Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak Indonesia adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa Indonesia, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus.
Mereka perlu dipersiapkan demi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa
mendatang. Mereka tidak hanya merupakan masa depan bangsa, tetapi juga masa kini dari
bangsa Indonesia. Agar setiap anak Indonesia kelak mampu memikul tanggung jawab
masa depan bangsa Indonesia, maka setiap anak tanpa terkecuali harus bisa terpenuhi
segala yang menjadi haknya. Anak Indonesia berhak untuk hidup, tumbuh dan
berkembang, terlindungi dari segala perlakuan salah, serta berhak mengeluarkan
pendapatnya dan didengarkan suaranya (Departemen Kesehatan RI,2004).
Dewasa ini, pertumbuhan dan perkembangan anak semakin meningkat. Pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah gizi yang baik. Pesatnya perkembangan seorang anak dapat dilihat dengan aktifnya
anak bergerak serta mudahnya anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak
yang semakin aktif bergerak tentu akan memiliki risiko cedera lebih besar apabila
dibandingkan dengan anak yang cenderung pasif. Anak yang aktif bergerak akan diiringi
dengan rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga anak tersebut akan menyentuh semua alat
atau barang yang ia pikir menarik untuk dipelajari, tanpa anak tersebut sadari bahwa
barang tersebut berbahaya untuk disentuh. Kejadian yang tidak dalam pengawasan orang
tua akan menimbulkan kecelakaan pada anak, untuk itu dibutuhkan anticipatory guidance
dan health promotion bagi keluarga sebagai pedoman untuk menghindari kecelakaan pada
anak.
Kecelakaan yang terjadi seringkali mengakibatkan ketidaknyamanan bagi si anak
bahkan dapat mengakibatkan anak masuk rumah sakit, mengalami kecacatan permanen
bahkan kematian. Akibat kecelakaan tersebut anak-anak sering mengalami luka iris,
memar, radang, luka bakar, patah tulang dan gangguan lainnya. Menurut penelitian yang
dilakukan WHO (2005) tentang kejadian kecelakaan pada anak didapatkan bahwa 34%
kematian disebabkan oleh kendaraan bermotor, 5% oleh jatuh, 4% oleh kebakaran, 13%
oleh tenggelam, dan 21% oleh cedera tidak disengaja.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan peninjauan pustaka tentang konsep
dasar anticipatory guidance yang dapat menjadi pedoman orang tua untuk menjaga
kesehatan anak. Maka dari itu, dalam makalah ini akan diuraikan penjelasan terkait
dengan konsep dasar mengenai anticipatory guidance beserta health promotion pada
masyarakat khususnya terhadap infant-remaja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan anticipatory guidance?
2. Bagaimana pencegahan anticipatory guidance berdasarkan tahapan usia?
3. Apa yang dimaksud dengan health promotion?
4. Apa saja tujuan dan manfaat health promotion?
5. Bagaimana sasaran health promotion?
6. Apa saja prinsip health promotion?
7. Apa saja media health promotion?
8. Bagaimana ruang lingkup health promotion pada infant-remaja?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian anticipatory guidance
2. Mengetahui pencegahan anticipatory guidance berdasarkan tahapan usia
3. Mengetahui pengertian health promotion
4. Mengetahui tujuan dan manfaat health promotion
5. Mengetahuisasaran health promotion
6. Mengetahui prinsip health promotion
7. Mengetahuimedia-media health promotion
8. Mengetahui ruang lingkup health promotion pada infant-remaja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Anticipatory Guidance pada Infant-Remaja


2.1.1 Pengertian Anticipatory Guidance
Telah dikemukakan bahwa perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk membantu orang tua memahami tumbuh kembang anak dan melakukan
berbagai upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan anak. Bimbingan
antisipasi atau anticipatory guidance adalah bantuan perawat terhadap orang tua
dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan melalui upaya pertahanan
nutrisi yang adekuat, pencegahan kecelakaan, dan supervisi kesehatan. Anak
mempunyai karakteristik yang khas yang memerlukan kecermatan orang tua untuk
mengenalinya sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan yang potensial dialami
anak (Yupi, 2004).
Secara harfiah, petunjuk antisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu
anticipatory guidance. Anticipatory berarti lebih dahulu, guidance berarti petunjuk.
Jadi petunjuk antisipasi dapat diartikan sebagai petunjuk-petunjuk yang perlu
diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing
anaknya secara bijaksana sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal
(Nursalam, 2005).
Anticipatory guidance adalah upaya bimbingan kepada orang tua tentang
tahapan perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat
memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia anak. Kecelakaan merupakan kejadian yang
dapat menyebabkan kematian pada anak. Kepribadian adalah faktor pendukung
terjadinya kecelakaan. Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak,
menyadari karakteristik perilaku yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap
faktor-faktor lingkungan yang mengancam keamanan anak (Yupi, 2004).
Anticipatory guidance juga merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
perawat dalam membimbing orang tua tentang tahapan perkembangan anak sehingga
orang tua sadar akan apa yang terjadi dan mengetahui apa yang harus dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan tahapan usia anak.
Dengan demikian, dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan pada
masalah-masalah yang kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan
perkembangan anak, ada petunjuk-petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua.
Dengan demikian, orang tua dapat membantu untuk mengatasi masalah anak pada
setiap fase pertumbuhan dan perkembangan dengan cara yang benar dan wajar
(Nursalam dkk, 2008).

2.1.2 Pencegahan Anticipatory Guidance berdasarkan Tahapan Usia


Kecelakaan merupakan peristiwa yang sering dialami oleh anak yang dapat
melukai bahkan menyebabkan kematian. Bagaimanapun orang tua merupakan pihak
yang paling bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan keselamatan anak, sehingga
mereka harus memahami karakteristik dan perilaku anak serta menyadari potensi
bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan (Yuliastati, 2016).
Anak laki-laki biasanya lebih banyak mengalami kecelakaan terutama saat
bermain dibandingkan anak perempuan karena mereka lebih aktif dan banyak
menggunakan keterampilan motorik kasarnya seperti berlari, melompat, memanjat,
bermain sepeda dan sebagainya. Sedangkan anak perempuan cenderung lebih banyak
menggunakan keterampilan motorik halus seperti bermain boneka, masak-masakan,
bermain peran dan sebagainya (Yu;iastati, 2016).
Kejadian kecelakaan pada anak sebenarnya dapat dicegah dan diminimalisir
dengan melakukan berbagai upaya di antaranya adalah memodifikasi lingkungan
agar aman bagi anak. Di bawah ini adalah upaya-upaya pencegahan kecelakaan yang
dapat dilakukan sesuai dengan tahap usia anak (Nursalam dkk, 2008):
Di bawah ini adalah upaya-upaya pencegahan kecelakaan yang dapat
dilakukan sesuai dengan tahap usia anak (Wong, 2004) diantaranya:
a. Masa Bayi
Jenis kecelakaan yang biasa terjadi di antaranya adalah aspirasi benda asing
(terutama benda-benda kecil seperti kancing, kacang-kacangan, biji buah, bedak
dan sebagainya) jatuh, luka bakar (tersiram air panas atau minyak panas),
keracunan dan kekurangan oksigen. Pencegahan yang sebaiknya dilakukan:
1. Menghindari aspirasi: Simpan pada tempat yang aman dan tidak terjangkau
atau buang benda-benda yang berpotensi menyebabkan aspirasi seperti bedak,
kancing, permen, biji-bijian dan sebagainya. Gendong bayi saat memberi
makan dan menyusui.
2. Kekurangan oksigen: jauhkan dan jangan biarkan anak bermain plastik, sarung
bantal atau benda-benda yang berpotensi membuat anak kekurangan oksigen.
Jangan pernah meninggalkan bayi sendirian di kamar bayi atau kamar mandi.
3. Jatuh: beri pengaman tempat tidur saat bayi/anak sedang tidur, usahakan anak
duduk di kursi khusus atau tidak memakai kursi tinggi, usahakan ujung benda
seperti meja dan kursi tidak tajam. Jangan pernah meninggalkan bayi pada
tempat yang tinggi dan bila ragu tempatkan bayi di lantai dengan pengalas.
4. Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai, simpan air panas di tempat yang
aman dan tidak terjangkau oleh anak. Jangan merokok di dalam rumah atau
dekat dengan bayi. Tempatkan peralatan listrik jauh dari jangkauan bayi dan
gunakan pengaman.
5. Keracunan: simpan bahan toxic dilemari/tempat yang aman. Buang bahan-
bahan yang mengandung zat kimia tidak terpakai seperti baterai ke tempat
yang jauh dari jangkauan bayi.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia anak
karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya:
a) Usia 6 bulan pertama
 Ajarkan perawatan bayi dan bantu orang tua untuk memahami kebutuhan dan
respons bayi
 Bantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan stimulasi bayi
 Tekankan kebutuhan imunisasi
 Persiapkan untuk pengenalan makanan padat
b) Usia 6 bulan kedua
 Siapkan orang tua akan respons stranger anxiety (takut pada orang asing) dari
anak
 Bimbing orang tua mengenai disiplin karena peningkatan mobilitas bayi
 Ajarkan pencegahan cedera karena peningkatan keterampilan motorik anak
dan rasa keingintahuannya
b. Usia toddler (1-3 tahun)
Jenis kecelakaan yang sering terjadi:
1. Jatuh/luka akibat mengendarai sepeda
2. Tenggelam
3. Keracunan atau terbakar
4. Tertabrak karena lari mengejar bola/balon
5. Aspirasi dan asfiksia
Pencegahan yang bisa dilakukan:
1. Awasi anak jika bermain dekat sumber air
2. Ajarkan anak berenang
3. Simpan korek api, hati-hati terhadap kompor masak dan setrika
4. Tempatkan bahan kimia/toxic di lemari
5. Jangan biarkan anak main tanpa pengawasan
6. Cek air mandi sebelum dipakai
7. Tempatkan barang-barang berbahaya ditempat yang aman
8. Jangan biarkan kabel listrik menggantung/menjuntai ke lantai
9. Awasi anak pada saat memanjat, lari, lompat.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia
anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya:
a) Usia 12-18 bulan (1 – 1,5 tahun)
 Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi adanya perubahan tingkah
laku dari toddler khususnya negativism
 Dorong orang tua untuk melakukan penyapihan secara bertahap dan
peningkatan pemberian makanan padat
 Adanya jadwal waktu makan yang rutin
 Pencegahan bahaya kecelakaan yang potensial terjadi terutama di rumah,
kendaraan bermotor, keracunan, jatuh
 Perlunya ketentuan-ketentuan/peraturan/aturan disiplin dengan lembut dan
cara-cara untuk mengatasi negatifistik dan temper tantrum yang sering
terjadi pada toddler
 Perlunya mainan baru untuk mengembangkan motorik, bahasa,
pengetahuan dan keterampilan sosial
b) Usia 18-24 bulan (1,5 – 2 tahun)
 Menekankan pentingnya persahabatan sebaya dalam bermain;
 Menekankan pentingnya persiapan anak untuk kehadiran bayi baru dan
kemungkinan terjadinya persaingan dengan saudara kandung (sibling
rivalry). Persaingan dengan saudara kandung adalah perasaan cemburu
dan benci yang biasanya dialami oleh anak karena kehadiran/kelahiran
saudara kandungnya. Hal ini terjadi bukan karena rasa benci tetapi lebih
karena perubahan situasi. Libatkan anak dalam perawatan adik barunya
seperti mengambilkan baju, popok, susu dan sebagainya.
 Mendiskusikan kesiapan fisik dan psikologis anak untuk toilet training.
Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar. Toilet
training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah
mulai memasuki fase kemandirian. Fase ini biasanya terjadi pada anak
usia 18 – 24 bulan. Dalam melakukan toilet training ini, anak
membutuhkan persiapan fisik, psikologis maupun intelektualnya. Dari
persiapan tersebut anak dapat mengontrol buang air besar dan buang air
kecil secara mandiri (Hidayat, 2005, dalam Yuliastati, 2016).
 Perawat bertanggung jawab dalam membantu orang tua mengidentifikasi
kesiapan anak untuk toilet training. Latihan miksi biasanya dicapai
sebelum defekasi karena merupakan aktifitas regular yang data diduga.
Sedangkan defekasi merupakan sensasi yang lebih besar daripada miksi
yang dapat menimbulkan perhatian dari anak
 Mendiskusikan berkembangnya rasa takut seperti pada kegelapan atau
suara keras
 Menyiapkan orang tua akan adanya tanda-tanda regresi pada waktu anak
mengalami stress (misalnya anak yang tadinya sudah tidak mengompol
tiba-tiba menjadi sering mengompol).
c) Usia 24-36 bulan (2 – 3 tahun)
 Mendiskusikan kebutuhan anak untuk dilibatkan dalam kegiatan dengan
cara meniru;
 Mendiskusikan pendekatan yang dilakukan dalam toilet training dan sikap
menghadapi keadaan-keadaan seperti mengompol atau buang air besar
(BAB) dicelana;
 Menekankan keunikan dari proses berfikir toddler misalnya: melalui bahasa
yang digunakan, ketidakmampuan melihat kejadian dari perspektif yang
lain;
 Menekankan disiplin harus tetap berstruktur dengan benar dan nyata,
ajukan alasan yang rasional, hindari kebingungan dan salah pengertian.
c. Prasekolah (3-6 Tahun)
Kecelakaan pada anak usia prasekolah sering kali mengakibatkan kondisi
yang fatal pada anak, yaitu kematian. Kondisi yang dimaksud, diantaranya
tertabrak motor atau mobil, luka bakar, keracunan, jatuh, dan tenggelam. Kondisi
tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi apabila orang tua memahami tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya usia prasekolah. Pemahaman
tentang tingkat perkembangan anak tentunya perlu diikuti dengan pemahaman
tentang pentingya antisipasi terhadap bahaya yang dapat muncul karena aktivitas
gerak yang khas dari anak usia prasekolah, yaitu tidak bisa diam dan bergerak terus
(Yupi, 2004).
Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang bahaya yang
dapat terjadi pada anak. Tidak hanya orang tua, anakpun perlu diberikan
pemahaman tentang cara melindungi diri dari kecelakaan, dan hubungan sebab
akibat dari perbuatan berisiko untuk terjadi kecelakaan. Tentu saja cara
penyampaian informasi harus menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat
dimengerti anak. Kecenderungan terjadi kecelakaan pada anak usia prasekolah
dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut (Yupi, 2004):
a. Anak usia prasekolah sedang mengembangkan keterampilan motorik kasarnya
yang membuat mereka bergerak terus, berlari, berjinjit, naik turun tangga,
pagar, atau mainan, serta sepedanya.
b. Anak usia prasekolah mengalami peningkatan kemampuan motorik halus ketika
mereka semakin terampil menggenggam sesuatu, membuka dan menutup botol,
membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela, dan pintu, serta
genggaman dan melempar benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka
mencoba terus kemampuan benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka
mencoba terus kemampuan motorik halusnya dengan benda-benda yang ada di
sekelilingnya, sementara mereka belum mengetahui bahaya yang mengancam
akibat mengeksplorasi benda disekelilingnya.
c. Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu yang besar dibanding dengan anak
pada usia lainnya dan senang mencoba melakukan sesuatu yang belum
dikenalnya, padahal ia belum dapat membaca sehingga belum tahu hal-hal yang
membahayakannya. Ia tertarik untuk selalu mencoba.
d. Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami kecelakaan daripada anak
perempuan karena lebih ektif bergerak.
e. Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya sedang bekerja,
sibuk dengan kegiatan lain, terlalu letih, atau merasa ada orang lain yang telah
menjaganya, menyebabkan anak berisiko untuk mengalami kecelakaan.
f. Risiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar dan lelah karena pada
saat itu keampuan tenaga menurun dan mungkin anak merasa lemah atau lesu.
g. Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang menjaganya karena
tidak mengenalnya dengan baik.
h. Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya melindungi diri dari
bahaya kecelakaan.
Penyebab dan tipe cidera sangat bergantung pada tahapan tumbuh kembang
anak. Seperti disebutkan di atas, anak yang lebih kecil belum tahu dan kurang
berpengalaman dalam melindungi dirinya darinya dari kecelakaan. Misalnya, bayi
yang tidur ditinggal sendirian di tempat tidur orang dewasa, anak yang belum dapat
membaca dan tidak mengetahui bahaya obat atau zat berbahaya yang ditemuinya
dalam kemasan botol atau bentuk lainnya (Yupi, 2004).
Untuk itu, upaya yang dapat dialakukan oleh orang tua di rumah adalah
sebagai berikut:
a. Anak Usia 3 Tahun (Yupi, 2004)
1) Benda tajam untuk memasak atau berkebun dapat disimpan di dalam laci
yang dapat dikunci sehingga tidak dapat dibuka anak.
2) Benda-benda kecil, seperti manik-manik, perhiasan, jarum, mainan kecil,
alat tulis seperti penghapus, harus disimpan dalam laci yang tertutup rapat
dan terkunci.
3) Zat yang berbahaya, seperti obat-obatan, cairan pembersih lantai, pestisida,
lem, dan lainnya agar disimpan dalam lemari terkunci. Khusus untuk obat-
obatan, dapat dibuat lemari khusus yang ditempel di dinding yang tidak
dapat dijangkau anak.
4) Amankan kompor dan berikan penutup yang aman. Bila ada, gunakan jenis
kompor yang cukup tinggu dengan penutup. Akan tetapi, apabila
menggunakan kompor minyak tanah dan desain dapur cukup tinggi, berikan
pengaman pada sekeliling kompor dengan bahan yang terbuat dari kayu
atau ditembok sekelilingnya dengan ketinggian yang cukup bagi orang
dewasa.
5) Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak apabila lantai baru
atau sedang dipel dan segera dilap jika ada air atau cairan lain tumpah.
6) Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas tangga dan jaga
anak apabila akan naik atau turun tangga. Larangan anak untuk naik tangga
tidak dianjurkan karena anak harus belajar menaikinya, yang terpenting ada
yang menjaga dibelakang anak.
7) Sekring listrik harus tertutup dan atur kabel supaya tidak terlalu panjang
sehingga tidak terjutai ke bawah dan dapat dijangkau anak.
8) Apabila ada parit di samping atau depan rumah, tutup dengan papan atau
disemen.
9) Bagi yang letak rumahnya dipinggir jalan raya, sebaiknya memiliki pintu
pagar yang harus selalu dikunci rapat.
10) Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumur gali, buat
selongsongnya, kemudia tutup dengan papan/kayu atau besi yang tidak
dapat dibuka anak.
11) Bayi yang ditidurkan di tempat tidurnya jangan ditinggal tanpa dipasang
pengaman pada pinggir tempat tidur. Apabila ditidurkan di tempat tidur
orang dewasa, bayi harus dalam pengawasan.
12) Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan
yang luas
13) Menekankan pentingnya batas-batas/peraturan-peraturan.
14) Mengantisipasi perubahan perilaku yang agresif (menurunkan ketegangan/
tension).
15) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya alternative-
alternatif pilihan pada saat anak bimbang.
16) Perlunya perhatian ekstra.
b. Usia 4 tahun (Nursalam dkk, 2008)
1) Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan bahasa
2) Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang seksual.
3) Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah lakunya.
4) Mendiskusikan tentang kedisiplinan
5) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di usia 4 tahun, di
mana anak mengikuti kata hatinya, dan kemahiran anak dalam permainan
yang membutuhkan imajinasi.
c. Usia 5 tahun (Nursalam dkk, 2008)
1) Menyiapkan anak memasuki lingkungan sekolah.
2) Meyakinkan bahwa usia tersebut merupakan periode tenang pada anak
3) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah.
d. Usia Sekolah
1) Anak biasanya sudah berpikir sebelum bertindak.
2) Aktif dalam kegiatan: mengendarai sepeda, mendaki gunung, berenang.
3) Berikan pendidikan tentang Aturan lalu-lintas pada anak.
4) Apabila anak suka berenang, ajakan aturan yang aman dalam berenang.
5) Awasi anak saat menggunakan alat berbahaya seperti gergaji, alat listrik.
6) Ajarkan anak untuk tidak menggunakan alat yang bisa meledak/terbakar.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia
anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya:
a) Usia 6 tahun
 Bantu orang tua untuk memahami kebutuhan sosialisasi dengan cara
mendorong anak berinteraksi dengan temannya.
 Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik sepeda.
 Siapkan orang tua akan peningkatan ketertarikan anak keluar rumah.
 Dorong orang tua untuk menghargai kebutuhan anak akan privacy dan
menyiapkan kamar tidur yang berbeda.
b) Usia 7-10 tahun
 Menekankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian.
 Tertarik untuk beraktivitas di luar rumah.
 Siapkan orang tua untuk menghadapi anak terutama anak perempuan
memasuki prapubertas.
c) Usia 11-12 tahun
 Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh saat
pubertas.
 Anak wanita mengalami pertumbuhan cepat.
 Pendidikan seks (sex education) yang adekuat dan informasi yang akurat.
e. Remaja (Yupi, 2004)
Penggunaan kendaraan bermotor bila jatuh dapat: fraktur, luka pada kepala.
Kecelakaan karena olah raga.
a. Perlu petunjuk dalam penggunaan kendaraan bermotor sebelumnya ada
negosiasi antara orang tua dengan remaja.
b. Menggunakan alat pengaman yang sesuai.
c. Melakukan latihan fisik yang sesuai sebelum melakukan olah raga.
Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia
anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya:
1) Terima remaja sebagai manusia biasa
2) Hargai ide-idenya, kesukaan dan ketidaksukaan serta harapannya.
3) Biarkan remaja mempelajari dan melakukan hal-hal yang disukainya walaupun
metodenya berbeda dengan orang dewasa
4) Berikn batasan yang jelas dan masuk akal
5) Hargai privacy remaja
6) Berikan kasih sayang tanpa menuntut
7) Gunakan pertemuan keluarga untuk merundingkan masalah dan menentukan
aturan-aturan
8) Orangtua juga harus menyadari bahwa: mereka ingin mandiri, sensitif terhadap
perasaan dan perilaku yang mempengaruhinya, teman-temannya merupakan hal
yang sangat penting dan memandang segala sesuatu sebagai hitam atau putih,
baik atau buruk.

2.2 Konsep Dasar Health Promotion pada Infant


2.2.1 Pengertian Health Promotion
Green dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa “Promosi kesehatan adalah
kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi
untuk mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup yang menguntungkan
kesehatan individu, kelompok, atau komunitas”.
Definisi/pengertian yang dikemukakan Green ini dapat dilihat sebagai
operasionalisasi dari definisi WHO (hasil Ottawa Charter) yang lebih bersifat
konseptual. Di dalam rumusan pengertian diatas terlihat dengan jelas aktivitas-
aktivitas yang harus dilakukan dalam kerangka “promosi kesehatan”.
Sedangkan Kementerian/Departemen Kesehatan Republik Indonesia
merumuskan pengertian promosi kesehatan sebagai berikut: “Upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.” Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005.
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Health promotion
Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan
individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya
berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri. Proses
pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat serta
sesuai dengan sosial budaya setempat. Demi mencapai derajat kesehatan yang
sempurna, baik dari fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal
dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya (Kemenkes, 2011).
Berdasarkan beberapa pandangan pengertian tersebut diatas, maka tujuan dari
penerapan promosi kesehatan pada dasarnya merupakan visi promosi kesehatan itu
sendiri, yaitu menciptakan/membuat masyarakat yang:
1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit,
4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
5. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya.
Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan baik individu, kelompok
atau masyarakat itu bersifat dinamis tidak statis.
Tujuan Promosi Kesehatan menurut WHO:
1. Tujuan Umum: Mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang Kesehatan
2. Tujuan Khusus:
a) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi masyarakat.
b) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok mengadakan
kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
c) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
Tujuan operasional:
1. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-
perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan serta cara memanfaatkannya secara
efisien & efektif.
2. Agar klien/masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan
(dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya.
3. Agar orang melakukan langkah2 positip dlm mencegah terjadinya sakit, mencegah
berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan
melalui rehabilitasi cacat karena penyakit.
4. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana
caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan
yang normal.
Sedangkan menurut Green, tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan tujuan,
yaitu:
1. Tujuan Program Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam
periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2. Tujuan Pendidikan Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada.
3. Tujuan Perilaku Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai
(perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku berhubungan dengan
pengetahuan dan sikap.
4. Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan:
a) Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya: mengurangi kebiasaan
merokok
b) Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya: mencegah
meningkatnya perilaku ‘seks bebas'
c) Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya: mendorong kebiasaan
olah raga
d) Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya: mencegah
menurunnya perilaku makan kaya serat.

2.2.3 Sasaran Health Promotion


Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal memiliki 3
jenis sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier.
1. Sasaran primer
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Masyarakat diharapkan
mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah
perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat
dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem
nilai dan norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau
dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun
pemuka formal.
Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun
formal dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif
(social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public
opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS,
yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung
jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan
dunia usaha (Maulana, 2009).
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal
(misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi
kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam
upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
dengan cara: berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut
menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif
bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang berkaitan serta
mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka
diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara:
a) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan
kesehatan masyarakat.
b) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana,
2009).
Sedangkan Menurut Notoatmodjo (2005), perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, bina suasana,
advokasi dan kemitraan.
a) Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah
dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau
kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan
sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi
kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi
mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice)
(Notoatmodjo, 2005).
b) Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan
mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam
mengadopsi PHBS dan melestarikannya (Notoatmodjo, 2005).
c) Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang
diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi
materi maupun non materi (Notoatmodjo, 2005).

2.2.4 Prinsip Health Promotion


Sebagai seorang calon perawat profesional yang akan menjalani tugas-tugas
kesehatan termasuk didalamnya adalah promosi kesehatan, maka anda akan berhasil
mengatasi keadaan jika menguasai sub bidang keilmuan yang terkait berikut ini,
diantaranya:
1. Komunikasi
2. Dinamika Kelompok
3. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM)
4. Pengambangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
5. Pemasaran Sosial (Social Marketing)
6. Pengembangan Organisasi
7. Pendidikan dan Pelatihan
8. Pengembangan Media (Teknologi Pendkes)
9. Perencanaan dan evaluasi.
10. Antropologi Kesehatan
11. Sosiologi Kesehatan
12. Psikologi Kesehatan, dll.
Selain itu, ada beberapa prinsip promosi kesehatan yang harus diperhatikan
oleh kita sebagai calon/perawat profesional, seperti Prinsip-prinsip Promosi
Kesehatan dalam Keperawatan. Interaksi Perawat/petugas kesehatan dan Klien
merupakan hubungan khusus yang ditandai dengan adanya saling berbagi
pengalaman, serta memberi sokongan dan negosiasi saat memberikan pelayanan
kesehatan. Pembelajaran yang efektif terjadi ketika klien dan perawat/petugas
kesehatan samasama berpartisipasi dalam Proses Belajar Mengajar yang terjadi.Agar
hubungan pembelajaran memiliki kualitas positif, baik secara individual, kelompok
maupun masyarakat, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Berfokus pada Klien


Klien mempunyai nilai, keyakinan, kemampuan kognitif dan gaya belajar
yang unik, yang dapat berpengaruh terhadap pembelajaran. Klien dianjurkan untuk
mengekspresikan perasaan dan pengalamannya kepada perawat, sehingga perawat
lebih mengerti tentang keunikan klien dan dalam memberikan pelayanan dapat
memenuhi kebutuhan klien secara individual.
2. Bersifat menyeluruh dan utuh (holistik)
Dalam memberikan promosi kesehatan harus dipertimbangkan klien secara
keseluruhan, tidak hanya berfokus pada muatan spesifik.
3. Negosiasi
Perawat/Petugas kesehatan dan klien bersama-sama menentukan apa yang
telah diketahui dan apa yang penting untuk diketahui. Jika sudah ditentukan, buat
perencanaan yang dikembangkan berdasarkan masukan tersebut. Jangan
memutuskan sebelah pihak.
4. Interaktif
Kegiatan dalam promosi kesehatan adalah suatu proses dinamis dan
interaktif yang melibatkan partisipasi perawat/ petugas kesehatan dan klien.
Keduanya saling belajar. Untuk itu, maka perlu diperhatikan dan dipelajari pula
Prinsip-prinsip dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), yang mencakup:
- Faktor-faktor pendukung (misalnya : Motivasi , Kesiapan , Pelibatan
Aktif /Active Involvement, Umpan Balik / feedback, memulai dari hal yang
sederhana sampai kompleks, adanya pengulangan materi / repetition, waktu/
timing dan lingkungan / environment)
- Penghambat belajar (seperti emosi, kejadian/keadaan fisik dan psikologis yang
sedang terganggu atau budaya)
- Fase-fase dalam PBM (mulai dari persiapan, pembuka, pelaksanaan dan
penutup Topik), serta
- Karakteristik perilaku belajar

2.2.5 Ruang Lingkup Health Promotion pada infant-remaja


1. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Bayi
Perawat sebagai salah satu profesi kesehatan memiliki tanggung jawab untuk
mempromosikan kesehatan keluarga dan anak, menyediakan layanan pada klien
yang meliputi dukungan, pendidikan kesehatan dan pelayanan keperawatan yang
dapat berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu
dalam merawat bayinya (Mercer, 2006).

Beberapa promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada ibu dalam menangani
bayi baru lahir adalah :

a. Memberikan dukungan dan edukasi kepada ibu dalam pemberian ASI.


Beberapa cara yang dapat dilakukan perawat untuk mendukung ibu dalam
pemberian ASI:
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa
jam pertama.
Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan
inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini. Hal
ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit
langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan.
Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan bayi
2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah
masalah umum yang timbul.
Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan
mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar.
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah
penting. Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran
ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi akan memberikan
rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oksitosin
yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI.
4. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi
disusui sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan
sendiri kebutuhannya. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang
baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi
berikutnya.
5. Menghindari susu botol
Pemberian susu dengan botol dapat membuat bayi bingung puting dan
menolak menyusu atau hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan,
mekanisme menghisap dari puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.
b. Memberikan promosi kesehatan tentang imunisasi

Upaya mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak salah


satunya dengan pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu strategi
yang efektif dan efisien dalam meningkatkan derajat kesehatan nasional dengan
mencegah enam penyakit mematikan, yaitu : tuberculosis, dipteri, pertusis,
campak, tetanus dan polio. WHO mencanangkan program Expanded Program
on Immunization (EPI) dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan imunisasi
pada anak-anak di seluruh dunia sejak tahun 1974 (Ayubi, 2009).

Peran pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar sangat berpengaruh


terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi (Dewi, dkk, 2013).
Pengetahuan berpengaruh pada kepatuhan dan kesadaran orang tua untuk
membawa bayinya imunisasi. Ibu yang tidak bersedia mengimunisasikan
bayinya dapat disebabkan karena belum memahami secara benar dan
mendalami mengenai imunisasi dasar. Selain itu kurang memperhatikan dalam
membawa bayinya untuk imunisasi sesuai jadwal. Perawat harus memiliki
strategi untuk meningkatkan kepatuhan ibu dalam melaksanakan imunisasi.
Suparyanto (2011)
c. Memberikan ibu edukasi tentang perawatan tali pusat
Tujuan merawat tali pusat adalah mencegah terjadinya infeksi dan tetanus
pada bayi baru lahir sehingga talipusat tidak terinfeksi dan tidak menimbulkan
penyakit pada tali pusat.
d. Upaya Advokasi
Peran penentu kebijakan dirasa cukup penting agar diperoleh komitmen
yang kuat. Di wilayah kerja puskesmas mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak guna menciptakan lingkungan dan perilaku sehat, puskesmas melakukan
upaya advokasi ke dinas kesehatansetelah itu dari dinas kesehatan melakukan
pendekatan advokasi kepada pemerintah kota dalam rangka membuat peraturan
walikota supaya pemerintah kota bisa mengusulkan ke DPR/DPRD untuk
mengeluarkan suatu peraturan mengenai kebijakan penanggulangan HIV dan
AIDS, pemberantasan demam berdarah dan ASI Eksklusif. Puskesmas juga
melakukan upaya advokasi melalui lintas sektor yaitu tokoh agama, tokoh
masyarakat, PKK, kepala lingkungan dan pemuda.
2. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Balita
Periode penting dalam tumbuh kembang adalah pada usia dibawah lima
tahun (balita). Menurut Minick (1991), Soetjiningsih (1995) dan Depkes (2007),
masa balita merupakan masa kritis dari tumbuh kembang, karena merupakan hal
mendasar yang akan mempengaruhi dan menentukan tumbuh kembang
selanjutnya.
Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur
tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk kelompok yang
rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan
mulai mengikuti pola makan orang dewasa (Adisasmito, 2007).
Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua,
khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada
balita. Keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan banyak mempengaruhi pola
makan di daerah pedesaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya anak
kecil tidak diberikan ikan karena dapat menyebabkan cacingan, kacangkacangan
juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut atau kembung
(Baliwati,2008).
Adanya promosi kesehatan diharapkan kepada orang tua, sedapat mungkin
memenuhi kebutuhan anak, mengusahakan pertumbuhan dan perkembangan yang
baik, juga memenuhi kebutuhan organis (makanan bergizi, kebutuhan psikis
(perhatian dan kasih sayang) dan kebutuhan intelektual.
Promosi kesehatan kepada balita dapat dilakukan melalui penyuluhan
dengan metode ceramah yaitu salah satu cara menerangkan atau menjelaskan suatu
ide, pengertian atau peran secara lisan kepada sekelompok pendengar yang disertai
diskusi dan tanya jawab, sehingga ibu memahami apa yang diberikan dan
disampaikan. Selain itu, materi juga ditampilkan melaui leaflet yang berisi
informasi penting mengenai posyandu disertai gambar menarik sehingga informasi
dapat ditangkap dengan mudah. Melalui promosi kesehatan, penyuluhan dan
pembagian leaflet, orang tua balita antusias mendengarkan dan lebih interaktif
sehingga informasi yang disampaikan lebih mudah dipahami dan diingat.
Selain melakukan promosi kesehatan di posyandu, Kunjungan rumah perlu
dilakukan oleh petugas kesehatan sebagai tindak lanjut dan upaya promosi
kesehatan didalam gedung puskesmas yang telah dilakukan kepada
pasien/keluarga. Terutama pasien/keluarga yang memiliki masalah kesehatan yang
cukup berat dan atau mereka yang sepakat untuk melaksanakan langkah-langkah
lanjut dirumah tangganya (Kementrian Kesehatan RI, 2007).

3. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Preschool


Anak usia prasekolah banyak mengalami permasalahan kesehatan yang
sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari. Masalah kesehatan tersebut
meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku, dan
gangguan belajar. Permasalahan kesehatan tersebut pada umumnya akan
menghambat pencapaian prestasi pada peserta didik disekolah (Dermawan, 2012).
Pada anak usia prasekolah, anak sering menggunakan fungsi biologisnya untuk
menemukan berbagai hal yang ada dalam dunianya. Dimana anak lebih
sukabermain dengan segala sesuatu yang dekat dengan dirinya, seperti
menggunakan untuk meletakan sesuatu barang dimulutnya, makan dan
membuang sekretnya sendiri (Wong, 2009)
Perilaku yang kurang sehat dapat berdampak pada tingginya kejadian
infeksi pada anak usia prasekolah karena memudahkan penyebaran penyakit
infeksi melalui tangan. Bibit penyakit akan mudah masuk kedalam tubuh melalui
tangan yang akan mengakibatkan timbulnya penyakit seperti diare, cacingan, TB,
infeksi tangan dan mulut, dan ISPA (Depkes, 2011).
Membiasakan anak untuk hidup bersih dan sehat memang tidak mudah,
diperlukan kesabaran dan ketelatenan. Untuk itu, kebiasaan hidup bersih
dan sehat perlu diajarkan sedini mungkin. Hal ini perlu dilakukan agar
anak-anak terbiasa dengan kebiasaaan hidup bersih dan sehat, sehingga nantinya
akan terbawa sampai dewasa bahkan akan diajarkan kembali pada keturunan
mereka (Rahman, 2014).
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), pelaksanaan bidang
pengembangan pembiasaan perilaku di Taman Kanak-kanak dapat dilakukan
dengan cara kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan teladan, kegiatan
terprogram. Pengembangan perilaku mencuci tangan disampaikan oleh pihak
sekolah melalui kegiatan rutin setiap harinya ketika waktu
istirahat/makan/bermain dengan pembiasaan perilaku mencuci tangan, terutama
sebelum dan sesudah makan.
Pendidikan kesehatan pada anak usia empat sampai dengan enam
tahun diperlukan metode yang memungkinkan anak dapat belajar secara nyata.
Promosi kesehatan dapat dilakukan di sekolah dengan menggunakan berbagai media.
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan
atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu dari media cetak,
media elektronika (televisi (TV), radio, komputer dan lain sebagainya) dan media luar
ruang, agar sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharap dapat
berubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2007, hlm.290).
Ada beberapa metode pembelajaran untuk anak usia prasekolah,
diantaranya bercerita, demontrasi, bercakap-cakap, pemberian tugas, bermain
peran, karyawisata, eksperimen, bernyanyi, dan pembelajaran terpadu.(Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2014).
a. Metode Bercakap-cakap/ Tanya Jawab
Seorang pendidik dapat mengarahkan berbagai pikiran dan perasaan
yang sedang dialami anak dengan mengajak mereka bercakap-cakap
tentang berbagai hal. Banyak topik bisa dijadikan bahan percakapan,
contohnya adalah bercakap-cakap tentang topik yang disukai oleh anak-
anak seperti makanan kesukaan, binatang kesayangan, cita-cita, dan
termasuk percakapan tentang kesehatan.
b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi memiliki makna yang penting bagi anak usia dini,
karena melalui metode ini maka dapat membantu mengembangkan
kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan secara teliti, cermat dan
tepat; dan membantu mengembangkan kemampuan peniruan dan
pengenalan secara tepat.
c. Metode Bermain Peran
Bermain peran adalah permainan yang dilakukan anak untuk
memainkan peran tertentu, dengan menirukan perilaku seseorang dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Perkembangan anak yang dapat
dikembangkan melalui metode bermian peran adalah perkembangan
kognitif, afektif dan psikomotor. Menggunakan metode bermain peran
pendidik dapat mengembangkan imajinasi anak tentang pentingnya
perilaku hidup sehat.
d. Metode Praktek Langsung
Metode praktek langsung ini disamping melibatkan aktivtas pikiran
dan penalaran dalam memecahkan masalah kehidupan seharihari, juga
dapat mengembangkan sikap dan keterampilan motorik dalam area
kesehatan.
e. Metode Bercerita
Bercerita dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media
seperti menggunakan buku cerita bergambar, boneka, atau media lainnya
sehingga lebih menarik bagi anak usia dini. Metode bercerita dapat melatih
anak untuk belajar mendengarkan.
f. Metode Bermain
Melalui kegiatan bermain akan mengembangkan seluruh aspek
kecerdasan anak, baik kecerdasan logika berpikir, bahasa, keterampilan
motorik, kemandirian, maupun kecerdasan sosial emosional anak.
Berbagai bentuk permainan bisa dipilih dalam mengambangkan perilaku
hidup sehat pada anak, dan anak sebaiknya diberi kesempatan untuk
memilih permainan yang disukainya.
g. Pembiasaan
Melalui metode pembiasaan yang dilakukan dalam perilaku hidup
sehat sejak usia dini makan itu akan menjadi gaya hidupnya sampai
dewasa kelak.
h. Metode Bernyanyi
Melalui kegiatan menyanyi banyak sekali pesan-pesan pendidikan
yang bisa kita sampaikan kepada anak. Dengan demikian maka
pengetahuan dan keterampilan perilaku hidup sehat bisa kita sampaikan
kepada anak melalui kegiatan bernyanyi.
4. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Anak Usia Sekolah
WHO (2009) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai suatu proses untuk
mencapai keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Individu atau kelompok
harus mampu mengetahui dan mewujudkan keinginan, memenuhi kebutuhan, dan
mengubah atau mengatasi lingkungan. Kesehatan, karena itu, dipandang sebagai
sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup.
Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk dapat
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan promosi kesehatan
diharapkan masyarakat mampu mengendalikan determinan kesehatan. Partisipasi
merupakan sesuatu yang penting dalam upaya promosi kesehatan  (Lutfi, 2011).
Usia Sekolah Dasar (SD) merupakan usia yang sangat potensial untuk
melakukan upaya promosi kesehatan agar anak dapat mengadopsi kebiasaan sehat
dan karakter yang kuat untuk memenangkan tantangan dan persaingan hidup di
masa depan karena pada masa ini anak mengalami banyak kemajuan
perkembangan secara keseluruhan, dari seorang pra sekolah yang belum matang ke
masa remaja. Kemampuan kognitif anak meningkat secara dramatis, didukung
dengan adanya keinginan untuk menguasai tugas-tugas dan kemampuan untuk
mengembangkan penilaian moral. Dunia anak juga berkembang pesat di luar
keluarga ketika sekolah dan teman sebaya mulai memberikan pengaruh yang besar
(Edelman and Mandle, 1994).
Prinsip dalam memberikan promosi kesehatan kepada anak usia sekolah yaitu
bisa menggunakan prinsip caring, caring disini berarti dengan kasih sayang dan
kepedulian (caring), anak-anak dapat memberikan dukungan sosial yang
dibutuhkan oleh keluarga, teman, dan orang- orang di sekitarnya. Pengembangan
dukungan sosial akan sangat berkontribusi positif terhadap pencegahan munculnya
efek negatif dari peristiwa hidup yang menimbulkan banyak tekanan (Pender,
1996). Nilai kasih sayang dan kepedulian (caring) akan menjadi bekal anak untuk
dapat menjalankan perannya secara optimal dalam keluarga dan mampu mengatasi
beban hidup yang dihadapi keluarga, baik secara fisik, psikologis dan sosial.
Tujuan umum dari pengembangan sikap “caring” pada anak usia sekolah
adalah untuk menanamkan kasih sayang, kepedulian dan kerjasama agar dapat
menjalankan perannya secara optimal dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan
tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain: Meningkatkan kesadaran anak
tentang peran yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat, Meningkatkan
kemampuan anak untuk menunjukkan kasih sayang dan kepedulian pada keluarga
dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan anak untuk bekerjasama dalam
lingkup keluarga dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan anak menghadapi
meningkatnya beban dalam keluarga yang ditimbulkan oleh peristiwa hidup yang
penuh tekanan.
Anak usia sekolah berada pada stadium industry versus inferiority confussion.
Pada stadium ini, anak mengembangkan kapasitas untuk bekerja dan bekerjasama
dengan orang lain. Inferiority berkembang ketika pengalaman negatif di rumah, di
sekolah, atau dengan teman sebaya menyebabkan perasaan incompetence dan
inferiority (Berk, 2001).
Masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah salah satunya yaitu
masalah PBHS dengan cara melakukan promosi kesehatan pada lingkungan
sekolah.
Banyak sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan nilai PHBS
melalui promosi kesehatan terintegrasi dg program Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS) Guru dan Masyarakat Sekolah menjadi mitra pengembangan promosi
kesehatan di sekolah Anak sekolah menjadi kader kesehatan bagi keluarga dan
masyarakat ,Ada peluang dan dukungan dlm promosi kesehatan di sekolah (dana
dan kebijakan)
Data Depkes tahun 2000 prevalensi penyakit kecacingan perut pada anak SD
sebesar 60-80%.Kejadian kecacingan berhubungan bermakna dengan perilaku
tidak cuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun, BAB tidak dijamban, jajan
bukan di kantin sekolah Hasil penelitian  dilakukan Yayasan Kusuma Buana di 17
Sekolah Dasar di Jakarta,  prevalensi anemia sebesar 23,2%. Hasil SKRT tahun
2001 prevalensi penyakit karies dan periodontal anak usia 12 tahun sebesar 74,4%.
Menurut data Susenas tahun 2004, sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak
kurang dari umur 10 tahun. Perokok pemula umur 10-14 tahun 2004 sebesar 11, 5
%. Persentase orang merokok tertinggi (64%) berada pada kelompok umur remaja
(15-19 tahun).
Upaya meningkatkan kemampuan peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah agar mandiri dalam mencegah penyakit, memelihara
kesehatan, menciptakan dan memelihara lingkungan sehat, terciptanya kebijakan
sekolah sehat serta berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat
sekitarnya.
a. Tujuan Promosi Kesehatan di Sekolah
- Meningkatkan peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan  sekolah
untuk ber-PHBS.
- Meningkatkan lingkungan sekolah yang sehat, aman dan nyaman.
- Meningkatkan pendidikan kesehatan di sekolah
- Meningkatkan akses (kesempatan) untuk pelaksanaan pelayanan
kesehatan di sekolah
- Meningkatkan peran aktif peserta didik, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di
sekitar lingkungan sekolah
- Meningkatkan penerapan kebijakan sehat dan upaya di sekolah untuk
mempromosikan kesehatan.
b. Sasaran Promosi Kesehatan
Sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci, dan
jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Oleh karena itu, sasaran
promosi kesehatan pada anak usia sekolah tersebut dihubungkan dengan
tatanan Keluarga , Tatatan di Sekolah , Tatanan di sekitar Lingkungan
Bermain, Tatanan lingkungan sekitar anak, (Maulana, 2009).
1. Sasaran primer
Pada promosi kesehatan anak usia sekolah sasaran primernya yaitu
pada anak sekolah tersebut dimana mereka diharapkan dapat
menerapkan PHBS.
2. Sasaran sekunder
Sasaran sekunder pada promosi kesehatan anak usia sekolah yaitu
keluarga, guru dan teman-teman bermainnya dimana guru merupakan
panutan untuk para anak di sekolah dan teman-temannya merupakan
suatu pengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak di lingkungan
bermainnya.
3. Sasaran tersier
Sasaran tersier disini bisa merupakan kepala desa dan kepala Sekolah
dan lain-lain, dimana mereka dapat memberikan dukungan dalam
menentukan kebijakan dan pendanaan dalam proses pembinaan kepada
anak usia sekolah.
c. Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah
WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di sekolah yaitu:
a. Advokasi
Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah sangat
ditentukan oleh dukungan dariberbagai pihak yang terkait dengan
kepentingan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan masyarakat
sekolah. Guna mendapatkan dukungan yang kuat dari berbagai pihak
terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya advokasi untuk
menyadarkan akan arti penting program kesehatan sekolah. Advokasi
lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang akan menentukan
kebijakan program, termasuk kebijakan yang terkait dana untuk
kegiatan
b. Kerjasama
Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat bermanfaat
bagi jalannya programpromosi kesehatan sekolah. Dalam kerjasama ini
berbagai pihak dapat saling belajar danberbagi pengalaman tentang
keberhasilan dan kekurangan program, tentang caramenggunakan
berbagai sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi
dalampemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan.
c. Penguatan kapasitas
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di sekolah
harus dapat dilaksanakansecara optimal. Untuk itu berbagai sektor
terkait harus diyakini dapat memberikan dukunganuntuk memperkuat
program promosi kesehatan di sekolah. Dukungan berbagai sektor
inidapat terkait dalam rangkapenyusunan rencana kegiatan,
pelaksanaan, monitoring danevaluasi program promosi kesehatan
sekolah
d. Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM
maupun usaha swasta akansangat mendukung pelaksanaan program
promosi kesehatan sekolah. Disamping itu, dengankemitraan akan
dapat mendorong mobilisasi guna meningkatkan status kesehatan di
sekolah.
e. Penelitrian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan
dan penilaian programpromosi kesehatan. Bagi sektor terkait,
penelitian merupakan akses untuk masuk dalammengembangkan
promosi kesehatan di sekolah baik secara nasional maupun regional,
disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS siswa sekolah.
f. Hasil yang Diharapkan
- Anak sekolah menerapkan PHBS

- Anak sekolah  menjadi kader kesehatan bagi keluarganya

- Sekolah menjadi lembaga pembelajaran dalam promkes

- Para guru menjadi mitra pengembangan promkes di sekolah

- Anak sekolah tumbuh sehat & berprestasi

g. Kegiatan promosi kesehatan PHBS di Sekolah


- Jajan di kantin sekolah yang sehat

- Membuang sampah pada tempatnya

- Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah

- Menimbang berat badan dan mengukur tinggi

- Badan setiap 3-6 bulan

- Tidak merokok di sekolah

- Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin

- Buang air besar dan buang air kecil di  jamban  sekolah

- Menerapkan cuci tangan dimana saja dan kapan saja

h. Program promosi kesehatan pada anak usia sekolah di Sekolah


Promosi kesehatan disekolah pada prinsipnya adalah menciptakan
sekolah sebagai komunitas yang mampu meningkatan kesehatannya
(health promoting school). Oleh sebab itu, program promosi kesehatan
sekurang-kurangnya mencakup 3 usaha pokok, yakni :
1. Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat (healthful school
living) :Lingkungan sekolah yang sehat, mencakup 2 aspek, yakni
sosial (non-fisik) dan fisik.
2. Pendidikan Kesehatan (Health Education)
Pendidikan kesehatan, khususnya bagi murid utamanya untuk
menanamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab
terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungannya serta ikut aktif
didalam usaha-usaha kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahap-tahap:
a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat.
b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat.
c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.
3. Pelayanan kesehatan disekolah (health services in school)
Karena sekolah adalah sebuah komunitas, meskipun interaksi
efektif diantara anggota komunitas hanya sekitar 6-8 jam, namun
perlu adanya pemeliharaan kesehatan, khususnya bagi murid-murid
sekolah. Pemeliharaan kesehatan disekolah ini mencakup:
1) Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan umum
atau khusus, misalnya: gigi, paru-paru, kulit, gizi, dan
sebagainya.
2) Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan lingkungan.
3) Usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
antara lain dengan imunisasi.
4) Usaha perbaikan gizi.
5) Usaha kesehatan gizi sekolah.
6) Mengenal kelainan-kelainan yang mempengaruhi pertumbuhan
jasmani, rohani, dan sosial. Misalnya, penimbangan berat
badan, dan pengukuran tinggi badan.
7) Mengirimkan murid yang memerlukan perawatan khusus atau
lanjutan ke puskesmas atau rumah sakit.
8) Pertolongan pertama pada kecelakaan dan pengobatan ringan.
5. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Remaja
Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan
intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang
untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif
bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Promosi kesehatan (Pender,1996) adalah
pemberian motivasi untuk meningkatkan kesehatan individu dan mewujudkan
potensi kesehatan individu.
Promosi kesehatan menurut WHO adalah suatu proses yang memungkinkan
individu untuk meningkatkan kontrol dan mengembangkan kesehatan mereka.
Promosi kesehatan (Pender, 1996) adalah pemberian motivasi untuk meningkatkan
kesehatan individu dan mewujudkan potensi kesehatan individu. Promosi
kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup
mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai keseimbangan
kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar
pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan
yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan yang sehat.
Menurut Sarwono (2012), remaja adalah suatu masa ketika individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda sosial seksual
sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual. Indivudu mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan
yang relatif lebih mandiri. Remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal
anak-anak hingga masa awal dewasa. Jumlah remaja di Indonesia terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Perkembangan yang sangat menonjol terjadi pada masa remaja adalah
pencapaian kemandirian serta identitas (pemikiran semakin logis, abstrak, dan
idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga. Remaja pada
masa perkembangannya dihadapkan pada tuntutan yang sering bertentangan, baik
dari orangtua, guru, teman sebaya, maupun masyarakat di sekitar. Sehingga mereka
juga sering dihadapkan pada berbagai kesempatan dan pilihan, yang semuanya itu
dapat menimbulkan permasalahan bagi mereka. Permasalahan tersebut salah
satunya yaitu resiko-resiko kesehatan reproduksi.
Remaja memiliki suatu kemandirian tersendiri di dalam dirinya. Kemandirian
merupakan hasrat/keinginan seorang remaja untuk melakukan segala sesuatu bagi
dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemampuan seseorang untuk
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa harus membebani orang lain.
Salah satu tugas perkembangan bagi remaja untuk belajar dan berlatih dalam
membuat rencana,memilih alternative,membuat keputusan serta tanggung jawab
atas segala sesuatu yang dilakukannya. Kemandirian merupakan sikap otonomi
dari seorang remaja yang relative bebas dari pengaruh, penilaian, pendapat dan
keyakinan orang lain
Proses perkembangan kemandirian yaitu Kemandirian anak remaja
berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan
sejak dini. Remaja diajarkan kepada remaja sesuai dengan kemampuan dan
kesanggupan sampai tumbuh rasa percaya diri. Dalam proses pencarian identitas
diri, remaja mulai ingin melepaskan diri dari ikatan phisikis orang tuanya.  Remaja
juga ingin mulai diperlakukan dan dihargai seperti orang dewasa.  Kemandirian
seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara remaja
dengan peer groupnya,dengan tujuan mendapatkan pengakuan dan penerimaan
kelompoknya.

1. Masalah Kesehatan pada Remaja


a. Narkotika
Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-
pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya
ke dalam tubuh manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya
rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-
khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya
b. Aborsi
Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum
kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup
diluar secara mandiri (Munajat, N., 2000). Aborsi atau pengguguran
berbeda dengan keguguran atau keluron (bahasa jawa). Aborsi adalah
terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja ( abortus provokatus ),
yakni kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga
terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan yang berhenti
karena faktor – faktor alamiah atau disebut abortus spontaneous (Hawari,
D., 2006).
Aborsi merupakan semua upaya atau tindakan yang dimaksudkan
untuk menghentikan kehamilan, baik dilakukan melalui pertolongan orang
lain sepeti dokter, dukun bayi, dukun pijat dan sebagainya, maupun
dilakukan sendiri dengan cara meminum obat-obatan atau ramuan
tradisional (Wiknjosastro, Gulardi dalam Ulfah,M. dan Ghalib,A., 2004).
Namun tindakan aborsi tersebut mengandung risiko yang cukup tinggi,
apalagi bila dilakukan tidak sesuai dengan standard profesi medis (Munajat,
N.,2000).
c. HIV/AIDS
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh
seseorang seperti darah, cairan sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular
oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita
telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :Hubungan
seksual, Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian,
Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV, dan Ibu
penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan.

2. Tingkatan Promosi Kesehatan pada Remaja

Promosi kesehatan menggunakan pendekatan pada klien sebagai pusat


dalam pemberian pelayanan dan membantu mereka untuk membuat pilihan dan
keputusan.

Istilah “promosi kesehatan” merupakan suatu payung dan digunakan untuk


menggambarkan suatu rentang aktivitas yang mencakup pendidikan kesehatan
dan pencegahan penyakit (Gillies,Ada tiga tingkatan dari pendidikan kesehatan
menurut Gillies:

a. Primary Health education, tujuannya tidak hanya mencegah perubahan


kesehatan tetapi juga meningkatkan kualitas kesehatan, dengan demikian
kualitas hidup, nutrisi, kontrasepsi dan hubungan seksual secara aman,
pencegahan kecelakaan dengan menggunakan helm dan lain-lain pada
remaja.
b. Secondary health education, tujuannya adalah untuk membantu remaja
dengan masalah kesehatan yang reversible untuk menyesuaikan dengan
gaya hidupnya, contohnya berhenti merokok, merubah kebiasaan makan
dan olahraga 
c. Tertiary health education, tujuannya untuk membantu Remaja yang sakit
dan tidak sembuh total sehingga mereka dapat melewati hidup dengan
sesuai kemampuan yang dimiliki.

3. Sasaran Promosi Kesehatan pada Remaja

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis


sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier.

1. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah
Remaja dan keluarga. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup
mereka yang tidak sehat menjadi perilaku hidup yang lebih sehat. Akan
tetapi disadari bahwa mengubah perilaku pada seorang remaja yang
memiliki perubahan emosi dan mental yang tidak stabil bukanlah sesuatu
yang mudah.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun
pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan
lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa serta keluarga dan
peran sekolah untuk remaja tersebut. Mereka diharapkan dapat turut serta
dalam upaya meningkatkan perilaku kesehatan pada remaja, remaja dapat
sehat dengan cara: Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan
perilaku yang sehat. Turut menyebarluaskan informasi tentang kesehatan
dan menciptakan suasana yang kondusif bagi remaja. Berperan sebagai
kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya
remaja yang sadar akan kesehatan. Selain itu, sasarannya juga di tujukan
kepada teman sebaya, karena remaja tidak jauh beda dengan anak usia
sekolah yang emosionalnya masih belum stabil sehingga masih mudah
terpengaruh oleh lingkungan, rema juga akan lebih mudah dan memerankan
peer group pada lingkungannya.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain
yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan
sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan
kesehatan remaja, dengan cara:
a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak
merugikan kesehatan remaja dan bahkan mendukung terciptanya
kesehatan pada remaja
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang
dapat mempercepat terciptanya penyuluhan dan Pendidikan kesehatan
di kalangan remaja.

4. Strategi Promosi Kesehatan pada Remaja


a. Advokasi
Strategi advokasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Wajo, berupa bentuk pengusulan bantuan dana ke Pemerintah Daerah.
Tujuan dari pengusulan bantuan dana ini akan digunakan untuk melakukan
penyuluhan kesehatan yang berkaitan dengan pergaulan bebas, seks bebas,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza). Keberhasilan
sebuah advokasi dapat dilihat dari tenaga advokator yang mampu
memperoleh dukungan, yang dipengaruhi oleh kemampuannya dalam
melakukan komunikasi interpersonal untuk mengajukan usulan maupun
tawaran konsep kepada pemberi kebijakan dalam hal ini Pemerintah
Daerah. Menurut Notoatmodjo (2005 dalam Ricky Saida, 2012) bahwa
dalam advokasi, peran komunikasi sangat penting sebab advokasi
merupakan aplikasi dari komunikasi interpersonal maupun massa yang
ditujukan kepada para penentu kebijakan (policy makers) atau pada pembu-
at keputusan (decission makers) pada semua tingkat dan tatanan sosial.
Menurut “John Hopkins, (1990) menjelaskan advokasi sebagai usaha untuk
mempengaruhi kebijakan melalui bermacam-macam bentuk komunikasi
persuasif, dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat.

b. Kemitraan
Selain melakukan tahap advokasi, Dinkes selanjutnya membangun
strategi kemitraan. Strategi ini dijalankan dengan bekerjasama dengan
beberapa instansi terkait, yang dianggap mampu membantu proses
penanggulangan narkoba di Kabupaten Wajo. Adapun instansi yang terlibat
kerjasma lintas sektor yaitu puskesmas, sekolah dan polres.
Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan
puskesmas berupa penyuluhan kepada remaja yang bertujuan menambah
tingkat pengetahuan remaja tentang dampak pergaulan bebas, seks bebas,
dan napza bagi kesehatan, sehingga diharapkan terciptanya pemberdayaan
remaja terhadap penanggulangan narkoba berupa pembentukan kader
kesehatan remaja. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan
dan sekolah dalam penanggulangan narkoba yaitu membatu mengumpulkan
remaja pada saat dinas kesehatan melakukan penyuluhan di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi
mengenai manfaat kemitraan yang disampaikan oleh informan berupa
terciptanya efektifitas penyuluhan, pekerjaan terasa ringan dan dianggap
mampu membantu pemberantasan narkoba, pencegahan seks bebas dan
pergaulan bebas pada remaja.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh (Hasrat Jaya
Siliwu, (2007), bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk
mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Konsep kemitraan merupakan
upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok, masyarakat,
lembaga pemerintah atau non pemerintah untuk bekerjasama mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-
masing.
c. Pemberdayaan
Pemberdayaaan yang dilakukan dinas kesehatan terhadap upaya
penanggulangan narkoba dengan cara membentuk kader kesehatan remaja
di sekolah. Tujuannya adalah memberikan pemahaman terhadap remaja
tentang bahaya penyalahgunaan napza, seks bebas bagi kesehatan, sehingga
remaja memiliki kesadaran untuk ikut terlibat memerangi tindak
penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas dan seks bebas.
Hal ini senada dengan peneliti sebelumnya yang menjelaskan bahwa
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses
untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Pembentukan kader kesehatan remaja yang ditujukan kepada siswa
remaja diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi aktif dari siswa akan
pentingnya penanggulangan narkoba dalam segala aktivitasnya sehari-hari.
Partisipasi yang bertanggung jawab sebaiknya dimiliki setiap masyarakat
dan organisasi lokal.Partisipasi dapat dicapai bila mengetahui dengan jelas
apa yang diharapkan dari kegiatan yang dilakukan. Dengan sendiriya
dibutuhkan pembagian tugas pada masing-masing anggota dalam organisasi
tersebut.

5. Program Promosi Kesehatan pada Remaja


1. Sosialisasi
Sosialisa pada remaja dimulai dari dalam lingkungan yaitu keluarga,
tetangga, sekolah, dan organisasi umum. Remaja sebagai permasalahan
,seperti masa peralihan, kebutuhan untuk mandiri, menyebabkan timbulnya
gejolak yang macam-macam. faktor lingkungan bagi remaja dalam proses
sosialisasi memegang peranan penting, sebab proses sosialisasi pemuda
terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan identitasnya.lebih-lebih pada
masa peralihan atau transisi dari masa muda menjelang dewasa,ketika
sering terjadi konflik nilai,wadah pembinanya harus lebih fleksible,mampu
dan mengerti dalam membina remaja tanpa harus mematikan jiwa mudanya
yang penuh dengan vitalitas hidup.
2. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dikalangan remaja sangat dibutuhkan
dalam  membibing remaja untuk lebih memperhatikan kesehatan hidup.
Batasan pendidikan kesehatan meliputi:
- Perbaikan sanitasi lingkungan

- Perubahan perilaku sehat pada remaja

- Mencegah penyakit menular

- Pendidikan kebersihan perorangan


- Pelayanan medis

- Untuk menjamin setiap orang hidup yang layak dalam pemeliharaan


kesehatan.
Pendidikan kesehatan remaja mencakup masalah kesehatan
reproduksi,sexsualitas,kebersihan diri dan lain sebagainya,agar remaja bisa
lebih menjaga dan memperhatikan perilaku kesehatannya.

3. Pendidikan Pergaulan
Pergaulan dikalangan remaja adalah salah satu kebutuhan hidup dari
manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya
membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu
pergaulan (interpersonal relationship)Pergaulan  yang terjadi saat ini sudah
sangat memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku yang telah
menyimpang dan melanggar nilai sosial yang ada dalam masyarakat.
Perilaku anak muda atau remaja zaman sekarang telah jauh dari norma
agama sebagi pegangan hidup. Sehingga, pergaulan remaja saat ini harus
lebih dipilah dan dipilih untuk menentukan yang baik dan yang buruk
dengan diberikannya Pendidikan pergaulan pada remaja.

Bentuk – bentuk pergaulan bebas di kalangan remaja :

a. Penyalahgunaan narkoba dan narkotika


b. Perilaku seksual yang menyimpang dari norma-norma agama
c. Pesta Miras (minuman keras) atau mabuk-mabukan dan masih banyak
lagi.

Beberapa factor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas


dikalangan remaja yaitu:

a. Faktor agama dan iman


Remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan
kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang
bertentangan dengan nilai moral dan agama.
b. Faktor Lingkungan seperti orangtua, teman, tetangga dan media.
Kurang perhatian orangtua, kurangnya Pendidikan hidup dan
perilaku sehat di dalam rumah, kurangnya penanaman nilai-nilai agama
berdampak pada pergaulan bebas sehingga remaja memiliki
permasalahan kesehatan yang tidak diinginkan, pengetahuan yang
minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan.
c. Perubahan Zaman.

Cara menangani pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu pendidikan


pergaulan yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut :
- Tidak menonton film – film, media - media yang menyimpang
- Para remaja harus bisa memfilter pergaulan yang mana yang harus
diikuti
- Memberikan pendidikan tentang kesehatan secara terbuka, sabar dan
bijaksana
- Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang penyimpngan perilaku
sehat serta segala akibat baik dan buruk
- Menghindari hal – hal yang menyimpang dari norma- norma agama dan
kesusilaan
- Menumbuhkan rasa malu untuk melakukan hal – hal yang dianggap
buruk
- Menumbuhkan rasa takut untuk melakukan penyimpangan perilaku
kesehatan
- Menjauhi atau “Say No To Drugs”
- Orang tua harus selalu mengontrol apa yang dilakukan oleh anak
remajanya
- Orang tua harus lebih memberi perhatian pada anak remajanya
-  Adanya rasa keterbukaan antara orang tua dengan anak remajanya

4. Pendidikan pada Orang Tua Remaja


Pada promosi kesehatan ini peranan orang tua sangat penting dalam
perubahan sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan.
1. Memperlakukan anak sesuai karak teristiknya masing-masing, tidak
untuk disamakan atau disbanding-bandingkan
2. Memantau kegiatan anak mulai dari yang di dalam rumah dan di lar
rumah
3. Mengajarkan, membiasakan serta mempraktikan langsung perilaku-
perilaku sehat sehingga anak mudah dan terbiasa mencontoh kebiasaan
baik orang tua di dalam rumah.
4. Mengantarkan anak ke dalam religious yang kuat dalam membangun
komunikasi dan hubungan spiritual yang kokoh baik dengan cara
habluminallah maupun habluminannas.
5. Memfasilitasi anak dalam berbagai keterampilan praktis,serta di
berbagai sektor kehidupan sesuai dengan kemampuan dan bakat, serta
kepribadia anak.
6. Melatih anak untuk belajar mengambil keputusan
yang konsisten dan responbility.
7. Mengerti perasaan dan keinginan anak
8. Tegas namun lembut dalam mengambil suatu kebijakn yang nantinya
akan di terapkan pada remaja tersebut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Heath promotion merupakan bentuk pemberian edukasi kepada remaja dan anak-
anak yang secara terapeutik diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan
remaja dan anak-anak, melalui penggunaan bina hubungan saling percaya dan pemberian
edukasi kepada orang tua agar dapat memulai untuk hidup sehat di rumah. Perawat
diharapkan dapat mengaplikasikan heath promotion sehingga meningkatkan kualitas
kesehatan pada keluarga terutama pada infan-remaja.

3.2 Saran
Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam
mempelajari tentang anticipatory guidance dan health promotion pada infant-remaja. Dan
harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi
semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai