Anda di halaman 1dari 17

IKTERUS

OLEH:
1. Kadek Bagus Ramanda Sandra
2. Yulia Primasari
3. Gizela Deby L.S. Amania
DEFINISI
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis,
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL
(Cloherty, 2004).
Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2mg/dL.
Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit,
sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum
total.
KLASIFIKASI

Terdapat 2 jenis ikterus: ikterus fisiologis dan patologis (Mansjoer, 2002).

A. IKTERUS FISIOLOGIS

Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:


a.Timbul pada hari kedua-ketiga.

b.Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada kurang bulan.

c.Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.

d.Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1mg/dL.

e.Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan.

f.Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.


B. IKTERUS PATOLOGIS

Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:


a.Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.

b.Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.

c.Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.

d.Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.

e.Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.

f.Kadar bilirubin direk melebihi 1mg/dL.


ETIOLOGI
Penyebab ikterus dapat dibagi kepada tiga fase yaitu:

A. Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat
disebabkan oleh: - Kelainan sel darah merah - Infeksi seperti malaria, sepsis. - Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti:
obat obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.

B. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya
bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke
ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran
bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.

C. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga
menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang
kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan:
hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik
dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah , hipoksia,
dan hipoglikemia.
GEJALA KLINIS
Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi 2 fase yaitu akut dan kronik:
(Surasmi, 2003)
1. Gejala akut
a. Lethargi (lemas)
b. Tidak ingin mengisap
c. Feses berwarna seperti dempul
d. Urin berwarna gelap
2. Gejala kronik
a. Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b. Kejang
c. Perut membuncit dan pembesaran hati
d. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
e. Tampak matanya seperti berputar-putar
DIFFERENTIAL
DIAGNOSIS

1. Malaria
2. Hepatitis
3. Serosis Hepatis
4. Ikterus Neonatorum
DIAGNOSIS
1) Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab Menetapkan penyebab
ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak
dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk dapat
memperkirakan penyebabnya.

A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab ikterus yang terjadi
pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai
berikut :
1) Inkompatibilitas darah Rh, AB0 atau golongan lain.
2) Infeksi intrauterin (oleh virus, toxoplasma, dan kadang-kadang bakteri).
3) Kadang-kadang oleh defisiensi G6PD.
B. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
1) Biasanya ikterus fisiologis.
2) Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau
golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin
cepat, misalnya melebihi 5 mg% per 24 jam.
3) Defisiensi enzim G6PD juga mungkin.
4) Polisitemia
5) Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan
hepar subkapsuler dan lain-lain).
6) Hipoksia
7) Sferositosis, elipsitosis, dan lain-lain.
8) Dehidrasi asidosis
9) Defisiensi enzim eritrosit lainnya.
C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama
1) Biasanya karena infeksi (sepsis)
2) Dehidrasi asidosis
3) Defisiensi enzim G6PD
4) Pengaruh obat
5) Sindrom Crigler-Najjar
6) Sindrom Gilbert
D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
7) Biasanya karena obstruksi
8) Hipotiroidisme
9) Breast milk jaundice
10) Infeksi dan Neonatal hepatitis
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
a. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
b. Pemeriksaan darah tepi
c. Pemeriksaan penyaring G6PD
d. Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan
penyebab
2) Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak
menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern icterus.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus dari inspeksi, sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari)
karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat
pada pencahayaan yang kurang.
2. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk
menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter
menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
PENCEGAHAN

A. Pencegahan Primer
a). Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 12 kali/ hari untuk beberapa hari
pertama.
b). Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI
dan tidak mengalami dehidrasi.

B. Pencegahan Sekunder
a). Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibody isoimun
yang tidak biasa.
b). Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol
terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8
12 jam.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat
apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang
dipakai lagi.
b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi)
atau (menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh
karena mudah larut dalam air.
e)Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%
2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct positif(Hassan et al, 2005).
f) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor inhibitif terhadap heme
oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara rutin.

g) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena(500-1000mg/Kg IV>2) sampai 2


hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun.
Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel
retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty
et al, 2008).

Terapi Sinar Pada Ikterus Bayi Baru Lahir Yang Di Rawat Di Rumah Sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak
membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi
yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat
menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi 3. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.

Martin, Cloherty. 2004. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty, Stark,


eds, Manual of Neonatal Care., 5 th edition. Boston: Little Brown & Co. hal. 185-
221.

Surasmi Asrining , Siti Handayani, Heni Nur Kusuma. 2003. Perawatan Bayi
Ikterus. Dalam: Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai