Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN IKTERUS NEONATORUM

OLEH

BERNADETHA ARISNA :225202000428


CHAROLINE APRILIA KLAU :225202000431
MARIA OVILANTI :225202000472
ANTONIUS MOLA MITE
OKTAVIANA BUNGA

YAYASAN ST. LUKAS KEUSKUPAN MAUMERE

AKADEMI KEPERAWATAN ST.ELISABETH LELA

2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
yang telah dikaruniakan, serta bantuan dari semua pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul “ ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGA IKTERUS NEONATORUM
Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini, penulis banyak menemukan kesulitan
dan rintangan, tetapi berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat
menyelesaikannya. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan :
1. Direktur Maria K. Ringgi Kuwa,S.ST,.M.kes selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta arahan awal
penulisan sehingga terselesainya Asuhan Keperawatan ini.
2. HELENA KIDI LABOR KEP.,NS.M.KEP Selaku dosen mata kuliah
Keperawtan Anak,yang telah memberikan banyak materi yang berguna dalam
meningkatkan pengetahuan penulis tentang penyakit tuberkolosis
3. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi dan
masukan-masukan terkait dengan penyusunan Laporan Pendahuluan ini dan juga
untuk kebersamaan kita.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Asuhan Keperawatan inimasih jauh dari kata
sempurna, baik isi maupun penulisannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis menyampaikan
terima kasih dan semoga Laporan Pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Maumere 14 Juni 2022


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ikterus neonatorum termasuk masalah kesehatan yang seringditemukan
pada bayi-bayi baru lahir yang jika tidak ditangani sejak dini dapat berakibat
fatal. Ikterus merupakan keadaan klinis berupa pewarnaan kuning yang
tampak pada sklera dan kulit akibat penumpukan bilirubin dalam darah
(Mathindas, dkk, 2013). Ikterus neonatorum dapat bersifat fisiologis atau
patologis. Ikterus neonatorum fisiologis timbul akibat peningkatan kadar
bilirubin < 5 mg/dl/24 jam yaitu yang terjadi 24 jam pasca salin. Ikterus
neonatorum fisiologis timbul akibat metabolisme bilirubin neonatus yang
belum sempurna yaitu masih dalam masa transisi dari masa janin ke masa
neonatus. Ikterus neonatorum patologis adalah ikterus yang timbul dalam 24
jam pertama pasca salin dimana peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek
>5 mg/dl/24jam dan icterus akan tetap menetap hingga 8 hari atau lebih pada
bayi yang cukup bulan (matur) sedangkan pada bayi kurang bulan (prematur)
ikterus akan tetap ada hingga hari ke-14 atau lebih (Anik, dkk, 2013). Ikterus
neonatorum dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Zaben B, dkk,
factor risiko yang sering menyebabkan ikterus di wilayah Asia Tenggara
antara lain: inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, prematuritas,
asfiksia, BBLR, sepsis neonatorum. Terjadinya ikterus pada bayi baru lahir
yaitu 25-50% neonates cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang
bulan (Novianti, dkk, 2018). Berdasarkan penelitian Siska (2017). Menurut
World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 angka kejadian icterus
sebesar 6,6 juta, tahun 2014 sebesar 73%, dan pada tahun 2015 sebesar 79,6%
(Siska, 2017). Menurut penelitian Indrianita (2018). Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2015 menunjukkan angka
kejadian icterus neonatoum yang terdapat pada bayi baru lahir di Indonesia
sebesar 51,47%, dengan faktor penyebabnya antara lain Asfiksia 51%, BBLR
42,9%, Prematur 33,3%, dan sepsis 12% (Indrianita, 2018).

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mampu menerapakan asuhan keperawatan pada klien dengan ikterus
neonatorum
2. Tujuan khusus
a. Mampu memahami konsep teori ikterus neonatorum
b. Mampu memahami asuhan keperawatan dari ikterus neonatorum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Ikterus neonatorum adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk
lebih cepat dari pada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus)
untuk dapat memecahnya dan mengeluarkan dari dalam tubuh (Rohani,
dkk, 2017). 7 Ikterus neonatorum atau penyakit kuning adalah kondisi
umum pada neonatus yang mengacu pada warna kuning didaerah kulit dan
sklera yang disebabkan karena terlalu banyaknya bilirubin dalam darah
(Marmi, 2012). Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang nampak
pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain pada nenonatus akibat
kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam pertama
kehidupan (Purnamaningrum, 2012).
2. Etilogi
Menurut Kusuma dan Anik, dkk (2013), ikterus pada bayi baru
lahir yang paling sering muncul karena fungsi hati masih belum sempurna
untuk mengeluarkan bilirubin dari aliran darah. Ikterus juga bias terjadi
karena beberapa kondisi klinik, diantaranya :
a. Ikterus fisiologis disebabkan karena terdapat kesenjangan antara
proses pemecahan sel darah merah dan kemampuan bayi untuk
mantranspor, mengkonjugasi,serta mengekskresi bilirubin tak
terkonjugasi sehingga mengakibatkan :
1) Peningkatan pemecahan sel darah merah
2) Penurunan kemampuan mengikat albumin
3) Peningkatan reabsorbsi enterohepatik 8
4) Breast milk jaundice (Terdapat hormone didalam kandungan
ASI)
5) Breastfeeding jaundice (ASI yang keluar masih belum lancar)
b. Ikterus patologis dapat disebabkan dari beberapa factor diatas dan ada
beberapa faktor tambahan yang meliputi :
1) Ketidak cocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO dan
rhesus) ibu dan janin.
2) Lebam pada kulit bayi (sefalhematom) karena trauma pada proses
persalinan.
3) Ibu yang menderita penyakit diabetes dapat mengakibatkan bayi
menjadi kuning karena memiliki sumber bilirubin 30% lebih
besar sehingga membuat proses konjugasi menjadi tidak efektif
dan menyebabkan meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi.
3. Patofisiologi
Bilirubin adalah proses pemecahan haemoglobin yang bersal
dari pengerusakan sel darah merah/RBCs.Ketika RBCs rusak maka
produknya akan masuk sirkulasi,dimana haemoglobin pecah menjadi
heme dan globin.Globin (protein) di gunakan kembali oleh tubuh
sedangkan heme akan di rubah menjadi bilirubin inkonjugasi dan
berkaitan dengan albumin.
Di dalam liver bilirubin berkaitan dengan protein plasma dan
dengan bantuan enzim glukonilt transferase dirubah menjadi bilirubin
kongjugata yang akan dikeluarkan lewat sauran empedu ke saluran
instetinal. Di intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan di
rubah menjadi urubilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna
pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces dalam
bentuu stoko bullin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin
indirek didalam usus kerena terdapat betaglukoronidase yang berperan
penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek diserap lagi oleh
usus kemudian masuk kembali ke hati. Keadan ikterus dipengaruhi oleh :
a. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik
yang meningkat.
b. Gangguan uptake dan konjugasi hapar kerena imaturasi hepar.
c. Gangguan trasnportasiikatan bilirubin + albumim menuju hepar’
definisi albumin menyebabkan semakin banyank bilirubin bebas di
dalam dara yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi
kernicterus.
d. Gangguan ekskresi akibat sumbatan didalam hepar atau diluar hepar,
kerena kelainan bawaan / infeksi atau kerusakan hepar kerena
penyakit lain.

4. Klasifikasi icterus
Menurut Yuliawati (2018), Ikterus dibagi menjadi 2 yatu :
a. Ikterus Fisiologis
1) Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 atau ke-3 dan terlihat
jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke-10.
2) Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.
3) Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari
12mg/dL, dan pada BBLR 10mg/dL dan akan akan hilang pada
hari ke-14.
b. Ikterus Patologis
1) Ikterus timbul pada 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin
total lebihdari 12mg/dLdan menetap lebih dari 10 hari.
2) Peningkatan bilirubin 5mg/dL atau lebih dari 24 jam.
3) Warna kuning pada kulit dan sclera akan menetap lebih dari 10
hari
4) Konsentrasi serum bilirubin melebihi 10mg/dL pada bayi kurang
bulan dan 12,5mg/dL pada bayi cukup bulan
5. Manifestasi klinis
Menurut Maulida, dkk (2014), Tanda dan gejala icterus yaitu :
a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit
atau organ lain akibat penumpukan bilirubin.
b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
d. Tidak mau menghisap.
6. Faktor resiko
Menurut Mustarim, dkk (2013), factor resiko yang bisa menyebabkan
ikterus yaitu :
a. BBLR, Usia Kehamilan
b. Penyakit hemolisis karena inkompatibilitas gologan darah
ABO.RHESUS
c. Asfiksia atau asidosis
d. Hipoksia, trauma serebral
e. Sefalhematom
f. Infeksi sistemik (sepsis neonatorum
7. Komplikasi
Komplikasi dari icterus yaitu Kern Ikterus yang terjadi karena bilirubin
yang menumpuk didalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu
fungsi otak sehingga dapat menyebabkan kejang dan kematian bayi (Anik,
dkk. 2013).
8. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Noviyanti (2018), Pada icterus pemeriksaan darah diperlukan
untuk mengetahui :
a. Kadar bilirubin indirect (tak terkonjugasi) dengan cara total bilirubin
dikurang jumlah bilirubin direct (terkonjugasi). Pada 15 pemeriksaan
ini juga ada pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah
lengkap.
b. Pemeriksaan golongan darah dan rhesus ibu dan bayi.
c. Pemeriksaan tes Coombs yaitu pemeriksaan untuk menemukan
antibodi yang merusak sel darah merah.

9. Penanganan Ikterus
Menurut Anil, dkk (2014), penanganan icterus yaitu :
a. Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat
rawat jalan dengan nasehat untuk kembali jika icterus berlangsung
lebih dari 2 minggu.
b. Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini
dan ASI ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
c. Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI melalui pipa naso gastrik
atau dengan gelas dan sendok.
d. Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi
selama 30 menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi selalu tetap hangat.
e. Setiap Ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran maka
membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut: minimal kadar
bilirubin serum total, pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis
oleh karena itu selanjutnya harus dirujuk.
f. Fototerapi
Berdasarkan jurnal penelitian (Wanda, 2018) menurut (Roharjdo,
2014). Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan melalui
empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorpsi cahaya, terjadi
reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi ireversibel
menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat
dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk
terbanyak degradasi bilirubin akibat fototerapi pada manusia.
Sejumlah kecil bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya
menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Fotoisomer bilirubin
lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bias
dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk fotoksi dan saja yang
bias diekskresikan lewat urin.
1) Jenis lampu Beberapa studi menunjukan bahwa lampu flouresen
biru lebih efektif dalam menurunkan bilirubin. Karena cahaya
biru dapat mengubah warna bayi, maka yang lebih disukai adalah
lampu flouresen cahaya normal karena dengan spektrum 420–460
nm sehingga asuhan kulit bayi dapat diobservasi dengan baik
mengenai warnanya (jaundis, palor, sianosis) atau kondisilainnya.
Agar fototerapi efektif, kulit bayi harus terpajang penuh terhadap
sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar bilirubin
serum meningkat sangat cepat 17 atau mencapai kadar kritis,
dianjurkan untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau
intensif, teknik ini melibatkan dengan menggunakan lampu over
head konvensional sementara itu bayi berbaring dalam selimut
fiberoptik. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama
fototerapi. Fototerapi intensif adalah fototerapi dengan
menggunakan sinar bluegreen spectrum (panjang gelombang
430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2
(diperiksa dengan radio meter, atau diperkirakan dengan
menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit
bayi yang terpajang lebih luas). Bila konsentrasi bilirubin tidak
menurun atau cenderung naik pada bayi–bayi yang mendapat
fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
2) Jarak
Dosis dan kemanjuran dari fototerapi biasanya dipengaruhi oleh
jarak antara lampu (semakin dekat sumber cahaya, semakin besar
radiasinya) dan permukaan kulit yang terkena cahaya, karena itu
dibutuhkan sumber cahaya di bawah bayi pada fototerapi. Jarak
antara kulit bayi dan sumber cahaya dengan lampu neon, jarak
harus tidak lebih besar dari 50 cm(20 in). Jarak ini dapat
dikurangi sampai 10-20 cm jika homeostasis suhu dipantau untuk
mengurangi resiko overheatin
3) Berat badan
10. Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari ikterus fiisologis adalah dengan memberi
bayi cukup minum, lebih baik lagi jika diberi ASI. Menurut Surasmi, dkk
(2013), pencegahan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Pencegahan primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya 8-12 kali/hari untuk
beberapa hari pertama dan tidak memberikan cairan tambahan air
pada bayi yang mendapat ASI.
b. Pencegahan sekunder
1) Semua wanita hamil harus di periksa golongan darah ABO dan
rhesus serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang
tidak biasa.
2) Semua bayi harus dimonitor secara rutin terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang
harus dinilai saat memeriksa tanda-tanda vital bayi yang
dilakukan setiap 8-12 jam
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT IKTERUS
NEONATARUM PADA ANAK T. DI RS. TC. HILERS MAUMERE

A. Pengkajian
1. pengkajian
a. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytolastosisfetalis (Rh,
ABO, incompatibilitas lain golongan darah). Ada saudara yang menderita
penyakit hemolitik bawaan atau icterus, kemungkinan suspec spherochytosis
herediter kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu, icterus
kemungkinan Karena pengaruh pregnanediol
b. Riwayat Kelahiran
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakan predisposisi terjadinya infeksi
c. Pemberian Obat Anestesi, analgesic yang berlebihan
Akan mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia), acidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin
d. Bayi dengan apgar score rendah
Memungkinkan terjadinya (hypoksia), acidosis yang akan menghambat
konjugasi bilirubin
e. Kelahiran premature berhubungan juga dengan premematuritas organ
hepar(hepar)

PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum tampak lemah, pucat, dan ikterus dan aktivitas menurun
b. Kepala Leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selapaut/mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan tekanana langsung pada
daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih(kuning)
c. Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia]
d. Dada : selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas
e. Status kardiologi menunjukan adanya tachicardia, kususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
f. Perut
1) Peningkatan dan penurunan bising usus/peristaltik perlu dicermati. Hal
ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi
2) Gangguan peristaltic tidak diindikasikan photo terapi. Perut
membuncit, muntah, mencret merupakan akibat gangguan metabolisme
bilirubin enterohepatik
g. Splenomegali dan hepatomegaly dapat dihubungkan dengan sepsis
bacterial, tixoplasmmosis, rubella
h. Urogenital :Urine kuning yang pekat, adanya feses yang pucat/acholis/
seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran
empedu
i. Ekstremitas : menunjukan tonus otot yang lemah
j. Kulit : Tanda dehidrasi di tunjukan dengan turgor yang jelek. Elastisitas
menurun, perdarahan baah kulit ditunjukan dengan ptechia, echimosis
k. Pemeriksaan neurologis adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain-laim
menunjukan adanya tanda-tanda kern-ikterus
B. Diagnose keperwatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan intake tidak adekuat
dan kemampuan mengisap turun
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan defisiensi immunilogi
3. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bilirubin
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan
5. Resiko tinggi hipotermi dan hipertermi berhubungan dengan system pengaturan
tubuh yang belum matang
C. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan intake tidak adekuat
dan kemampuan mengisap turun
Tujuan : Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan status gizi bayu
Kriteris Hasil :
a. Menerima nutrisi yang adekuat untuk pertumbuhan sesuai dengan umur dan
kebutuhan
b. Mendemostrasikan peningkatan ketrampilan dalam cara makan yang sesuai
dengan kemampuan perkembangannya

NO INTERVENSI RASIONAL
1 Mulai pemberian makan sementara Pemberian makanan perselang
dengan menggunakan mungkin perlu untum
menggunakan selang sesuai memberikan nutrisi adekuat pada
indikasi bayi yang telah mengalami
koordinasi, mengisap yang buruk,
dan reflek menelan atau yang
menjadi lelah selama pemberian
makan.
2 Masukan ASI atau formula dengan Pemasukan makanan kedalam
perlahan selama 10 menit pada lambung yang terlalu cepat dapat
kecepatan 1ml/mnt menyebabkan respons balik cepat
dengan regurgitasi peningkatan
resiko aspirasi dan distensi
abdomen, semua ini menurunkan
status pernafasan
3 Pertahankan termonetral
lingkungan dan oksigenasi jaringan Stres dingin hipoksia, dan
dengan tepat. Gangguan pada bayi penanganan yang berlebih
harus seminimal mungkin meningkatkan laju metabolisme
dan kebutuhan kalori bayi,
kemungkinan memperlambat
pertumbuhan dan peningkatan
berat badan
4
Catat pertumbuhan dengan
membuat pengukuran BB setiap Pertumbuhan dan peningkatan BB
hari dan setiap minggu dari panjang adalah kriteria untuk penentuan
badan dan lingkar kepala. kebutuhan kalori untuk
menyesuaikan formula dan untuk
menentukan frekuensi pemberian
makan. Pertumbuhan mendorong
5 peningkatan kebutuhan kalori dan
Beri makan sesering mungkin kebutuhan energy
sesuai indikasi berdasarkan BB
bayi dan perkiraan kapasitas Bayi kurang dari 1250 gr( 2 bl 12
lambung OZ) di beri makan setiap jam,
bayi antara 1500 dan 1800 ( 3
bulan OZ sampai 4 bulan ) diberi
makan setiap jam

2. Resiko Infeksi berhubungan dengan defisiensi immunilogi


Tujuan : Pasien tidak menunjukan adanya tanda-tanda peradangan
Kriteria Hasil :
a. Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor,tumor,fungsiolesa)
b. Orang tua akan mengidentfikasi faktor yang tepat

No INTERVENSI RASIONAL
1 Cuci tangan sebelum dan sesudah Meminimalkan introdukdsi
merawat bayi bakteri dan penyebaran infeksi

2 Observasi bayi terhadap Abnormalitas ini mungkin


abnormalitas kulit ( missal : lepuh, merupakan tanda-tanda infeksi
pethiciae, pustule, pucat)
3 Pakai sarung tangan saat Membantu mencegah kontaminasi
bersentuhana dengan secret silang erhadap bayi
4 Jauhkan bayi dari sumber infeksi Mencegah terjadinya penularan
infeksi pada bayi
5 Lakukan perawatan tali pusat Menjegah tidak terjadinya infeksi
secara aseptik dan mempertahankan
tetap bersih dan kering

3. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bilirubin


Tujuan : Pertukaran gas kembali adekuat setelah di lakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
a. Bayi tidak sesak napas
b. Leukosit dalam batas normal
c. Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

No INTERVENSI RASIONAL
1 Observasi tanda-tanda vital tiap 4 Untuk mengetahui perubahan
jam tanda-tanda vital

2 Monitor kedalaman dan frekuensi Untuk evaluasi derajat stress


pernapasan

3 Observasi kulit dan membran Untuk mengetahui sianosis


mukosa perifer(pada kuku dan sianosis
sentral(pada sekitar bibir)
4 Atur posisi tidur semi Menurunkan tekanan diagfragma
fowler/nyaman menurut pasien dan melancarkan oksigen
Memperbaiki atau mencegah
5 Kolaborasi dengan dokter memburuknya hipoksia
pemberian oksigen

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan


Tujuan :cairan tubuh neonates adekuat
Kriteria hasil :
a. Turgir kulir baik
b. Mukosa lembab
c. Mata tidak cekung
d. Tidak ada penurunan urinr out put (1-2 cc/kg/jam)
e. Penurunan berat badan dalam batas nornam
f. Tidak ada perubahan kadar elektrolit tubuh

No Intervensi Rasional
1 Pemberian cairan dan elektrolit Memnuhi kebutuhan cairan
sesuai protokok sehingga tubuh akan terpenuhi
untuk menjamin keadekuatan
2 Kaji status hidrasi,ubun- Dapat menemuhi tanda-tanda
ubun,mata.turgor,membrane dehidrasi dengan tepat
mukosa
3 Kaji pemasukan dan pengeluaran Mengetahui keseimbangan atara
cairan pengeluaran dan pemasukan
4 Monitor TTV Mengetahui status perkembangan
pasien
5 Kaji hasil test elektrolit Perpindahan cairan atau
elektrolit,penurunan fungsi ginjal
dapat meluas mempengaruhi
penyembuhan pasien

5. Resiko tinggi hipotermi dan hipertermi berhubungan dengan system pengaturan


tubuh yang belum matang
Tuuan : menjaga suhu tubuh dalam batas normal yaitu 36,5-37,5 derajat celcius
Kriteria hasil :
a. Mempertahhankan suhu tubuh dalam batas normal
b. Akral hangat
c. Tidak sianosis
d. Bada berwarna merahh
No Intervensi Rasional
1 Observasi subu dengan Hiportermi membuat bayi
sering.Ulangi setiap 5 menit selama cendrung pada stress
penghangatan ulang dingin,penggunaan simpanan
lemak coklat yang tidak dapat di
perbaiki bila ada dan penurunan
sensivitas untuk peningkatan kdar
CO2
2 perhatikan adanya takipnea attau Tanda-tanda ini menandakan sress
apnea,sianosis,umum,akrisianosis dingin yang meningkatkan
atau kulit oksigen dan kalori sehingga bayi
belang,bradikardia,menagis cendrung pada asidosis berkenaan
buruk,letargi,evaluasi derajat dan dengan metabolic anaerobic
lokasi icteric
3
tempatkan bayi pada Mempertahankan lingkungan
penghangat,isolette,incubator,tempat termmentraal,membantu
tidur terbuka dngan penyebar mencegah sress dingin
hangat,atau tempat tidur bayi
terbuka dengan pakaian tebaluntuk
bayi yang lebih besar atau lebih tua
4
gunakan lampu pemanasselama Menjaga suhu tubuh bayi dalam
prosedur.Tutup hangat atau bayi batas normal
dengan penutup plastic atau kersta
almunium bila tepat. Objek panas
berkintrak dengan tubuh bayi seperti
stetoskop
5
ganti pakaaian atu linen tempat tidur Menurunkaan kehilangan panas
bila basah.pertahankan kepala baayi melalui evaporasi
tetap tertutp

D. IMLEPENTASI
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan
pasien.Perawat bertanggung jawab terhadapa asuhan keperawatan yagng berfokus
pada pasein dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang di perkirakan dari asuhan
keperawatan di mana tindakan di lakukan dan di selesaikan,sebagai mana di
gambarkan dalam rencana yang sudah di buat di atas.

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan denga cara melakukan
identifaikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atai tidak. Dalam
melakukan evaluasi ,perawata seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan ,kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan dalam kriterial hasil:Eevaluasi dilakasanakan
dengan SOAP :
S: Respon sebjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakasankan
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksakakan
A: Analisa ulang antara data subjektif dan data objektif untuk menyimpulakan apa
yang masih muncul masalah baru atau data yang kontraindikasi dengan masalah yang
ada
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ikterus neonatorum adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat dari pada
kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya dan
mengeluarkan dari dalam tubuh (Rohani, dkk, 2017). 7 Ikterus neonatorum atau
penyakit kuning adalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu pada warna
kuning didaerah kulit dan sklera yang disebabkan karena terlalu banyaknya bilirubin
dalam darah (Marmi, 2012). Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang nampak
pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain pada nenonatus akibat kadar bilirubin
dalam darah lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam pertama kehidupan
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis merekomendasikan beberapa hal berupa
saran sebagai berikut:
1. Bagi klien
Diharapakan agar klien meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan
penanganan penyakit ikterus neonatorum khususnya dalam penanganan di rumah
2. Bagi tenaga kesehatan
Khususnya perawat di ruangan perawatan di harapakan selalu meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan yang di berikan dengan mengikuti pelatihan atau
pendidikan berkelanjutan lainya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J.2000.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.


Terjemahan Tim PSIK Unpad. Jakarta:EGC
Klaus and Forotaff.1998.Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi.Edisi 4.
Jakarta:ECG
Wim de Jong et al.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC
Nurarif,Amin Huda dan Hardhi Kusama.2013.Aplikasi NANDA dan NIC-NOC:
Jilid 2. Yogyakarta:Media Action

Anda mungkin juga menyukai