Anda di halaman 1dari 19

MEMBERI ASUHAN PADA BAYI

DENGAN RESIKO TINGGI


IKTERUS

DI SUSUN OLEH :

1.DESLENA SANGI
2.SITI HADIJAH
MATERI

Definisi ikterus Patofisiologi

Klasifikasi ikterus Penegakan Diagnosis

Etiologi dan Faktor


Risiko Tata laksana

Gejala Klinis KOMPLIKASI


Ikterus adalah gambaran klinis
berupa pewarnaan kuning pada
kulit dan mukosa karena adanya
deposisi produk akhir
katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada
neonatus akan tampak bila
konsentrasi bilirubin serum lebih
5 mg/dL.
LANJUTAN

1. Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

2. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi
kurang bulan >10 mg/dL.

3. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

4. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

5. Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

6. Terdapat faktor risiko.


• Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara umum.
2. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus: ikterus fisiologis dan
patologis (Mansjoer, 2002).
1 Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Timbul pada hari kedua-ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak
melewati 12 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 10mg/dL pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak
melebihi 5 mg/dL per hari.
d. Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang
dari 1mg/dL.
e. Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari
pertama kehidupan.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.
2 Ikterus patologis

Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti


berikut:
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan.
b. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi
12mg/dL pada neonatus cukup bulan dan
10mg/dL pada neonates lahir kurang
bulan/premature.
c. Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari
5mg/dL per hari.
d. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu
pertama.
3.Etiologi dan Faktor
Risiko
1. Etiologi

• Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi


baru lahir, karena:
• Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih
banyak dan berumur lebih pendek.
• Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim
glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein
belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit
dan konjugasi.
• Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih
berfungsinya enzim -> glukuronidase di usus dan belum ada
nutrien.
• Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus
nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:
LANJUTAN

• Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi


Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan
pengaruh obat.
• Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran
kemih, infeksi intra uterin.
• Polisitemia.
• Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio,
trauma lahir.
• Ibu diabetes.
• Asidosis.
• Hipoksia/asfiksia.
• Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
2. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
•Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

•Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

•Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

•ASI

b. Faktor Perinatal
•Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

•Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus
• Prematuritas
• Faktor genetik
• Polisitemia
• Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
• Rendahnya asupan ASI
• Hipoglikemia
• Hipoalbuminemia
4) Riwayat kebidanan yang lalu
meliputi
 Jumlah kehamilan, anak yang lahir hidup,
persalinan aterm, persalinan
prematurkeguguran, persalinan dengan tindakan
(forseps, vakum atau operasi seksio saesaria)
 Riwayat perdarahan pada kehamilan, persalinan
atau nifas sebelumnya
 Hipertensi disebabkan kehamilan pada
kehamilan sebelumnya
 Berat bayi sebelumnya < 2,5 kg atau > 4 kg
 Masalah-masalah lain yang dialami
4. Gejala Klinis
Gejala Hiperbilirubinemia
dikelompokan menjadi 2 fase yaitu
akut dan kronik: (Surasmi, 2003)
1) Gejala akut
a) Lethargi (lemas)
b) Tidak ingin mengisap
c) Feses berwarna seperti dempul
d) Urin berwarna gelap
2) Gejala kronik
a) Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b) Kejang
c) Perut membuncit dan pembesaran hati
d) Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi
mental
e) Tampak matanya seperti berputar-putar
5.Patofisiologi

Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya


pemecahan eritrosit. Bilirubin mulai meningkat
secara normal setelah 24 jam,
dan puncaknya pada hari ke 3-5.Setelah itu perlahan-
lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam
beberapa minggu.
6. Penegakan Diagnosis

1. Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun
masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini
sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan
metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila
terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk
tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera
dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan
ikterus secara visual, sebagai berikut:
7. Tata laksana

1. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi.
Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat,
cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan
terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi
ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa
cara berikut:
• Minum ASI dini dan sering
• Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
• Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan
pemeriksaan ulang dan kontrol lebih cepat (terutama
bila tampak kuning).
8. KOMPLIKASI

1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2): menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor, opistotonus,
retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.
2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic
neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus,
tremor), gangguan pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai