Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ICTERUS NEONATORUM

SEBAGAI SALAH SATU TUGAS PRA KLINIK III

DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

Dosen Pembimbing : Siti Aizah, S.Kep., Ns., M.Kes.

Disusun oleh :

Restu Sulistiah (2025050006)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS

UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

TAHUN 2022
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Ikterus neonatorum adalah penyakit kuning yang ditunjukkan dengan perubahan
warna kekuningan pada kulit, konjungtiva, dan sklera akibat peningkatan bilirubin
plasma pada bayi baru lahir. Kondisi ini biasanya terjadi setelah hari kedua atau
ketiga setelah bayi lahir, puncaknya antara hari ke 4 sampai hari ke 5 pada neonatus
aterm dan hari ke 7 pada neonatus preterm, dan hilang dalam 2 minggu. Ikterus
neonatorum fisiologis tidak pernah terjadi dalam 24 jam pertama dan lebih dari 2
minggu. Ikterik pada kondisi ini meluas secara sefalokaudal ke arah dada, perut dan
ekstremitas. Ikterus neonatorum seringkali tidak dapat dilihat pada sklera karena bayi
baru lahir umumnya sulit membuka kelopak mata. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017)
2. ETIOLOGI
Penyebab ikterus neonatorum dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, secara garis besar etiologi ikterik neonatus (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017) :
a. Penurunan berat badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang menyusui ASI,
>15% pada bayi cukup bulan)
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d. Usia kurang dari 7 hari
e. Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)
3. PATOFISIOLOGI
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk akhir Dari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
Hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
Albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat dengan
ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin direduksi
menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi
ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma
total (Mathindas, dkk, 2013).Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa
keadaan. Kondisi yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel
hepar, yang mana Sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik
(Manggiasih & Jaya, 2016).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui
traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum
terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi
bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga Bilirubin
terus bersirkulasi (Manggiasih & Jaya, 2016). Ikterus neonatorum pada bayi prematur
disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan, hati dan
gastrointestinal yang belum matang. Peningkatan bilirubin yang dialami oleh bayi
prematur disebabkan karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses
eritrosit. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa
pemecahan eritrosit disebut bilirubin,Bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada
bayi dan apabila jumlah bilirubin semakin menumpuk ditubuh. Pada bayi prematur
kadar bilirubin meningkat lebih awal, kemudian mencapai puncak (5-7 hari) dan tetap
meningkat lebih lama. Selain itu keterlambatan dalam memberikan makanan enteral
dalam pengelolaan klinis bayi baru lahir prematur yang sakit dapat membatasi
motalitas usus dan kolonisasi bakteri yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi
bilirubin enterohepatik lebih lanjut (Ratuain et al., 2015). Kekhawatiran tentang
terjadinya peningkatan bilirubin tak terkonjugasi pada neonatus prematur adalah
terjadinya kern ikterus. Kern ikterus yaitu kerusakan atau kelainan otak akibat
perlengketan dan penumpukan bilirubin indirek pada otak, terutama pada korpus
striatum, talamus,nukleus subtalamus hipokempus, nukleus merah didasar ventrikel
IV, dan dapat menyebabkan kematian pada neonatus (Ridha, 2017).
4. PATHWAY
5. TANDA DAN GEJALA
Menurut PPNI (2017) adapun gejala dan tanda mayor pada ikterik neonatus yaitu:
a. Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >2mg/dL, bilirubin
Serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik
Waktu)
b. Membran mukosa kuning
c. Kulit kuning
d. Sklera kuning
Sedangkan menurut Arief & Weni (2009) tanda dan gejala ikterik neonatus Sebagai
berikut:
a. Ikterus fisiologis
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mng
5) Ikterus menghilang pada minggu pertama, selambat-lambatnya 10 hari
Pertama setelah lahir
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
b. Ikterus patologis
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) Kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5
mg% pada neonatus kurang bulan
3) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai
nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati Biliaris, serta mengobati
penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini
dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan
pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat
metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik
(pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan Tindakan yang
juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin (Corwin, 2009; h. 661).
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila Ditemukan
efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, Dehidrasi, kelainan kulit
(ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan Iritabilitas. Efek samping bersifat
sementara dan kadang-kadang penyinaran Dapat diteruskan sementara keadaan yang
menyertainya diperbaiki.
a. Ikterus fisiologis
Penatalaksanaan asuhan kebidana pada bayi dengan ikterus fisiologis
Sebagai berikut :
1. Lakukan perawatan bayi sehari-hari
2. Pemberian nutrisi secara adekuat terutama ASI
3. Bagi sebagian besar bayi dengan kenaikan bilirubin ringan, fototerapi adalah
penatalaksanaannya
4. Ikterus akibat pemberian ASI tidak perlu terapi (Corwin, 2009; h. 661).

b. Ikterus patologis
Penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ikterus patologis :
1) Lakukan observasi dengan derajat ikterus, keadaan umum, dan TTV.
2) Lakukan pencegahan hipotermi
3) Lakukan rujukan bila terjadi ikterus patologis
4) Pemberian nutrisi adekuat terutama ASI (Saifuddin, 2007; h. 385).
Penatalaksanaan ikterus patologis di rumah sakit :
1) Lakukan pemeriksaan laboratorium
2) Lakukan fototerapi pada saat kadar bilirubin 10 – 20 mg/dL
3) Lakukan transfusi tukar jika fototerapi gagal untuk mencegah kerusakan syaraf
(Sinclair, 2010; h. 360 – 361).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada ikterus neonatorum terdiri dari :
A. Kadar bilirubin serum (total) untuk menentukan kadar dan apakah Bilirubin tidak
terkonjugasi atau terkonjugasi
B. Darah tepi lengkap untuk melihat adanya sel abnormal
C. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi untuk Kemungkinan adanya
inkompatibilitas
D. Pemeriksaan kadar enzim G-6-PD untuk mengetahui adanya Defisiensi G-6-PD
E. Uji Coombs direct (untuk mendeteksi adanya antibodi maternal pada SDM bayi)
dan uji coombs indirect (untuk mendeteksi adanya Hemolisis pada saat SDM baru
diproduksi).(FKUI, 2007; h. 1106)
F. Taksiran hemoglobin/hematokrit untuk mengkaji anemia
G. Hitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi
H. Zat dalam urine, misalnya galaktosa (Frasen and Cooper, 2010; h. 852).
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia
bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian adalah proses
pengumpulan semua data dari klien (atau keluarga/ kelompok komunitas), proses
mengolahnya menjadi informasi, dan kemudian mengatur Informasi yang bermakna
dalam kategori pengetahuan, yang dikenal sebagai Diagnosis keperawatan. Ada dua
jenis pengkajian: pengkajian skrining dan Pengkajian mendalam. Keduanya
membutuhkan pengumpulan data, keduanya Mempunyai tujuan yang berbeda.
Pengkajian skrining adalah adalah langkah awal Pengumpulan data, dan mungkin
yang mudah untuk diselesaikan (Internasional, 2018)
a. Identitas pasien
Meliputi nama, no RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
Asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
Registrasi, serta diagnose medis (Muttaqin, 2011).
b. Riwayat Kesehatan
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total . 10 mg/dl, bilirubin
Serum total pada rentang resiko tinggi menurut usia pada normogram spesifik
Waktu, membran mukosa kuning, kulit kuning, sklera kuning.
c. Pemeriksaan fisik dan fungsional
Pemerikasaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit, terjadi
Pembesaran hati, feses pucat berwarna seperti dempul dan pemeriksaan
Neurologis dapat ditemukan adanya kejang,opistotonus, tidak mau minum,
Letargi, reflek moro lemah, atau tidak ada sama sekali.
d. pemeriksaan kremer
1. Kramer 1 : warna kuning pada daerah kepala dan leher,
2. Kramer 2 : warna kuning sampai dengan bagian badan (dari pusar ke
atas)
3. Kramer 3 : warna kuning pada badan bagian bawah hingga lutut atau siku,
4. Kramer 4 : warna kuning dari pergegelangan dan kaki,
5. Kramer 5: warna kuning pada daerah tangan dan kaki (Setyarini &
Suprapti, 2016).
Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus ( Metode Kramer ) :

Zona Bagian tubuh yg Rata-rata serum


Kuning Bilirubin (umol/L)

1 Kepala dan leher 100

2 Pusat-leher 150

3 Pusat-paha 200

4 Lengan dan tungkai 250

5 Tangan dan kaki >250

Sumber: (Manggiasih & Jaya, 2016)


b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan peningkatan suhu lingkungan
dan tubuh akibat fototerapi.
2. Resiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
IWL (insensible water loss) akibat fototerapi dan kelemahan menyusui.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.

c. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Regulasi temperatur


termoregulasi tindakan keperawatan
berhubungan 2x24 jam maka
A. Observasi
dengan termogulasi membaik
a. Monitor suhu bayi
peningkatan suhu dengan kriteria hasil
sampai stabil ( 36.5 C -
lingkungan dan  Menggigil
37.5 C)
tubuh akibat menurun
b. Monitor suhu tubuh
fototerapi.  Suhu tubuh
anak tiap 2 jam, jika
membaik
perlu
 Suhu kulit
c. Monitor tekanan darah,
membaik
frekuensi pernapasan
dan nadi
d. Monitor warna dan
suhu kulit
e. Monitor dan catat 
tanda dan gejala
hipotermia dan
hipertermia
B. Terapeutik
a. Pasang alat pemantau
suhu kontinu, jika perlu
b. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
c. Bedong bayi segera
setelah lahir, untuk
mencegah kehilangan
panas
d. Masukkan bayi BBLR
ke dalam plastic segera
setelah lahir ( mis.
bahan polyethylene,
poly urethane)
e. Gunakan topi bayi
untuk memcegah
kehilangan panas pada
bayi baru lahir
f. Tempatkan bayi baru
lahir di bawah radiant
warmer
g. Pertahankan
kelembaban incubator
50 % atau lebih untuk
mengurangi kehilangan
panas Karena proses
evaporasi
h. Atur suhu incubator
sesuai kebutuhan
i. Hangatkan terlebih
dahulu bhan-bahan
yang akan kontak
dengan bayi (mis.
seelimut,kain
bedongan,stetoskop)
j. Hindari meletakkan
bayi di dekat jendela
terbuka atau di area
aliran pendingin
ruangan atau kipas
angin
k. Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat dan penghangat
ruangan, untuk
menaikkan suhu tubuh,
jika perlu
l. Gunakan kasur
pendingin, water
circulating blanket, ice
pack atau jellpad dan
intravascular cooling
catherization untuk
menurunkan suhu
m. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
C. Edukasi
a. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion,heat stroke
b. Jelaskan cara
pencegahan hipotermi
karena terpapar udara
dingin
c. Demonstrasikan teknik
perawatan metode
kangguru (PMK) untuk
bayi BBLR
D. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu

2. Resiko Setelah dilakukan Manajemen cairan


ketidakseimbangan tindakan keperawatan Observasi
volume cairan 3x24 jam, maka  Monitor status hidrasi (
tubuh berhubungan ketidakseimbangan mis, frek nadi,
dengan cairan meningkat kekuatan nadi, akral,
peningkatan IWL dengan kriteria hasil pengisian kapiler,
(insensible water  Asupan cairan kelembapan mukosa,
loss) akibat meningkat turgor kulit, tekanan
fototerapi dan  Haluaran urin darah)
kelemahan  Monitor berat badan
menyusui. meningkat harian
 Dehidrasi  Monitor hasil
menurun pemeriksaan
 Membran laboratorium (mis.
mukosa Hematokrit, Na, K, Cl,
membaik berat jenis urin , BUN)
 Turgor kulit  Monitor status
membaik hemodinamik ( Mis.
MAP, CVP, PCWP
jika tersedia)
Terapeutik
 Catat intake output dan
hitung balans cairan
dalam 24 jam
 Berikan asupan cairan
sesuai kebutuhan
 Berikan cairan
intravena bila perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu

3. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas kukit


integritas kulit tindakan keperawatan Observasi
berhubungan 1x24 jam maka
a. Identifikasi penyebab
dengan jaundice integritas kulit
gangguan integritas kulit
atau radiasi. meningkat dengan
(mis. Perubahan sirkulasi,
kriteria hasil
perubahan status nutrisi,
 Kerusakan
peneurunan kelembaban,
jaringan
suhu lingkungan ekstrem,
menurun
penurunan mobilitas)
 Kerusakan
lapisan kulit
menurun
Terapeutik

b. Ubah posisi setiap 2 jam


jika tirah baring
c. Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
d. Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama periode
diare
e. Gunakan produk
berbahan petrolium  atau
minyak pada kulit kering
f. Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada kulit
sensitif
g. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering

Edukasi

h. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin,
serum)
i. Anjurkan minum air yang
cukup
j. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
k. Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
l. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
m. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah

d. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melakukan
intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan yaitu
intervensi fototerapi dan perawatan bayi, kemudian mengakhiri tahap implementasi
dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut
(Kozier et al., 2010).
e. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2018). Evaluasi adalah aktivitas
yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan profesional kesehatan
menentukan kemajuan klien menuju pencapaian Tujuan atau hasil dan keefektifan
rencana asuhan keperawatan. Evaluasi adalah Aspek penting proses keperawatan
karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi
keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan atau Diubah (Kozier et al., 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, N.A.T. 2016. Patologi Dan Patofisiologi Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika

Imron, R. & Metti, D. 2017. Hiperbilirubin Pada Bayi, (Online),


(https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=jurnal+penelit
ian+hiperbilirubin+bayi&oq=, diakses 27 januari 2020)

Jitowiyono, S. dan Kristiyanasari, W. 2017. Asuhan Keperawatan Neonatus Dan Anak.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Mulyati, Iswati, N. & Wirastri, U. 2019. Analisis Asuhan Keperawatan Pada Pasien Neonatus
Dengan Hiperbilirubinemia, (Online), http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/1278/1/MULYATI
%20NIM.%20A31801239.pdf, diakses 27 januari 2020)

Oktiawati, A. dan Julianti, E. 2019. Buku Ajar Konsep Dan Aplikasi Keperawatan Anak.
Jakarta: Cv Trans Info Media.

Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2019. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi Dan Anak Pra
Sekolah. Jakarta: Cv Trans Info Media.

Rukiyah, A.Y dan Yulianti, L. 2019. Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Cv Trans Info Media.

Sowwan, M. & Aini, S.N. 2018. Hiperbilirubin bayi, (Online),


(https://scholar.google.co.id/scholar/hl=id&as_sdt=0%2C5&q=hiperbilirubin&btnG=,
diakses 27 januari 2020)

Sukarni, I. dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan Persalinan Nifas Dan Neonatus Risiko
Tinggi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2.Jakarta: Cv Sagung
Seto.

Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak.
Jakarta: Salemba Medika.

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta: Cv Sagung
Seto.

Anda mungkin juga menyukai