Disusun Oleh:
2018
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul Hiperbilirubin ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Anak I.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan
dan dorongan kepada penyusun dalam menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Penulisan 1
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperbilirubin terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.
Pada sebagian neonatus, hiperbilirubin akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian hiperbilirubin terdapat pada
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Hiperbilirubin
merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan sistem imun. Hiperbilirubin
ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi
dengan hiperbilirubin harus mendapat perhatian terutama apabila hiperbilirubin
ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
B. Rumusan Masalah
1. Berapa prevalensi anak yang mengidap hiperbilirubin?
2. Apakah yang dimaksud dari hiperbilirubin?
3. Apa saja yang menjadi faktor resiko dari hiperbilirubin?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari hiperbilirubin?
5. Apakah etiologi dari hiperbilirubin?
6. Bagaimana patofisiologi dari hiperbilirubin?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari hiperbilirubin?
8. Bagaimana penatalaksaan medis dari penyakit hiperbilirubin?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari hiperbillirubin?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui prevalensi dari pengidap hiperbilirubin
2. Mengetahui pengertian dari hiperbilirubin
3. Mengetahui faktor resiko dari hiperbilirubin
4. Mengetahui manifestasi klinis dari hiperbilirubin
5. Mengetahui etiologi hiperbilirubin
6. Mengetahui patofisiologi dari hiperbilirubin
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang hiperbilirubin
8. Mengetahui penatalaksanaan medis dari hiperbilirubin
9. Mengetahui asuhan keperawatan dari pengyakit hiperbilirubin
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Prevalensi
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah
sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus pada bayi baru
lahir tahun 2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5mg/dL dan 29,3% untuk
kadar bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. Namun di RS Dr.
Sardjito melaporkan terdapat sebanyak 85% bayi sehat cukup bulan mempunyai
kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% kadar bilirubin ≥13 mg/dL, kemudian di RS
Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus neonatorum sebesar 13,7%
(Sastroasmoro, 2004).
Menurut data yang diperoleh dari Word Healt Organization (WHO), angka
kematian neonatal mengalami penurunan dari 5,1 juta pada tahun 1990 menjadi
2,7 juta pada tahun 2015, kematian neonatal diproyeksikan akan meningkat dari
45% kematian pada tahun 2015 menjadi 52% pada tahun 2030, pada tahun 2030
target angka kematian neonatal adalah 12 kematian per 1.000 kelahiran hidup,
Kejadian Ikterus neonatrum di Amerika Serikat adalah 65 % dari 4 juta neonatus
yang lahir setiap tahunnya, terjadi dalam minggu pertama kehidupannya (WHO,
2015).
B. Pengertian
Hiperbilirubin adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin
dalam darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan
faktor penyebab fisiologik dan non-fisiologik.
1. Derajat I : Daerah kepala sampai leher. Perkiraan kadar bilirubin 5,4 mg%
(Aterm).
2. Derajat II : Kepala dan badan sampai umbilicus. Perkiraan kadar bilirubin 8,9
mg% (Aterm) dan 9,4 mg% (Prematur).
3. Derajat III : Kepala, badan, paha sampai dengan lutut. Perkiraan kadar
bilirubin 11,8 mg% (Aterm) dan 11,4 mg% (Prematur).
4. Derajat IV : Kepala, badan, ekstremitas sampai pergelangan tangan dan kaki.
Perkiraan kadar bilirubin 15,8 mg% (Aterm) dan 13,3 mg& (Prematur).
5. Derajat V : Kepala, badan, semua ekstremitas sampai ujung jari.
C. Faktor Resiko
1. Jenis kelamin laki-laki
2. BBLR
3. Ibu dengan DM
Pada bayi baru lahir, kejadian hiperbilirubinemiadisebabkan oleh banyak
hal, proses konjungasi yangtidak efektif karena sistem enzim
glucuronosyltransferasebelum sempurna menyebabkan terjadi
peningkatankonsentrasi serum birirubin yang belum terkonjunggasi.Pada bayi
yang lahir dari IDM, keadaantersebut dapat semakin diperberat dengan
kondisipolisitemia, makrosomia, dan sepsis.
4. Masa getasi: Bayi preterm
Usia kehamilan preterm mempunyai peluang0.235 kali untuk terjadi
hiperbilirubindibandingkan dengan usia kehamilanaterm atau post term.
5. Bayi prematur < 37 minggu
Bayi dengan persalinan prematur hiperbilirubin terjadi karena belum
maturnya fungsi hepar
6. Infeksi : meningitis. ISK, toksoplasmosis, sifilis, rubela dsb
7. Ibu yang memiliki golongan darah berbeda dengan bayinya.
D. Manifestasi Klinis
1. Kulit, muka, dan sklera tampak kekuningan terkadang menyebar ke arah
dada, perut dan ekstremitas
2. Jika disebabkan karena belum matangnya metabolisme bilirubin warna akan
timbul pada hari ke 2 atau ke 3.
3. Bayi cukup bulan kadar bilirubin >12 mg/dL , BBLR >10 mg/dL.
4. Ikterus yang timbul dala 24 jam pertama khidupan. Serum bilirubin total lebih
dari 12mg/dL.
5. Peningkatan kadar bilirubin 5mg% atau lebih dari 24 jam
6. Warna kuning menetap sampai 10 hari
E. Etiologi
1. Fungsi hepatik imatur (ikterik fisiologis)
2. Masukan susu yang buruk berhubungan dengan sedikitnya ASI yang
dikonsumsi oleh bayi
3. Penyakit hemolitik : ketidakcocokan antigen darah menyebabkan hemolisis
sejumlah besar SDM. Hati tidak mampu mengkonjugasi dan mengeksresikan
kelebihan bilirubin dari hemolisis.
4. Produksi bilirubin yang berlebih.
F. Patofisiologi
Dihati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan adanya enzim
glukuronil transferase, dikonjugasikan dengan asam glukoronat menghasilkan
larutan dengan kelarutan tinggi, bilirubin glukuronat terkonjugasi, yang
kemudian dieksresi dalam empedu. Di usus, kerja bakteri mereduksi bilirubin
terkonjugasi menjadi urobilinogen, pigmen yang memberi warna khas pada tinja.
Sebagian kecil di eliminasi ke urine.
Terdapat dua fase jaundis fisiologis yang teridentifikasi pada bayi term.
Pada fase pertama, kadar bilirubin bertahap naik sampai sekitar 6 mg/dl pada hari
ketiga kehidupan, Kemudian menurun sampai plato 2 sampai 3 mg/dl pada hari
kelima. Kadar bilirubin tetap dalam keadaan plato pada fase kedua tanpa
peningkatan atau penurunan sampai sekitar 12-14 hari, yang kadarnya akan
menurun ke harga normal <1 mg/dl (Maisels 1994, Vope, 1995). Pola ini
bervariasi sesuai kelompok ras, metode pemberian makanan (ASI vs botol), dan
usia gestasi (Maisels, 1994). Pada bayi preterm, kadar bilirubin serum dapat
memuncak sampai setinggi 10-12 mg/dl pada hari 4-5 dan perlahan menurun
selama periode 2-4 minggu (Black-burn,1995,Gartner 1994).
Rata-rata bayi baru lahir memproduksi dua kali lebih banyak bilirubin
dibandingkan orang dewasa karena lebih tingginya kadar eritrosit yang beredar
dan lebih pendeknya lam hidup sel darah merah (SDM)(hanya 70-90 hari,
dibandingkan 120 hari pada anak yang lebih tua dan orang dewasa). Selain itu,
kemampuan hati untuk mengonjugasi bilirubin sangat rendah karena batasnya
produksi glukuronil transferase. Bayi baru lahir juga memiliki kapasitas ikatan-
plasma terhadap bilirubin yang lebih rendah karena rendahnya konsentrasi
albumin dibandingkan anak yang lebih tua. Perubahan normal dalam sirkulasi hati
setelah kelahiran mungkin berkontribusi terhadap tingginya kebutuhan fungsi hati.
Jaundis ASI (jaundis awitan lambat) mulai pada usia 5-7 hari dan
terjadi pada 2%-3% bayiyang mendapat ASI . Puncak peningkatan kadar bilirubin
selama minggu kedua dan secara bertahap menghilang. Meskipun begitu
tingginya kadar bilirubin yang mungkin menetap selama 2- 12 minggu, namun
bayi ini tetap sehat. Jaundis ini mungkin disebabkan oleh faktor dalam ASI
(prenadiol, asam lemak, dan B-glucuronidase) yang menghambat konjugasi atau
menurunkan eksresi bilirubin. Frekuensi defekasi yang jarang pada bayi yang
mendapat ASI memungkinkan semakin lamanya waktu reabsorbsi bilirubin dalam
tinja.
Metabolisme Bilirubin
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Comb pada tali pusat bayi yang baru lahir. Hasil positif tes Comb indirek
menandakan adanya Rh-positif, Anti-A atau Anti-B dalam darah ibu. Hasil
positif dari tes Comb direk menandakan adanya sensitasi (Rh-positif, anti-A,
anti-B) terhadap darah merah dari neonates
2. Golongan darah bayi dan ibu: untuk mengidentifikasi inkompatibilitas ABO
3. Bilirubin total: kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau
tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada
bayi preterm
4. Protein serum total: jika kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi preterm
5. Hitung darah lengkap: hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14
g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih dari 65%)
pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan
6. Glukoksa: kadar dekstrosa mungkin kurang dari 45%, glukosa darah lengkap
kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi
baru lahir hipoglikemia dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak
7. Daya ikat karbondioksida: penurunan kadar menunjukan hemolisis
8. Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan
bilirubin serum
9. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi
sel darah merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenan dengan
Rhesus
10. Sajian usap (smear) darah perifer dapat menunjukan sel darah merah
abnormal dan imatur eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada
inkompabilitas ABO
11. Tes Betkle Kleihaur evaluasi sajian usap (smear) darah maternal terhadap
eritrosit janin
12. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
13. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis
dari atresia biliary
H. Penatalaksanaan Medis
1. Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Walaupun cahaya biru
memberikan panjang gelombang yang tepat untuk foto aktivasi bilirubin
bebas, cahaya hijau dapat mempengaruhi loto reaksi bilirubin yang terikat
albumin. Cahaya menyebabkan reaksi lolo kimia dalam kulit (foto
isomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam foto
bilirubin, yang mana diekskresikan dalam hati kemudian ke empedu.
Kemudian produk akhir reaksi adalah reversible dan diekskresikan ke dalam
empedu tanpa perlu konjugasi.
2. Fenobarbital; dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatikglukoronil transferase yang mana
dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatic pada pigmen
dalam empedu, sintesis protein di mana dapat meningkatkan albumin untuk
mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan.
3. Antibotik; apabila terkait dengan infeksi
4. Transfusitukar; apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata ibu dan bayi
b. Riwayat kesehatan kelurga
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat kesehatan sekarang
e. Pemeriksaan fisik:
1) Keadaan umum:lesu, latergi, koma
2) Tanda tnda vital
3) Kesadaran apatis sampai koma
4) Pernapasan: riwayat asfiksia, mukus, bercak merah
5) Abdomen: pada saat palpasi menunjukkan pembesaran limpa dan
hepar, turgor buruk, bising usus hipoaktif
6) Genitalia: tidak ada kelainan
7) Eliminasi:
a) BAB: proses eliminasi mungkin lembat, fases lunak coklat atau
kehijauan selama pengeluaran bilirubin
b) BAK: urin berwarna gelap pekat, hitam kecoklatan
f. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.
g. Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B
2. Diagnosa
a. Resiko cedera berhubungan dengan kadar bilirubin darah toksik dan
komplikasi berkenaan dengan fototerapi
b. Risiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kehilangan cairan yang tidak tampak kasat mata serta dehidrasi dan
fototerapi
c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan
bonding
d. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan krisis
situasi/maturasi, defisiesi pengetahuan (kelahiran bayi pretern dan
/atau sakit), interupsi proses pelekatan paretal
e. Gangguan interaksi orang tua dan bayi karena fototerapi
3. Intervensi
a. Dx 1:Resiko cedera berhubungan dengan kadar bilirubin darah toksik
dan komplikasi berkenaan dengan fototerapi
1) Tujuan: tidak terjadi cedera dengan kriteria hasil kadar bilirubin
indirek kurang dari 12 mg/dl pada bayi cukup bulan
2) Intervensi keperawatan:
a) Perhatikan adanya perkembangan bilirubin dan obstruksi usus
Rasional: pada konidisi ini kontraindikasi karena foto isomer
bilirubin yang dirpoduksi daam kulit dan jaringan subkutan
dengan penajaman terapi sinar tidak siap dieskresikan.
b) Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluoresen dengan
menggunakan fotometer
Rasional: intensitas sinar yang menembus kulit dari spektrum
biru menentukan seberapa dekat bayi ditempatkan
c) Berikan penutup untuk menutup mata, inspeksi mata setiap 24
jam bila penutup mata dilepaskan untuk pemberian makanan,
dan sering pantau potensi penutup mata
Rasional: mencegah kemungkinan kerusakan retina dan
onjungtiva dari sinar intensitas tinggi
d) Ubah posisi dengan sering, sedikitnya setiap 2 jam
Rasioinal: memungkinkan pemajanan seimbang dari
permukaan kulit terhadap sinar fluoresensi serta mencegah
pemnjaan berlebihan dari bagian tubuh tertentu dan
membatasi area tekanan.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan
digunakan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Yetti. 2014. Jurnal Kesehatan, Volumr V, Nomor 2 Hubungan Antara Persalinan
Prematur Dengan Hiperbilitubin Pada Neonatus.
Biade, Dio R, dkk. 2016. Sari Pediatri Vol 18 No 1 Faktor Resiko Hiperbilirubinemia pada Bayi
Baru Lahir dari Ibu Diabetes Melitus.
Mathindas, Wilar, Wahani. 2013. Biomedik: Hiperbilirubinemia pada Neonatus Vol. 5 No. 1; p
S4-10