Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

“ IKTERUS NEONATORUM “

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi
Ikterus Neonatorum adalah kondisi kulit dan membran mukosa
neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Ikterus adalah perubahan warna kuning pada kulit dan sklera yang terjadi
akibat peningkatan kadar bilirubin di dalam darah (Fraser & Cooper, 2019).

Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning pada kulit konjungtiva dan.


mukosaakibat penumpukan bilirubin. Gejala ini seringkali ditemukan.
terutama pada bayi kurangbulan atau yang menderita suatu penyakit yang
bersifat sismetik (Ridha,2020).

2. Etiologi
Penyebab ikterik neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, secara garis besar etiologi ikterik neonatus (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017):

a. Penurunan berat badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang
menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d. Usia kurang dari 7 hari
e. Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium):

3. Manifestasi Klinis

Menurut PPNI (2017) adapun gejala dan tanda mayor pada ikterik neonates
yaitu:

a. Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total 2mg/dL, bilirubin


serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogram
spesifik waktu)

b. Membran mukosa kuning


c. Kulit kuning

d. Sklera kuning

Sedangkan menurut Arief & Weni (2020) tanda dan gejala ikterik neonates
ebagai berikut:

a. Ikterus fisiologis

1) Timbul pada hari kedua dan ketiga

2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan

3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari

4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%

5) Ikterus menghilang pada minggu pertama, selambat-lambatnya 10 hari.


pertama setelah lahir

6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis

b. Ikterus patologis

1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama

2) Kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan

3) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari

4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%

6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

4. Patofisiologi

Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai


produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi
reduksi. Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam
plasmaterikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke
dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus
melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh
mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas,
dkk2020).

Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi


yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar,
yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau
bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain atau tempatnya peningkatan
sirkulasi.

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat Hiperbilirubin yaitu:

a. Bilirubin Encephalopathy (Komplikasi Serius).

b. Kern Ikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi


mentalhiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot.

c. Gangguan pendengaran dan penglihatan.

d. Asfiksia.

e. Hipertermi.

f. Hipoglikemi.

g. Kematian.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum direk dianjurkan


untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia kurang lebih dari
10 hari dan tau dicurigai adanya suatu kolestatis

b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat
morfologi eritrosit dan hitumg retikulosit

c. Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang
berasal dari ibu dengan Rh negative harus dilakukan pemeriksaan.
golongan darah, faktor Rh uji coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar
hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (Normal bila Hb
>14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat, <4 mg/dl).

d. Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase).


e. Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan dengan
USG hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji fungsi tiroid, uji urine
terhadap galaktosemia.

f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, dan
pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pada ikterik neonatus menurut (Lia dewi, 2016):

a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin

b. Fototerapi Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa


tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah
larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar
bilirubin menurun.

c. Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup
ASI. Seperti yang diketahui ASi memiliki zat zat terbaik yang dapat
memperlancar BAB dan BAK.

d. Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk mengadakan induksi


enzim mikrosoma, sehingga konjungsi bilirubin berlangsung dengan cepat.

e. Cara kerja fototerapi Foto terapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin


dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa
dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu duodenum dan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar dalam feses.

f. Komplikasi fototerapi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada


fototerapi adalah:

g. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan


peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan)Pada BBLR
kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.

h. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin


indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltic usus.

i. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa
kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi selesai.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Mengkaji secara umum dari status keadaan klien

b. Mengkaji riwayat kehamilan dan kelahiran seperti prenatal, natal, dan post
natal

c. Mengkaji riwayat keluarga, riwayat social, keadaab kesehatan saat ini dan
pemerikasaan fisik

d. Mengidentifikasi penyebab masalah keperawatan

e. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada, serta menghindari


masalah yang mungkin akan terjadi Fokus pengkajian pada pasien ikterik
neonatus adalah:

f. Keluhan Utama Secara umum, bayi dengan ikterik akan terlihat kuning
pada kulit, sklera dan membran mukosa, letargi, refleks hisap kurang,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.

g. Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan juga dapat mempengaruhi


terjadinya ikterik neonatus, seperti ibu dengan riwayat hemolisis, antenalat
care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat menyebabkan
maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat
badan lahir rendah, neonatus dengan APGAR skor rendah yang dapat
memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan menghambat
konjugasi bilirubin.

h. Pemeriksaan fisik Pengkajian fisik meliputi mengobservasi adanya bukti


ikterik dengan interval. Ikterik dapat dikaji secara reliable dengan
mengobservasi kulit bayi dari kepala ke kaki dan warna sklera dan
membran mukosa. Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera
setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari
dengan pencahayaan yang baik. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan
sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang. Salah
satu cara memeriksa derajat ikterik pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari
telunjuk

2. Penyimpangan Kdm

3. Diagnosa keperawatan

a) Ikterik neonatus

b) Resiko cedera

c) Resiko gangguan integritas kulit

d) Resiko hipovolemia

e) Hipertermi.
4. Intervensi

No. Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesa

Indonesia (SDKI) (SIKI)

1 Ikterik Neonatus (D.0024) setelah dilakukan Observasi


intervensi keperawatan  Monitor ikterik pada
Gejala Dan Tanda diharapkan tingkat sclera dan kulit bayi
nyeri menurun  Identifikasi kebutuhan
Mayor : Kriteria hasil: cairab sesuai dengan
Subjektif:-  Perawatan bayi usia gestasi dan berat
Objektif:  Fototerapi badan
 Profil darah abnormal neonatus  Monitor suhu dan
(Hemolisis, bilirubin tanda vital setiap 4
serum total >2mg/dL, jam sekali
bilirubin serum total pada  Monitor efek samping
rentang risiko tinggi fototerapi
menurut usia pada (mis:hipertermi,diare,r
normogen spesifik waktu) ush pada
 Membrane mukosa kering kulit,penurunan berat
 Sclera kuning badan lebih dari 8-
10%)
Gejala dan Tanda Terapeutik
 Siapkan lampu
Minor :
fototerapi dan
Subjektif: - incubator atau kotak
Objektif:- bayi
 Lepaskan pakaian
kecuali popok
 Berikan penutup mata
bayi
 Ukur jarak anatara
lampu dan permukaan
kulit bayi
 Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar
fisioterapi secara
berkelanjutan
 Ganti segera alas dan
popok bayi jika
BAK/BAB
 Gunakan linen
berwarna putih agar
memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Edukasi
 Anjurkan ibu
menyusui sekitar 2-30
menit
 Anjurkan ibu
menyusui sesering
mungkin
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
darah vena bilirubin
direk dan indirek
2 Resiko cedera (D.0136) setelah dilakukan 1x 6 Observasi
jam  Identifikasi kebutuhan
Faktor resiko intervensi keperawatan keselamatan
diharapkan status cairan (mis:kondisi
Eksternal : membaik fisik,fungsi
kognitif,dan riwayat
 Terpapar pathogen
Kriteria hasil: perilaku)
 Terpapar zat kimia loksik
 Kejadian cedera  Monitor perubahan
 Ketidakamanan menurun status keselamatan
transportasi
 Luka/lecet lingkungan
 Terpapar agen menurun Terapeutik
nosokomial
 Hilangkan bahaya
Internal : keselamatan
 Ketidaknormalan profil lingkungan (mis: fisik,
biologi, kimia), jika
darah
memungkinkan
 Perubahan orientasi
 Modifikasi
efektif
lingkungan untuk
 Perubahan sensasi
meminimalkan bahaya
 Difungsi autoimun
dan risiko
 Disfungsi kimia  Sediakan alat bantu
 Hipoksia jaringan keamanan lingkungan
 Kegagalan mekanisme (mis: commode chair
pertahanan tubuh dan pegangan tangan)
 Mainutrisi  Gunakan perangkat
 Perubhan fungsi pelindung (mis:
psikomotor pengekangan fisik, rel
 Perubahan fungsi kognitif samping, pintu
terkunci, pagar)
 Hubungi pihak
berwenang sesuai
masalah komunitas
(mis: puskesmas,
polisi, damkar)
 Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
 Lakukan program
skrining bahaya
lingkungan (mis:
timbal)
Edukasi
 Ajarkan
individu,keluarga,dan
kelompok resiko
tinggi bahaya
lingkungan
3 Resiko gangguan integritas kulit setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan  dentifikasi penyebab
(D.0139) diharapakan tingkat gangguan integritas
nausea kulit (mis: perubahan
Faktor Resiko menurun sirkulasi, perubahan
 Perubahan sirkulasi Kriteria hasil: status nutrisi,
 Perubahan status nutrisi  Kerusakan penurunan
(kelebihan atau jaringan kelembaban, suhu
kekurangan) menurun lingkungan ekstrim,
 Kekurangan/kelebihan  Kerusakan penurunan mobilitas)
volume cairan lapisan kulit Terapeutik
 Penurunan mobilitas menurun  Ubah posisi setiap 2
 Bahan kimia iritatif jam jika tirah baring
 Suhu lingkungan yang  Lakukan pemijatan
ekstrem pada area penonjolan
 Faktor mekanis (mis: tulang, jika perlu
penekanan, gesekan) atau  Bersihkan perineal
faktor elektris dengan air hangat,
(elektrodiatermi, energi terutama selama
listrik bertegangan tinggi) periode diare
 Terapi radiasi  Gunakan produk
 Kelembaban berbahan petroleum
atau minyak pada
 Proses penuaan
kulit kering
 Neuropati perifer
 Gunakan produk
 Perubahan pigmentasi
berbahan ringan/alami
 Perubahan hormonal dan hipoalergik pada
 Penekanan pada tonjolan kulit sensitive
tulang  Hindari produk
 Kurang terpapar berbahan dasar
informasi tentang upaya alkohol pada kulit
mempertahankan/melindu kering
ngi integritas jaringan Edukasi
 Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis: lotion,
serum)
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
 Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada diluar
rumah
 Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
4 Resiko hpovolemia (D.0055) setelah dilakukan 1x6 Observasi
jam  Periksa tanda dan
Faktor resiko intervensi keperawatan gejala hipovolemia
diharapkan status cairan (mis: frekuensi nadi
 Kehilangan cairan secara membaik meningkat, nadi
aktif teraba lemah, tekanan
 Gangguan absorpsi cairan Kriteria hasil: darah menurun,
 Usia lanjut  Kekuatan nadi tekanan nadi
 Kelebihan berat badan meningkat menyempit, turgor
 Status hipermetabolik  Output urin kulit menurun,
 Kegagalan mekanisme meningkat membran mukosa
regulasi  Membran kering, volume urin
 Evaporasi mukosa lembab menurun, hematokrit
 Kekurangan intake cairan meningkat meningkat, haus,
 Efek agen farmakologis  Ortopnea lemah)
menurun  Monitor intake dan
 Dispnea output cairan
menurun Terapeutik
 Paroxysmal  Hitung kebutuhan
nocturnal cairan
dyspnea (PND)  Berikan posisi
menurun modified
 Edema anasarka Trendelenburg
menurun  Berikan asupan cairan
 Edema perifer oral
menurun Edukasi
 Frekuensi nadi  Anjurkan
membaik memperbanyak
 Tekanan darah asupan cairan oral
membaik  Anjurkan menghindari
 Turgor kulit perubahan posisi
membaik mendadak
 Jugular venous Kolaborasi
pressure  Kolaborasi pemberian
membaik cairan IV isotonis
 Hemoglobin (mis: NaCL, RL)
membaik  Kolaborasi pemberian
 Hematokrit cairan IV hipotonis
membaik (mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid
(albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
produk darah

5 Hipertemi ( D.0130) setelah dilakukan 1x6 Observasi


jam  Identifikasi penyebab
Gejala dan Tanda intervensi keperawatan hipertermia (mis:
diharapkan status dehidrasi, terpapar
Mayor : nutrisi membaik lingkungan panas,
penggunaan
Subjektif: - Kriteria hasil: inkubator)
 Mengigil  Monitor suhu tubuh
Objektif : menurun  Monitor kadar
 Suhu tubuh diatas normal  suhu tubuh elektrolit
membaik  Monitor haluaran urin
Gejala dan Tanda  suhu kulit  Monitor komplikasi
membaik akibat hipertermia
Minor : Terapeutik
Subjektif:-  Sediakan lingkungan
Objektif: yang dingin
 Kulit merah  Longgarkan atau
 Kejang lepaskan pakaian
 Takikardi  Basahi dan kipasi
 Takipnea permukaan tubuh
 Kulit tersa hangat  Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis
(keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis: selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena,jika perlu

5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah sebuah proses yang melibatkan penerapan
rencana keperawatan yang sudah disusun kepada pasien. Proses ini dilakukan oleh
perawat untuk mencapai tujuan keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya.

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan
dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi ini akan mengarahkan
asuhan keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien berhasil
mengatasi masalah pasien ataukan asuhan yang sudah dibuat akan terus
berkesinambungan terus mengikuti siklus proses keperawatan sampai benar-benar
masalah pasien teratasi
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, D. S. T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan.

PPNI, D. S. T. P. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan.

PPNI, D. S. T. P. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan

i RJ*1, Elsi Tandi Pailan1, Baharuddin Baharuddin1 1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Tamalatea Makassar DOI: https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i1.919 Received: 2022-12-
01 / Accepted: 2023-04-04/ Published: 2023-06-01

Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. 2020. BUKU AJAR KEPERAWATAN. Pustaka
Pelajar

Wiknjosastro. 2020. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayas an Bina Sarwono Prawirohardjo.

Jurn © 2021 Jurnal Ners dan Kebidanan al Ners dan Kebidanan, Volume 5, No. 2,
Agustus 2021 Yuliawati, Astutik, Hubungan Faktor Perinatal dan Neonatal... DOI:
10.26699/jnk.v5i2.ART.p083–089 This is an Open Access article under the CC BY-SA
license

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 Nomor 1, Januari 2023
e-ISSN2549-8134;p-ISSN 2089-0834 http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM

Anda mungkin juga menyukai