Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN MATERNITAS

“ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS HIPERBILIRUBIN”

Dosen Pembimbing:

Disusun oleh:
1. Alean Mey Sonia Rahayu 10221004
2. Alissa Noviani 10221005
3. Fitri Ramadhani 10221037
4. Hendra Adi Prasetyo 10221038
5. Intan Nur Rohma 10221043

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala kelimpahan Rahmat,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat diperguakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca. Harapan kami, semoga makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah sehingga kedepanya dapat lebih baik lagi.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yanag kami miliki
sangat kurang.Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 11 Mei 2023

Kelompok II
DAFTAR ISI

HAL

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang 1
B. Tujuan penulisan 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian 3
B. Klasifikasi 3
C. Etiologi 5
D. Manifestasi klinis 5
E. Patofisiologi 6
F. Pemeriksaan penunjang 7
G. komplikasi 9
H. Penatalaksanaan 9
I. Pencegahan 11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 13
B. Diagnosa keperawatan 13
C. Intervensi keperawatan 14

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 21
B. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat

pada bayi baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan

salah satu kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab

gangguan tumbuh kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok

penyakit saluran pencernaan makanan, namun karena kasusnya banyak

dijumpai maka harus dikemukakan.

Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi

aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan.

Ikterus tersebut timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak

terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat

neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau

patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan

dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus

tersebut timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis,

kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas

pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis

atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut

hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin,

saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.


Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi

akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangannya. Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif

untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian

hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat

memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu

pengetahuan yang dimilikinya.

B. Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui

tinjauan teori dari neonatus hiperbilirubin dan asuhan keperawatan dari

mola hedatidosa.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam

darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin

dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus.

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin

dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek

patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,

membrane mukosa dan cairan tubuh.

Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum

(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat

menimbulkan ikterus.

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan

efek pathologis.

B. KLASIFIKASI

1. Ikterus prehepatik

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat

hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan

konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga

menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.


2. Ikterus hepatic

Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat

kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi

masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang

tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi

retensi dan regurgitasi.

3. Ikterus kolestatik

Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga

empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus

halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam

serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin

dalam tinja dan urin.


4. Ikterus neonatus fisiologi

Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada

hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam

memproses bilirubin

5. Ikterus neonatus patologis

Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu

badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.

C. ETIOLOGI

1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.

2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati

3. Gangguan konjugasi bilirubin.

4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel

darah merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula

timbul karena adanya perdarahan tertutup.

5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,

misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan

tertentu.

6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme

atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah

seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Kulit berwarna kuning sampe jingga

2. Pasien tampak lemah


3. Nafsu makan berkurang

4. Refleks hisap kurang

5. Urine pekat

6. Perut buncit

7. Pembesaran lien dan hati

8. Gangguan neurologik

9. Feses seperti dempul

10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

a. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit

hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk

atau infeksi.

b. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak

pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya

merupakan jaundice fisiologi.

E. PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa

keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban

bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila

terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan

peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar

protein berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan

gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan

ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang

bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin

tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak

disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin

indirek lebih dari 20mg/dl.

Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak

ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek

akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat

badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan bilirubin serum

a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl

antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl

tidak fisiologis.

b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12

mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari

14mg/dl tidak fisiologis.


2. Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau

peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati

atau hepatoma

3. Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic

dengan ekstra hepatic.


4. Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang

sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra

hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,

serosis hati, hepatoma.

5. Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto

dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

6. Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto

dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada

penderita penyakit ini.

G. KOMPLIKASI

1. Retardasi mental - Kerusakan neurologis

2. Gangguan pendengaran dan penglihatan

3. Kematian.

4. Kernikterus

H. PENATALAKSANAAN

1. Tindakan umum

Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil

Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru

lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.


Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai

dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di

tempat bayi dirawat.

2. Tindakan khusus Fototerapi

Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan

berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan

urine dengan oksidasi foto.

3. Pemberian fenobarbital

Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun

pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan

metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.

Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi

misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya

bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih

mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi

untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan

dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan

untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan

hiperbilirubin jinak hingga moderat.

4. Terapi transfuse

digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.


5. Terapi obat-obatan

misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan

bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct,

selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan

mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.

I. PENCEGAHAN

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:

1. Pengawasan antenatal yang baik

2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan

masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin,

oksitosin.

3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

5. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir


6. Pemberian makanan yang dini.

7. Pencegahan infeksi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat orang tua:

Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,

Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.

2. Pemeriksaan Fisik:

Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,

refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.

3. Pengkajian Psikososial:

Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang

tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.

4. Pengetahuan Keluarga meliputi:

Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah

mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,

kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith

Greenberg. 1988)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya

intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan

defikasi sekunder fototherapi.

2. Risiko/gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi

bilirubin, efek fototerapi.


3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.

4. Gangguan parenting (perubahan peran orang tua) berhubungan dengan

perpisahan dan penghalangan untuk gabung.

5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan

pada bayi.

6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi

7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,

infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

. Keperawatan

1 Risiko/defisit Setelah diberikan tindakan 1.Kaji reflek hisap


volume cairan b/d perawatan selama 3x24 jam bayi
tidak adekuatnya diharapkan tidak terjadi defisit Rasional:
intake cairan serta volume cairan dengan kriteria: mengetahui
peningkatan IWL 1. Jumlah intake dan kemampuan hisap
dan defikasi output seimbang bayi
sekunder fototherapi 2. Turgor kulit baik,
tanda vital dalam 2.Beri minum per
batas normal oral/menyusui bila
3. Penurunan BB tidak reflek hisap
lebih dari 10% BB adekuat
Rasional:
menjamin
keadekuatan intake.

3.Catat jumlah
intake dan output,
frekuensi dan
konsistensi feses
Rasional:
mengetahui
kecukupan intake.

4.Pantau turgor
kulit, tanda- tanda
vital ( suhu, HR )
setiap 4 jam
Rasional: turgor
menurun, suhu
meningkat HR
meningkat adalah
tanda-tanda
dehidrasi.
5.Timbang BB
setiap hari
Rasional:
mengetahui
kecukupan cairan
dan nutrisi.
2. Risiko/hipertermi Setelah diberikan tindakan 1. Observasi suhu
berhubungan dengan perawatan selama 3x24 jam tubuh ( aksilla )
efek fototerapi diharapkan setiap 4 - 6 jam
tidak terjadi hipertermi dengan Rasional: suhu
kriteria suhu aksilla stabil terpantau secara
antara 36,5-37 0 rutin.

2. Matikan lampu
sementara bila
terjadi kenaikan
suhu, dan berikan
kompres dingin
serta ekstra minum.
Rasional:
mengurangi
pajanan sinar
sementara.

3. Kolaborasi
dengan dokter bila
suhu tetap tinggi

4. Memberi terapi
lebih dini atau
mencari penyebab
lain dari hipertermi
3. Risiko/Gangguan Setelah diberikan tindakan 1. Kaji warna kulit
integritas kulit perawatan selama 3x24 jam tiap 8 jam
berhubungan dengan diharapkan tidak terjadi Rasional:
ekskresi gangguan integritas kulit mengetahui adanya
bilirubin, efek dengan kriteria: perubahan warna
fototerapi. 1. Tidak terjadi decubitus kulit.
2. Kulit bersih dan lembab
2. Ubah posisi
setiap 2 jam
Rasional:
mencegah
penekanan kulit
pada daerah
tertentu dalam
waktu lama.

3. Masase daerah
yang menonjol
Rasional:
melancarkan
peredaran darah
sehingga mencegah
luka tekan
di daerah tersebut.

4. Jaga kebersihan
kulit bayi dan
berikan baby oil
atau lotion
pelembab
Rasional:
mencegah lecet.

5. Kolaborasi untuk
pemeriksaan kadar
bilirubin, bila kadar
bilirubin
turun menjadi 7,5
mg% fototerafi
dihentikan
Rasional: untuk
mencegah
pemajanan sinar
yang terlalu lama.
4. Gangguan parenting ( Setelah diberikan tindakan 1. Bawa bayi ke ibu
perubahan peran perawatan selama 3x24 jam untuk disusui
orangtua) diharapkan Rasional:
berhubungan orang tua dan bayi mempererat kontak
dengan perpisahan menunjukan tingkah laku sosial ibu dan bayi.
dan penghalangan “Attachment” , orang tua
untuk gabung. dapat mengekspresikan 2. Buka tutup mata
ketidak mengertian proses saat disusui
Bounding. Rasional: untuk
stimulasi sosial
dengan ibu.

3. Anjurkan
orangtua untuk
mengajak bicara
anaknya
Rasional:
mempererat kontak
dan stimulasi
sosial.

4. Libatkan orang
tua dalam
perawatan bila
memungkinkan
Rasional:
meningkatkan
peran orangtua
untuk merawat
bayi.

5. Dorong orang
tua
mengekspresikan
perasaannya
Rasional:
mengurangi beban
psikis orangtua.
5. Kecemasan Setelah diberikan 1. Kaji
meningkat penjelasan selama 2x15 pengetahuan
berhubungan dengan menit diharapkan orang keluarga tentang
therapi yang
diberikan tua menyatakan mengerti penyakit pasien
pada bayi. tentang perawatan bayi Rasional:
hiperbilirubin dan mengetahui
kooperatif dalam perawatan tingkat
pemahaman
keluarga tentang
penyakit.

2. Beri
pendidikan
kesehatan
penyebab dari
kuning, proses
terapi dan
perawatannya.
Rasional:
Meningkatkan
pemahaman
tentang keadaan
penyakit.

3. Beri pendidikan
kesehatan
mengenai cara
perawatan bayi
dirumah
Rasional:
meningkatkan
tanggung jawab
dan peran orang tua
dalam
merawat bayi.
6. Risiko tinggi injury Setelah diberikan tindakan 1. Tempatkan
berhubungan perawatan selama 3x24 jam neonatus pada
dengan efek diharapkan jarak 40-45 cm
fototherapi tidak terjadi injury akibat dari sumber
fototerapi (misal; cahaya
konjungtivitis, kerusakan Rasional:
jaringan kornea) mencegah iritasi
yang berlebihan.

2. Biarkan
neonatus dalam
keadaan
telanjang, kecuali
pada mata dan
daerah genetal
serta bokong
ditutup dengan
kain yang dapat
memantulkan
cahaya usahakan
agar penutup
mata tidak
menutupi
hidung dan bibir.
Rasional:
mencegah
paparan sinar
pada daerah yang
sensitif.

3. Matikan
lampu, buka
penutup mata
untuk mengkaji
adanya
konjungtivitis tiap
8 jam.
Rasional:
pemantauan dini
terhadap
kerusakan daerah
mata.

4. Buka penutup
mata setiap akan
disusukan.
Rasional:
memberi
kesempatan pada
bayi untuk kontak
mata dengan
ibu.

5. Ajak bicara
dan beri sentuhan
setiap
memberikan
perawatan
Rasional:
memberi rasa
aman pada bayi.
7. Risiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Catat kondisi
terhadap perawatan selama 1x24 jam umbilikal jika
komplikasi diharapkan tranfusi tukar vena umbilikal
berhubungan dapat dilakukan tanpa yang digunakan
dengan tranfusi komplikasi Rasional:
tukar menjamin
keadekuatan
akses vaskuler.

2. Basahi
umbilikal dengan
NaCl selama 30
menit sebelum
melakukan
tindakan.
Rasional:
mencegah trauma
pada vena
umbilical.

3. Puasakan
neonatus 4 jam
sebelum tindakan
Rasional:
mencegah
aspirasi

4. Pertahankan
suhu tubuh
sebelum, selama
dan setelah
prosedur
Rasional:
mencegah
hipotermi.

5. Catat jenis
darah ibu dan
Rhesus
memastikan darah
yang akan
ditranfusikan
adalah darah
segar.
Rasional:
mencegah
tertukarnya darah
dan reaksi
tranfusi yang
berlebihan.

6. Pantau tanda-
tanda vital,
adanya
perdarahan,
gangguan cairan
dan
elektrolit, kejang
selama dan
sesudah tranfusi.
Rasional:
Meningkatkan
kewaspadaan
terhadap
komplikasi dan
dapat
melakukan
tindakan lebih
dini.
7. Jamin
ketersediaan alat-
alat resusitatif
Rasional: dapat
melakukan
tindakan segera
bila terjadi
kegawatan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru

lahir, yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir

adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler

sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,

konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai

normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

B. Saran

Kita sebagai tenaga kesehatan (keperawatan ) harus meningkatkan

kualitas pelayanan pada maternal maupun neonatal sehingga dapat

mengurangi insiden terjadinya hiperbilirubin.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, M. E. 1999. Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian


Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Santosa,Budi.2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai