghubung AV
 Takikardia penghubung AV
 Irama lolos penghubung AV
d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).
 Ekstrasistole ventricular.
 Takikardia ventricular.
 Gelepar ventricular.
 Fibrilasi ventricular.
 Henti ventricular.
 Irama lolos ventricular.
2) Gangguan penghantaran impuls.
a) Blok sino atrial
b) Blok atrio-ventrikular
c) Blok intraventrikular.
d . Manifestasi Klinis

xiii
1) Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran
urin menurun bila curah jantung menurun berat.
2) Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
3) Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan
obat antiangina, gelisah
4) Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan;
bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
5) Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
e. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.
2) Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus
bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3) Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4) Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi
normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5) Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan
latihan yang menyebabkan disritmia.

xiv
6) Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7) Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung,
adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis,
quinidin.
8) Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9) Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi
akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10) 1GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
f. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi medis
 Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
 Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
* Kelas 1 A
I. Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi
atau flutter.
II. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi
dan aritmi yang menyertai anestesi.
III. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
* Kelas 1 B

I. Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia


miokard, ventrikel takikardia.
II. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
* Kelas 1 C

I. Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

xv
2) Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
 Atenolol
 Metoprolol
 Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan
hipertensi
3) Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
 Amiodarone
 Indikasi VT
 SVT berulang
4) Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
 Verapamil
 Indikasi supraventrikular aritmia
5) Terapi mekanis
 Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk
menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS,
biasanya merupakan prosedur elektif.
 Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada
keadaan gawat darurat.
 Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk
mendeteksi dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang
mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami
fibrilasi ventrikel
 Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan
stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol
frekuensi jantung.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary

xvi
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan
segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
a) Airway
b) Breathing dan oxygenation
c) Circulation dan Comprestion
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara
lain
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada
pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
a. Adanya snoring atau gurgling
b. Stridor atau suara napas tidak normal
c. Agitasi (hipoksia)
d. Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
e. Sianosis
2) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
a. Muntahan
b. Perdarahan

xvii
3) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
a. Chin lift/jaw thrust
b. Lakukan suction (jika tersedia)
c. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
Laryngeal Mask Airway
d. Lakukan intubasi

b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien. selama 10 detik
Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya
terjadi respirasi gasping pada SCA) atau tidak ditemukan
tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan
(masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk
membuat dada mengembang).
2) Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:
a. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan
tidak lebih penting dibandingkan dengan kompresi dada
karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah
masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada
awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada
penurunan cardiac output sehingga kompresi lebih
efektif.
b. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat
prolonged VF SCA
c. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/
masker/ ambubag) dengan memberikan volume
pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)

xviii
d. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas
(ET. LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10
nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan
kompresi dada.
3) Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan
nafas buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit
tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka
lakukan kompresi dada.
4) Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan
pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis
(terletak dilateral jakun/tulang krikoid).
5) Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba)
memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit
dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas
harus dapat mengembangkan dada.
c) Pengkajian Circulation (Kompressi)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan
sirkulasi pada saat melakukan resusitasi jantung dan paru: Look,
listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien. selama 10 detik
1. Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan
aliran darah selama resusitasi dilakukan.
2. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada
alas yang keras dan penolong berada disisi dada korban.
3. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan
kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali
kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm;
berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah
kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan
rileks).

xix
4. Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi
apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat.

2. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
a) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis
riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian
pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah
kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan
sistem. (Emergency Nursing Association, 2017). Pengkajian
riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari
pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat
atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali
melihat kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing
Association, 2017):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)

xx
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera

b) Pemeriksaan fisik
1) Kulit kepala
2) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya
kesimterisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar
mata jangan lalai memeriksa mata, karena pembengkakan di
mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya
menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
a. Mata :ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta
bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami
miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya
anemis
b. Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan
c. Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran,
d. Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
e. Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
f. Mulut & faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,

3) Vertebra servikalis dan leher


Pada saat memeriksa leher, periksa adanya
deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan

xxi
massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan)
dan suara serak harus diperhatikan,

4) Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan
belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet,
memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki,
wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)
5) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput
terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera kepala dengan
penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan
(penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans
otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
6) Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada
saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka
dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur
pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas
fraktur.
7) Neurologis

xxii
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi
pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
3. Reassessment
Kompone Pertimbangan
n
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro
Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask
Airway , maupun Endotracheal Tube (salah
satu dari peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko
yang minimal.

Breathing Pastikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan


pasien :
 Pemeriksaan definitive rongga dada dengan
rontgen foto thoraks, untuk meyakinkan ada
tidaknya masalah seperti Tension
pneumothoraks, hematotoraks atau trauma
thoraks yang lain yang bisa mengakibatkan
oksigenasi tidak adekuat
 Penggunaan ventilator mekanik
Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin
perfusi jaringan khususnya organ vital tetap
terjaga, hemodinamik tetap termonitor serta
menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat
penanganan resusitasicairan.
 Pemasangan cateter vena central
 Pemeriksaan analisa gas darah

xxiii
 Balance cairan
 Pemasangan kateter urin

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan
hemodinamika penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP
Dr. M.Djamil, 2006). Dalam melakukan secondary survey,
mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
spesifik seperti :
1) Endoskopi
2) Bronkoskopi
3) CT Scan
4) Radiologi
5) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri 
2) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas
miokardia.
3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik,
kerusakan otot jantung ,  penyempitan / penyumbatan
pembuluh darah arteri koronaria
c . Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
o Kriteria Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan jaringan sekunder  Pair Level Pain Management
terhadap sumbatan arteri  Pain  Lakukan
yang ditandai dengan : Control pengkajian nyeri secara
penurunan curah jantung  Comfort komprehensif termasuk

xxiv
Definisi : Sensori yang tak level lokasi, karakteristik,
menyenangkan dan pengalaman Kriteria Hasil : durasi, frekuensi,
emosional yang muncul secara  Mampu kualitas dan faktor
aktual atau potensial kerusakan mengontrol nyeri presipitasi
jaringan atau menggambarkan ( tahu penyebab  Observasi reaksi
adanya kerusakan (Asosiasi nyeri, mampu nonverbal dari
Studi Nyeri Internasional): menggunakan ketidaknyamanan
serangan mendadak atau pelan teknik  Gunakan teknik
intensitasnya dari ringan sampai nonfarmakologi komunikasi terapeutik
berat yang dapat diantisipasi untuk untuk mengetahui
dengan akhir yang dapat di mengurangi pengalaman nyeri
prediksi dan dengan durasi nyeri, mencari pasien
kurang dari 6 bulan. bantuan )  Kaji kultur yang
Batasan Karakteristik :  Melaporka mempengaruhi respon
- Laporan secara verbal/ n bahwa nyeri nyeri
non verbal berkurang  Evaluasi
- Faktor dari observasi dengan pengalaman nyeri masa
- Posisi antalgic untuk menggunakan lampau
menghindari nyeri manajemen nyeri  Kolaborasikan
- Gerakan melindungi  Mampu dengan dokter jika ada
- Tingkah laku berhati-hati mengenali nyeri ( keluhan dan tindakan
- Muka topeng skala, intensitas, nyeri tidak berhasil
- Gangguan tidur (mata frekuensi dan  Monitor
tanda nyeri ) penerimaan pasien
sayu, tampak capek, sulit/
 Menyatak tentang manajemen
gerakan kacau, menyeringai)
an rasa nyaman nyeri
- Terfokus pada diri
setelah nyeri
sendiri  Monitor
berkurang
- Fokus menyempit penerimaan pasien
(penurunan persepsi waktu, tentang manajemen
kerusakan proses berpikir, nyeri
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan) Analgesic
- Tingkah laku distraksi, Administration :
contoh : jalan2, menemui org  Tentukan lokasi,
lain, dan beraktivitas berulang) karakteristik, dan
- Respon autonom (seperti derajat nyeri sebelum
diaphoresis, perubahan tekan pemberian obat
darah, perubahan nafas, nadi  Cek riwayat
dan dilatasi pupil) alergi
- Perubahan autonomic  Pilih analgesik
dalam tonus otot (mungkin ketika pemberian lebih
dalam rentang dari lemah ke dari satu
kaku)  Tentukan
- Tingkah laku ekspresif pilihan analgesik
contoh : gelisah, merintih, tergantung tipe dan

xxv
menangis, waspada, iritabel, beratnya nyeri
nafas panjang/ berkeluh kesah)  Pilihan rute
- Perubahan dalam nafsu pemberian secara IV,
makan dan minum IM untuk pengobatan
Faktor yang Berhubungan : nyeri secara teratur
Agen injuri (biologi, kimia,  Monitor vital
fisik, psikologis) sign sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat

Resiko penurunan curah NOC : NIC :
jantung berhubungan dengan  Cardiac Cardiac Care
perubahan faktor2 listrik, Pump  Evaluasi adanya
penurunan karakteristik effectiveness nyeri dada ( intensitas,
miokard.  Circulatio lokasi, durasi )
Definsisi : ketidak adekuatan n status  Catat adanya
darah yang di pompa oleh  Vital Sign disritmia jantung
jantung untuk memenuhi status  Catat adanya
kebutuhan metabolik tubuh. tanda dan gejala
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : penurunan cardiac
- Perubahan Frekuensi  Tanda putput
 Aritmia Vital dalam  Monitor status
 Bradikardi rentang normal kardiovaskuler
 Perubahan EKG ( Tekanan darah,  Monitor status
 Palpitasi Nadi, reaspirasi ) pernafasan yang
 Takikardi  Dapat menandakan gagal
- Perubahan preload mentoleransi jantung
aktivitas, tidak  Monotor
 Edema
ada kelelahan abdomen sebagai
 Penurun CVP  Tidak ada
 Keletihan indicator penurunan
adema paru, perfusi
 Penurunan PAPW perifer, dan tidak
(Pulmonary Artery Wedge  Atur periode
ada asites
Preasure) latihan dan istirahat
 Tidak ada
 Distensi vena jugular untuk menghindari
penurunan
 Kenaikan berat badan kelelahan
kesadaran
- Perubahan afterload  Monitor
toleransi aktivitas
 Kulit lembab
pasien
 Dipsnea
 Monitor adanya
 Penurunan nadi perifer
dyspneu, fatigue,
 Penuruna resistensi tekipneu dan ortopneu
vaskular paru
 Anjurkan untuk
 Peningkatan vaskular menurunkan stress
paru

xxvi
 Penurunan resistensi
vaskular sistemik Vital Sign Monitoring
 Oliguria  Monitor TD,
 Perubahan warna kulit nadi, suhu, dan RR
 Variasi pada pembacaan  Catat adanya
tekan darah fruktuasi tekanan darah
- Perubahan  Monitor VS saat
kontraktilitas pasien berbaring ,
 Batuk duduk, atau berdiri
 Penurunan LVSWI (left  Auskultasi TD
ventrikular stroke work index) pada kedua lengan dan
 Penuruna indeks jantung bandingkan
 Ortopnea  Monitor TD ,
Faktor yang berhubungan : nadi , RR, sebelum,
- Perubahan frekuensi seelama dan setelah
jantung aktivitas
- Perubahn irama 
- Peubahan volume  Monitor bunyi
sekuncup jantung
- Perubahan afterload  Monitor
- Perubahan kontraktilitis frekuensi dan irama
- Perubahan preload pernapasan
 Monitor adanya
cushing triad ( tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik )

Gangguan perfusi jaringan NOC : NIC :
berhubungan dengan iskemik,  Circulatio Peripheral
kerusakan otot jantung, n status Sensation Manageme
penyempitan/ penyumbatan  Tissue nt ( Manajemen
pembuluh darah arteri Perfusion : sensasi perfier )
koronaria cerebral  Monitor adanya
Definisi : penuruna sirkulasi daerah tertentu yang
darah ke perifer yang dapat Kriteria Hasil : hanya peka terhadap
mengganggu kesehatan 1. Mendemo panas,/dingin/tajam/tu
Batasan karakteteristik : nstrasikan status mpul
- Tak ada nadi sirkulasi yang  Monitor adanya
- Perubahan fungsi ditandai dengan : paretese
motorik  Tekanan  Instruksikan
- Perubahn tekanan darah systole dan keluarga untuk
di ekstriemitas diastole dalam mengobservasi kulit
- Kelambatan rentang yang jika ada isi atau laserasi
penyembuhan luka perifer diharapkan  Gunakan sarung

xxvii
- Penuruna nadi  Tidak ada tangan untuk proteksi
- Edema ortostatik  Batasi gerakan
- Warna kulit pucat saat hipertensi pada kepala, leher dan
elevasi  Tidak ada punggung
Faktor yang berhubungan : tanda tanda
- Defisnisi pengetahuan peningkatan
tentang faktor pemberat. Misal : tekanan
merkok, gaya hidup, kurang intrakranial
gerak, obesitas) ( tidak lebih dari
- Defisiensi pengetahuan 15mmHg )
tentang proses penyakit 2. Mendemo
(diabetes, hiperlipidemia) nstrasikan
- Diabetes Melitus kemampuan
- Hipertensi kognitif yang
ditandai dengan :
- Merokok
 Berkomun
ikasi dengan
jelas dan sesuai
dengan
kemampuan
 Memprose
s informasi
 Membuat
keputusan
dengan benar
3. Menunjuk
kan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh
: tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan
gerakan
involunter

d . Implementasi Keperawata

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan


rencana keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan yang
akan dilakukan dengan pedoman atau prosedur teknis yang telah
ditentukan.

xxviii
e. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan :


a.  Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O 2 kembali
lancar
b. Nyeri Berkurang
c.       Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen
ke otak terpenuhi
2. Cardiac Arrest
I. Konsep Teori
a. Definisi
Cardiac arrest disebut juga cardiorespiratory arrest,
cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest, merupakan suatu
keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya
kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan
kegagalan sirkulasi. Gejala dan tanda yang tampak, antara lain
hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi
apnea (tidak bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi)
dengan tidak ada denyut nadi yang dapat terasa pada arteri; dan tidak
denyut jantung.
Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan
listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang
mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem
konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut
aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak
terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak.
Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak
ada darah ke dalam sirkulasi. Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax.
b. Etiologi

xxix
Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan
listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang
mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem
konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut
aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak
terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak.
Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak
ada darah ke dalam sirkulasi.
Aritmia dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya: penyakit
jantung koroner yang menyebabkan infark miokard (serangan
jantung), stress fisik (perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau
perdarahan dalam, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat
tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),
kelainan bawaan yang mempengaruhi jantung, perubahan struktur
jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan.
Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension
pneumothorax.

c. Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang
mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian
adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan
berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk
semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral
atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan
kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin
terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac
death).

xxx
Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing -
masing etiologi yang mendasari terjadinya cardiac arrest :

1) Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard
atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark
miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest.
Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai
oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit
akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam
arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi
ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi
memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan
fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark,
beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut.
Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung
dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

2) Stess fisik.
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi
jantung gagal berfungsi, diantaranya :
a) Perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau
perdarahan dalam
b) Sengatan listrik
c) Kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan,
tenggelam ataupun serangan asma yang berat
d) Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
e) Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu
SCA pada pasien yang memiliki gangguan jantung.

xxxi
Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat
menyebabkan vagal refleksakibat penekanan pada nervus vagus
di carotic sheed.
3) Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan
dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke
anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki
peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir
dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu
bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan
terkena SCA.

4) Perubahan struktur jantung


Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot
jantung dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur
yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik.
Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat
tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari
jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari
jantung.

5) Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium
channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat
menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan
pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga
atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan
tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan
darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu
menegakkan diagnosis.

6) Tamponade jantung

xxxii
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat
mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak,
mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan
kematian.2

7) Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu
cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan
antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan
menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini
terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar
(terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi
aliran balik ke jantung.

d. Manifestasi Klinis
1) Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak
adanya suplai oksigen, termasuk otak.
2) Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan
korban kehilangan kesadaran (collapse).
3) Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak
ditangani dalam 5 menit, selanjutnya akan terjadi kematian dalam
10 menit.
4) Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak
bernafas).
5) Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut
nadi yang dapat terasa pada arteri.
6) Tidak ada denyut jantung.
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Elektrokardiogram EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap
fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada
irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan
impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan

xxxiii
jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal,
seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko
kematian mendadak.
2) Tes darah
a) Pemeriksaan Enzim Jantung Enzim-enzim jantung tertentu
akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan
jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden
cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui
enzim-enzim ini sangat penting apakah benarbenar terjadi
serangan jantung.
b) Elektrolit Jantung Melalui sampel darah, kita juga dapat
mengetahui elektrolitelektrolit yang ada pada jantung.
c) Test Obat Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki
potensi untuk menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu
dan obatobatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.
d) Test Hormon Pengujian untuk hipertiroidisme dapat
menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac arrest.
3) Imaging tes
a) Pemeriksaan Foto Torak Foto thorax menggambarkan bentuk
dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga dapat
menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
b) Pemeriksaan nuklir Biasanya dilakukan bersama dengan tes
stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran darah ke
jantung.
c) Ekokardiogram Tes ini menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambaran jantung. Echocardiogram dapat
membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung telah
rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal
atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada
kelainan katup.

xxxiv
4) Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini membantu menemukan tempat aritmia dimulai.
Selama tes, kemudian kateter dihubungkan denga electrode
yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan
penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu,
ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang
jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang mungkin
memicu - atau menghentikan – aritmia. Hal ini
memungkinkan dokter untuk mengamati lokasi aritmia.
5) Ejection fraction testing Dokter dapat menentukan kapasitas
pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi
ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa
keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi
ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi
kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac
arrest
6) Coronary catheterization (angiogram) Pengujian ini dapat
menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi penyempitan
atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah
pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting
sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair
disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang
dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki,
untuk arteri di dalam jantung.
f. Penatalaksanaan
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi
yang adekuat, mengendalikan aritmia jantung, menyetabilkan
status hemodinamika (tekanan darah serta curah jantung) dan
memulihkan perfusi organ.
Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini mencakup:

xxxv
1) Tindakan intubasi dengan endotracheal tube
2) Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau pemasangan pacu jantung
3) Pemasangan lini infuse.

Henti jantung yang terjadi sekunder akibat bradiaritmia


atau asistol ditangani dengan cara yang berbeda. Setelah
diketahui jenis aritmianya, terapi syok dari luar tidak memiliki
peranan. Pasien harus segera diintubasi, resusitasi
kardiopulmoner diteruskan dan harus diupayakan untuk
mengendalikan keadaan hipoksemia serta asidosis. Epinefrin
dan atau atropine diberikan intravena atau dengan penyuntikan
intrakardial.

Pemasangan alat pacing eksternal kini sudah dapat


dilakukan untuk mencoba menghasilkan irama jantung yang
teratur, tetapi prognosis pasien pada bentuk henti jantung ini
umumnya sangat buruk. Satu pengecualian adalah henti jantung
asistolik atau bradiaritmia sekunder terhadap obstruksi jalan
napas. Bentuk henti jantung ini dapat memberikan respons cepat
untuk pengambilan benda asing dengan maneuver Heimlich
atau, pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Dengan intubasi
dan penyedotan sekresi yang menyumbat di jalan napas.

III. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat
trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary
survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan
segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :

xxxvi
a) Kompresi dan Resusitasi jantung
b) Airway maintenance dengan cervical spine protection
c) Breathing dan oxygenation
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara
lain
a) Pengkajian Circulation (Kompressi)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan
sirkulasi pada saat melakukan resusitasi jantung dan paru: Look,
listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien. selama 10 detik
1. Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan
aliran darah selama resusitasi dilakukan.
2. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada
alas yang keras dan penolong berada disisi dada korban.
3. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan
kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali
kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm;
berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah
kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan
rileks).
4. Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi
apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat.

b) Pengkajian Airway
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada
pasien antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
a) Adanya snoring atau gurgling

xxxvii
b) Stridor atau suara napas tidak normal
c) Agitasi (hipoksia)
d) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
e) Sianosis
2) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
a. Muntahan
b. Perdarahan
3) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
a. Chin lift/jaw thrust
b. Lakukan suction (jika tersedia)
c. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
Laryngeal Mask Airway
d. Lakukan intubasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien. selama 10 detik
2) Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya
terjadi respirasi gasping pada SCA) atau tidak ditemukan
tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan
(masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk
membuat dada mengembang).
3) Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik
harus diberikan, pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg
(700 sampai 1000 ml).
4) Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:

xxxviii
a. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan
tidak lebih penting dibandingkan dengan kompresi dada
karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah
masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal
terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan
cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena
inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi
saat kompresi dada
b. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat
prolonged VF SCA
c. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/
masker/ ambubag) dengan memberikan volume pernapasan
normal (tidak terlalu kuat dan cepat)
d. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET.
LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa
usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada.
5) Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas
buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu
sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka lakukan
kompresi dada.
6) Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan
pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis
(terletak dilateral jakun/tulang krikoid).
7) Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba)
memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit
dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas
harus dapat mengembangkan dada.
2. Secondary Assessment

xxxix
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
c) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis
riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian
pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah
kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan
sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian
riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari
pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat
atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan
anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali
melihat kejadian.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing
Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera

d) Pemeriksaan fisik
1) Kulit kepala

xl
2) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Re evaluasi tingkat
kesadaran dengan skor GCS.
a. Mata :ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta
bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami
miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya
anemis
b. Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan
c. Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran,
d. Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
e. Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
f. Mulut & faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,

3) Vertebra servikalis dan leher


Pada saat memeriksa leher, periksa adanya
deformitas tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan
massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan)
dan suara serak harus diperhatikan,

4) Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan
belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet,
memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan

xli
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki,
wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)
5) Abdomen
6) Ektremitas
7) Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi
pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
3. Reassessment
Kompone Pertimbangan
n
Airway Pastikan bahwa peralatan airway : Oro
Pharyngeal Airway, Laryngeal Mask
Airway , maupun Endotracheal Tube (salah
satu dari peralatan airway) tetap efektif untuk
menjamin kelancaran jalan napas.
Pertimbangkan penggunaaan peralatan
dengan manfaat yang optimal dengan risiko
yang minimal.

Breathing  Pemeriksaan definitive rongga dada dengan


rontgen foto thoraks, untuk meyakinkan ada
tidaknya masalah seperti Tension
pneumothoraks, hematotoraks atau trauma
thoraks yang lain yang bisa mengakibatkan

xlii
oksigenasi tidak adekuat
 Penggunaan ventilator mekanik
Circulation Pastikan bahwa dukungan sirkulasi menjamin
perfusi jaringan khususnya organ vital tetap
terjaga, hemodinamik tetap termonitor serta
menjamin tidak terjadi over hidrasi pada saat
penanganan resusitasicairan.
 Pemasangan cateter vena central
 Pemeriksaan analisa gas darah
 Balance cairan
 Pemasangan kateter urin

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan lanjutan hanya dilakukan setelah ventilasi dan
hemodinamika penderita dalam keadaan stabil (Diklat RSUP Dr.
M.Djamil, 2006). Dalam melakukan secondary survey, mungkin
akan dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti :
1) Endoskopi
2) Bronkoskopi
3) CT Scan
4) Radiologi
5) MRI (Magnetic Resonance Imaging)

b. Diagnosa Keperawatan
1). Penurunan curah jantung berhubungan dengan kemampuan
pompa jantung menurun
2). Gangguan perfusi serebral berhubungan denganperubahan
preload, afterload, dan kontraktilitas
3). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengansuplai Oksigen 
tidak adekuat

xliii
c. Perencanaan  (Kriteria Hasil, intervensi, rasional)

Diagnosa Perencanaan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1.    Penurunan curah Setelah dilakukan 1.  Lakukan pijat 1.    untuk
jantung b/d perawatan 3x24 jam klien jantung mengaktifkan kerja
perubahan preload, dapat: pompa jantung
afterload, dan Menunjukan curah 2.    Meningkatkan
2.     Berikan sediaan oksigen
kontraktilitas. jantung yang memuaskan oksigen untuk kebutuhan
di buktikan dengan tambahan miokard untuk
keefektifan pimpa dengan kanula melawan efek
jantung,status nasal/masker hipoksia/iskemia.
sirkulasi,perfusi jaringan dan obat  sesuai Banyak obat dapat
(organ abdomen),dan indikasi  digunakan untuk
(kolaborasi) meningkatkan
perfusi jaringan (perifer)
Dengan Indikator: volume sekuncup,
1. Tekanan darah memperbaiki
sistilik,diastolik dalam kontraktilitas.
batas normal 3.    Penurunan curah
2. Denyut jantung dalam 3.     Palpasi nadi jantung dapat
batas normal perifer menunjukkan
3. Tekanan vena sentral menurunnya nadi
dan tekanan dala paru dbn radial, dorsalis
4. Hipotensi ortostatis pedis dan postibial.
tidak ada Nadi mungkin
5. Gas darah dbn hilang atau tidak
6. Bunyi napas tambahan teratur untuk
tidak ada dipalpasi.
7. Distensi vena leher 4.     Pantau Tekanan 4.    Pada pasien
tidak ada Darah Cardiac Arrest
8. Edema perifer tidak tekanan darah
ada menjadi rendah atau
mungkin tidak ada.
5.    Pucat
5.     Kaji kulit menunjukkkan
terhadap pucat menurunnya perfusi
dan sianosis sekunder terhadap
tidak adekuatnya
curah jantung.

xliv
Diagnosa Perencanaan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional

2.    Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1.    Berikan 1. Obat diberikan untuk


serebral b/d perawatan 3x24 jam klien vasodilator meningkatkan
penurunan suplai dapat:Sirkulasi darah misalnya sirkulasi miokardia.
O2  ke otak kembali normal sehingga nitrogliserin,
nifedipin sesuai 2. Mempercepat
transport O2 kembali pengosongan vena
indikasi
lancar 2.    Posisikan kaki superficial,
Dengan Indikator: lebih tinggi dari mencegah distensi
1. Pasien akan jantung berlebihan dan
memperlihatkan tanda- meningkatkan
tanda vital dalam batas aliran balik vena
normal 3. Sirkulasi yang
2. Warna dan suhu kulit terhenti
normal 3.    Pantau adanya
menyebabkan
3. CRT  < 2 detik. pucat, sianosis
transport O2 ke
dan kulit dingin
seluruh tubuh juga
atau lembab
terhenti sehingga
akral sebagai
bagian yang paling
jauh dengan
jantung menjadi
pucat dan dingin.
4. Suplai darah kembali
4.    Pantau normal jika CRT <
pengisian 2 detik dan
kapiler (CRT) menandakan suplai
O2 kembali normal
3.   Gangguan Setelah dilakukan 1.  Berikan O2  1.   Meningkatkan
pertukaran gas b/d perawatan 3x24 jam klien sesuai indikasi konsentrasi oksigen
suplai O2  tidak dapat: alveolar dan dapat
adekuat Sirkulasi darah kembali memperbaiki
hipoksemia jaringan
normal sehingga 2.  Pantau GDA
2.   Nilai GDA yang
pertukaran gas dapat Pasien
normal menandakan
berlangsung pertukaran gas
Dengan Indikator: semakin membaik
1. Nilai GDA normal 3.  Pantau 3.   Untuk evaluasi
2. Tidak ada distress pernapasan klien distress pernapasan
pernafasan

xlv
Diagnosa Perencanaan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
4.    Intoleransi Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon 1.    Menetapkan
aktivitas perawatan 4x24 jam klien terhadap aktivitas kemampuan/
berhubungan dapat:Peningkatan kebutuhan pasien
dengan kelemahan toleransi terhadap danmemudahkan
memilih intervensi
umum, aktivitas
2. Berikan secara tepat
ketidakseimbanga Dengan Indikator: 2.     Menurunkan stress
n suplai dan 1.    Menunjukkan lingkungan
tenang dan batasi dan rangsangan
kebutuhan peningkatan toleransi berlebihan
pengunjungselam
oksigen. terhadap aktivitas a fase akut.
2.      Tanda-tanda vital 3.    Tirah baring
3. Jelaskan
dalam batas normal diperlukan selama
pentingnya
fase akut
istirahat dan
untukmenurunkan
perlunyakeseimb
kebutuhan
angan aktivitas
metabolic.
dan istirahat.
4.    Meminimalkan
4. Bantu aktivitas kelelahan dan
perawatan, menbantu
aktivitas diri keseimbangansuplai
yangdiperlukan. dan kebutuhan
oksigen.
5.    Pasien mungkin
nyaman dengan
5. Bantu pasien kepala tinggi,tidur
memilih posisi dikursi / menunduk
nyaman untuk kedepan meja /
istirahat /tidur. bantal

d. Implementasi

Implementasi (pelaksanaan) keperawatan disesuaikan dengan


rencana keperawatan (intervensi), menjelaskan setiap tindakan
yang akan dilakukan dengan pedoman atau prosedur teknis yang
telah ditentukan.

e. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan :

xlvi
a.  Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O 2 kembali
lancar
b. Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat
berlangsung
c.       Kemampuan pompa jantung meningkat dan kebutuhan oksigen
ke otak terpenuhi
G. Konsep Tindakan
1. Elektrokardiogram (EKG)
a. Definisi
Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang merekam perubahan
potensial listrik jantung yng dihubungkan dengan waktu.
Elektrokardiografi adalah ilmu yng mempelajari perubahan-perubahan
potensial atau perubahan voltage yang terdapat dalam jantung.
Rekaman EKG dibuat pada kertas, EKG mempunyai dignostic pada
keadaan klinis aritmia jantung, hipertrofi atrium dan ventrikel, iskemia
dan infak miokard, efek obat-obatan terutama digitalis dan anti-aritmia,
gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium dan penilaian
fungsi pacu jantung.
Tujuan Penggunaan EKG
1) Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung /
disritmia
2) Kelainan-kelainan otot jantung
3) Pengaruh / efek obat-obat jantung
4) Gangguan-gangguan elektrolit
5) Perikarditis
6) Memperkirakan adanya pembesaran jantung / hipertropi atrium
dan ventrikel
7) Menilai fungsi pacu jantung
b. Bentuk Gelombang dan interval EKG
Mesin EKG merekam aktivitas jantung dari beberapa “sudut
pandang” yang disebut dengan “lead”. Untuk mendukung interpretasi

xlvii
EKG, diperlukan pencatatan data umur pasien, jenis kelamin, tekanan
darah (TD), BB, TB, gejala dan obat-obatan (khususnya digitalis dan
antiaritmia).
1) Dalam mesin EKG yang banyak digunakan di Indonesia, terdapat
12 lead: I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6.
Artinya jantung dilihat dari 12 sudut pandang.
2) Lead I, II, III adalah lead bipolar. Maksudnya, ia terdiri dari dua
elektroda yang memiliki potensi muatan yang berbeda (positif dan
negatif).
3) Lead aVR, aVL, aVF adalah lead unipolar, yang terdiri dari satu
elektroda positif dan satu titik referensi (yang bermuatan nol)
yang terletak di pusat medan jantung
4) Lead V1-V6 adalah lead unipolar, terdiri dari sebuah elektroda
positif dan sebuah titik referensi yang terletak di pusat listrik
jantung
  
Pengenalan Gelombang

xlviii
1) Gelombang P
Ialah defleksi pertama siklus jantung yang
menunjukkan aktivasi atrium (menggambarkan depolarisasi
atrium). Gelombang P dari sinus normal durasinya 0,8-0,12
detik dan amplitudonya kurang dari 2,5 mV.
2) Gelombang Q
Merupakan defleksi negatif pertama setelah
gelombang P, normalnya berdurasi < 0,04 detik, dan
amplitudonya kurang dari 25% gelombang R.
3) Segmen PR
Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan gelombang P dan gelombang QRS (diukur
mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan
gelombang Q atau R dan menggambarkan waktu yang
diperlukan untuk depolarisasi atrium dan perlambatan impuls

xlix
di nodus AV sebelum depolarisasi ventrikel). Interval
normalnya bernilai 0,12-0,22 detik.
4) Gelombang kompleks QRS
Ialah suatu kompleks gelombang yang merupakan hasil
dari depolarisasi ventrikel kanan dan kiri. Bagian-bagian
gelombang QRS antara lain:
1) Gelombang Q yaitu defleksi negatif pertama;
2) Gelombang R yaitu defleksi positif pertama.
Defeleksi berikutnya disebut gelombang R’, R”;
dst;
3) Gelombang S yaitu defleksi negatif pertama setelah
R. Gelombang S berikutnya disebut S’, S”, dst.
Komplek QRS mempunyai durasi 0,06-0,10 detik
(<0,12).
5) Segmen ST
Segmen ini merupakan garis isoelektrik yang
menghubungkan kompleks QRS dan gelombang T.
6) Gelombang T
Merupakan potensial repolarisasi ventrikel kanan dan kiri.
Pada orang dewasa, gelombang T tegak di semua sadapan
kecuali di aVR dan V1. Durasi normalnya 0,12 – 0,18 detik,
dan amplitudonya kurang dari 10 mV di chest lead dan
kurang dari 5 mV di limb lead.
7) Interval QT
Interval ini diukur dari awal kompleks QRS sampai akhir
gelombang T, meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel.
Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 cdetik dan
bervariasi sesuai dengan variasi jantung. Interval QT
memanjang pada pemberian obat-obat antidisritmia seperti
kuinidin, prokainamid, sotalol (betapace) dan amiodaron
(cordarone).

l
c. Indikasi Pemeriksaan EKG
1. Pasien yang dicurigai sindroma koroner akut
2. Pasien dengan aritmia.
3. Pasien dengan gangguan konduksi jantung.
4. Pasien dengan gangguan elektrolit, terutama kalium.
5. Pasien dengan kecurigaan keracunan obat.
6. Evaluasi pasien yang terpasang implan defibrillator dan pacu
jantung
7. Sebagai monitoring pada sindroma koroner akut, aritmia dan
gangguan elektrolit paska terapi.
8. Kondisi gawat darurat
Pada kondisi gawat darurat, pemeriksaan EKG
diindikasikan pada pasien yang mengeluh:
I. Nyeri Dada
EKG diperlukan pada pasien dengan keluhan nyeri
dada sebagai berikut:Nyeri dada atau rasa tidak nyaman yang
menetap di dada.
1) Rasa seperti ditekan atau diinjak di dada
2) Nyeri ulu hati atau rasa terbakar di dada, terutama pada
pasien wanita. Pemeriksaan EKG semakin kuat
diindikasikan pada pasien dengan keluhan nyeri ulu hati
yang tidak membaik dengan pemberian obat-obat
lambung.
II. Jantung Berdebar
Keluhan jantung berdebar berupa rasa berdebar-debar di
dada, biasanya denyut nadi di atas 150 x per menit atau denyut
nadi iregular, atau rasa denyut nadi terlalu lambat (denyut nadi
di bawah 50 x per menit) juga memerlukan pemeriksaan EKG.
III. Keluhan Lain
Keluhan lain yang memerlukan pemeriksaan EKG adalah:

li
1) Pingsan yang tidak diketahui penyebabnya, terutama pada
populasi geriatri. Pada populasi geriatri, pingsan adalah
gejala sindrom koroner akut yang paling sering.
2) Pasien yang mengalami stroke yang pertama kali.
3) Kesulitan bernafas tanpa ada gejala paru yang khas.
4) Henti jantung
5) Pengguna kokain
6) Keracunan obat
d. Kontaindikasi Pemeriksaan EKG
Tidak ada kontraindikasi absolut pada tindakan
pemeriksaan EKG. Satu-satunya alasan untuk tidak melakukan
pemeriksaan EKG adalah bila pasien menolak. Pada kondisi
yang lebih jarang, dapat terjadi alergi pada pasien akibat
penggunaan elektroda yang melekat di kulit. Namun, pada saat
ini sudah banyak alat EKG dengan elektroda berbahan
hipoalergik.
e. Cara Pemeriksaan
1) Persiapan Alat-alat EKG
a) Mesin EKG dilengkapi dngan 3 kabel, sebagai berikut:
b) Satu kabel untuk listrik (power)
c) Satu kabel untuk bumi (ground)
d) Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan
diberi tanda dan warna
e) Plat elektrode yaitu
f) 4 buah elektrode extermitas dan manset
g) 6 buah elektrode dada dengan balon penghisap
h) Jelly elektrode/kapas alkohol
i) Kertas EKG (telah siap pada alat EKG) dan kertas tissue
2) Persiapan Pasien
a) Pasien diberitahu tentang tujuan perekaman EKG

lii
b) Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam
keadaan tenang selama perekaman
f. Cara Menempatkan Elektrode
Sebelum pemasangan elektrode, bersihkan kulit pasien di
sekitar pemasangan manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel
elektrode dengan pasien.
1) Elektrode ekstermitas atas dipasang pada pergelangan tangan
kanan dan kiri searah dengan telapak tangan.
2) Pada ekstermitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan kiri
sebelah dalam.
3) Posisi pada pergelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan
dapatlah dipasang sampai ke bahu kiri dan kanan dan pangkal
paha kiri adan kanan.
Kemudian kabel-kabel dihubungkan:
 Merah (RA/R) lengan kanan
 Kuning (LA/L) lengan kiri
 Hijau (LF/F) tungkai kiri
 Hitam (RF/N) tungkai kanan (sebagai ground)

Hasil pemasangan tersebut terjadilah 2 sandapan (lead)

1) Sandapan bipolar (sandapan standar) dan ditandai dengan


angka romawi I,II,III
2) Sandapan unipolr extermitas (Augmented axtermity lead)
yang ditandai dengan simbol aVR, aVL, AVF
3) Pemasangan elektroda dada (Sandapan Unipolar Prekordial),
ini ditandai dengan huruf V dan diserati angka dibelakangnya
yang menunjukkan lokasi diatas prekordium, harus
dipasangpada :
VI : sela iga ke 4 garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : terletak diantara V2 dan V4

liii
V4 : ruang sela iga ke 5 pada mid klavikula kiri
V5 : garis aksila belakang sejajar V4
V6 : garis aksila sejajat dengan V4 sandapan tambahan
V7 : garis aksila belakang sejajar dengan V4
V8 : garis skapula belakang sejajar dengan v4
V9 : batas kin dan kolumna vetebra sejajar dengan V4
V3R-V9R posisinya sama dengan V3-V9,tetapi pada sebelah
kanan

Jadi pada umumnya pada sebuah EKG dibuat 12 sandapan


(lead) yaitu I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6.
Sandapan yang lain dibuat bila perlu. Lokasi permukaan otot
jantung dapat dilihat pada EKG, seperti:
1. Antrior : V2, V3,V4
2. Septal : aVR, V1, V2
3. Lateral : I, aVL, V5, V6
4. Inferior : II, III, aVF

Aksis terletak antara : - 30menit + 110 (deviasi aksis normal)

Lebih dari – 30 : LAD (deviasi aksis kiri)

Lebih dari + 110 : RAD (deviasi aksis kanan)

g. Cara Merekam EKG


1) Hiudpkan mesin EKG dan tunggu sebentar untuk pemanasan
2) Periksa kembali standarisasi EKG antara lain:

liv
a) Kalibrasi 1 mv (10mm)
b) Kecepatan 25 mm/detik
Setelah itu lakukan kalibrasi dengan menekan tombol
run/start dan setelah kertas bergerak, tombol kalibrasi ditekan
2-3 kali berturut-turut dan periksa apakah 10mm
3) Dengan memindahkan lead selektor kemudian dibuat pencatatan
EKG secara berturut-turut yaitu sandapan (lead) I, II, III, aVR,
aVL, aVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6. Setelah pencatatan,
tutupkembali dengan kalibrasi seperti semula sebanyak 2-3 kali,
setelah itu matikan mesin EKG.
4) Rapikan pasien dan alat-alat.
 Catatdi pinggir kiri atas kertas EKG
 Nama pasien
 Umur
 Tanggal / jam
 Dokter yang merawat dan yang membuat perekaman pada kiri
bawah
5) Di bawah tiap lead, diberi tanda lead beberapa, perhatian.
Perhatian!
 Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG
 Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan
 Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing-masing 2-
4 kompleks
 Kalibrasi dapat dipakai gambar terlalu besar, atau 2 mv bila
gambar terlalu kecil
 Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti: jam
tangan, tremor, bergerak, batuk, dan lain-lain.
 Dalam perekaman EKG perawat harus menghadap pasien.
h. Evaluasi Kelainan Hasil Gambar EKG

lv
1) Ventricular Tachycardia (VT) Adanya daerah miokard iskemik
menyebabkan putaran balik konduksi impuls sehingga terjadi
depolarisasi ventrikel berulang secara cepat. Takikardi
ventrikel mempunyai karakteristik sebagai berikut: (Brunner &
Suddarth, 2002)
Frekuensi : 150-200 x/menit
Gelombang P: biasanya tenggelam dalam kompleks
QRS; bila terlihat, tidak selalu mempunyai pola yang sesuai
dengan QRS.
Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi
atrium.
Kompleks QRS: mempunyai konfigurasi yang sama dengan
PVC-lebar dan aneh, dengan gelombang T terbalik. Denyut
ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan
denyut gabungan Hantaran: berasal dari ventrikel, dengan
kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan
atrium Iram: biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi
takikardi ventrikel irregular Ventricular Tachycardia (VT).

2) Ventricular fibrillation atau ventrikel fibrilasi adalah salah


satu jenis gangguan irama jantung. Bilik jantung yang
seharusnya berdenyut, menjadi hanya bergetar saat terjadi
ventrikel fibrilasi. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan
aliran listrik pada jantung. Akibatnya, jantung tidak mampu
memompa darah ke seluruh tubuh, sehingga pasokan darah

lvi
yang membawa oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh akan
terhenti. Kondisi ini merupakan kondisi darurat yang harus
segera mendapatkan penanganan, karena dapat menimbulkan
kematian hanya dalam waktu beberapa menit.

3) EKG Normal

3. Teknik AED

Dengan mengetahui cara penggunaan AED di rumah atau pun di tempat


umum di mana alat ini tersedia, Anda dapat menyelamatkan nyawa
seseorang.

a. Indikasi Pemasangan AED


1) Pada pasien dengan takikardia ventrikel
2) Fibrilasi Ventrikel

lvii
b. Kontraindikasi Pemasangan AED
1) Asistol
2) Aktivitas elektrik tanpa nadi
3) Ritme jantung normal/sinus, takikardia supraventrikular stabil

Berikut ini adalah panduan cara menggunakan AED yang benar:

a) Jika Anda melihat ada orang yang tiba-tiba pingsan atau tidak sadar,


segera panggil bantuan medis atau ambulans. Setelah itu, minta
seseorang untuk mencari alat AED terdekat.
b) Periksa apakah penderita benar-benar tidak sadar. Jika penderita sudah
dewasa, coba guncangkan tubuhnya atau panggil dengan suara keras.
Namun jika penderita adalah anak kecil, jangan guncangkan tubuhnya,
melainkan cukup dicubit saja. Jika penderita sadar atau dapat
merespons, jangan gunakan AED.
c) Jika penderita tidak sadar, periksa pernapasan dan denyut nadinya.
Apabila penderita tak bernapas dan denyut nadinya tidak teraba, atau
teraba namun tidak teratur, lakukanlah CPR (cardiopulmonary
resuscitation). Kompresi dada dan pemberian napas buatan melalui
CPR dapat memberikan oksigen sementara pada penderita sambil
menunggu AED.
d) Ketika AED tiba, pastikan tubuh penderita dan kondisi di sekitarnya
sudah benar-benar kering. Lepaskan pakaian dan benda lain yang
menempel pada tubuh penderita, seperti koyo atau kalung.
e) Setelah itu, nyalakan alat AED. Alat AED akan memberikan panduan
dalam bentuk suara mengenai langkah demi langkah yang harus Anda
lakukan.
f) Terdapat dua lempeng elektroda AED yang harus ditempelkan ke
dada penderita sesuai posisi yang tampak pada gambar di AED. Jika
kabel lempeng elektroda ini belum tersambung langsung ke AED,
segera sambungkan.

lviii
g) Setelah elektroda terpasang, hentikan CPR dan tekan tombol
”analisis". Pastikan tidak ada yang menyentuh tubuh penderita selama
AED menganalisis denyut jantungnya. Hal ini untuk mencegah
kesalahan analisis AED.
h) Setelah analisis selesai, AED akan menginformasikan kepada
penolong apakah penderita perlu diberi kejutan listrik atau tidak. Jika
alat AED menyebutkan bahwa penderita perlu diberi kejut listrik,
pastikan bahwa sudah tidak ada penolong yang menyentuh tubuh
penderita sama sekali, lalu tekan tombol "shock" di AED untuk
memberikan kejutan listrik.
i) Setelah memberikan kejut listrik, alat AED akan memberikan arahan
kepada penolong untuk memeriksa pernapasan dan denyut nadi
penderita. Jika belum kembali, AED akan meminta penolong untuk
melanjutkan CPR. Setelah dua menit, AED akan kembali
menganalisis denyut jantung penderita dan menentukan apakah
dibutuhkan kejutan listrik lagi.
j) Jika kejutan listrik tidak diperlukan tapi penderita belum menunjukkan
tanda-tanda kesadaran, terus lakukan CPR sesuai arahan alat AED
hingga bantuan medis tiba.

Efektivitas AED dalam Menolong Penderita Henti Jantung.


Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesalahan mesin AED dalam
mendeteksi dan mengatasi henti jantung sangat kecil, yaitu hanya sekitar
4%. Sebagian besar kesalahan terjadi karena kelalaian orang yang
menggunakan alat AED. Contohnya adalah jika pengguna AED tidak
sengaja mengabaikan instruksi menekan tombol kejutan listrik, masih
melakukan kompresi dada saat AED menganalisis denyut jantung, atau
salah menekan tombol AED.

c. Evaluasi Pemasangan AED


AED merupakan langkah termudah untuk menyelamatkan nyawa
orang yang mengalami henti jantung, sebelum bantuan medis tiba. Dengan

lix
pertolongan yang sigap dan tepat, peluang hidup penderita henti jantung
dapat meningkat dan kemungkinan bisa tertolong. Peluang untuk
berhasilnya pertolongan ini akan semakin tinggi jika AED dan RJP
dilakukan sesegera mungkin.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahan kali ini adalah

a. Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh


selalu didahului oleh aktifitas listrik atau Sistem Konduksi Jantung.
Sistem konsuksi jantung yang bekerja untuk mengeluarkan listrik
pada jantung yaitu, SA Node (Sino-Antrial Node), jalur internodus
(traktus internodus), AV Node (Atrio-ventricular node), Berkas HIS
(HIS Bundle), Serat / Serabut Purkinje,
b. Kalainan Jantung yang mengancam nyawa yaitu : Aritmia Jantung
yang mengancam nyawa, Cardiac Arrest (Henti Jantung)
c. Aritmia mengancam nyawa yaitu suatu gangguan irama jantung atau
aritmia yang merupakan sering terjadi pada pasien dengan infark
miokard
d. Cardiac Arrest merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak
ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang
dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi.
e. Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang merekam perubahan
potensial listrik jantung yng dihubungkan dengan waktu.
Elektrokardiografi adalah ilmu yng mempelajari perubahan-
perubahan potensial atau perubahan voltage yang terdapat dalam
jantung

lx
f. AED merupakan langkah termudah untuk menyelamatkan nyawa
orang yang mengalami henti jantung, sebelum bantuan medis tiba.
Dengan pertolongan yang sigap dan tepat, peluang hidup penderita
henti jantung dapat meningkat dan kemungkinan bisa tertolong.
Peluang untuk berhasilnya pertolongan ini akan semakin tinggi jika
AED dan RJP dilakukan sesegera mungkin.

B. Saran
Untuk menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat ini,
hendaknya kita berpedoman dari segala bentuk aspek keperawatan itu
sendiri, sehingga dapat tercapai asuhan keperawatan yang sesuai.

lxi
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction
Publishing.
Asfuah, Siti. (2012). Buku Saku Klinik untuk Keperawatan dan Kebidanan.
Jogjakarta : NuhaMedika
Emergency Nurses Association. (2017). Emergency nursing: Scope and
standards of practice (2nd ed.). Des Plaines, IL: Author.

Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine, 5th edition. Australia: Elsevier.

Thygerson, Alton. (2011). First Aid. Jakarta: Erlangga. Diterjemahkan oleh


Huriawati.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI

lxii
lxiii

Anda mungkin juga menyukai