Anda di halaman 1dari 27

Komplikasi Persalinan kala III & IV

NAMA : AINUL LATIFA FAUSIA


NPM : 1930701026
LOKAL : B2-Kebidanan
Kala III
❑ Retensio Plaenta
❑ Perdarahan
❑ Robekan Jalan Lahir,
Perinium, Vagina, Cervik
RETENSIO PLACENTA
• Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir
setengah jam sesudah anak lahir
• .Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir
setengah jam setelah janin lahir
• Retensio plasenta adalah tertahannya/ belum lahirnya
plasenta hingga/ melebihi waktu 30 menit setelah bayi
lahir.
• Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran
plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi.
ETIOLOGI Penyebabnya ialah;
• Perlekatan plasenta/ plasenta belum lepas dari dinding uterus,
karena tumbuh melekat lebih dalam yang menurut tingkat
pelengkatannya dibagi menjadi:
• o Plasenta Adhesiva, yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
• o Plasenta Inkreta, dimana villi koriales tumbuh lebih dalam
dan menembus desidua sampai ke miometrium.
• o Plasenta Akreta, yang menembus lebih dalam kedalam
miometrium tetapi belum menembus serosa.
• o Plasenta prekreta, yang menembus samapi
serosa/peritoneum dinding rahim.
• Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena Atonia
uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau
karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah rahim
akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi
plasenta keluar(plasenta inkarsereta).
• Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak akan terjadi
perdarahan, tapi jika lepas sebagian, akan terjadi perdarahan
yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta
mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih/rectum penuh,
karena itu keduanya harus dikosongkan.
PATOFISIOLOGI
• Retensio plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan
retraksi, menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka, dan
menimbulkan HPP. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding
uterus, perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta yang
masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan
berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta
dikeluarkan.
Diagnosa
• Pada pemeriksaan luar: fundus/korpus ikut tertarik apabila tali
pusat ditarik.
• Pada pemeriksaan dalam: sulit ditentukan tepi plasenta karena
implantasi yang dalam.
Jenis-jenis retensio plasenta:
• Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi
fisiologis.
• Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
• Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/memasuki miometrium.
• Plasenta prekreta adalah implantasi jonjot korion yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serasa dinding uterus.
• Plasenta inkarsereta adalah tertahannya plasenta didalam kavum
uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
KOMPLIKASI

• 1) Sumber infeksi.
• 2) Terjadi plasenta polip.
• 3) Degenerasi korio karsinoma.
• 4) Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah.
PENANGANAN
Apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir,
harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang
biasa dilakukan adalah manual plasenta. Dapat dicoba dulu
prast menurut Crede. Tindakan ini sekarang tidak banyak
dianjurkan karena memungkinkan terjaadinya inversio uteri;
tekanan yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan
perlukaam pada otot uterus dan rasa nyeri keras dan
kemungkinan syok. Akan tetapi dengan teknik yang
sempurna hal itu dapat dihindarkan. Cara lain untuk
pengeluaran plasenta adalah cara Brandt. Dengan salah
satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva.
Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut diatas
simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak
dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan
segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan
tekanan kearah atas belakang, maka badan rahim akan
terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka, tali pusat
tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis
diarahkan kebawah belakang, kearah vulva.
Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu
mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak dapat dicegah adalah bahwa
plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian masih
ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta
dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Dengan tangan kiri
menahan fundus uteri supaya uterus jangan naik keatas, tangan kanan
dimasukkan dalam kavum uteri. Dengan mengikuti taki pusat, tangan itu
sampai pada plasenta dan mencari pinggir plasenta. Kemudian jari-jari
tangan itu dimasukkan pinggir plasenta dan dinding uterus. Biasanya tanpa
kesulitan plasenta sedikit demi sedikit dapat dilepaskan dari dinding uterus
untuk kemudian dilahirkan.Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan
plasenta pada plasenta akreta. Plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong
demi sepotong dan bahaya perdarahan serta pervorasi mengancam.
Apabila berhubungan dengan kesulitan-kesulitan tersebut diatas akhirnya
diagnosis plasenta inkreta dibuat, sebaiknya usaha mengeluarkan plasenta
secara bimanual di hentikan, lalu dilakukan histerekt.Pada plasenta yang
sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan karena lingkaran
konstriksi(inkarsearsio plasenta) tangan kiri penolong dimasukkan kedalam
vagina dan kebagian bawah uterus dengan dibantu oleh anesthesia umum
untuk melonggarkan konstriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk
dimasukkan cunam ovum melalui lingkaran konstriksi untuk memegang
plasenta, dan perlahan-lahan plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah
melalui tempat sempit itu.
ROBEKAN JALAN LAHIR
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir
lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir.
Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
a. Robekan Perinium
• Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
• Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk
perinium (Cunningham,1995). Terletak antara vulva dan anus,
panjangnya kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang
terutama menopang perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.
Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigis
di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus
levator ani membentuk sabuk otot yang lebar bermula dari permukaan
posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam spina ishiaka
dan dari fasia obturatorius.Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat
berikut ini: di sekitar vagina dan rektum, membentuk sfingter yang
efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara vagina dan
rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang
ekor.Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis,
yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis.
Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis
profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan
eksterna (Cunningham, 1995).Luka perinium adalah perlukaan yang
terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana muka janin
menghadap (Prawirohardjo S,1999).
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
• Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perinium
• Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
• Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
• Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum
Umumnya terjadi pada persalinan karena :
• 1. Kepala janin terlalu cepat lahir
• 2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
• 3. Jaringan parut pada perinium
• 4. Distosia bahu
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
• 1. Pendarahan segera
• 2. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi hir
• 3. Uterus kontraksi baik
• 4. Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada
• 1. Pucat
• 2. Lemah
• 3. Menggigil
Kala IV
❑ Atonia Uteri
❑ Perdarahan
❑ Shok Obstetrik
Atonia Uteri
• Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan)
fundus uteri. Perdarahan postpartum dengan penyebab
uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan
gerakan keluarga berencana makin meningkat.
• Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-
serabut miometrium tidak berkontraksi.
• Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak
berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
Etiologi • Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan
dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
• 1) Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomnia,
polihidramnion, atau paritas tinggi.
• 2) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
• 3) Multipara dengan jarak kelahiran pendek
• 4) Partus lama / partus terlantar
• 5) Malnutrisi.
• 6) Penanganan salah dalam usaha melahirkan
plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding
uterus.
Gejala Klinis
1) Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2) Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
Pencegahan Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu
pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U
IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter
Intravenous drips 100-150 cc/jam.
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi
kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia,
dan kebutuhan transfusi darah. Oksitosin mempunyai onset yang
cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin
lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin
(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan
perdarahan postpartum.
PENANGANAN
Penanganan Umum
a) Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan
siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
b) Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda
vital
c) Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda
-tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut
karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
d) Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan
pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
e) Pastikan bahwa kontraksi uterus baik
f) lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah.
Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi
kontraksi uterus yang efektif. Berikan 10 unit oksitosin IM
g) Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
h) Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan
serviks, vagina, dan perineum.
i) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Penanganan Khusus
a) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
b) Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi
kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
c) Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
d) Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi
perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina
dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
e) Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan
darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong
Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai
kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:
Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda
sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau
robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa
plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati.
Penanganan Atonia Uteri
a) Teknik KBI
• Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan
lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima
ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
• Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan
darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi
secara penuh.Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior
tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada
abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang
• uterus ke arah kepalan tangan dalam.
• Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi
uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah
di dalam dinding uterus dan juga merang sang miometrium
untuk berkontraksi.
PERDARAHAN
Perdarahan post partum atau Kala IV adalah perdarahan lebih 500-
600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan
karena retensio plasenta.
Pembagian perdarahan post partum :
1) Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage)
yang terjadi selama 24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan post partum sekunder (late postpartum
hemorrhage) yang terjadi setelah 24 jam anak lahir. Biasanya hari
ke 5-15 post partum.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan
dengan komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Etiologi
– Atonia uteri.
– Sisa plasenta dan selaput ketuban.
– Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks,
forniks dan rahim.
– Kelainan pembekuan darah misalnya
afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang
sering dijumpai.
– Perdarahan yang banyak.
– Solusio plasenta.
– Kematian janin yang lama dalam kandungan.
– Pre-eklampsia dan eklampsia.
– Infeksi dan syok septik.
– Kelainan pada uterus seperti mioma uteri,
uterus couvelair pada solusio plasenta.
– Malnutrisi.
Diagnosis
Cara membuat diagnosis perdarahan post partum :
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus
uterus.
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.
3. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
· Sisa plasenta dan ketuban.
· Robekan rahim.
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan
varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot
observation test (COT), dan lain-lain.
Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang
hebat maupun perdarahan perlahan-lahan tetapi terus-menerus.
Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan dapat
menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu
bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta
pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan ibu, kontraksi
uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses
pelepasan plasenta disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah
lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka uterus akan
berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran
plasenta).
Tata Laksana
• Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah
perdarahan post partum, mengobati perdarahan kala uri dan
mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
• Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa
keadaan fisik, keadaan umum, kadar hemoglobin, golongan
darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan
obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban
pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan
sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi
dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya
biasanya memuaskan.
Syok Obstetrik
• Syok obstetrik adalah syok yang dijumpai
dalam kebidanan yang disebabkan baik
oleh perdarahan, trauma, atau sebab-
sebab lainnya, dimana terjadi gangguan
sirkulasi darah ke dalam jaringan sehingga
tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi jaringan dan tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme.
Peristiwa-peristiwa kebidanan yang menimbulkan syok antara lain :
ETIOLOGI 1) Perdarahan
Perdarahan merupakan penyebab utama syok dalam kebidanan.
Perdarahan sampai syok antara lain : abortus, kehamilan ektopik, Mola
hidatitosa, gangguan pelepasan plasenta, Atonia uteri, plasenta previa,
rupture uteri.
2) Infeksi berat
Infeksi berat sebagai penyebab syok masih sering ditemukan
diantaranya adalah syok septik atau syok endotoksik dengan kuman
terseringnya yaitu gram negatif. Peristiwa infeksi yang dapat
menimbulkan syok adalah : abortus infeksiosus, febris puerperalis yang
berat, piolenefritis.
3) Solusio plasenta
Solusio plasenta yang berat selain karena perdarahan syok juga terjadi
karena inversio uteri, syok terjadi disamping karena perdarahan juga
bersifat neurogen karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua
ligamentum infudibulo pelvikum, serta ligamentum rotundum.
4) Emboli air ketuban
Syok karena emboli air ketuban berlangsung sangat mendadak dan
berakhir dengan kematian. Penderita mendadak gelisah, sesak nafas,
kejang dan meninggal. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat
dan ketuban telah pecah. Karena his yang kuat, air ketuban bersama
mekonium, rambut lanugo dan vernik kaseosa masuk kedalam sinus-
sinus dalam dinding uterus dan dibawa ke paru-paru.
5) Supine hipotensive syndrome
Supine hipotensive syndrome terjadi karena adanya tekanan vena kava
oleh rahim, sering terjadi pada kehamilan kembar, hidramnion dan
GEJALA
Gejala klinik syok pada umumnya sama yaitu:
• 1) Tekanan darah menurun.
• 2) Nadi cepat dan lemah.
• 3) Pucat.
• 4) Keringat dingin.
• 5) Sianosis jari-jari, sesak nafas, pengelihatan kabur, gelisah,
dan akhirnya oliguria/anuria.
Thanks

Anda mungkin juga menyukai